pengertian amar ma’ruf nahi munkar


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir (memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan segala yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari rahmat-Nya.Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar (menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung.
            Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang yang beriman. Setiap kali Al Qur'an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika masyarakat muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran; karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna kecuali dengannya.
            Al Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah:
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  


110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam atau tidak peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik
Umar RA berkata: Barangsiapa yang ingin dengan senang hati menjadi bagian dari umat ini maka hendaklah dia memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT padanya”.
Imam Qurthubi berkata: Ayat ini menunjukkan sebuah pujian bagi umat ini selama mereka menegakkan perintah yang disebutkan di dalam ayat tersebut dan mereka bersifat seperti itu, namun jika meraka meninggalkan usaha untuk merubah kemungkaran bahkan bersekongkol dengan kekejian tersebut maka hilanglah pujian tersebut, dan mereka akan menoreh celaan dan hal itu sebagai sebab kehancuran mereka”.
Dan Allah SWT memebritahukan bahwa orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara lalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. Hud: 117.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian amar ma’ruf nahi munkar ?
2. Siapa sasaran amar ma’ruf nahi munkar ?
3. Bagaimana urgensi amar ma’ruf nahi munkar ?
4. Bagaimana hukum amar ma’ruf nahi munkar ?
6. Bagaimana akibat-akibat apabila meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian amar ma’ruf nahi munkar.
2. Mengetahui sasaran amar ma’ruf nahi munkar.
3. Mengetahui urgensi ma’ruf nahi munkar.
4. Mengetahui hukum ma’ruf nahi munkar.
6. Mengetahui akibat-akibat apabila meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar.









BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1.      Secara Etimologis
Pada hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan kata yang apabila dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai berikut: امر : amar, معرف maruf,  nahi, dan :منكر Munkar. Manakala keempat kata tersebut digabungkan, akan menjadi: امربا
المنكر عن والنهي معروف yang artinya menyuruh yang baik dan melarang yang buruk.[1]
Sedangkan menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan Amar sebagai berikut:
“Amar ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”[2]
Selanjutnya ma’ruf kata ini berasal dari kata: يعرف - عرف –  معرفة dengan arti (mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial umum, tertarik kepada pengertian yang dipegang oleh agama islam, maka pengertian maruf ialah, semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram, sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf yaitu durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan.[3]
Nahi menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih adalah, lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita.[4]
Jadi bisa disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal salih. “Amar” adalah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya. Selanjutnya kata “ma’ruf” mempunyai arti “mengetahui” bila berubah menjadi isim kata ma’ruf maka secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial namun ditarik dalam pengertian yang dipegang oleh agama islam. Sedangkan Nahi menurut bahasa adalah larangan, menurut istilah adalah suatu lafad yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan. Sedangkan menurut ushul fiqh adalah lafad yang menyuru kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita.[5]
Dari pengertian di atas, nampaknya amar ma’ruf nahi munkar merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena kalimat tersebut suatu istilah yang dipakai dalam al-Qur’an dari berbagai aspek, sesuai dari sudut mana para ilmuan melihatnya, oleh karena itu boleh jadi pengertiannya cenderung ke arah pemikiran iman, fiqih dan akhlak.

2. Secara Terminologis
Salman al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah segala sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya, segala sesuatu yang di cintai oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i dan akal.[6]
Sedangkan imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat islam.[7]
Adapun pengertian nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf berarti menghalalkan semua yang baik, karena itu yang mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.[8]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban dan amalan sunah yang sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib dan sunah hendaklah maslahat di dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya, karena para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa hal ini, dan Allah tidak menyukai kerusakan, bahkan setiap apa yang diperintahkan Allah adalah kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan dan orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, serta mencela orang-orang yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat, apabila mafsadat amar ma’ruf dan nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah sesuatu yang diperintahkan Allah, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan yang haram, sebab seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam menghadapi hamba-Nya, karena ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan inilah makna”[9]
Dalam surat Ali Imran ayat 110 juga dijelaskan bahwa:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekirannya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”[10]
Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atas iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dimana umat Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajiban mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah yang maha tinggi dan maha kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada tugas utamanya dalam kehidupan ini, atau bermalasmalasan dalam melaksanakannya, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Dengan jelas Allah menegaskan bahwa umat islam adalah sebaikbaik umat yang senantiasa berbuat ihsan sehingga keberadaannya sangat besar manfaatnya bagi segenap umat manusia. Dengan amar ma’ruf nahi munkar berarti menyempurnakan bagin umat yang lain tidak ada yang memerintahkan untuk melaksanakan semua ma’ruf bagi kemaslahatan seluruh umat lapisan manusia dan tidak pula melarang semua orang dari berbuat kemungkaran.[11]

B.        Sasaran Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Siapa yang Harus Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar?
Yaitu, setiap muslim yang kuasa, dan tidak ada keyakinan dalam dirinya bahwa jika ia melakukan pertentangan, niscaya ia mendapat kemudharatan, atau bahwa cegahannya tidak digubris.
Siapa yang menjadi sasaran amar ma’ruf nahi munkar?
Yaitu, setiap orang yang mukallaf.[12] Mukallaf adalah orang yang dikenai beban kewajiban agama di seluruh dunia. Karena itu tidak termasuk syarat tabligh risalah (tugas kerasulan). Kemudian bila mereka (umat) menyia-nyiakan dan tidak merasa lapang dengan sampainya hal itu – sementara si mubalig melaksanakan kewajibannya – maka penyia-nyiaan itu datang dari mereka, bukan dari mubalig.[13]



