PENDAHULUAN
Saat ini sains telah menjadi konsumsi
masyarakat umum. Manfaatnya telah dirasakan oleh semua orang karena sains telah
melekat erat ke dalam setiap gaya hidup dan kehidupan modern. Sains yang
berkembang secara dinamis menuntut kita untuk terus mengikutinya dalam rangka
menyelenggarakan kehidupan profesional kita. Oleh sebab itu, sangat penting
bagi setiap orang khususnya bagi peserta didik untuk mempelajari dan
mengembangkan sains secara keseluruhan.
Model pembelajaran sains dan
penerapannya dengan menggunakan metode eksperimen membantu peserta didik untuk
lebih memahami teori-teori pembelajaran sains yang telah diajarkan oleh pendidik
di kelas.
Metode eksperimen
juga memudahkan peserta didik dalam menerapkan sains di kehidupan sehari-hari.
Peserta didik juga dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah. Dengan
metode ini, peserta didik juga menemukan bukti kebenaran dari sesuatu teori yang
sedang dipelajarinya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas
oleh pendidik di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian
kompetensi peserta didik dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah prosedur,
urutan, langkah- langkah, dan cara yang digunakan pendidik dalam pencapaian
tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu penjelasan dari pendekatan.
Suatu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Metode
adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode,
teknik pembelajaran dilakukan secara aplikatif, nyata, dan praktis saat
pembelajaran berlangsung di kelas.
Teknik pembelajaran merupakan cara
kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Pendidik dapat
berganti- ganti teknik meskipun dalam cakupan metode yang sama. Satu metode
dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Model pembelajaran merupakan
satuan dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
B.
SAINS DAN PENDEKATANNYA
Sains melatih peserta didik menggunakan lima inderanya untuk mengenal
berbagai gejala benda dan gejala peristiwa. Semakin banyak keterlibatan indera
dalam belajar, semakin memahami pula apa yang dipelajari oleh peserta didik
tersebut.
Kegiatan sains memungkinkan peserta didik melakukan eksplorasi terhadap
berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya.
Peserta didik belajar menemukan gejala
benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.
Percobaan dalam kegiatan sains atau lebih sering di sebut dengan
praktikum melatih peserta didik menghubungkan sebab dan akibat dari suatu
perlakuan sehingga melatih peserta didik untuk berpikir logis. Dengan demikian
sains juga mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik.
Kegiatan pengenalan sains pada peserta didik sebaiknya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Pendidik hendaknya tidak menjejalkan konsep sains
kepada peserta didik, tetapi memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik menemukan sendiri fakta dan konsep sederhana tersebut.
Pendidik hendaknya dapat menstimulasi peserta didik dengan berbagai
kegiatan yang terkait dengan sains dan teknologi. Untuk itu, seorang pendidik
perlu mempelajari konsep-konsep keilmuan dan cara pengajarannya.
Adapun hal-hal yang dapat menjadi acuan dalam pembelajaran sains antara
lain:
1.
Bersifat konkret
Pendidik
tidak dianjurkan untuk menjejali peserta didik dengan konsep-konsep abstrak.
Pendidik sebaiknya menyediakan berbagai benda dan fasilitas lainnya yang
diperlukan agar peserta didik dapat menemukan sendiri konsep tersebut.
2.
Menghubungkan sebab akibat secara
langsung
Jika peserta
didik melihat peristiwa secara langsung, peserta didik mampu mengetahui
hubungan sebab akibat yang terjadi karena sains kaya akan kegiatan yang melatih
peserta didik dalam menghubungkan sebab akibat.
3.
Memungkinkan peserta didik
melakukan eksplorasi
Kegiatan sains
sebaiknya memungkinkan peserta didik melakukan eksplorasi terhadap berbagai
benda yang ada disekitarnya. Pendidik dapat menghadirkan objek dan fenomena
yang menarik ke dalam kelas.
4.
Memungkinkan peserta didik
membangun pengetahuan sendiri
Sains melatih
peserta didik mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan objek tersebut. Oleh
karena itu kegiatan pengenalan sains memungkinkan peserta didik berinteraksi
langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan dengan berbagai inderanya dari
objek tersebut.
5.
Memungkinkan peserta didik
menjawab persoalan “apa” dari pada “mengapa”
Keterbatasan peserta
didik menghubungkan sebab akibat menyebabkan peserta didik sulit menjawab pertanyan
”mengapa”. Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan logika berfikir sebab
akibat.
6.
Lebih menekankan proses dari pada
hasil
Pendidik
tidak perlu menjejali peserta didik dengan berbagai konsep sains atau
mengharuskan peserta didik untuk menghasilkan sesuatu dari kegiatan peserta
didik, namun membiarkan peserta didik secara alami menemukan berbagai
pengertian dari interaksinya bermain dengan berbagai benda.
7.
Memungkinkan peserta didik
menggunakan bahasa dan matematika
Melalui
sains, peserta didik melakukan eksplorasi terhadap objek. Peserta didik dapat
menceritakan hasil eksplorasinya kepada temannya (bahasa). Peserta didik melakukan
pengukuran, menggunakan bilangan, dan membaca angka (matematika). Peserta didik
dapat juga menggambarkan objek yang diamati dan mewarnai gambarnya (seni). Peserta
didik juga diajarkan mencintai lingkungan atau benda disekitarnya
(budipekerti).
