PROPOSAL PENELITIAN KONSERVASI DAN SUMBER DAYA ALAM Penelitian Populasi dan Asosiasi Tumbuhan Akasia dengan Tumbuhan Jenis Lain di Taman Nasional Baluran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Klasifikasi
Kingdom        : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo               : Fabales
Famili : Fabaceae
Upafamili       : Mimosoidae
Bangsa            : Acaciae
Genus                         : Acacia nilotica
Akasia nilotica (Acacia nilotica Willd.) termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminose dan ordo Rosales. Penyebaran jenis ini mencakup Australia Timur Laut, Papua Nugini, Maluku dan Irian Jaya (Gunawan 1999, diacu dalam Azizah 2005).
Nama akasia berasal dari akakia, nama yang diberikan oleh dokterr ahli botani Yunani awal Pedanius Dioscorides sekitar 40-90 Masehi untuk pohon obat A. Nilotica dalam bukunya Materia Medica. Nama ini berasal dari kata bahasa Yunani karena karakteristik tanaman akasia yang berduri berasal dari "akis" (beduri), adapun nama spesies nilotica diberikan oleh Linnaeus dari jajaran pohon Akasia yang paling terkenal di sepanjang sungai Nil. Akasia juga dikenal dengan julukan pohon duri, dalam bahasa inggris disebut whistling thorns (duri bersiul) atau wattles, yellow-fever acacia (akasia demam kuning) dan umbrella acacias (akasia payung).
Tanaman akasia atau juga dikenal dengan akasia daun lebar termasuk jenis legum yang cepat tumbuh dan tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi. Tanaman akasia menjadi salah satu jenis favorit tanaman di HTI (Hutan Taman Industri), khususnya dalam memenuhi kebutuhan kayu serat terutama sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. 
Persyaratan tempat tumbuh  Acacia nilotica tidak mempersyaratkan tempat tumbuh yang khusus, dengan kata lain dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur, seperti pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah 4,2. Secara umum dapat tumbuh pada ketinggian antara 30 - 130 mdpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis ini sangat membutuhkan sinar matahari, dengan demikian apabila terdapat naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus.
Kayu akasia memiliki ciri umum antara lain kayu teras berwarna cokelat pucat sampai cokelat tua, kadang-kadang cokelat zaitun sampai cokelat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Sifat fisik kayu Akasia yaitu berat jenis rata-rata 0,63 (0,43-0,66); termasuk kedalam kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kegunaannya antara lain sebagai bahan baku konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang & Pandit 2002).
Saat ini pohon Akasia telah banyak ditanam, terutama di Benua Asia. Kegunaan utama kayu akasia adalah sebagai bahan baku pembuatan kertas, fungsi lainnya sebagai kayu bakar, kayu konstruksi dan bahan baku furniture. Tegakannya berguna sebagai pengendali erosi, tempat tinggal bagi hewan dan sebagai peneduh. Sifat yang bernilai dari jenis ini adalah kemampuannya untuk berkompetisi dengan rumput (Imperata cylindrica), sehingga dapat mengurangi jumlah rumput pada tanah yang penutupan lahannya jarang.
Akasia berduri (Acacia nilotica) diintroduksi ke Taman Nasional Baluran dengan tujuan sebagai sekat bakar untuk menghindari menjalarnya api dari savana ke kawasan hutan jati. Pada tahun 1969 tumbuhan A. nilotica di bagian selatan kawasan savana Bekol sepanjang 1,2 km dan lebar 8 m ditanam di savana Bekol dengan tujuan sebagai sekat bakar untuk mencegah menjalarnya kebakaran dari savana ke kawasan hutan (Taman Nasional Baluran 1999 dalam Hartini 2006). Namun perkembangan selanjutnya A. nilotica justru menyebar hampir keseluruh savana Bekol, sehingga luas savana semakin menyempit. Penyebarannya bukan saja dari biji yang jatuh dan tumbuh dari batang tetapi juga oleh kerbau liar dan herbivora lainnya yang memakan buah A. nilotica, tetapi tidak mencerna bijinya. Biji yang keluar bersama dengan kotoran akan menjadi titik invasi baru dari A. nilotica. Walaupun sekarang populasi kerbau liar sudah banyak dikurangi (Tjitrosemito, 2002). Kecepatan tumbuh dan penyebaran Akasia berduri  mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas padang rumput, merubah pola perilaku satwa liar herbivora yang merupakan komponen habitatnya.[1]