1.      Q.S Al Imran 110
2.       öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  
110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
a.      Tafsir
Ayat tersebut menerangkan bahwa:
Menurut Ar-Razi, umat ini diunggulkan dari umat lain, karena, umat ini melakukan amar ma’ruf nahi munkar melalui jalan yang paling kuat, yaitu peperangan. Karena penentangan terhadap yang munkar terkadang melalui hati, lisan atau tangan, dan yang paling kuat melalui peperangan.[14]
Mengenai keistinewaan umat Islam, Abu Hurairah pernah berkata:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْتُوْنَ بِهِمْ فِى الْقُيُوْدِ وَالسَّلَاسِلِ حَتَّى تُدْخِلُوْهُمُ الْجَنَّة
“Kalian adalah manusia terbaik bagi manusia lain. Kalian membawa mereka dalam belenggu-belenggu dan rantai sampai kalian memasukkan mereka ke dalam surga.”
Allah Swt menjelaskan, inilah umat terbaik bagi manusia. Ia paling banyak memberi manfaat dan paling banyak berbuat baik (Ihsan) kepada mereka, karena ia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan mereka melakukan itu melalui jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka, dan ini adalah manfaat yang sempurna bagi makhluk.[15]

C.       Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1.      Al Imran 104

ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar.
a.      Tafsir
Dalam ayat di atas, terdapat keterangan wajibnya menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Hukum yang berlaku menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah fardhu kifayah, karena bila telah ada sebagian yang melakukannya, maka lepaslah kewajiban dari yang lain. Karena telah difirmankan.[16]
            وَلْتَكُوْنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ
(Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat...)[17]
Apabila seseorang yang dikenai kewajiban tidak melakukannya, berdosalah semua orang yang mampu (melakukannya) sesuai kadar kemampuannya.
Karena Allah menyuruh kepada setiap yang ma’ruf dan mencegah dari setiap yang munkar, maka jika mereka (umat) mencapai kesepakatan dalam membolehkan sesuatu yang haram, menggugurkan suatu kewajiban, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan, atau menyampaikan sesuatu tentang Allah atau makhluk-Nya dengan batil, mereka telah melakukan amar munkar nahi ma’ruf (menyuruh kepada yang munkar dan mencegah dari yang ma’ruf).[18]
2.      Q.S At Taubah: 71
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# šcqßJŠÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÐÊÈ  
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[19]

a.   Tafsir Global
(71) Ayat ini menerangkan bahwa orang mukmin, pria maupun wanita saling menjadi pembela diantara mereka.Selaku mukmin ia membela mukmin lainnya karena hubungan agama.Wanitapun selaku mukminah turut membela saudara-saudaranya dari kalangan laki-laki mukmin karena hubungan seagama sesuai dengan fitrah kewanitannya.Istri-istri Rasullah dan istri-istri  para sahabat  turut kemedan perang bersama-sama tentera islam untuk menyediakan air minum dan menyiapkan makanan karena orang-orang mukmin itu sesame mereka terikat oleh tali keimanan yang membangkitkan rasa persaudaraa,kesatuan, saling mengasihi dan saling tolong menolong.Kesemuanya itu didorong oleh semangat setia kawan yang menjadikan mereka sebagai satu tubuh atau satu bangunan yang saling menguatkan dalam menegakkan keadilan dan meninggikan kalimah Allah.
Sifat-sifat yang dimiliki orang mukmin berbeda dari sifat munafik pada hal berikut:
1.         Orang mukmin selalu mengajak berbuat baik dan melarang perbuatan munkar, sedang orang munafik selalu menyuruh berbuat munkar dan melarang berbuat baik.
2.         Orang mukmin mengerjakan sholat dengan khusyuk dengan hati yang ikhlas sedang orang munafik mengerjakan sholat dalam keadaan terpaksa dan riya.
3.         Orang mukmin selalu mengeluarkan zakat sedangkan orang munafik kikir.
4.         Orang mukmin selalu taat pada Allah, dan kafir sebaliknya.

b.   Ayat Munasabah
Sesudah ayat-ayat yang lalu menerangkan tentang sikap dan tingkah laku orang-orang munafik dan ancaman Allah kepada mereka didunia dan akhirat, maka ayat-ayat ini menerangkan sikap dan sifat-sifat orang mukmin dan janji-janji Allah dan ganjaran panara yang akan diberikan kepada mereka didunia dan akhirat.[20]
3.      Q.S Al A’raf 199
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚ̍ôãr&ur Ç`tã šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ  
199. jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.[21]
a.      Tafsir Global
(199) Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya, agar berpegang teguh pada prinsip umum tentang moral dan hukum.
1. Sikap Pemaaf dan berlapang dada
     Allat swt menyuruh RasulNya agar  beliau memaafkan dan berlapang terhadap perbuatan, tingkah laku dan akhlak manusia dan janganlah beliau meminta dari manusia apa yang sangat sukar bagi mereka sehingga mereka lari dari agama.
2. Menyuruh manusia berbuat Ma’ruf(baik)
     Pengertian ‘urf pada ayat ini adalah ma’ruf.Adalah ma’ruf adalah adat kebiasaan masyarakat yang baik, yang tidak bertengtangan dengan ajaran agama ilam.
4.   Tidak Mempedulikan orang jahil.
           Yang dimaksud orang jahil ialah orang yang bersifat kasar dan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap para nabi dan tidak dapat disadarkan.Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menghindarkan diri dari orang-orang jahil.Tidak melayani mereka, dan tidak membalas kekerasan mereka dengan kekerasan pula.[22]
b.      Ayat Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu sesudah menujukkan kelemahan dan kerendahan patung-patung, Allag swt memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk mengadakan tantangan terhadap berhala-berhala, dan Allah-lah yang menjadi pelindung baginya.Maka pada ayat ini Allah memberikan pedoman-pedoman untuk Nabi dalam menjalankan dakwahnya dan cara menghadapi setan.

