Dalam menjelaskan pengertian fana’
al-Qusyati menulis ‘’Fana nya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain
terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan makhluk lain. Sebenarnya
dirinya tetap ada demikian juga makhluk lain, tetapi ia tak sadar lagi pada
diri mereka dan pada dirinya. Kesadaran sufi tentang dirinya dan makhluk lain
pergi ke dalam diri tuhan dan terjadilah ijtihad’’. Ketika sampai di ambang
pintu ijtihad sufi keluar ungkapan-ungkapan ganjil yang dalam istilah sufi
disebut syatahat ‘’ucapan teopatis’’. Syatahat yang di ucapkan Abu Yazid,
antara lain sebagai berikut, ‘’manusia tobat daridoanya tetapi aku tidak. Aku
hanya mengucapkan tiada tuhan selain Allah’’. Abu Yazid tobat dengan ucapan
syatahat demikian, karena lafadz itu menggambarkan Tuhan masih jauh dari sufi
dan berada di belakang tabir. Abu Yazid ingin beada di hadirat Tuhan,
berhadapan langsung dengan Tuhan dan mengatakan kepada-Nya : Tiada Tuhan Selain
Engkau.
Dia juga mengucapkan, ‘’Aku tidak
heran melihat cintaku pada-Mu, arena aku hanya hamba yang hina. Tetapi aku
heran melihat cinta-Mu pada ku, karena Engkau adalah raja Maha Kuasa. ‘’.
Kata-kata ini menggambarkan bahwa cinta mendalam Abu Yazid telah dibalas Tuhan.
Lalu dia berkata lagi, ‘’Aku tidak meminta dari Tuhan kecuali Tuhan.’’ Seperti
halnya Rabi’ah yang tidak meminta syurga dan tidak pula meminta dijauhkan dari
neraka dan yang dikehendakinya hanyalah berada dekat dan bersatu dengan Tuhan.
Dalam mimpi dan bertanya, ‘’apa jalannya untuk sampai kepada-Mu?’’ Tuhan menjawab,
‘’Tinggalkan dirimu dan datanglah. ‘’Akhirnya Abu Yazid dengan meninggalkan
dirinya mengalami, fana, baqa, ijtihad.
Masalah Ijtihad AbuYazid
menggambarkan dengan kata-kata berikut ini,’’pada suatu ketika aku di benarkan
kehadirat tuhan dan Ia berkata, Abu Yazid makhluk-Ku ingin melihat engkau. Aku
menjawa, kekasih-Ku, aku tak ingin melihat mereka. Tetapi jika itu kehendak-Mu,
aku tak berdaya menentang-Mu. Hiaslah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika
makhluk Mu melihat aku, mereka akan berkata, ‘’kelak kami lihat engkau. Tetapi
yang mereka lihat sebenarny adalah Engkau, karena ketika itu aku tak ada disana
: Dialog antara Abu yazid dengan Tuhan ini menggambarkan bahwa Ia dekat sekali
dengan Tuhan. Godaan Tuhan untuk mengalihkan perhatian Abu Yazid ke makhluknya
ditolak. Abu yazid. Ia tetap meminta bersatu dengan Tuhan. Ini kelihatan dari
kata-katanya, ‘’ hiasilah aku dengan keesaan-Mu, permintaan Abu Yazid
dikabulkan Tuhan dan terjadilah persatuan, sebagaimana terungkap dari kata-kata
berikut ini,’’Abu Yazid, semuanya kecuali Engkau adalah makhluk-Ku ‘’Aku pun
berkata, aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau’’
Dalam literature disebut bahwa dalam
ijtihad, yang satu memanggil yang lain dengan kata-kata, ‘’ya ana (wahai aku).’’
Hal ini juga dialami Abu Yazid, seperti kelihatan dalam ungkapan selanjutnya,’’
dialog pun terputus, kata menjadi satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Maka
iapun berkata kepada ku ‘’hai engkau, aku menjawab melalui diri-Nya’’ hai
aku’’dia berkata kepada ku, ‘’Engkaulah Yang Satu.’’ Aku menjawab,’’ aku lah
yang satu.’’ Ia berkata lagi,’’Engkau adalah Engkau’’ Aku menjawab’’Aku adalah
aku.’’Yang penting diperhatikan dalam ungkapan diatas adalah kata-kata aku
Yazid’’Aku menjawab melalui dirinya’’ (Faqullu bihi). Kata-kata Bihi melalui
dirinya menggambarkan bersatunya Abu Yazid dengan Tuhan, Roh nya telah melebur
dalam diri Tuhan. Ia tidak ada lagi, yang ada hanyalah Tuhan. Maka yang
mengatakan’’ hai aku ayng satu’’ bukan aku Yazid tetapi Tuhan melalui Abu Yazid.
Dalam arti serupa inilah harus diartikan kata-kata yang diucapkan lidah sufi
ketika berkata di dalam ijtihad yaitu kata-kata yang pada lahirnya mengandung
pengakuan sufi, seolah-olah dia adalah Tuhan. Aku Yazid, seusai sembahyang
subuh, mengeluarkan kata-kata, ‘’mahasuci aku, maha suci aku, maha besar aku,
aku adalah Allah. Tiada Allah selain aku, maka sembahlah aku.’’