1.2. Identifikasi Masalah
Permasalahan-permasalahan yang akan kami teliti di TN. Baluran, yaitu:
1.        Sampai dengan tahun 2005, ada diperkirakan sekitar 1.300 spesies akasia di seluruh dunia, sekitar 960 dari mereka adalah flora asli Australia, dengan sisanya tersebar di daerah tropis ke daerah hangat dan beriklim sedang dari kedua belahan bumi, termasuk Eropa, Afrika, Asia selatan, dan Amerika
2.        A.nilotica tumbuh dengan subur di daerah yang kering, pada ketinggian 10-1340 m dpl. Jenis ini hidup pada kisaran kondisi yang luas, juga tumbuh dengan baik pada kisaran variasi tanah yang luas, kelihatannya sangat berkembang pada tanah aluvial, tanah lapisan atas tipis berwarna hitam (black cooton soils), tanah liat, juga dapat tumbuh pada kondisi tanah yang miskin unsur hara.
3.        Tanaman A. nilotica saling bersaing dengan tumbuhan yang lainnya yang tumbuh berdampingan dengan A. nilotica.

1.3. Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada bagaimana populasi, pertumbuhan dan keuntungan/ keruugian dari tanaman A. nilotica yang ada di sekitar savanna bekol (Taman Nasional Baluran).

1.4. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya, yaitu sebagai berikut:
1.      Bagaimana populasi tanaman Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran?
2.      Bagaimana pertumbuhan tanaman Acacia nilotica ini dari tahun ke tahun?
3.      Apa saja keuntungan dan kerugian tanaman lain yang tumbuh berdampingan dengan tanaman Acacia nilotica?

1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1.      Memberi informasi bagi pembaca atau kepada yang lain agar lebih peka dan peduli terhadap sesame makhluk hidup.
2.      Dapat mengetahui keuntungan dan kerugian apa saja yang ditimbulkan oleh tanaman A. nilotica.

1.6. Sistematika Penulisan
Penelitian ini dibagi dalam lima bab dan terurai secara garis besarnya sebagai berikut:
BAB I        : Pendahuluan, yang berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,      Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II       : Landasan Teori.
BAB III     : Metodologi Penelitian yang menjelaskan tentang: Waktu dan Tempat Penelitian, Metode dan desain Penelitian, Populasi dan Sampel, serta Teknik Analisis Data.





BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Taman Nasional
Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi yang didalamnya memiliki berbagai macam flora dan fauna dan ekosistem memiliki beragam manfaat baik manfaat bersifat tangible (dalam pemanfaatan skala terbatas) maupun manfaat yang bersifat intangible, berupa produk jasa lingkungan, seperti udara bersih dan pemandangan alam. Kedua manfaat tersebut berada pada suatu ruang dan waktu yang sama, sehingga diperlukan suatu bentuk kebijakan yang mampu mengatur pengalokasian sumberdaya dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Taman Nasional Baluran memiliki beberapa obyek dan daya tarik wisata alam yang cukup beragam, terdiri dari kombinasi berbagai bentang alam mulai dari ekosistem laut hingga pegunungan, savana, dan keanekaragaman jenis satwa dan tumbuhan. Beberapa daerah di Taman Nasional Baluran yang sering dikunjungi wisatawan dan masyarakat untuk berbagai keperluan terutama yang dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata antara lain: Gua Jepang, Curah Tangis, Sumur Tua, Evergreen Forest, Bekol, Bama, Manting, Dermaga, Kramat, Kajang, Balanan, Lempuyang, Talpat, Kacip, Bilik, Sejileh, Teluk Air Tawar, Batu Numpuk, Pandean, dan Candi Bang. Adapun wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Baluran meliputi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Dari berbagai obyek wisata yang ada di Taman Nasional Baluran sebagian telah dikembangkan menjadi produk wisata, antara lain Gua Jepang, Curah Tangis, Visitor Centre, Candi Bang, Savana Semiang, Savana Bekol, Evergreen Forest Bekol, dan Pantai Bama.
Kawasan TN Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah barat Sungai Klokoran, Desa Sumberanyar. Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 279/Kpts.-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 kawasan TN Baluran seluas 25.000 Ha. Sesuai dengan peruntukkannya luas kawasan tersebut dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan SK. Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 yang terdiri dari: zona inti seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537 ha (perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas 800 Ha, zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha.
Sedangkan dari segi pengelolaan kawasan TN Baluran dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional, yaitu: Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol, meliputi Resort Bama, Balanan dan Perengan, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Karangtekok meliputi Resort Watu Numpuk, Labuhan Merak dan Bitakol.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan TN Baluran beriklim kering tipe F dengan temperatur berkisar antara 27,2ºC-30,9º C, kelembaban udara 77 %, kecepatan angin 7 nots dan arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Musim hujan pada bulan November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-Oktober dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Namun secara faktual, perkiraan tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi.
Secara geologi TN Baluran memiliki dua jenis golongan tanah, yaitu tanah pegunungan yang terdiri dari jenis tanah aluvial dan tanah vulkanik, serta tanah dasar laut yang terbatas hanya pada dataran pasir sepanjang pantai daerah-daerah hutan mangrove. Tanah vulkanik berasal dari pelapukan basalt, debu vulkanik, batuan vulkanik intermedia yang berbentuk suatu urutan bertingkat dari kondisi tanah yang berbatu-batu di lereng gunung yang tinggi dan curam sampai tanah aluvial yang dalam di dataran rendah. Keadaan tanahnya terdiri dari jenis yang kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan-bahan organik, dan mempunyai kesuburan kimia yang tinggi tetapi kondisi fisiknya kurang baik karena sebagian besar berpori-pori dan tidak dapat menyimpan air dengan baik.