D.       Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Ahli hadits bersepakat tentang wajibnya amar ma’ruf nahi munkar baik fardhu ain maupun kifayah.
Ibnu Hazm Rahimahullah, berpendapat bahwa amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardhu’ain berdasarkan hadits said yang marfu’:[23]
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
                                 
  Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.(H.R Muslim:49; Abu Dawud 1140; Tirmidzi 2173; Nasa’I VII: 111; dan Ibnu Majah: 4013).
a.      Konteks dan Maksud Hadits
Jadi yang dituntut seorang muslim disaat melihat sesuatu kemungkaran hendaknya dia merubah sesuai dengan kemampuannya.Dalam hal ini bertahap mulai dari bentuk nahi mungkar yang tertinggi sampai terendah. 
Adapun terjadinya menurut perbuatan,yang pertama kali terjadi adalah terpengaruhnya hati,berpalingnya serta keingkarannya terhadap kemungkaran disaat melihatnya.Kemudian hati mengirimkan perintah pada lisan untuk mengucapkan keingkarannya terhadap kemungkaran tersebut pada pelakunya.
Jika dia mau menurut dan mencabut kemungkarannya maka yang demikian inilah yang dimaksud, dan jika tidak maka nahi munkar beralih ketangan.Jadi dari segi terjadinya pertama kali adalah nahi munkar dengan hati,lisan lalu tangan.
Akan tetapi yang dituntut setiap muslim adalah nahi munkar dengan tangan jika mampu, dan jika tidak beralih dengan lisan, dan jika tidak mampu cukup dengan hati yaitu dengan membenci kemungkaran tersebut.
Nahi munkar dengan hati hukumnya fardlu’ain bagi setiap kaum muslimin dalam seluruh keadaan, Karena tidak ada seorangpun yang mampu menghalangi hati orang lain untuk membenci kemungkaran.
Dan didalam hadits ibnu Mas’ud dikatakan:” Dan dibalik itu tidak ada iman sebesar biji sawipun.” Maksudnya bahwa orang yang melihat kemungkaran kemudian hatinya tidak bergerak untuk membenci kemungkaran tersebut, maka orang yang demikian ini didalam hatinya tidak ada iman sekali.[24]


