Secara etimologi kata maudhu’adalah isim maf’ul dari kata wadha’a, yang
berarti menggugurkan, meninggalkan, atau membuat-buat. Sedangkan secara
terminologis menurut Ibn al-Shalah dan di ikuti oleh al-Nawawi, Hadits Maudhu’
berarti :
ÍurXpÛ¯
knFNpÛ¯uáu
Yaitu sesuatu (Hadtis) yang
diciptakan dan dibuat-buat.
Definisi yang lebih rinci dikemukakan oleh M. ‘Ajjal al-Khatib, sebagai
berikut :
Àjçä¨ tnÎhçä¨ tnjç qÛ °pÝ °± QÙä°ÕzF¼¯ qnÂu tvnÌ tnn¯Æ tnn¯
ÜuÂÀ
ª DÂß °Ý
Hadits yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah
SAW, yang sifatnya dibuat-buat dan diada-adakan, karena Rasulullah SAW sendiri
tidak mengatakannya, memperbuat maupun menetapkannya.
Dari definisi diatas, terlihat secara sederhana ibn al Shalah menyatakan
bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang diciptakan dan dibuat-buat atas nama
Rasul SAW. Oleh karena itu Hadits
Maudhu’ adalah Hadits yang paling buruk statusnya di antara Hadits-hadits
Dha’if dan karena itu pula tidak dibenarkan bahkan haram hukumnya untuk meriwayatkannya dengan alasan apapun, kecuali
disertai dengan penjelasan tentang ke-maudhu’-annya.
Dari definisi-definisi di atas juga menjelaskan bahwa Hadits Maudhu’ pada
dasarnya adalah kebohongan atau berita yang disengaja diada-adakan yang selanjutnya dinidbahkan
oleh pembuatnya kepada Rasulullah SAW, dengan maksud tertentu.
Shalah al-Din ibn Ahmad al-Adhabi mengemukakan pandangan yang sedikit
berbeda dalam memberikan definisi Hadits Maudhu’. Menurutnya kata al-wadh’
dalam konteks hadits Nabi SAW mengandung dua pengertian, yaitu:
1.
semata-mata kebohongan (dusta)
yang dilakukan terhadap Nabi SAW,
2.
kegiatan yang dilakukan secara
sengaja serta mempunyai dampak yang luas, dalam bentuk memasukan
kebohongan-kebohongan ke dalanm Hadits-hadits Nabi SAW.
B. Motif-Motif Yang Mendorong
Untuk Membuat Hadits Maudhu’
Motif-motif yang mendorong membuat Hadits maudhlu dan lingkungan yang
menyebabkan tumbuhnya, antara lain :
1.
Mempertahankan idiologi
golongannya sendiri dan menyerang golongan lawannya,
Pertentangan politik ke-khilafah-an yang timbul sejak
akhir khlafah Ustman dan awal ‘Ali adalah
merupakan sebab-sebab langsung munculnya Hadits-hadits Maudhlu. Yang pada saat
itu timbul golongan Syi’ah dan Mu’awiyah, dan setelah perang Shiffin timbul
pula golongan khawarij. Diantara golongan tersebut golongan Syi’ah adalah yang
paling banyak membuat Hadits Maudhlu’.
2.
Untuk merusak agama Islam.
Kaum Zindiq adalah kelompok yang membenci Islam, baik
sebagai agama maupun sebagai suatu pemerintahan. Menyadari ketidakmampuan
mereka dalam berkonfrontasi dengan umat Islam secara nyata (terang-terangan)
maka mereka berupaya untuk menghancurkan islam melalui tindakan merusak agama
dan menyesatkan umat dengan cara membuat Hadits-hadits palsu.
3.
Fanatik kebangsaan, kesukuan,
kedaerahan, kebahasaan dan kultur individu terhadap imam mereka.
Mereka yang fanatic terhadap bahasa Persia, membuat Hadits
yang mendukung keutamaan bahasa Persia, dan sebaliknya bagi mereka yang fanatic
terhadap bahasa Arab akan membuat Hadits yang menunjukan keutamaan bahasa Arab
dan mengutuk bahasa Persia.
Contohnya para pendukung
bahasa Persia
menciptakan Hadis :
Sesungguhnya pembicaraan
orang-orang di sekitar ‘Arasy adalah bahasa Persia .
Sementara dari pihak lawannya juga muncul hadits palsu yang sifatnya
menjatuhkan kelompok tadi.
Perkataan yang paling dibenci Allah
adalah bahasa Persia .
4.
Membuat kisah-kisah dan
nasihat-nasihat untuk menarik minat para pendengarnya
5.
Mempertahankan madzab dalam
masalah khilafiyah-fiqhiyah dan kalamiyah.
Perbuatan ini umumnya timbul dari para pengikut suatu
mahzab. Mereka membuat Hadits palsu dalam rangka mendukung atau menguatkan
pendapat dan pendirian imam mereka.
6.
Mencari muka dihadapan para
penguasa untuk mencari kedudukan atau mencari hadiah.
Diantara pemalsu Hadits tersebut, ada yang sengaja
membuat Hadits untuk mendapatkan simpati atau penghargaan dari para khalifah
atau pejabat pemerintahan yang sedang berkuasa ketika itu.
7.
Kejahilan mereka dalam ilmu agama
disertai dengan adanya kemauan keras untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.
Mereka menganggap bahwa membuat Hadits umtuk targhib
dan tarhib demi untuk bertaqarrub kepada Allah dan berkhidmat kepada agama,
diperbolehkan. Mereka banyak membuat Hadits Maudhlu’ tentang keutamaan
surat-surat Al-qur’an diluar apa yang telah diterangkan oleh nash-nash yang
sharih.
