BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan
penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar
dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua
hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi
siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya
diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan,
nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir (memberikan
peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan segala yang
dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari
rahmat-Nya.Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar (menyuruh berbuat
yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung.
Mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang
yang beriman. Setiap kali Al Qur'an memaparkan ayat yang berisi
sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan menjelaskan risalahnya dalam
kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran dan dorongan bagi
orang-orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
maka tidak heran jika masyarakat muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran; karena kebaikan negara dan rakyat tidak
sempurna kecuali dengannya.
Al Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat Islam
istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
dan beriman kepada Allah:
öNçGZä.
uöyz
>p¨Bé&
ôMy_Ì÷zé&
Ĩ$¨Y=Ï9
tbrâßDù's?
Å$rã÷èyJø9$$Î/
cöqyg÷Ys?ur
Ç`tã
Ìx6ZßJø9$#
tbqãZÏB÷sè?ur
«!$$Î/
3
öqs9ur
ÆtB#uä
ã@÷dr&
É=»tGÅ6ø9$#
tb%s3s9
#Zöyz
Nßg©9
4
ãNßg÷ZÏiB
cqãYÏB÷sßJø9$#
ãNèdçsYò2r&ur
tbqà)Å¡»xÿø9$#
ÇÊÊÉÈ
110.
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf
dan nahi mungkar dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi
mungkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang ahli maksiat dan
juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam atau tidak peduli
terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran,
ini tidak hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan tetapi mencakup
semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa dan
yang fasik
Umar
RA berkata: Barangsiapa yang ingin dengan senang hati menjadi bagian dari umat
ini maka hendaklah dia memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
padanya”.
Imam
Qurthubi berkata: Ayat ini menunjukkan sebuah pujian bagi umat ini selama
mereka menegakkan perintah yang disebutkan di dalam ayat tersebut dan mereka
bersifat seperti itu, namun jika meraka meninggalkan usaha untuk merubah
kemungkaran bahkan bersekongkol dengan kekejian tersebut maka hilanglah pujian
tersebut, dan mereka akan menoreh celaan dan hal itu sebagai sebab kehancuran
mereka”.
Dan Allah SWT memebritahukan bahwa orang-orang yang sukses
adalah orang-orang yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar.
Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ
الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan
negeri-negeri secara lalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat
kebaikan. QS.
Hud: 117.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian amar ma’ruf nahi munkar ?
2.
Siapa sasaran amar ma’ruf nahi munkar ?
3.
Bagaimana urgensi amar ma’ruf nahi munkar ?
4.
Bagaimana hukum amar ma’ruf nahi munkar ?
6.
Bagaimana akibat-akibat apabila meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui pengertian amar ma’ruf nahi munkar.
2.
Mengetahui sasaran amar ma’ruf nahi munkar.
3.
Mengetahui urgensi ma’ruf nahi munkar.
4.
Mengetahui hukum ma’ruf nahi munkar.
6.