E.        Akibat-akibat apabila meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1.      Q.S Al Maidah: 78-79
šÆÏèä9 tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 .`ÏB û_Í_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) 4n?tã Èb$|¡Ï9 yŠ¼ãr#yŠ Ó|¤ŠÏãur Ç`ö/$# zOtƒötB 4 y7Ï9ºsŒ $yJÎ/ (#q|Átã (#qçR%Ÿ2¨r šcrßtF÷ètƒ ÇÐÑÈ   (#qçR$Ÿ2 Ÿw šcöqyd$uZoKtƒ `tã 9x6YB çnqè=yèsù 4 š[ø¤Î6s9 $tB (#qçR$Ÿ2 šcqè=yèøÿtƒ ÇÐÒÈ  
78. telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
79. mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.
a.      Tafsir Surat Al Maidah Ayat 78
Setelah melarang melakukan kesesatan dan mengikuti orang-orang yang sesat, diingatkan-Nya melalui ayat ini bahwa para nabi yang mereka agungkan tidak merestui sikap mereka. Karena itu ditegaskan-Nya melalui ayat ini bahwa : Telah dilaknat, dikutuk oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, orang-orang kafir yang merupakan umat dari Bani Israil disebabkan oleh lisan yakni ucapan lidah Daud yang melaksanakan syariat Musa as. Dan juga dengan lisan Isa putra Maryam, yang dating mengukuhkan syariat Musa as. Yang demikian itu yakni kutukan kedua nabi agung itu, tidak lain kecuali, disebabkan karena mereka, yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani telah durhaka dengan melakukan dosa-dosa mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dan masih selalu melampaui batas kewajaran, baik dalam beragama maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Kata (n?tã) ‘ala pada firman-Nya : (4  yŠ¼ãr#yŠ b$|¡Ï94 n?tã È) berarti disebabkan yang sekaligus mengandung makna kemantapan, sehingga kata itu mengisyaratkan bahwa kutukan itu benar-benar diucapkan oleh lidah beliau, bukan atas namanya, bukan juga dengan bahasa yang digunakannya. Kutukan Daud as. Itu antara lain dapat ditemukan dalam Mazmur 53-78 dan 109, sedang kutukan Isa as. Dapat ditemukan bertebaran dalam dalam kitab perjanjian baru. Mengapa mereka dikutuk? Seakan-akan ada yang bertanya demikian. Ini dijawab oleh penggalan ayat berikut yakni karena mereka telah durhaka dan selalu melampaui batas.
Menurut Thahir Ibn ‘Asyur, gabungan dari tiga hal yang dikandung ayat di atas (7Ï9ºsŒ) dzalika/itu, (n?tã) ‘ala/sebab dan jawaban terhadap adanya pertanyaan di atas, ketiganya melahirkan pembatasan, sehingga pada akhirnya ayat ini mengandung makna bahwa kutukan tersebut tidak lain kecuali karena kedurhakaan mereka. Pembatasan ini—lanjut Ibn ‘Asyur – perlu, agar tidak timbul kesalahpahaman tentang sebab kutukan, yang seringkali disalahpahami oleh kebanyakan orang, sehingga mencari sebab-sebab yang tidak jelas dan tidak wajar, serta melupakan atau mengabaikan hal-hal yang penting dan sebenarnya. Menyadari sebab kesalahan adalah tangga pertama meraih kesuksesan. Kekeliruan dalam mendiagnosa penyakit tidak pernah akan mengantar kepada penemuan obat yang sesuai dan tidak akan menghasilkan kesembuhan.
Asy-Sya’rawi memahami kata (#q|Átã) ‘ashaw/mereka durhaka pada ayat ini dalam arti melakukan pelanggaran yang akibatnya hanya menimpa diri sendiri, sedang kata (crßtF÷ètƒ) ya’tadun/ mereka melampaui batas adalah kedurhakaan yang menimpa pihak lain. 
Ada juga ulama yang mempersamakan kandungan makna durhaka dan melampaui batas melampaui batas mengakibatkan kedurhakaan, dan kedurhakaan adalah pelampauan batas. Jika demikian, dua kata berbeda itu pada akhirnya menganung makna yang sma. Kendati bentuk kata yang digunakannya berbeda, makna yang dikandungnya pun mengandung perbedaan. Kata ‘ashaw/mereka telah durhaka, menggunakan bentuk kata kerja masa lampau (madhi), maka ini menunjukkan bahwa kedurhakaan itu bukan sesuatu yang baru tetapi sudah ada sejak dahulu, dan untuk mengisyaratkan bahwa kedurhakaan itu masih berlanjut hingga kini dan masa dating, atau merupakan kebiasaan sehari-hari mereka. Sedangkan kata (crßtF÷ètƒ) ya’tadun/ melampaui batas dihidangkan dalam bentuk kata kerja masa kini dan dating (mudhori/present tense), karena memang agresi, pelampauan batas dan kedurhakaan sementara Ahl Al- kitab, terus berlanjut bukan saja hingga masa turunnya ayat ini, tetapi hingga kini di tahun dua ribu Masehi. Ini tercermin antara lain oleh agresi mereka terhadap bangsa Palestina dan serangan-serangan mereka terhadap orang-orang tak berdosa.