TN Baluran mempunyai tata air radial, terdapat sungai-sungai besar termasuk sungai Kacip yang mengalir dari kawah menuju Pantai Labuhan Merak, Sungai Klokoran dan Sungai Bajulmati yang menjadi batas TN Baluran di bagian Barat dan Selatan. Banyak dasar sungai yang berisi air selama musim penghujan yang pendek, akan tetapi banyak air yang meresap melalui abu vulkanik yang berpori-pori sampai mencapai lapisan lava yang keras di bawah tanah dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air -mata air pada sumber air di daerah pantai (Popongan, Kelor, Bama, Mesigit, Bilik, Gatal, Semiang dan Kepuh), daerah kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung pantai (teluk Air Tawar) dan air laut (dekat Tanjung Sedano). Pada musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat ditembus air dan air mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan (terutama di sebelah selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan Bama). Pada musim kemarau air tanah di permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air pada beberapa mata air tersebut menjadi berkurang.
Kawasan TN Baluran berbatasan dengan dua desa yaitu Desa Wonorejo dan Desa Sumberanyar. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Kondisi iklimnya yang kering dengan musim kemarau yang panjang membuat hasil pertanian di daerah ini kurang baik. Untuk menunjang kehidupannya penduduk sekitar kawasan sering masuk ke hutan untuk mencari buah asam, biji acacia, kemiri, gadung, kayu rencek dan pupus gebang. Mata pencaharian lain penduduk adalah nelayan, peternak, pedagang, pegawai negeri dan wiraswasta dan lain-lain.[2]
Savana Bekol merupakan salah satu obyek wisata alam andalan Baluran memiliki luas kawasan ± 300 Ha yang meliputi hamparan savana alami terluas di Pulau Jawa, dengan latar belakang Gunung Baluran. Adanya tanaman Acacia nilotica yang menginvasi  savana, dalam perkembangannya memiliki fungsi yang penting sebagai sumber pakan satwa herbivor pada saat musim kemarau.
Tempat ini berjarak ± 12 km dari pintu masuk Baluran, dan pengunjung dapat menjangkaunya dengan kendaraan sepeda motor maupun mobil. Sepanjang jalan menuju Bekol, pengunjung dapat menjumpai burung merak (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus sp.), dan berbagai jenis burung.[3]
Di dalam kawasan ini terdapat sekitar 444 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam 87 familia meliputi 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove. Jenis-jenis yang penting antara lain: Pilang (Acacia leucophloea Wild), Mimbo (Azadiracta indica A. Juss), Gebang (Corypha utan Lamk.), Asam (Tamara indica Linn.), Kepuh (Sterculia foetida Wall.), Widoro bukol (Zyziphus jujuba Lamk.), Kesambi (Schleichera oleosa), Ketapang (Terminalia catappa Linn.), Manting (Syzyqium polyanthum).
Secara garis besar keanekaragaman fauna dalam kawasan Taman Nasional Baluran dapat dikelompokkan kedalam ordo mamalia (28 jenis), aves (196 jenis), pisces dan reptilia. Dari jenis-jenis yang diketahui tersebut 47 jenis merupakan satwa yang dilindungi undang-undang yaitu insektivora 5 jenis, karnivora 5 jenis, herbivora 4 jenis, burung 32 jenis dan reptilia 1 jenis.
Mamalia besar yang khas di Taman Nasional Baluran adalah banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Mutiacus muntjak), babi hutan (Sus scrova), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Felis bengalensis), kucing bakau (Felis viverrina) dan ajag (Cuon alpinus). Sedangkan untuk jenis primata adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung / budeng (Trachypithecus auratus cristatus). Dari ± 196 jenis burung di TN Baluran jenis-jenis yang mudah untuk dijumpai antara lain adalah merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan hijau (Gallus varius), kangkareng (Anthracoceros convexus) dan rangkong (Bucheros rhinoceros).[4]
Mulai dari hutan hujan tropis pegunungan sampai gugusan terumbu karang yang tersebar dari Pantai Bama di Timur wilayah Baluran sampai pantai Bilik di sebelah Utara wilayah Baluran. Dan yang paling khas dari wilayah ini adalah hamparan savana yang luasnya menutupi kurang lebih 40% wilayah Baluran. Keberagaman tipe hutan inilah yang membuat banyak peneliti dan akademisi tertarik untuk melakukan penelitian maupun study wisata.