Mengetahui akibat-akibat apabila meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Secara
Etimologis
Pada
hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan kata yang apabila
dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai berikut: امر
: amar, معرف maruf,
nahi, dan :منكر Munkar. Manakala keempat kata tersebut
digabungkan, akan menjadi: امربا
Sedangkan
menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan Amar sebagai berikut:
“Amar
ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada
pihak yang lebih rendah kedudukannya”[2]
Selanjutnya
ma’ruf kata ini berasal dari kata: يعرف
- عرف
– معرفة
dengan arti (mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secara
harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh
karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial umum, tertarik kepada
pengertian yang dipegang oleh agama islam, maka pengertian maruf ialah, semua
kebaikan yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram, sedangkan
munkar adalah lawan dari ma’ruf yaitu durhaka, perbuatan munkar adalah
perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan.[3]
Nahi
menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan
untuk meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih adalah,
lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan
oleh orang yang lebih tinggi dari kita.[4]
Jadi
bisa disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal salih. “Amar” adalah
suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang
lebih rendah kedudukannya. Selanjutnya kata “ma’ruf” mempunyai arti
“mengetahui” bila berubah menjadi isim kata ma’ruf maka secara harfiah berarti
terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga
diakui dalam konteks kehidupan sosial namun ditarik dalam pengertian yang
dipegang oleh agama islam. Sedangkan Nahi menurut bahasa adalah
larangan, menurut istilah adalah suatu lafad yang digunakan untuk meninggalkan suatu
perbuatan. Sedangkan menurut ushul fiqh adalah lafad yang menyuru kita untuk
meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi
dari kita.[5]
Dari
pengertian di atas, nampaknya amar ma’ruf nahi munkar merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena kalimat
tersebut suatu istilah yang dipakai dalam al-Qur’an dari berbagai aspek,
sesuai dari sudut mana para ilmuan melihatnya, oleh karena itu boleh
jadi pengertiannya cenderung ke arah pemikiran iman, fiqih dan akhlak.
2.
Secara Terminologis
Salman
al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah segala sesuatu yang
diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya, segala sesuatu yang di cintai
oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak
disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i
dan akal.[6]
Sedangkan
imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah
merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan
Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat islam.[7]
Adapun
pengertian nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala
bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf berarti menghalalkan semua yang
baik, karena itu yang mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.[8]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan
kewajiban dan amalan sunah yang sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib
dan sunah hendaklah maslahat di dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya,
karena para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa hal ini, dan
Allah tidak menyukai kerusakan, bahkan setiap apa yang diperintahkan Allah
adalah kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan dan orang-orang yang berbuat baik
dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, serta mencela orang-orang
yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat, apabila mafsadat amar ma’ruf dan
nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah sesuatu yang
diperintahkan Allah, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan yang
haram, sebab seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam menghadapi
hamba-Nya, karena ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan inilah makna”[9]
Dalam
surat Ali Imran ayat 110 juga dijelaskan bahwa:
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekirannya Ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”[10]
Ayat
ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atas iman,
padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang
pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dimana
umat Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya
dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan
kewajiban mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah
yang maha tinggi dan maha kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada
tugas utamanya dalam kehidupan ini, atau bermalasmalasan dalam melaksanakannya,
yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Dengan
jelas Allah menegaskan bahwa umat islam adalah sebaikbaik umat yang senantiasa
berbuat ihsan sehingga keberadaannya sangat besar manfaatnya bagi segenap umat
manusia. Dengan amar ma’ruf nahi munkar berarti menyempurnakan bagin umat yang
lain tidak ada yang memerintahkan untuk melaksanakan semua ma’ruf bagi
kemaslahatan seluruh umat lapisan manusia dan tidak pula melarang semua orang
dari berbuat kemungkaran.[11]
B.
Sasaran Amar
Ma’ruf Nahi Munkar
Siapa
yang Harus Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar?
Yaitu,
setiap muslim yang kuasa, dan tidak ada keyakinan dalam dirinya bahwa jika ia
melakukan pertentangan, niscaya ia mendapat kemudharatan, atau bahwa cegahannya
tidak digubris.
Siapa
yang menjadi sasaran amar ma’ruf nahi munkar?
Yaitu,
setiap orang yang mukallaf.[12]
Mukallaf adalah orang yang dikenai beban kewajiban agama di seluruh dunia.
Karena itu tidak termasuk syarat tabligh risalah (tugas kerasulan). Kemudian
bila mereka (umat) menyia-nyiakan dan tidak merasa lapang dengan sampainya hal
itu – sementara si mubalig melaksanakan kewajibannya – maka penyia-nyiaan itu
datang dari mereka, bukan dari mubalig.[13]
1.
Q.S Al Imran 110
2.