Tafsir Al-Maidah : 79
Ayat ini menjelaskan salah satu bentuk kedurhakaan mereka, khususnya ulama dan cerdik cendikia mereka, sekaligus menjelaskan pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak, yakni bagaimana satu umat secara keseluruhan dapat di kutuk? Ini di jelaskan dan dijawab dengan firman-Nya di atas bahwa : Mereka senantiasa dari dahulu hingga kini tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka perbuat, yakni tidak saling melarang mengulangi perbuatan munkar yang di perbuat oleh sebagian mereka. Sungguh amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.
Kata (cöqyd$uZoKtƒ) yatanahaun/ saling melarang dalam arti bila ada yang melakukan suatu kemunkaran, maka yang lain melarangnya, dan bila suatu ketika yang melarang itu melakukan kemunkaran serupa atau berbeda, maka ada lagi yang lain tampil melarangnya, baik yang dahulu pernah dilarang, maupun anggota masyarakat lain.
Kata  (cöqyd$uZoKtƒ) yatanahaun dapat juga dipahami dalam arti berhenti, yakni tidak melakukan, sehingga jika dipahami demikian, dengan penambahan kata (لا) la/ tidak, ayat ini berarti bahwa mereka terus-menerus dan tidak henti-hentinya melakukan kemunkaran.
Ayat ini merupakan salah satu dasar menyangkut kewajiban melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Kata (x6YB) munkar adalah lawan kata (معرف) ma’ruf. Kata munkar atau mungkar dipahami oleh banyak ulama sebagai segala sesuatu, baik ucapan maupun perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan agama, akal dan adat istiadat. Kendati demikian, penekanan kata munkar lebih banyak pada adat istiadat, demikian juga kata ma’ruf yang dipahami dalam arti adat istiadat yang sejalan dengan tuntutan agama. [25]
Kejahilan dan sedikitnya pemahaman terhadap dien sungguh telah menutupi hati sebagian orang-orang yang ilmunya dangkal. Mereka terpedaya oleh pengabaian Allah Azza Wa Jalla, dan mereka mengira bahwa peringatan tentang akibat apabila bergelimang dengan kemunkaran dan diam terhadap suatu kemunkaran, merupakan salah satu bentuk teror pemikiran, bukan sesuatu yang sebenarnya.
Akan tetapi, orang-orang yang mengambil cahaya wahyu dan memperhatikan nash-nash Al-Qur’an dan As-sunnah betul-betul mengetahui akibat besar yang Allah berlakukan terhadap setiap ummat yang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar, baik nash-nash tersebut berupa kisah-kisah tentang binasanya ummat-ummat yang mengabaikan syiar tersebut, atau ancaman bagi orang yang mengikuti jalan mereka. Tidak perlu azab-azab tersebut diberi batasan bahwa akan muncul pada hari anu atau malam anu, sebab yang menentukan waktu dan tempatnya serta sifat-sifatnya hanyalah Allah bukan manusia.
Akibat-akibat buruk tersebut banyak sekali namun yang paling menonjol adalah :
1.      Banyaknya kekejian
Bagaimana banyaknya kekejian itu?
Sesungguhnya kemunkaran bila telah dilakukan secara terang-terangan didalam suatu masyarakat, dan tidak ada orang yang mencegahnya maka kemunkaran tersebut akan semakin kokoh dan merajalela. Dan menjadi bukti atas kokohnya kedudukan ahli kemunkaran dan kekuatannya, serta menjadi wasilah memanusia dalam bertaklid kepada mereka. Betapa semangatnya ahli kemunkaran terhadap hal tersebut. Oleh karena itu Allah Jalla wa ‘Ala memperingatkan kepada mereka dengan firman-Nya :
žcÎ) tûïÏ%©!$# tbq7Ïtä br& yìϱn@ èpt±Ås»xÿø9$# Îû šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNçlm; ë>#xtã ×LìÏ9r& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur 4 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ óOçFRr&ur Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÊÒÈ  
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nur : 19)
Apabila sebagian manusia telah bertaklid kepada para pelaku kemunkaran dalam kemunkarannya, kebatilan mulai muncul, dan persoalan tersebut sedikit demi sedikit sudah dianggap remeh oleh jiwa. Sedang manusia diam dan tidak memperdulikannya dan mereka sibuk dengan persoalan yang lebih besar daripadanya, sementara kemunkaran terus merajalela sampai banyak muncul kekejian, dan menjadi suatu hal yang wajar dimana jiwa sudah menjadi biasa dan mendidik dengannya.
Sebaliknya kema’rufan menjadi lemah dan menjadi sesuatu yang asing. Oleh karena itu khalifah Umar bin Abdul Aziz – rihimahullah mengatakan didalam suratnya kepada Amir Madinah yang isinya memerintahkan kepada dia agar memerintahkan kepada para ulama untuk mengajarkan ilmunya di masjid-masjid : “Hendaklah mereka menyebarkan ilmu, sebab ilmu tidak akan lenyap sampai menjadi sesuatu yang tersembunyi”.
Sesungguhnya merupakan akibat yang fatal bila kemunkaran merajalela dan kema’rufan menjadi sesuatu yang asing.
2.      Banyaknya Kekejian memberikan isyarat akan datangnya azab Ilahi Secara Umum
Imam Malik telah memberikan bab khusus tentang masalah ini didalam kitabnya Al-Muwatho’ yang dia beri nama “bab tetang azab secara umumkarena amalan orang tertentu”. Dan dibawah judul tersebut beliau mencantumkan atsar dari Umar bin Abdul Aziz,  yaitu ucapan beliau rohimahullah : “Dikatakan : sesungguhnya Allah tabaaraka Wa ta’ala tidak akan mengazab masyarakat secara umum karena perbuatan orang-orang tertentu, akan tetapi bila kemunkaran dilakukan secara terang-terangan semuanya berhak memperoleh azab.” (Al-Muwatho’I : 991)
Atsar tersebut memperkuat apa yang telah disebutkan tentang bahaya melakukan maksiat secara terang-terangan, dan tentang wajibnya membedakan antara kemunkaran yang tersembunyi dan kemunkaran yang dilakukan secra terang-terangan.