a.      Hutan Pantai
Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam kecil, atau lereng karang, tergantung daerahnya. Vegetasi pantai yang tumbuh adalah formasi Baringtonia  yang berkembang baik (antara Pandean dan Tanjung Candibang, di Labuan Merak), pandan (Pandanus tectorius) di Tanjung Bendi, Pemphis acidula di Air Karang, Acrophora, Porites lutea, Serioptophora histerix dan Stylophora sp.
b.      Hutan Mangrove dan Rawa Asin
Tipe hutan ini terdapat di daerah pantai Utara dan Timur kawasan Taman Nasional Baluran, seperti di Bilik, Lambuyan, Mesigit, Tanjung Sedano dan di Kelor. Mangrove pendek yang tumbuh dengan agak baik di atas lumpur, terdapat di Kelor dan Bilik yang dikuasai oleh kayu api (Avicenia sp.), Bogen (Sonneratia sp.), Bakau-bakauan (Rhizopra sp.), cantigi  (Ceriops tagal) serta Rhizopora apiculata. Rawa asin yang hampir gundul yang berasal dari hutan mangrove yang ditebang habis, terdapat di Utara Pandean, Mesigit, Sebelah Barat Bilik dan beberapa tempat lainnya. Beberapa pohon kecil yang tumbuh di sini antara lain Avicennia sp. dan Lumitzera racemosa tetapi tidak terdapat tumbuhan bawah.
c.       Hutan Payau
Hutan payau sangat disukai satwa liar, karena tersedianya air tawar sepanjang tahun. Hutan payau yang terbesar terdapat di Sungai Kepuh sebelah Tenggara dan daerah lebih kecil di Popongan, Kelor, Bama di bagian Timur dan Gatal di bagian Barat Laut. Vegetasi yang ada disini adalah Malengan          (Excoecaria agallocha), Manting (Syzygium polyanthum), dan poh-pohan (Buchanania arborescens).
d.      Padang Rumput Savana
Padang rumput savana merupakan klimaks kebakaran yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Savana ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu savana datar dan savana bergelombang. Savana datar ; tumbuh diatas tanah hitam alluvial muda yang berbatu-batu seluas sekitar 1.500 – 2.000 ha di bagian Tenggara suaka, yaitu sekitar Plalangan dan Bekol.
e.       Hutan Hujan Pegunungan
Terletak di Gunung Baluran sampai pada ketinggian 1200 m dpl. Merupakan hutan yang masih sangat perawan karena aksesibilitasnya yang sangat susah. wilayah ini mempunyai peran penting sebagai daerah tangkapan air. Sumber air yang keluar di wilayah Baluran mempunyai peran vital sebagai sumber air minum bagi satwa, terutama ketika memasuki musim kemarau.
f.       Hutan Musim
Hutan musim yang terdapat di Baluran dapat dipisahkan ke dalam 2 kelompok, yaitu hutan musim dataran rendah dan hutan musim dataran tinggi. Hutan musim dataran rendah luasnya sekitar 1.500 ha yang berbatasan dengan hutan jati, evergreen forest, dan savana Bekol serta savana Kramat. Sedangkan hutan musim dataran tinggi terdapat di lereng gunung Baluran, Gunung Klosot dan Gunung Periuk.
g.      Padang Lamun
Formasi padang lamun di Taman Nasional Baluran tersebar pada pantai-pantai dengan kelerengan landai dan tidak memiliki gelombang air yang terlalu ekstrim. Pantai-pantai itu antara lain terdapat di sekitar pantai Bama, Kajang, Balanan, Lempuyang terus ke arah barat sampai ke Pantai Bilik-Sijile dan Air Karang. Formasi Lamun ini banyak yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari ikan, karena lokasinya yang berdekatan dengan hutan mangrove, formasi ini Lamun menyediakan hasil laut yang berlimpah, salah satunya yang bernilai ekonomis tinggi yaitu bandeng (Chanos chanos), cumi-cumi dan lain sebagainya.
h.      Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Baluran dapat dijumpai di perairan pantai Bama, Lempuyang, Bilik, Air Karang, Kajang, Balanan dan Kalitopo. Terumbu karang yang ada di Taman Nasional Baluran adalah jenis karang tepi yang memiliki lebar beragam dan berada pada kisaran kedalaman 0,5 meter – 40 meter. Bentuk – bentuk karang yang hidup pada lokasi tersebut meliputi Acropora Branching, Acropora Encrusting, Acropora Tubulate dan Mushroom Coral.[5]
Gambar 1.1 Bagan Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Baluran[6]