8.
Menyajikan kegiatan yang menarik
Sains
menyajikan berbagai percobaan yang menarik seperti sulap.
C.
TEORI-TEORI PEMBELAJARAN SAINS
Dalam
pembelajaran sains, terdapat teori-teori yang melandasinya, antara lain :
1.
Teori konstruktivisme
Teori yang dikenal dengan constructivist
theories of learning menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri
dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila tidak lagi sesuai.
Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa peserta didik harus
menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Nur dan Retno,2000:2).
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menekankan pengajaran top down daripada bottom-up. Top down
berarti peserta didik memulai masalah kompleks untuk dipecahkan lalu memecahkan
atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan tersebut dengan
bimbingan pendidik. Sedangkan pendekatan bottom-up
tradisional yang mana keterampilan-keterampilan dasar secara tahap demi tahap
dibangun menjadi keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. (Slavin, 1997
dalam Nur dan Retno,2000:7).
a. Teori Piaget
Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, jadi
perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh peserta
didik aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Perkembangan kognitif menurut Piaget mengikuti tahap-tahap sebagai berikut :
1) Tahap pertama : Masa Sensori Motor (0,0 – 2,5 tahun)
Masa ketika
bayi mempergunakan sistem penginderaan dan motorik untuk mengenal
lingkungannya.
2) Tahap kedua : Masa pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun)
Masa ketika
anak menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep.
3) Tahap ketiga : Masa konkreto prerasional (7,0 – 11,0 tahun)
Masa ketika
anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkret antara lain
identifikasi atau pengenalan sesuatu, negasi atau mengingkari sesuatu dan reprokasi atau mencari hubungan
timbal-balik antara beberapa hal.
4) Tahap keempat : Masa operasional (11,0 –dewasa)
Masa ketika
remaja dan seterusnya sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesis dan bisa
memperkirakan apa yang mungkin terjadi.
b. Teori Vygotsky
Vygotsky
menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau
belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih
berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal
development atau daerah yang terletak di antara tingkat perkembangan anak saat
ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Retno,2000:4).
2.
Teori Ausubel Tentang Belajar Bermakna (Meaningful)
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan
bermakna (meaningful) jika informasi
yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang
dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya dan agar belajar bermakna terjadi
dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu :
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
b. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar
bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
3.
Teori Bandura Tentang Modelling
Melalui pembelajaran sosial seseorang dapat belajar melalui pengamatan (observation learning) terhadap suatu
model. Ciri model yang berpengaruh terhadap pengamat adalah model yang tampak
menarik, dapat dipercaya, cocok dalam kelompok dan memberikan standar yang
meyakinkan sebagai pedoman bagi pengamat.
Ada empat (4) elemen
penting yang menurut Bandura perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui
pengamatan yaitu ; (1). Atensi, (2). Retensi, (3). Reproduksi dan (4).
Motivasi. (Dahar,1988:34)
D.
METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN SAINS
Metode Eksperimen menurut Al-farisi (2005:2) adalah metode yang bertitik
tolak dari suatu masalah yang hendak dipecahkan dan dalam prosedur kerjanya
berpegang pada prinsip metode ilmiah.
Menurut Roestiyah (2001:80) Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar,
di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati
prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu
disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.
Penggunaan metode ini bertujuan agar peserta didik mampu mencari dan
menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya
dengan melakukan percobaan sendiri. Peserta didik juga dapat terlatih dalam
cara berfikir yang ilmiah. Dengan metode eksperimen, peserta didik menemukan
bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Metode eksperimen ini memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanaannya. Berikut diuraikan kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan metode
eksperimen sebagai berikut :
1. Membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya.
2. Membina peserta didik untuk membuat terobosan-terobosan baru
dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3. Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk
kemakmuran umat manusia.
Sedangkan
kekurangan yang dimiliki oleh metode eksperimen ini diantaranya :
1. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan
yang tidak selalu mudah diperoleh dan kadangkala mahal.
2. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.
3. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan
karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan
kemampuan atau pengendalian.
BAB III
PENUTUP
Model pembelajaran sains yang
diterapkan untuk peserta didik agar lebih efektif dan efisien hendaknya
memenuhi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Dalam eksperimen setiap peserta didik harus melakukan eksperimen,
maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap peserta
didik.
2. Kondisi alat dan mutu bahan eksperimen yang digunakan harus baik
dan bersih agar eksperimen itu tidak
gagal dan peserta didik menemukan bukti yang meyakinkan serta hasilnya tidak
membahayakan.
3. Peserta didik perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati
proses eksperimen, sehingga peserta didik menemukan pembuktian kebenaran dari
teori yang dipelajari itu.
4. Peserta didik perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab disamping
memperoleh pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan, peserta didik juga memperoleh
kematangan jiwa dan sikap yang perlu diperhitungkan oleh pendidik dalam memilih
obyek eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto dan B. Agung Hartono. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2006.
No comments:
Post a Comment