A. Pendahuluan
Peningkatan kualitas
pendidikan berbasis pada sekolah, karena sekolah lebih mengetahui permasalahan
yang dihadapi dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Sekolah
berfungsi sebagai pengembang kurikulum, silabus, strategi
pembelajaran, dan sistem penilian.
Dengan demikian, menejemen berbasis sekolah merupakan usaha untuk memberdayakan
potensi yang ada. Salah satu meningkatkan kualitas pendidikan adalah
memberdayakan sekolah agar mampu menjadi subjek penyelenggara pendidikan yang
bermutu. Mutu pendidikan akan tercapai apabila masukan, proses,
keluaran, guru, sarana dan prasaran serta biaya tersedia dan terlaksana dengan
baik yang sudah tercantum dalam Standar Nasional Pendidikan. Ada beberapa
faktor-faktor untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan di sekolah diantaranya
faktor standar kompetensi tenaga pendidik (guru) dan faktor standar kompetensi
kepala sekolah. Faktor standar kompetensi tenaga pendidik dapat dicerminkan dari
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
professional. Faktor kompetensi kepala sekolah merupakan faktor yang
menunjukkan kemampuan kepala sekolah dalam penerapan kepemimpinan pendidikan
yang dituangkan dalam kompetensi kepala sekolah.
Standar nasional pendidikan
adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di Indonesia. Standar
nasional pendidikan slalu mengalami perubahan, dan standar nasional pendidikan saat
ini tercantum dalam PP No. 32 Tahun 2013 sebagai perubahan atas PP No. 19 Tahun
2005 dan standar nasional pendidikan ini mulai berlaku pada kurikulum 2013. Ada
4 standar nasional pendidikan yang mengalami perubahan, diantaranya standar
isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kelulusan.
Kembali lagi bahwa sekolah
berperan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Keberadaan
sekolah/madrasah dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu sekolah formal
standar dan sekolah mandiri. Lebih lanjut pengkategorian tersebut dirinci
menjadi empat kategori, yaitu: (a) sekolah potensial atau formal standar, (b)
sekolah standar nasional, (c) sekolah standar nasional yang memiliki keunggulan
lokal, dan (d) sekolah bertaraf internasional. Pengkategorian ini tentu
dimaksudkan sebagai acuan dalam pembinaan dan pengembangan masing-masing
sekolah, sehingga pada akhirnya semua sekolah diharapkan mampu menjadi sekolah
bertaraf internasional.
Implementasi kebijakan
tersebut di lapangan, tentunya mempersya-ratkan adanya komitmen dan kerja keras
pengelola sekolah beserta semua stakeholder. Dalam hal ini Pengawas satuan pendidikan
memiliki peran yang strategis. Ia dapat memotivasi, membimbing dan mendampingi
para kepala sekolah untuk berupaya meningkatkan statusnya dan melakukan
peningkatan mutu secara berkelanjutan. Pada taraf awal, pengawas dapat
mendorong sekolah-sekolah yang dibinanya untuk memenuhi kriteria standar
nasional pendidikan dan memperoleh akreditasi yang baik. Bila hal ini telah
diperoleh, dan muncul kepercayaan masyarakat terhadap sekolah tersebut maka selanjutnya
sekolah dapat melakukan benchmarking menuju sekolah bertaraf internasional.
Penguasaan ruang lingkup
standar nasional pendidikan dan langkah-langkah teknis dalam menyiapkan
akreditasi sekolah tentu merupakan meteri penting bagi seorang pengawas untuk
dapat membina kepala sekolah dan membantu sekolah mempersiapkan akreditasi.
Sebagai dimensi kompetensi yang diharapkan adalah dimensi kompetensi
supervisi manajerial sehingga mampumemantau pelaksanaan standar nasional
pendidikan dan memanfaatkan hasilnya untuk membantu kepala sekolah dalam
mempersiapkan akreditasi sekolah
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan standar nasional pendidikan?
Standar Sarana dan
Prasarana
Standar sarana dan prasarana pendidikan adalah standar
yang berkaitan dengan criteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, dan sumber belajar lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi, serta fasilitas belajar-mengajar lainnya. Pemenuhan
standar pendidikan ini sangat tergantung pada alokasi pembiayaan pendidikan,
tetapi juga dari pihak masyarakat dan orang tua dari mereka yang mampu.
Reformasi di bidang pendidikan yang mengutamakan peningkatan mutu pendidikan,
tentunya perlu juga dibarengi dengan peningkatan kualitas sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai. Standar sarana dan prasarana hendaknya memprioritaskan
faktor jaminan keselamatan belajar peserta didik dan kemantapan daya dukung
proses pembelajaran.