Dalam istilah sufi, kata-kata
tersebut memang di ucapkan lidah Abu Yazid, tetapi itu tidak berarti bahwa ia
mengakui dirinya Tuhan. Mengakui dirinya Tuhan adalah dosa terbesar, agar dapat
dekat kepada Tuhan, sufi haruslah bersih bukan dari dosa-dosa saja tetapi juga
dari subhat. Maka dosa terbesar tersebut diatas akan membuat Abu Yazid jauh
dari tuhan dan tak dapat bersatu dengan Dia. Maka dalam pengertian sufi,
kata-kata diatas betul keluar dari mulut abu Yazid dengan kata lain Tuhanlah
yang mengaku dirinya Allah, melalui lidah Abu Yazid. Karena itu di pun mengatakan, ‘’ pergilah,
tidak ada dirumah ini selain Allah Yang Maha Kuasa. Didalam jubah ini tidak ada
selain Allah.’’ Yang mengucapkan kata-kata itu memang lidah abu yazid, tetapi
itu tidak mengandung pengakuan abu yazid bahwa ia adalah tuhan. Itu adalah
kata-kata tuhan yang diucapkan melalui lidah abu yazid.
Hulul
Sufi lah yang mengalami persatuan
dengan Tuhan adalah Husain kn Mansyur al-Habsy (858-922 M) yang berlainan
nasibnya dengan abu yazid. Nasibnya malang Karena di jatuhi hukuman bunuh,
Mayatnya dibakar, debu nya dibuang kesungai Tigris. Hal ini karena dia
mengatakan, ‘’ana hak.’’ (akulah yang maha benar). Pengalaman persatuannya
dengan tuhan tidak disebut ittihad tetapi hulul. Kalau aku yazid mengalami naik
ke langit untuk bersatu dengan tuhan, al Hallaj mengalami persatuannya dengan
Tuhan turun ke bumi. Dalam literature tersebut hullul diartikan, Tuhan memilih
tubuh-tubuh manusia tertentu untuk bersemayam di dalamnya dengan sifat-sifat
ketuhanannya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dihancurkan. Disini terdapat pula konsep fana yang dialami abu yazid dalam
ittihad sebelum mencapai hulul. Menurut al-hallaj, manusia mempunyai dua sifat
dasar : Lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Landasan bahwa tuhan dan
manusia sama-sama mempunyai sifat diambil dari hadits yang menegaskan bahwa
Tuhan menciptakan adam sesuai dengan bentuk-Nya. Hadits ini mengandung arti bahwa
di dalam diri adam ada bentuk tuhan dan itulah yang disebut lahud manusia.
Sebaliknyadi dalam diri tuhan terdapat bentuk adam dan itulah yang disebut
nasut tuhan. Hal ini terlihat jelas pada syair al-hallaj, sebagai berikut ‘’
maha suci diri Yang Sifat kemanusiaan-Nya membukakan rahasia cahaya
ketuhanannya yang gemilang kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata
dalam bentuk manusia yang makan dan minum dengan membersihkan diri melalui badal
yang banyak dilakukan, nasut manusia lenyap dan munculah lahudnya dan ketika
itulah nasut ini’ ‘' tuhan turun bersemayam dalam diri sufi dan terjadilah
Hulul. Hal itu digambarkan al-hallaj dalam syair berikut ini, ‘’jiwamu
disatukan dengan jiwa mu sebagaimana anggur disatukan dengan air suci. Jika
engkau disentuh, aku disentuhnya pula maka, ketika itu dalam tiap hal engkau
adalah aku.
Hulul juga digambarkan dalam syair
berikut aku adalah dia yang kucintai dan dia yang ku cintai adalah aku. Kami
adalah dua jiwa yang menempati satu tubuh, jika engkau lihat aku, engkau lihat
dia, Dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat kami. Ketika megalami Hulul yang
digambarkan diatas itulah lidah Al-Hallaj mengucapkan ‘’ ana Haqq’’ (akulah
Yang Maha Benar) tetapi sebagaimana halnya dengan abu yazid ucapan itu tidak
mengandung arti pengakuan al-hallaj dirinya menjadi tuhan. Kata-kata itu adalah
kata-kata tuhan yang ia ucapkan melalui lidah al-hallaj. Sufi yang bernasib malang ini mengatakan , ‘’aku
adalah rahasia Yang Maha Benar, yang maha benar bukanlah aku, aku hanyalah satu
dari yang benar, maka bedakanlah antara kami.’’
Syatahat atau kata-kata teofani sufi
itu membuat kaum syariat menuduh sufi telah menyeleweng dari ajaran islam dan
menganggap tasawuf telah bertentangan dengan islam. Kaum Syairat yang banyak
terikat kepada formalitas ibadat, tidak menangkap pengalaman sufi yang
mementingkan hakekat dan tujuan ibadat yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin
kepada tuhan. Dalam sejarah islam memang terkenal adanya pertentangan keras
antara kaum syariat dan kamu hakekat, gelar yang diberikan kepada kaum sufi.