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.
a. Tafsir
Ayat
tersebut menerangkan bahwa:
Menurut
Ar-Razi, umat ini diunggulkan dari umat lain, karena, umat ini melakukan amar
ma’ruf nahi munkar melalui jalan yang paling kuat, yaitu
peperangan. Karena penentangan terhadap yang munkar terkadang melalui hati,
lisan atau tangan, dan yang paling kuat melalui peperangan.[14]
Mengenai
keistinewaan umat Islam, Abu Hurairah pernah berkata:
كُنْتُمْ
خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْتُوْنَ بِهِمْ فِى الْقُيُوْدِ
وَالسَّلَاسِلِ حَتَّى تُدْخِلُوْهُمُ الْجَنَّة
“Kalian adalah manusia terbaik bagi
manusia lain. Kalian membawa mereka dalam belenggu-belenggu dan rantai sampai
kalian memasukkan mereka ke dalam surga.”
Allah
Swt menjelaskan, inilah umat terbaik bagi manusia. Ia paling banyak memberi
manfaat dan paling banyak berbuat baik (Ihsan) kepada mereka, karena ia
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan mereka melakukan
itu melalui jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka, dan ini adalah
manfaat yang sempurna bagi makhluk.[15]
C. Urgensi
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Al
Imran 104
Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
104.
dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar.
a. Tafsir
Dalam ayat di
atas, terdapat keterangan wajibnya menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar. Hukum yang berlaku menurut
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah
fardhu kifayah, karena bila telah ada sebagian yang melakukannya, maka lepaslah
kewajiban dari yang lain. Karena telah difirmankan.[16]
وَلْتَكُوْنْ
مِّنْكُمْ اُمَّةٌ
(Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat...)[17]
Apabila
seseorang yang dikenai kewajiban tidak melakukannya, berdosalah semua orang
yang mampu (melakukannya) sesuai kadar kemampuannya.
Karena
Allah menyuruh kepada setiap yang ma’ruf dan mencegah dari setiap yang munkar,
maka jika mereka (umat) mencapai kesepakatan dalam membolehkan sesuatu yang
haram, menggugurkan suatu kewajiban, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan, atau
menyampaikan sesuatu tentang Allah atau makhluk-Nya dengan batil, mereka telah
melakukan amar munkar nahi ma’ruf
(menyuruh kepada yang munkar dan
mencegah dari yang ma’ruf).[18]
2. Q.S
At Taubah: 71
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 crâßDù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# cqßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# cqè?÷sãur no4qx.¨9$# cqãèÏÜãur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷zy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îÍtã ÒOÅ3ym ÇÐÊÈ
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki
dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.[19]
a. Tafsir
Global
(71)
Ayat ini menerangkan bahwa orang mukmin, pria maupun wanita saling menjadi
pembela diantara mereka.Selaku mukmin ia membela mukmin lainnya karena hubungan
agama.Wanitapun selaku mukminah turut membela saudara-saudaranya dari kalangan
laki-laki mukmin karena hubungan seagama sesuai dengan fitrah
kewanitannya.Istri-istri Rasullah dan istri-istri para sahabat
turut kemedan perang bersama-sama tentera islam untuk menyediakan air
minum dan menyiapkan makanan karena orang-orang mukmin itu sesame mereka terikat
oleh tali keimanan yang membangkitkan rasa persaudaraa,kesatuan, saling
mengasihi dan saling tolong menolong.Kesemuanya itu didorong oleh semangat
setia kawan yang menjadikan mereka sebagai satu tubuh atau satu bangunan yang
saling menguatkan dalam menegakkan keadilan dan meninggikan kalimah Allah.
Sifat-sifat
yang dimiliki orang mukmin berbeda dari sifat munafik pada hal berikut:
1.
Orang mukmin
selalu mengajak berbuat baik dan melarang perbuatan munkar, sedang orang
munafik selalu menyuruh berbuat munkar dan melarang berbuat baik.
2.