Persoalan sarana dan prasarana sangat tergantung pada
pembiayaan atau daya yang dierima oleh pihak sekolah. Kemampuan pemerintah dalam
mendukung peningkatan sarana dan prasarana masih sangat terbatas. Apalagi dalam
kebijakan otonomi daerah, pembiayaan pendidikan kurang menjadi perhatian para
penguasa di daerah maka dampak negatif kemunduran pendidikan akan menjadi
ancaman baru.
Standar sarana dan prasarana diwajibkan kepada setiap
satuan pendidikan untuk pengadaan dan pemeliharaannya. Hal ini menjadi tantangan
bagi bagian terbesar satuan pendidikan di tanah air. Penetapan standar aspek
ini perlu menata sistem pengadaan dan perawatannya dengan melibatkan
pihak-pihak orang tua siswa dan komunitas masyarakat di sekitar satuan
pendidikan berada. Termasuk kewajiban stakeholder, mendampingi pemerintah dalam
mendukung dan menjamin tersedianya fasilitas belajar yang layak bagi
pendidikan. Indikator-indikator standar sarana dan prasarana hendaknya disesuaikan
dengan kondisi dan kemampuan masing-masing satuan pendidikan. Namun persyaratan
minimal sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar-mengajar berlangsung
menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama.[1]
Standar
Pengelolaan
Standar pengelolaan
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Sadangkan
pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi
perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian
dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area
fungsional kepengelolaanlainnya yang
diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
Manajemen
pendidikan dalam SNP menata jenjang pengelolaan pendidika dalam : standar
pengelolaan tingkat satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh pemerintah
daerah, standar pengelolaan oleh pemerintah (pusat). Pembagian wewenang pengelolaan
pendidikan ini seiring dengan kiat
desentralisasi pemerintahan yang juga melibatkan pengelolaan pendidikan. UU No.
32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (pasal 13 ayat 1: f) melimpahkan sebagian
wewenang pengelolaan pendidikan di daerah kepada pemerintahan daerah. Kebijakan
ini memberikan kesempatan kepada daerah mengelola dan mengembangkan sektor
pendidikan sesuai potensi dan kondisi masing-masing daerah. Di satu sisi, dapat
memacu tumbuh berkembangnya dunia pendidikan nasional (untuk daerah yang
berkemampuan finansial dan SDM memadai), namun pada pihak lain dapat berdampak semakin
mundurnya mutu dan pengelolaan pendidikan di daerah lain. Dengan demikian,
dapat berakibat semakin lebarnya kesenjangan pendidikan di antara sesama anak bangsa.[2]
Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu
tahun.[3] Ada
tiga macam biata dalam standar ini :
a. Biaya
investasi satuan pendidikan yaitu biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
b. Biaya
personal sebagaimana adalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan.
c. Biaya operasi
satuan pendidikan meliputi : 1) gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga
kependidikan; 2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai; dan 3) biaya
operasi pendidikan tak langsung seperti air, pemeliharaan sarana dan prasarana,
pajak, asuransi, lain sebagainya.
Kinerja pendidikan akan buruk jika tidak diimbangi
dengan anggaran yang memadai. Kehidupan modern masyarakat global, harus
mengalami realitas bahwa “pendidikan itu mahal”. Para pemimpin negara ini
sebenarnya menyadari bahwa anggaran pendidikan itu penting, mereka tahu bahwa
masa depan bangsa sangat tergantung pada mutu pendidikan. Namun, pengetahuan dan
kesadaran pentingnya dana pendidikan itu, menurut Munawar S. (2005, hal. 117),
“tidak diimbangi dengan komitmen dan disiplin memadai.” Pembiayaan pendidikan
dapat berupa biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal. Beban
Pemerintah untuk mengongkosi pendidikan anak bangsa menurut aturan UU sangat
besar dan saat ini belum dapat terpenuhi. Dana program wajib belajar sembilan
tahun (SD-SMP), yang untuk tahun 2005 dianggarkan Rp 11, 13 triliun, disalurkan
ke sekolah-sekolah sebagai biaya operasional penyelenggaraan pendidikan.
Penyaluran tidak membeda-bedakan negeri atau swasta atau sekolah marginal, dan
yang sudah tergolong mapan.pendidikan gratis dan dihitung dalam satuan unit
cost per siswa, dan menutup pungutan biaya sekolah bagi kalangan tak mampu.
Biaya tersebut digunakan untuk membiayai pendidikan bagi sekitar 39, 5 juta
anak usia sekolah (7-15 tahun). UUD 1945 menjamin hak warga negara untuk
memperoleh pendidikan dasar cuma-cuma. Hasil perhitungan menurut Mendiknas,
setiap SD/MI rata-rata 43 juta setahun dan SMP rata-rata 183 juta rupiah per
tahun, dan sangat tergantung pada persetujuan DPR.
