Permasalahan Hadits Palsu (Maudhu’)


A.    Pengertian Hadits Maudhu’
Secara etimologi kata maudhu’adalah isim maf’ul dari kata wadha’a, yang berarti menggugurkan, meninggalkan, atau membuat-buat. Sedangkan secara terminologis menurut Ibn al-Shalah dan di ikuti oleh al-Nawawi, Hadits Maudhu’ berarti :
ÍurXpÛ¯ knFNpÛ¯uáu

Yaitu sesuatu (Hadtis) yang diciptakan dan dibuat-buat.

Definisi yang lebih rinci dikemukakan oleh M. ‘Ajjal al-Khatib, sebagai berikut :
 Àjçä¨ tnÎhçä¨ tnjç qÛ °pÝ °± QÙä°ÕzF¼¯ qnÂu tvnÌ tnn¯Æ tnn¯ ÜuÂÀ ªß °Ý

Hadits yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya dibuat-buat dan diada-adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengatakannya, memperbuat maupun menetapkannya.

Dari definisi diatas, terlihat secara sederhana ibn al Shalah menyatakan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang diciptakan dan dibuat-buat atas nama Rasul SAW. Oleh karena itu Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang paling buruk statusnya di antara Hadits-hadits Dha’if dan karena itu pula tidak dibenarkan bahkan haram hukumnya untuk meriwayatkannya dengan alasan apapun, kecuali disertai dengan penjelasan tentang ke-maudhu’-annya.
Dari definisi-definisi di atas juga menjelaskan bahwa Hadits Maudhu’ pada dasarnya adalah kebohongan atau berita yang disengaja  diada-adakan yang selanjutnya dinidbahkan oleh pembuatnya kepada Rasulullah SAW, dengan maksud tertentu.
Shalah al-Din ibn Ahmad al-Adhabi mengemukakan pandangan yang sedikit berbeda dalam memberikan definisi Hadits Maudhu’. Menurutnya kata al-wadh’ dalam konteks hadits Nabi SAW mengandung dua pengertian, yaitu:
1.      semata-mata kebohongan (dusta) yang dilakukan terhadap Nabi SAW,
2.      kegiatan yang dilakukan secara sengaja serta mempunyai dampak yang luas, dalam bentuk memasukan kebohongan-kebohongan ke dalanm Hadits-hadits Nabi SAW.

B.     Motif-Motif Yang Mendorong Untuk Membuat Hadits Maudhu’
Motif-motif yang mendorong membuat Hadits maudhlu dan lingkungan yang menyebabkan tumbuhnya, antara lain :
1.      Mempertahankan idiologi golongannya sendiri dan menyerang golongan lawannya,
Pertentangan politik ke-khilafah-an yang timbul sejak akhir khlafah Ustman  dan awal ‘Ali adalah merupakan sebab-sebab langsung munculnya Hadits-hadits Maudhlu. Yang pada saat itu timbul golongan Syi’ah dan Mu’awiyah, dan setelah perang Shiffin timbul pula golongan khawarij. Diantara golongan tersebut golongan Syi’ah adalah yang paling banyak membuat Hadits Maudhlu’.
2.      Untuk merusak agama Islam.
Kaum Zindiq adalah kelompok yang membenci Islam, baik sebagai agama maupun sebagai suatu pemerintahan. Menyadari ketidakmampuan mereka dalam berkonfrontasi dengan umat Islam secara nyata (terang-terangan) maka mereka berupaya untuk menghancurkan islam melalui tindakan merusak agama dan menyesatkan umat dengan cara membuat Hadits-hadits palsu.
3.      Fanatik kebangsaan, kesukuan, kedaerahan, kebahasaan dan kultur individu terhadap imam mereka.
Mereka yang fanatic terhadap bahasa Persia, membuat Hadits yang mendukung keutamaan bahasa Persia, dan sebaliknya bagi mereka yang fanatic terhadap bahasa Arab akan membuat Hadits yang menunjukan keutamaan bahasa Arab dan mengutuk bahasa Persia.
            Contohnya para pendukung bahasa Persia menciptakan Hadis :

Sesungguhnya pembicaraan orang-orang di sekitar ‘Arasy adalah bahasa Persia.

Sementara dari pihak lawannya juga muncul hadits palsu yang sifatnya menjatuhkan kelompok tadi.

Perkataan yang paling dibenci Allah adalah bahasa Persia.

4.      Membuat kisah-kisah dan nasihat-nasihat untuk menarik minat para pendengarnya
Para pembuat cerita melakukan pemalsuan Hadits dalam rangka menarik simpati orang banyak, atau agar para pendengarnya kagum terhadap kisah yang mereka sampaikan.
5.      Mempertahankan madzab dalam masalah khilafiyah-fiqhiyah dan kalamiyah.
Perbuatan ini umumnya timbul dari para pengikut suatu mahzab. Mereka membuat Hadits palsu dalam rangka mendukung atau menguatkan pendapat dan pendirian imam mereka.
6.      Mencari muka dihadapan para penguasa untuk mencari kedudukan atau mencari hadiah.
Diantara pemalsu Hadits tersebut, ada yang sengaja membuat Hadits untuk mendapatkan simpati atau penghargaan dari para khalifah atau pejabat pemerintahan yang sedang berkuasa ketika itu.
7.      Kejahilan mereka dalam ilmu agama disertai dengan adanya kemauan keras untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.
Mereka menganggap bahwa membuat Hadits umtuk targhib dan tarhib demi untuk bertaqarrub kepada Allah dan berkhidmat kepada agama, diperbolehkan. Mereka banyak membuat Hadits Maudhlu’ tentang keutamaan surat-surat Al-qur’an diluar apa yang telah diterangkan oleh nash-nash yang sharih.