3.      Perselisihan dan Pertentangan
Sesungguhnya diantara akibat yang paling fatal yang menimpa masyarakat yang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar adalah berubahnya masyarakat tersebut kepada kelompok-kelompok dan golongan-golongan yang paling bertentangan karena menuruti hawa nafsunya, akhirnya terjadilah perselisihan dan pertentangan.
Pertentangan tersebut menjadikan masyarakat tidak berdaya di hadapan musuh ekstern yang sudah menunggunya.
Dan tidak ada yang bisa melindungi masyarakat tersebut dari perpecahan dan pertentangan kecuali syari’at Allah, karena Dia menyatukan manusia dan mengendalikan hawa nafsu. Adapun jika manusia jauh dari syariat Allah ta’ala, bisa jadi setiap orang mengikuti hawa nafsunya, sedangkan hawa nafsu manusia tidak terkendalikan.
Orang-orang yang memperhatikan keadaan beberapa Negara Islam dia akan mendapatkan bahwa sebab perpecahan masyarakat yang paling menonjol disana adalah karena mengabaikan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kemudian karena hal tersebut akibatnya kefasadan merajalela dengan berbagai bentuk dan ragamnya : pamer aurat, mabuk-mabukan, pesta musik, dansa-dansa, dan lain-lain.
Kefasadan ini mengakibatkan para reformis yang melakukan perbaikan marah dan cemburu karena larangan-larangan Allah dilanggar, kemudian mereka berusaha merubah kemunkaran tersebut namun mereka tidak mendapati cara syar’i yang memungkinkan bagi mereka untuk merubah kemunkaran tersebut, akhirnya mereka terpaksa menggunakan jalan pintas yang menjadikan masyarakat terpecah belah dan saling bertentangan.
Contoh-contoh dari hal tersebut didalam masyarakat Islam tidak sedikit, diantaranya adalah apa yang terjadi di Mesir, sejumlah orang yang ghirahnya tinggi melakukan nahi munkar dengan penuh semangat dan cara emosional, dimana telah diumumkan di Universitas Asyuth tentang pesta musik yang memberlakukan ikhtilat. Kemudian tampillah sejumlah mahasiswa menentang kemunkaran tersebut, mereka memasuki tempat pesta dengan paksa, menghancurkan alat-alatnya dan melarang diadakannya pesta di malam tersebut.
Orang-orang selain mereka yang penuh semangat memandang perbuatan tersebut sebagai suatu perbuatan yang mengacaukan keamanan.
Seandainya mereka-mereka yang semangatnya tinggi tersebut mendapati cara syar’i untuk melakukan nahi munkar, tidak seorangpun dari mereka yang menggunakan cara tersebut. Akan tetapi cara-cara yang benar telah tertutup di hadapan mereka, dan pintu telah tertutup bagi yang lain, akhirnya mereka menggunakan cara-cara yang sulit.
Diantara bentuk perpecahan yang terjadi di dalam masyarakat akibat meninggalkan syari’at ini adalah tersebarnya kemunkaran di tengah-tengah manusia seperti rasa iri, dengki, dan hasud, permusuhan, pertentangan, dan bentuk lainadalah perbedaan pandangan, pendapat, perbuatan, ucapan, dimana masyarakat itu sendiri saling menghancurkan satu sama lain, dan menghancurkan dirinya dengan tangannya sendiri.
Ini adalah termasuk kemunkaran yang paling besar yang wajib untuk dicegah dan diwaspadai. Dan diamnya orang-orang yang berilmu dan para ulama terhadap hal tersebut merupakan faktor penyebab tersebarnya dan merajalelanya kemunkaran tersebut, serta sulitnya untuk mengatasinya.
Sesungguhnya kemunkaran itu dilarang oleh Allah karena didalamnya mengandung kekejian dan bahaya, baik di dunia maupun di akhirat. Kemudian juga merupakan maksiat, merusak pribadi dan masyarakat, dan sebagai faktor terpecah belahnya dan kehancurannya. Dan diam serta mengabaikan terhadap hal tersebut merupakan bukti yang kuat tentang hilangnya standar kritik yang benar dan membangun.
Hal tersebut merupakan persekongkolan keji dengan orang yang kuat dan jahat yang menghendaki kejelekan kepada ummat, dan berusaha mengahncurkan kebaikan.
4.      Berkuasanya Musuh
Allah Azza wa jalla terkadang menguji masyarakat ang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar dengan menguasakan musuh ekstern kepada mereka, mereka disakiti dan terkadang dirampas apa yang mereka miliki, dan hartanya diperlakukan semaunya oleh musuh tersebut.
Kaum muslimin dalam sejarahnya telah diberi contoh tentang hal tersebut, barang kali diantaranya adalah apa yang telah terjadi terhadap kaum muslimin di Andalus (Spanyol), dimana keperkasaan dan kekuatannya telah berubah disaat kemunkaran merajalela di tengah-tengah mereka dan tidak ada yang mencegahnya. Akhirnya menjadi kehinaan. Direndahkan dan dihinakan oleh orang-orang Nasrani, sampai para raja dan pemimpinnya dijual di pasar budak sambil menangis.
Hal yang serupa adalah apa yang terjadi di Palestina tentang penguasaan Yahudi terhadap kaum Muslimin, pembunuhan dan pengusiran yang dilakukan oleh mereka terhadap kaum Muslimin, sampai Palestina menjadi seperti Andalus.
5.      Tidak terkabulnya do’a
Manusia hanya berlindung kepada Allah disaat ditimpa suatu musibah, mereka memohon kepada Allah agar menghilangkan kesusahan yang dideritanya, sampai orang-orang musyrikpun melakukan hal tersebut.
Sedangkan kaum muslimin yang mengabaikan syi’ar amar ma’ruf dan nahi munkar disaat ditimpa adzab, mereka berlindung kepada Allah Azza wa jalla dan berdo’a kepada-Nya, akan tetapi doanya tersebut tidak terkabul, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Khudzaifah bahwa Nabi saw bersabda :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ اليَمَانِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ

“ Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, (pilih) kalian mau beramar ma’ruf dan nahi munkar, ataukah Allah sudah nyaris akan menimpakan azab-Nya kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan tidak di kabulkan. (H.R. Tirmidzi 2169 : Ahmad di dalam Al-Musnad V : 588).
6.      Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi telah melanda masyarakat yang mengabaikan amar ma’ruf dan nahi munkar, kemiskinan bertambah, dan mereka merasakan petaka seperti sulitnya mencari rizki.
Pada sebagian masyarakat Islamkrisis telah mencapai pada suatu tingkat kemiskinan yang memprihatinkan, sampai seseorang bersusah payah mencari sesuap nasi namun tidak mendapatkannya, yang membuat dirinya bututh terhadap apa yang ada di tangan orang-orang Nasrani yang berupaya mengkristenkan orang-orang Muslim. Kemudian hal tersebut mengakibatkan seorang Muslim menjadi termakan oleh kristenisasi. Naudzubillah, khususnya kesibukan mencari sesuap nasi itu terkadang bisa melalaikan banyak orang dari persoalan dien yang mengakibatkan dia lari dan meremehkannya.
Demikianlah kemunkaran, merupakan suatu mata rantai yang saling kait mengait antara yang satu dengan yang lain sampai penderitanya jatuh tersungkur.
7.      Tenggelam dalam Syahwat
Meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar bisa mengakibatkan terjerumus kedalam syahwat dan tenggelam kedalamnya. Demikianlah keadannya, menjadikan manusia terpaut dengan dunia, berjiwa lemah dan loyo.
Pemuda yang tidak memiliki kesenangan kecuali lagu-lagu cengeng, majalah yang ‘tidak layak’, atau pembicaraan kotor, melalui telepon, atau pergi ke negeri yang bebas, maa pemuda yang seluruh kehidupannya menjadi syahwat tersebut apakah mampu terlepas dari kulit dunia, dan bersungguh-sungguh menggapai ilmu yang nafi’.
Mampukah dia memikul senjata untuk membela diri dan ummatnya? Sudah pasti bahwa dia tidak akan mampu terhadap hal tersebut, karena dia sudah terbiasa terpaut dengan dunia dan tenggelam kedalam syahwat, dan tidak terbiasa dengan kehidupan yang penuh dengan kesungguhan.
Anda akan mendapati kebenaran hal tersebut, bila anda memperhatikan mayoritas para pemuda yang dikirim ke negri barat, dimana anda akan melihat pemuda yang komit dengan diennya diantara mereka, bersungguh-sungguh dalam menggapai ilmu, sebab dia memiliki keinginan ummat, tidak menyembah syahwat, dan tidak terbelenggu dalam dunia yang fana.
Adapun pemuda yang menuruti syahwatnya dan menyimpang, anda akan melihatnya tenggelam didalam syahwat dan keinginannya tidak bersungguh-sungguh dalam menggapai ilmu dan kurang perhatian, karena dia hanya memikul keinginan hawa nafsunya, akhirnya merugikan dan menjadi bencana bagi ummat.
8.      Mengabaikan Persiapan
Baik persiapan mental dengan kekuatan hati dan keberanian atau persiapan fisik, untuk menghadapi musuh. Sesungguhnya yang melakukan persiapan dengan baik hanyalah orang-orang yang berkemauan tinggi, dan berpaling dari hal-hal yang hina. Adapun mereka yang tenggelam dalam syahwat tidak akan mampu terhadap hal tersebut. Bahkan sekedar ucapan tentang perang saja sudah menakutkan bagi mereka, apalagi ikut terlibat dalam kancah peperangan.
9.      Tempat Pijakan Ummat Mulai Berubah
Ada akibat yang sangat berbahaya yaitu tempat pijakan ummat di beberapa Negara Islam mulai berubah. Yang demikian itu karena orang-orang munafik senantiasa berbuat kerusakan dan tidak merasa cukup dengan menyebarkan kemunkaran-kemunkaran saja, bahkan mereka membuat rencana-rencana untuk ‘menelanjangi’ ummat dari diennya secara keseluruhan, sampai berubah menjadi orang sekuler yang menerima untuk berhukum dengan hokum Thaghut dan menolak hukum Allah, hingga tersebar di tengah-tengah mereka penyimpangan apa saja baik pemikiran maupun akhlak.
Perubahan ini lebih berbahaya daripada penguasaan orang-orang kafir dan munafik secara militer terhadap Negara-negara Islam. Fakta telah membuktikan hal tersebut. Seandainya anda perhatikan pasti anda akan mendapati Negara-negara Islam yang dirampas dari tangan kaum Muslimin dengan kekuatan militer yang terbatas seperti Andalus yang dirampas oleh orang-orang Nasrani dan Palestina yang dikuasai oleh orang Yahudi secara paksa.[26]      
Munasabah
Ayat-ayat yang lalu menerangkan keburukan tingkah laku orang-orang yang menganggap Almasih adalah Tuhan. Mereka mengikuti hawa nafsu dan membunuh nabi-nabi. Mereka terus menerus berbuat kesesatan. Kemudian dalam ayat ini Allah menerangkan kutukan-Nya terhadap orang Yahudi yang kafir. [27] 
Hadits
Rasulullah SAW bersabda :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ بَذِيمَةَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَمَّا وَقَعَ فِيهِمُ النَّقْصُ، كَانَ الرَّجُلُ يَرَى أَخَاهُ عَلَى الذَّنْبِ فَيَنْهَاهُ عَنْهُ، فَإِذَا كَانَ الْغَدُ لَمْ يَمْنَعْهُ مَا رَأَى مِنْهُ، أَنْ يَكُونَ أَكِيلَهُ وَشَرِيبَهُ وَخَلِيطَهُ، فَضَرَبَ اللَّهُ قُلُوبَ بَعْضِهِمْ بِبَعْضٍ، وَنَزَلَ فِيهِمُ الْقُرْآنُ، فَقَالَ: {لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ} حَتَّى بَلَغَ {وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ} [المائدة: 81]
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ali bin Badzimah dari Abu 'Ubaidah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketika terjadi krisis moral di tengah-tengah Bani Israil, ada seorang laki-laki melihat saudaranya berbuat dosa, maka dia pun melarangnya. Namun di esok harinya dia tidak mencegahnya dari apa yang dia lihat dari saudaranya supaya dia menjadi teman makan, teman minum dan teman bergaul. Maka Allah menutup hati mereka dengan sebagian yang lain, dan turunlah ayat Al Quran mengenai diri mereka, Allah berfirman: '(Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam...) ' sampai pada ayat '(Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik) ' (Qs. Al Maidah: 78-81)
Konteks Dan Maksud Hadits
Hadits ini merupakan hubungan dari Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 78-79 yang menerangkan bahwa kebiasaan Yahudi ialah membiarkan kemunkaran terjadi di hadapan mereka disebabkan mereka tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Demikianlah buruknya perbuatan mereka itu, sehingga hal itu menjadi sebab adanya kutukan Allah pada mereka.
Takhrij Hadits
Riwayat Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Majah. Menurut at-Tirmizi, hadits ini hasan.[28]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Tiada kata yang pantas kita ucapkan kecuali rasa syukur kepada Sang Pencipta, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1.     Konsisnten dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri.Terkandung salam Q.S At Taubah 71 dan Q.S Al Imran 104
2.     Hukum amar ma’ruf nahi munkar adalah fardlu’ain dan fardlu kifayah.Fardlu’ain jika hanya orang tertentu yang tahu maka harus mencegahnya.Tapi jika kemungkaran sudah dicegah maka gugurlah kewajiban.Ada dikandungan H.R Muslim:49; Abu Dawud 1140; Tirmidzi 2173; Nasa’I VII: 111; dan Ibnu Majah: 4013.
3.     Tiga dasar umum dalam berdakwah adalah sikap pemaaf, melaksanakan tradisi masyarakat yang tidak bertentangan dengan syariat, menghindari orang jahil/musuh.Terkandung dalam Q.S Al Araf 199.
4.     Surat Al-Maidah ayat 78-79 menjelaskan bahwa orang Yahudi suka mengerjakan perbuatan maksiat dan melampaui batas. Hati mereka tidak sedikit pun tergerak untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
5.     Akibat meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar diantaranya banyaknya kekejian, banyaknya kekejian memberikan isyarat akan datangnya azab Ilahi secara umum, perselisihan dan pertentangan, berkuasanya musuh, tidak terkabulnya do’a, krisis ekonomi, tenggelam dalam syahwat, mengabaikan persiapan, dan tempat pijakan umat mulai berubah.