Pembiayaan pendidikan yang diusahakan pemerintah masih
terbatas pada bantuan biaya investasi penyediaan sarana dan fasilitas serta
peralatan pendidikan, serta biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang mendukung
terselenggaranya proses pembelajaran yang baik dan berhasil. Kesiapan belajar
siswa tergantung pada kesiapan fisik dan mental, kemudian pada kesiapan alat pendukung
instruksional. Pembiayaan pendidikan ke depan perlu mempertimbangkan prioritas
kebutuhan yang berbasis pada penciptaan kondisi kesiapan anak untuk belajar.
Standar Penilaian
Pendidikan
Standar
penilaian pendidik adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik.Penilaian dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian pendidikan meliputi penilaian hasil belajar
oleh pendidik, oleh satuan pendidikan, oleh pemerintah, dan kelulusan. Evaluasi
merupakan satu upaya dalam meningkatkan kualitas. Pelaksanaan evaluasi oleh
guru lebih tepat jika dilakukan untuk membantu peserta didik belajar, atau oleh
pihak sekolah untuk menjelaskan dengan benar pencapaian hasil belajar peserta
didik. Penilaian kelas sebagai proses pengumpulan data dan penggunaan informasi
oleh guru untuk memberikan keputusan, dalam hal ini nilai terhadap hasil
belajar peserta didik berdasarkan tahapan belajarnya.
Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara seperti
tes tertulis (paper and pencil test), portfolio (penilaian hasil kerja melalui
kumpulan hasil karya, penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian unjuk
kerja (performance). Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2004)
menyajikan pedoman penilaian kelas dengan teknik-teknik penilaian : unjuk
kerja, sikap, tertulis, proyek, produk, dan portfolio serta penilaian diri sebagai
acuan guru dalam pelaksanaan penilaian berbasis kompetensi. Apabila sistem ini
diberlakukan seutuhnya oleh guru dalam kegiatan pembelajaran, maka konsekuensi
yang harus dihadapi adalah guru dituntut untuk semakin professional dalam
menjalankan tugas.
Delapan SNP
di atas memiliki keterkaitan satu sama lain dan sebagian standar menjadi
prasyarat bagi pemenuhan standar yang lainnya. Dalam kerangka sistem, komponen
input sistem pemenuhan SNP adalah Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK), Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana
(Sarpras), dan Standar Pembiayaan. Bagian yang termasuk pada komponen proses
adalah Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Evaluasi, sedangkan bagian yang
termasuk pada komponen output adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Dalam
hal ini bisa dilihat pada gambar dibawah ini:[4]
Penilaian pendidikan berfungsi sebagai barometer mutu
pendidikan nasional digunakan sebagai dasar perbaikan dan untuk reformasi
pendidikan dari keterbatasan dan kelemahannya. Penyelenggaraan evaluasi
pendidikan bukan hanya untuk mencari tahu kemajuan belajar peserta didik, tapi
untuk menyajikan konfirmasivalidasi eksternal terhadap kecurigaan rendahnya
mutu. Pemanfaatan hasil tes untuk inferensi kualita pendidikan membutuhkan
kehati-hatian pertimbangan, sebab di samping ada konsekuensi terhadap
kebijakan, para penentu kebijakan sangat tergantung pada hasil penilaian dalam
usaha mendukung dan meningkatkan praksis pendidikan.
Fungsi Standar
Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Di samping itu, Standar Nasional
Pendidikan memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat. Selain itu, fungsi dari standar nasional pendidikan adalah sebagai
tolak ukur kualitas pendidikan yang telah diterapkan di Indonesia.
Fungsi dan tujuan tersebut dapat diketahui, bahwa
standarisasi pendidikan nasional ini merupakan bentuk mencita-citakan suatu
pendidikan nasional yang bermutu. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32Tahun
2013 pasal 2 ayat 3: standar nasional pendidikan disempurnakan secara
terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan
lokal, nasional, dan global.
Daftar Pustaka
Lubis,
Asri. Pelaksanaan Standar Nasional
DalamDunia Pendidikan, http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-article-23764-asri.pdf.
diakses pada 7 Oktober 2015 Pukul 20.00 WIB
H.A.R.
Tilaar. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta:
PT Rineka Cipta,
Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia. 2012. Pendidikan
dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Pedoman Pemenuhuan Standar Nasional Pendidikan Pada Sekolah Dasar (SD)/
Madrasah Ibtidaiyah (MI) .Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
[1]Asri Lubis. Pelaksanaan Standar Nasional
DalamDunia Pendidikan, http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-article-23764-asri.pdf. diakses pada 7 Oktober 2015 Pukul 20.00 WIB
[3] H.A.R.
Tilaar, 2006, Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan
Kritis, ( Jakarta: PT Rineka Cipta,), Hlm. 170
[4] Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia; Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan, Pedoman Pemenuhuan Standar Nasional Pendidikan Pada Sekolah
Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI), (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2012), hlm. 11-12
No comments:
Post a Comment