Pertentangan ini mereda setelah al-ghazali dating dengan pengalamannya bahwa
jalan sufilah yang dapat membawa org kepada kebenaran yang meyakinkan. Al
ghazali menghalalkan tasawuf sampai tingkat ma’rifat, sungguh pun ia tidak
mengharamkan tingkat fana, baqa, dan ittihad, ia tidak mengkafirkan abu yazid
dan al-hallaj tapi mengkafirkan alfarabi dan ibnu sina.
Kalau filsafat setelah kritik
al-ghazali dalam bukunya tahafut al-falasifat, tidak berkembang lagi didunia
islam sunni. Tasawuf sebaiknya banyak di amalkan bahkan oleh syariat sendiri.
Dalam perkembangan selanjutnya setelah pengalaman persatuan manusia dengan
tuhan yang di bawa al-bustami dalam ittihad dan al-hallaj dalam hulul, Muhy
al-Din ibn’ Arabi (1165-1240) memebawa ajaran kesatuan wujud makhluk dengan
tuhan dalam wahdat al wujud. Lahut dan nasut, yang bagi al-hallaj merupakan dua
hal yang berbeda, ia satukan menjadi dua aspek. Dalam pengalamannya, tiap
makhluk mempunyai dua aspek. Aspek bathin yang merupakan esensi, disebut
al-haqq, dan aspek luar yang merupakan aksiden disebut al-khalq. Semua makhluk
dalam aspek luarnya berbeda tetapi dalam aspek bathinnya satu, yaitu al-haqq.
Wujud semuanya satu, yaitu wujud al-haqq.
Tuhan sebagaimana disebut dalam
hadits yan telah dikuti pada permulaan, pada awalnya adalah harta tersembunyi,
kemudian ia ingin dikenal maka diciptakan-Nya makhlukdan melalui makhluk ia
dikenal. Maka alam sebagai makhluk adalah penampakan diri atau tajalli dari
Tuhan. Alam sebagai cermin yang didalamnya terdapat gambaran tuhan. Dengan kata
lain, alam adalah bayangan Tuhan. Sebagai baangan wujud alam tak akan ada tanpa
wujud Tuhan. Wujud alam bergantung pada wujud Tuhan. Sebagai bayangan wujud
alam bersatu dengan wujud Tuhan dalam ajaran wahdat al-wujud. Yang ada dialam
ini kelihatanny6a banyak tetapi pada hakikatnya satu. Keadaan ini tak ubahnya
sebagai orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang dirinya kelihatan
banyak, tetapi pada hakekatnya dirinya hanya satu. Yang lain dan yang banyak
adalah bayangannya.
Oleh karena itu, orang yang
mengidentikan ajaran wahdat al-wujud Ibn Arabi dengan panteisme dalam arti
bahwa yang disebut Tuhan adalah alam semesta. Jelas bahwa ibn Arabi tidak
mengidentikkan alam dengan Tuhan. Bagi ibn’ Arabi, sebagaimana halnya dengan
sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transcendental dan bukan manen. Tuhan berada
diluar dan bukan didalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri aau tajalil
dati Tuhan. Ajaran wahdat al-wujud dengan tajalli, Tuhan ini selanjutnya
membawa pada ajaran al-Insan al-kamil yang dikembangkan terutama oleh Abd
al-karim al-jili (1366-1428). Dalam pengalaman al-jili, tajalli atau penampakan
diri dari Tuhan mengambil tiga tahap tanazul (turun), ahadiah, huwaiah, dan
aniyah.
Lewat................. L
Demikianlah tujuan sufi untuk berada
sedekat mungkin dengan tuhan akhirnya tercapai atau ittihat serta hulul yang
mengandung pengalaman persatuan roh manusia dengan roh tuhan dan melalui wahdat
al wujud yang mengandung arti penampakan diri atau tajalli tuhan yang sempurna
dalam diri Insan Kamil. Sementara itu tasawuf pada masa awal sejarahnya
mengambil bentuk tarekat dalam arti organisasi tasawuf yang dibentuk oleh
murid-murid atau pengikut-pengikut sufi besar utnuk melestarikan ajaran
gurunya. Diantara tarekat-tarekat besar yang terdapat di Indonesia adalah
Qadiriah yang muncul pada abad ke -13 masehi untuk melestarikan ajaran Abdul
Khadir Jailani (1166 M). Naqsyabandiah, muncul pada abad ke-14 bagi pengikut bahauddin,
naqsyabandiah (1415 M). Syattariah, pengikut Abdullah syaffar (1415 M) dan
Tijanlah yang muncul pada abad ke-19 di Marokko dan Aljazair. Tarekat-tarekat
besar lain diantaranya adalah Bektasylah di Turki, sanusiah di Libia,
syadzillah di Maroko, mesir dan suria, mawlawiah rumb di turki, dan rifa’ah di
Irak, suria dan mesir.
Ijtihad..
ittihad
No comments:
Post a Comment