B.     Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami penulis mendapatkan pengetahuan yang sangat bermanfaat mengenai amar ma’ruf nahi munkar. seyogyanya kita semua terutama para pembaca untuk dapat mempelajari dan mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan sehari-hari, yakni      mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran agar menjadi  orang-orang yang beriman.






DAFTAR PUSTAKA


Al Qur’an
Al –Audah Salman dan Fadli Ilahi.1993.Amar Ma’ruf Nahi Munkar.Jakarta:
      Pustaka Al-Kautsar
Hamka. 1981. Tafsir Al-Azhar.  Jakarta : Yayasan nurul islam

Kementrian Agama RI. 2010.  Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6. Jakarta : Lentera  Abadi
Kementrian Agama RI.2010.Alqur’an &  Tafsirnya Jilid III Juz 7-8-9.Jakarta: Lentera
      Abadi
Mundhur, Ibnu. Lisan al Arab. Jilid XI. Beirut: dar al Shodir, tt

Salman Bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Ummu ‘udhma’ azmi. Solo: Pustaka Mantiq

Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Volume 3,  Jakarta : Lentera Hati

Taimiyah, Ibnu.1983.Menuju Umat Amar Ma’ruf Nahi Munkar.Jakarta: Pustaka Panjimas
Taimiyah, Ibnu. 1995. Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu fahmi. Jakarta: gema Insani Press
Umam, Khairul dan A Ahyar Aminuddin. 1998. Usul Fiqih II. Bandung: Pustaka Setia






[1] Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, Usul Fiqih II, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 97
[2] Ibid, h. 97
[3] Ibnu Mundhur, Lisan al Arab, Jilid XI, (Beirut: dar al Shodir, tt), h. 239
[4] Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, Op.cit, h. 117

[5] Ibid, h. 107
[6] Salman Bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Ummu ‘udhma’ azmi,
(Solo: Pustaka Mantiq), h. 13
[7] Ibnu Taimiyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu fahmi, (Jakarta: gema Insani
Press, 1995), h. 15
[8] Ibid, h. 17
[9]  Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta : Yayasan nurul islam, 1981), h. 65
[10] Q.S. 3 : 110
[11] Ibid, h.18
[12] Ibnu Taimiyah, Op. Cit, h. 23
[13] Ibid. h. 52
[14] Ibid. h. 24.
[15] Ibnu Taimiyah, Op. Cit. h. 48
[16] Ibnu Taimiyah, Menuju Umat Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), h. 22.
[17] Ibid. h. 23
[18] Ibid. h. 52
[19] Al qur’an Q.S At Taubah 71
[20] Kementrian Agama RI.Alqur’an dan Tafsirnya Jilid III 7-8-9,(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 511-514
[21] Al Qur’an Q.S Al A’raf 199
[22]Kementrian Agama RI, Op.Cit, h. 555-559
[23] Salman Al Audah dan Dr. Fadli Ilahi.Amar Ma’ruf Nahi Munkar(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993), h. 49-51
[24] Ibid, h. 49-51
[25] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 3,  (Jakarta : Lentera Hati ,2002) h. 174-176
[26] Salman Al-Audah dan Dr. Fadli Ilahi,Op.cit,  h. 29-48
[27] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010) h. 449
[28] Ibid. h. 450

No comments:

Post a Comment