2.2 Deskripsi Acacia
A.nilotica tergolong pohon kecil (treeless) dengan tinggi 2,5-20 m, namun ada yang mencapai 25 m. Memiliki satu batang utama (monopodial), percabangan dapat terjadi dekat permukaan tanah dan membentuk bagian puncak pohon yang bulat atau mendatar. Kulit kayu dari batang dan cabang utama berwarna kelabu hingga hitam atau kecoklatan dengan permukaan yang kasar oleh adanya celah-celah atau retakan-retakan longitudinal. Percabangan ke arah atas. Duri berpasangan berukuran 1-13 cm, lurus hingga membentuk sudut 1100-1200, ujung duri runcing, berwarna putih hingga keperakan. Daun berwarna hijau terang, kadang sedikit kusam. Ibu tangkai daun memiliki 1-2 kelenjar. Anak daun  berpasangan berjumlah 7-36 pasang, panjang anak daun 1-7 x 0,5-1,5 mm. Bunga majemuk berwarna kuning dengan bau menyengat, memiliki rambut-rambut halus. Bunga ditopang oleh ibu tangkai bunga yang panjangnya 1,5-4,5 cm. Diameter mahkota setiap anak bunga 6-15 mm. Bunga biseksual atau jantan saja. Buah tunggal atau sepasang pada ujung tangkai yang kuat, coklat gelap hingga abu-abu, lurus hingga berlekuk-lekuk. Kulit buah seperti beludru, panjang 5-20 cm x 1,2-2,2 cm. Jumlah polong yang dihasilkan adalah 2-3 polong per 1000 anak bunga sehingga setiap pohon mampu menghasilkan 14-3150 polong atau rata-rata 832 polong per pohon.
a.      Habitat
A.nilotica tumbuh dengan subur di daerah yang kering, pada ketinggian 10-1340 m dpl. Jenis ini hidup pada kisaran kondisi yang luas, juga tumbuh dengan baik pada kisaran variasi tanah yang luas, kelihatannya sangat berkembang pada tanah aluvial, tanah lapisan atas tipis berwarna hitam (black cooton soils), tanah liat, juga dapat tumbuh pada kondisi tanah yang miskin unsur hara. Kisaran hidupnya dari gurun subtropis ke subtropis kering sampai gurun tropis ke zona kehidupan kering hutan tropis. A. nilotica dilaporkan juga toleran terhadap presipitasi tahunan berkisar 3,8-22,8 dm (rata-rata dari 12 kasus = 12,0 dm), rata-rata temperatur tahunan 18,7-27,80C (rata-rata dari 12 kasus = 2410C), dan pH berkisar 5-8 (rata-rata dari 10 kasus = 6,9)[7]
b.      Habitus:
A.nilotica memiliki tinggi Pohon sampai 30 m, bole sering lurus, untuk lebih dari setengah total tinggi pohon. Branchlets, phyllodes dan tangkai gundul atau sedikit yg berlapis ketombe. bercabang banyak (simpodial) Phyllodes 5-10 cm luas, 2-4 kali lebih lama sebagai luas, hijau tua, ketika chartaceous kering. The phyllodes memiliki (3 -) 4 saraf utama memanjang yang bergabung pada margin dorsal di dasar phyllode, saraf sekunder halus dan tidak mencolok. Bunga di paku longgar untuk 10 cm panjang, soliter atau berpasangan dalam axils atas. Bunga pentamerous, kelopak 0,6-0,8 mm panjang, dengan lobus tumpul pendek, corolla dua kali lebih lama tampuk. Pods linear, gundul, 3-5 mm luas, ca 7,5 cm panjang ketika hijau, kayu, digulung dan payau-coklat ketika dewasa, depresi antara biji. Biji berkilau, hitam, ellipsoid, ovate atau lonjong, 3,5 x 2,5 mm, funicle orangish membentuk aril berdaging bawah benih. [8]
c.       Penyebaran
Sampai dengan tahun 2005, ada diperkirakan sekitar 1.300 spesies akasia di seluruh dunia, sekitar 960 dari mereka adalah flora asli Australia, dengan sisanya tersebar di daerah tropis ke daerah hangat dan beriklim sedang dari kedua belahan bumi, termasuk Eropa, Afrika, Asia selatan, dan Amerika . Namun, genus ini kemudian dibagi menjadi lima, dengan nama Acacia hanya digunakan untuk spesies Australia, dan sebagian besar spesies di luar Australia dibagi menjadi Vachellia dan Senegalia.[9]
2.3        Hipotesis Penelitian
H0          : Populasi tanaman akasia di Taman Nasional Baluran sangat melimpah
H1          : Populasi tanaman akasiadi Taman Nasional Baluran terbatas (sedikit)