C. Ciri-Ciri Hadits Maudhlu’
1.
Ciri-Ciri Yang Terdapat Pada Sanad
Ciri-ciri yang terdapat pada sanad ialah :
a.
Pengakuan dari si-pembuat itu
sendiri,.
b.
Qarinah-qarinah yang memperkuat
adanya pengakuan membuat Hadits Maudhlu’.
Misalnya seorang perawi mengaku menerima Hadits dari
seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut. Atau
menerima dari seorang guru yang telah meninggal dunia sebelum ia dilahirkan
c.
Qarinah-qarinah yang berpautan
dengan tingkah lakunya
2.
Ciri-ciri yang terdapat pada
matan,
Ciri-ciri
yang terdapat pada matan itu, dapat ditinjau dari segi makna dan segi lafadznya.
Dari segi makna Hadits itu bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan Hadits
Mutawatir, dentgan Ijma’ dan dengan logika yang sehat.
Contoh hadist Maudhlu’ yang bertentangan dengan
Al-Qur’an :
‘Anak zina itu,
tidak dapat masuk surga sampai tujuh keturunan’
Makna Hadits ini bertentangan dengan kandungan surat Al-An’am : 164
“dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”
Contoh Hadits yang bertentangan dengan Sunnah Mutawatir ialah
Hadits yang memuji orang-orang yang bernama Muhammad atau Ahmad.
“Bahwa setiap
orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad dan semisalnya) ini, tidak
akan dimasukan kedalam neraka”
Contoh Hadits
yang bertentangan dengan ijma’ ialah Hadits yang dikemukakan oleh golongan
Syi’ah tentang wasiat Rasulullah saw. kepada Ali ra. Untuk menjadi khalifah yang
menurut mereka sahabat bersepakat unutk membekukan wasiat tersebut.
“Bahwa Rasulullah
saw memegang tangan ‘Ali bin Abi Thhalib ra dihadapan para sahabat sekuruhnya
yang baru kembali dari haji Wada’ kemudian Rasulullah membangkitkan ‘Ali
sehingga para sahabat mengetahui semuanya. Lalu beliau bersabda: “ini adalah
wasiatku (orang yang memberi wasiat) dan saudaraku serta khalifah setelah saya
nanti. Oleh karena itu dengarkanlah dan taatilah ia.”
Dari segi Lafadznya, yaitu bila susunan kalimatnya tidak
baik serta tidak fasih. Dalam hal ini ialah susunan kalimatnya yang sederhana,
tetapi isinya berlebihan.
“Sesuap makanan
diperut si lapar adalah lebih baik daripada membengun seribu mesjid jami.”
D. Usaha-Usaha Para ‘Ulama Dalam Memberantas Pemalsuan Hadits.
Usaha-usaha para ‘Ulama dalam
memelihara Hadits dan membersihkannya dari pemalsuan, ialah :
1.
Memelihara Sanad Hadits
Ketelitian
dan sikap ketat terhadap sanad Hadits telah dilakukan oleh umat islam sejak
masa para Sahabat dan Tabi’in. sikap teliti dan hati-hati tersebut semakin
meningkat terutama setelah terjadinya perpecahan dikalangan umat islam dan
munculnya tindakan pemalsuan Hadits.
2.
Meningkatkan perlawatan mencari
Hadits.
Mereka
meningkatkan perlawatan mencari Hadits dari suatu dari suatu kota ke kota
untuk menemui para Sahabat yang meriwayatkan Hadits. Sejak itu para penuntut Hadits hanya mendengar
dari para Sahabat saja. Jika ia mendapatkan Hadits dari selain Sahabat, dengan
segera mereka mencari Sahabat Rasullah SAW untuk memperkuatnya.
3.
Mengambil tindakan kepada para
pemalsu Hadits.
Dalam
rangka berhati-hati untuk menerima riwayat, maka sebagian dari ereka menumpas
para pemalsu Hadits, melarang mereka meriwayatkannya dan menyerahkannya kepada
penguasa.
4.
Menerangkan keadaan para perawi.
Merupakan
keharusan bagi para Ulama Hadits untuk mengenali para perawi Hadits, sehingga
mereka dapat menetapkan dan sekaligus membedakan perawi yang benar dan dapat
dipercaya dari perawi yang pembohong. Dengan demikian dapat dibedakan mana Hadits
yang Shahih, yang Dha’if bahkan yang palsu. Oleh karenanya, pengetahuan tentang
kehidupan para perawi dan keadaan mereka adalah mutlak untuk dimiliki oleh para
Ulama Hadits dalam rangka menilai Hadits yang diriwayatkan mereka.
5.
Membuat ketentuan-ketentuan umum
tentang klasifikasi Hadits.
Mereka
membuat ketentuan dan syarat-syarat bagi Hadits Shahih,Hasan dan Dha’if.
6.
Membuat ketentuan-ketentuan untuk
mengetahui ciri-ciri Hadits Maudhlu’.
Mereka membuat ketentuan mengenai
tanda-tanda (ciri-ciri) Hadits Maudhlu’. Baik ciri-ciri yang terdapat pada
sanad maupun matannya.
Daftar Pustaka
Rahman, Fatur, Mushthalahul
Hadits, Bandung
: PT. Alma ‘arif, 1981.
Yuslem, Nawir, Ulumul
Hadis, Jakarta
: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.
No comments:
Post a Comment