C.    Ciri-Ciri Hadits Maudhlu’
Para ‘Ulama menciptakan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan untuk mengetahui Shahih, Hasan atau Dla’ifnya suatu Hadits, mereka juga menetukan ciri-ciri untuk mengetahui ke-maudhlu-an suatu Hadits. Mereka menentukan ciri-ciri yang tedapat pada sanad dan pada matan Hadits.
1.      Ciri-Ciri Yang Terdapat Pada Sanad
Ciri-ciri yang terdapat pada sanad ialah :
a.       Pengakuan dari si-pembuat itu sendiri,.
b.      Qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudhlu’.
Misalnya seorang perawi mengaku menerima Hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut. Atau menerima dari seorang guru yang telah meninggal dunia sebelum ia dilahirkan
c.       Qarinah-qarinah yang berpautan dengan tingkah lakunya

2.      Ciri-ciri yang terdapat pada matan,
      Ciri-ciri yang terdapat pada matan itu, dapat ditinjau dari segi makna dan segi lafadznya. Dari segi makna Hadits itu bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan Hadits Mutawatir, dentgan Ijma’ dan dengan logika yang sehat.
Contoh hadist Maudhlu’ yang bertentangan dengan Al-Qur’an :

‘Anak zina itu, tidak dapat masuk surga sampai tujuh keturunan’
Makna Hadits ini bertentangan dengan kandungan surat Al-An’am : 164

“dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”

Contoh Hadits yang bertentangan dengan Sunnah Mutawatir ialah Hadits yang memuji orang-orang yang bernama Muhammad atau Ahmad.

“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad dan semisalnya) ini, tidak akan dimasukan kedalam neraka”

      Contoh Hadits yang bertentangan dengan ijma’ ialah Hadits yang dikemukakan oleh golongan Syi’ah tentang wasiat Rasulullah saw. kepada Ali ra. Untuk menjadi khalifah yang menurut mereka sahabat bersepakat unutk membekukan wasiat tersebut.

“Bahwa Rasulullah saw memegang tangan ‘Ali bin Abi Thhalib ra dihadapan para sahabat sekuruhnya yang baru kembali dari haji Wada’ kemudian Rasulullah membangkitkan ‘Ali sehingga para sahabat mengetahui semuanya. Lalu beliau bersabda: “ini adalah wasiatku (orang yang memberi wasiat) dan saudaraku serta khalifah setelah saya nanti. Oleh karena itu dengarkanlah dan taatilah ia.”

Dari segi Lafadznya, yaitu bila susunan kalimatnya tidak baik serta tidak fasih. Dalam hal ini ialah susunan kalimatnya yang sederhana, tetapi isinya berlebihan.

“Sesuap makanan diperut si lapar adalah lebih baik daripada membengun seribu mesjid jami.”

D.    Usaha-Usaha Para ‘Ulama Dalam Memberantas Pemalsuan Hadits.
            Usaha-usaha para ‘Ulama dalam memelihara Hadits dan membersihkannya dari pemalsuan, ialah :
1.      Memelihara Sanad Hadits
            Ketelitian dan sikap ketat terhadap sanad Hadits telah dilakukan oleh umat islam sejak masa para Sahabat dan Tabi’in. sikap teliti dan hati-hati tersebut semakin meningkat terutama setelah terjadinya perpecahan dikalangan umat islam dan munculnya tindakan pemalsuan Hadits.
2.      Meningkatkan perlawatan mencari Hadits.
            Mereka meningkatkan perlawatan mencari Hadits dari suatu dari suatu kota ke kota untuk menemui para Sahabat yang meriwayatkan Hadits. Sejak itu para penuntut Hadits hanya mendengar dari para Sahabat saja. Jika ia mendapatkan Hadits dari selain Sahabat, dengan segera mereka mencari Sahabat Rasullah SAW untuk memperkuatnya. 
3.      Mengambil tindakan kepada para pemalsu Hadits.
            Dalam rangka berhati-hati untuk menerima riwayat, maka sebagian dari ereka menumpas para pemalsu Hadits, melarang mereka meriwayatkannya dan menyerahkannya kepada penguasa. 
4.      Menerangkan keadaan para perawi.
            Merupakan keharusan bagi para Ulama Hadits untuk mengenali para perawi Hadits, sehingga mereka dapat menetapkan dan sekaligus membedakan perawi yang benar dan dapat dipercaya dari perawi yang pembohong. Dengan demikian dapat dibedakan mana Hadits yang Shahih, yang Dha’if bahkan yang palsu. Oleh karenanya, pengetahuan tentang kehidupan para perawi dan keadaan mereka adalah mutlak untuk dimiliki oleh para Ulama Hadits dalam rangka menilai Hadits yang diriwayatkan mereka.
5.      Membuat ketentuan-ketentuan umum tentang klasifikasi Hadits.
            Mereka membuat ketentuan dan syarat-syarat bagi Hadits Shahih,Hasan dan Dha’if.
6.      Membuat ketentuan-ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri Hadits Maudhlu’.
            Mereka membuat ketentuan mengenai tanda-tanda (ciri-ciri) Hadits Maudhlu’. Baik ciri-ciri yang terdapat pada sanad maupun matannya.
















Daftar Pustaka

Rahman, Fatur, Mushthalahul Hadits, Bandung : PT. Alma ‘arif, 1981.
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.


No comments:

Post a Comment