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
·         Untuk mengetahui populasi tanaman  Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran.
·         Untuk mengetahui pertumbuhan tanaman Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran.
·         Untuk mengetahui apa saja keuntungan dan kerugian bag tanaman lainnya yang tumbuh berdampingan dengan tanaman  Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran.

3.2  Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian Ini dilaksanakan di Savana Bekol Kawasan Konservasi Taman Nasional Baluran yang secara administratif terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian adalah 28 - 4 Desermber 2015.

3.3  Metode Penelitian
Dalam penelitian in metode penelitian yang dilakukan adalah metode garis berpetak (Kuadrat). Di ambil di beberapa lokasi /spot di kawasan Konservasi Taman Nasional Baluran. Dilihat dari kemiringan tempat dan tipe vegetasinya serta berbentuk pohon dan hutan, jadi metode ini sangat efisien digunakan dalam keadaan vegetasi tersebut. Metode Kuadrat merupakan salah satu cara atau langkah untuk pengambilan data yang paling umum digunakan dalam analisis vegetasi. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat dengan besar ukuran dalam satuan cm dan m. Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya dapat bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi.
Menurut Weaver dan Clements (1938) Kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah (undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi, umtmmya para peneliti di bidang ekologi hutan membedakan pohon ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu: semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter < 10 cm), tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm). Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan lxl m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan bawah).[10]
Metode kuadrat yang digunakan adalah metode kuadrat garis berpetak. Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada arak tertentu yang sama.

Gambar 1. Desain Model Garis Berpetak

3.4  Populasi dan Sampel
a)      Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tanaman di Ekosistem Savana Kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur
b)      Sampel dalam penelitian ini adalah populasi tanaman akasia (Acacia nilotica) di Ekosistem Savana Kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur

3.5  Alat dan Bahan
Alat:
1)      Meteran
2)      Tali Rapia
3)      Buku dan Alat Tulis
4)      Patok Kayu

      Bahan  : Semua jenis tumbuhan yang terdapat dalam Savana Bekol
3.6  Prosedur Penelitian
Kami membuat bentuk persegi dengan ukuran panjang yang bervariasi dimulai dari ukuran 2m X 2m, 5m X 5m, 10m X 10m, 20m X 20m. dan setiap sisi kami beri titik patok dengan menggunakan tali rapia. Selanjutnya melakukan pengambilan data yaitu menghitung dan menganalisis jenis tumbuhan yang hidup pada daerah hutan tersebut. Kemudian kami menganalisis data yang telah didapat.
3.7  Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Teachnique). Variabel yang diamati mencakup jumlah spesies, nilai Kerapatan Mutlak (KM), Frekuensi Mutlak (FM), dan Dominansi Mutlak (DM). Pengenalan spesies di lapangan mengacu pada buku Gembong (2010). Untuk menghitung Nilai Penting (NP) setiap spesies digunakan rumus menurut Cox (2002); Shukla & Chandell (1982) sebagai berikut: NP = Frekuensi Relatif (FR) + Kerapatan Relatif (KR) + Dominansi Relatif (DR).[11]
Dalam metode kuadrat ini, parameter-parameter vegetasi dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut ini:
   
Frekuensi semua jenis = KR + FR + DR
Analisis data untuk mengetahui adanya asosiasi jenis-jenis pohon dibuat dengan menggunakan metode 2 x 2 Contingency Table (Greig-Smith, 1964 ; Kershaw, 1964 ). Dalam penelitian ini hanya jenis-jenis pohon utama (INP > 10 %) saja yang diikutkan dalam analisis. Bentuk kontingensi tabel untuk asosiasi antara dua jenis adalah sebagai berikut :



LAMPIRAN

TABEL PENGAMATAN

Tabel 1. Jumlah Spesies yang ditemukan pada Plot 2m X 4m
No.
Nama Spesies Lokal
Nama Spesies Ilmiah
Jumlah













Tabel 2. Jumlah Spesies yang ditemukan pada Plot 5m X 5m
No.
Nama Spesies Lokal
Nama Spesies Ilmiah
Jumlah













Tabel 3. Jumlah Spesies yang ditemukan Pada Plot 10m X 10m
No.
Nama Spesies Lokal
Nama Spesies Ilmiah
Jumlah













Tabel 4. Jumlah Spesies yang ditemukan Pada Plot 20m X 20m
No.
Nama Spesies Lokal
Nama Spesies Ilmiah
Jumlah













Tabel 1. Nilai Analisa Kuantitatif Pada Plot 2m X 2m
No.
Spesies
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
















Tabel 2. Nilai Analisa Kuantitatif Pada Plot 5m X 5m
No.
Spesies
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)






















Tabel 3. Nilai Analisa Kuantitatif Pada Plot 10m X 10m
No.
Spesies
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)






















Tabel 4. Nilai Analisa Kuantitatif Pada Plot 20m X 20m
No.
Spesies
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)

























Daftar Pustaka
Administrator, Teknik analisis vegetasi metode dengan petak,  http://www.irwantoshut.com/ analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_Vegetasi.html , 2013, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 06.03 WIB
Anonim, Taman Nasional Baluran, diakses dari http://balurannationalpark.web.id/savana-bekol-baluran/, pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 20.30 WIB.
Anonim, Savana Bekol, diakses dari http://balurannationalpark.web.id/savana-bekol/, pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 20.35 WIB.
Anonim, Flora dan Fauna, diakses dari http://balurannationalpark.web.id/flora-fauna/, pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 20.45 WIB.
Anonim, Tipe Hutan Baluran, diakses dari http:/www.balurannationalpark.web.id/tipe-hutan-baluran/, pada tanggal 28 Okrtober 2015 pukul 20.57 WIB.
Anonim, Struktiur Organisasi Balai TN. Baluran, diakses dari http://www.balurannationalpark.web.id/struktur-organisasi-baluran/, pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 21.05 WIB.
Anonim. Morfologi Acacia. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110762&val=3929. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 20.00 WIB.
Anonim. Perkembangan Kondisi Banteng di Baluran. https://baluran.files.wordpress.com/2008/04/analisaperkembangankondisibanteng-baluran-07-fix.pdf. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 20.20 WIB.
Departemen Kehutanan. 1993. Taman Nasional Indonesia. Jakarta: Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan.
Djufri, Autekologi Akasia (Acacia sp) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur, http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0502/D050211.pdf. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 19.20 WIB.
Sapari, Achmad. 2009. Mari Mengenal Taman Nasional di Jawa Timur. Surabaya: Galeri Wacana.
Kusmana, C, 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan,. Yogyakarta: UGM Press.



[1] D Djufri, Invasi Akasia Berduri (Acacia nilotica) (L.) Willd ex Del. Di Taman Nasional Baluran Jawa Timur dan Strategi Penanganannya, http://ejournal.unmuha.ac.id/index.php/mentari/article/view/16 , 2008, diungguh pada tangggal 2 November 2015  pukul 8.16 WIB
[2] Anonim, Taman Nasional Baluran, diakses dari http://balurannationalpark.web.id/savana-bekol-baluran/, pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 20.30 WIB
[3] Anonim, Savana Bekol, diakses dari http://balurannationalpark.web.id/savana-bekol/, pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 20.35 WIB

[4] Anonim, Flora dan Fauna, diakses dari http://balurannationalpark.web.id/flora-fauna/, pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 20.45 WIB
[5] Anonim, Tipe Hutan Baluran, http:/www.balurannationalpark.web.id/tipe-hutan-baluran/, diakses pada tanggal 28 Okrtober 2015 pukul 20.57 WIB
[6] Anonim, Struktiur Organisasi Balai TN. Baluran, http://www.balurannationalpark.web.id/struktur-organisasi-baluran/, diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 21.05 WIB
[7] Djufri, Autekologi Akasia (Acacia sp) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur, http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0502/D050211.pdf. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 19.20 WIB
[8] Anonim. Morfologi Acacia. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110762&val=3929. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 20.00
[9] Anonim. Perkembangan Kondisi Banteng di Baluran. https://baluran.files.wordpress.com/2008/04/analisaperkembangankondisibanteng-baluran-07-fix.pdf. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 20.20

[10]Administrator, Teknik analisis vegetasi metode dengan petak,  http://www.irwantoshut.com/ analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_Vegetasi.html , 2013, diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 pukul 06.03 WIB 
[11] Djufri, Analisis Vegetasi Pada Savana Tanpa Tegakan Akasia (Acacia nilotica) Di Taman Nasional Baluran Jawa Timur, Biologi Edukasi Vol.4 No.2  104-111, http://jurnal.unsyiah.acid/JBE/article/download/540/913  , 2012, Diunggah pada tanggal 8 Nob=vember 2015 pukul 10.10 WIB 

No comments:

Post a Comment