Orang mukmin
mengerjakan sholat dengan khusyuk dengan hati yang ikhlas sedang orang munafik
mengerjakan sholat dalam keadaan terpaksa dan riya.
3.
Orang mukmin
selalu mengeluarkan zakat sedangkan orang munafik kikir.
4.
Orang mukmin
selalu taat pada Allah, dan kafir sebaliknya.
b. Ayat
Munasabah
Sesudah
ayat-ayat yang lalu menerangkan tentang sikap dan tingkah laku orang-orang
munafik dan ancaman Allah kepada mereka didunia dan akhirat, maka ayat-ayat ini
menerangkan sikap dan sifat-sifat orang mukmin dan janji-janji Allah dan
ganjaran panara yang akan diberikan kepada mereka didunia dan akhirat.[20]
3. Q.S
Al A’raf 199
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&ur Ç`tã úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ
199. jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.[21]
a. Tafsir
Global
(199)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya, agar berpegang teguh pada prinsip
umum tentang moral dan hukum.
1. Sikap Pemaaf
dan berlapang dada
Allat swt menyuruh RasulNya agar beliau memaafkan dan berlapang terhadap
perbuatan, tingkah laku dan akhlak manusia dan janganlah beliau meminta dari
manusia apa yang sangat sukar bagi mereka sehingga mereka lari dari agama.
2. Menyuruh
manusia berbuat Ma’ruf(baik)
Pengertian ‘urf pada ayat ini adalah
ma’ruf.Adalah ma’ruf adalah adat kebiasaan masyarakat yang baik, yang tidak
bertengtangan dengan ajaran agama ilam.
4.
Tidak Mempedulikan
orang jahil.
Yang dimaksud orang jahil ialah orang
yang bersifat kasar dan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap para nabi dan
tidak dapat disadarkan.Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menghindarkan
diri dari orang-orang jahil.Tidak melayani mereka, dan tidak membalas kekerasan
mereka dengan kekerasan pula.[22]
b. Ayat
Munasabah
Pada
ayat-ayat yang lalu sesudah menujukkan kelemahan dan kerendahan patung-patung,
Allag swt memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk mengadakan tantangan terhadap
berhala-berhala, dan Allah-lah yang menjadi pelindung baginya.Maka pada ayat
ini Allah memberikan pedoman-pedoman untuk Nabi dalam menjalankan dakwahnya dan
cara menghadapi setan.
D. Hukum
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Ahli
hadits bersepakat tentang wajibnya amar ma’ruf nahi munkar baik fardhu ain
maupun kifayah.
Ibnu Hazm
Rahimahullah, berpendapat bahwa amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardhu’ain
berdasarkan hadits said yang marfu’:[23]
عَنْ
أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
Dari Abu Sa’id
Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan
tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu
maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya
iman.(H.R Muslim:49; Abu Dawud 1140; Tirmidzi 2173; Nasa’I VII: 111; dan Ibnu
Majah: 4013).
a. Konteks
dan Maksud Hadits
Jadi
yang dituntut seorang muslim disaat melihat sesuatu kemungkaran hendaknya dia
merubah sesuai dengan kemampuannya.Dalam hal ini bertahap mulai dari bentuk
nahi mungkar yang tertinggi sampai terendah.
Adapun
terjadinya menurut perbuatan,yang pertama kali terjadi adalah terpengaruhnya
hati,berpalingnya serta keingkarannya terhadap kemungkaran disaat
melihatnya.Kemudian hati mengirimkan perintah pada lisan untuk mengucapkan
keingkarannya terhadap kemungkaran tersebut pada pelakunya.
Jika
dia mau menurut dan mencabut kemungkarannya maka yang demikian inilah yang
dimaksud, dan jika tidak maka nahi munkar beralih ketangan.Jadi dari segi
terjadinya pertama kali adalah nahi munkar dengan hati,lisan lalu tangan.
Akan tetapi
yang dituntut setiap muslim adalah nahi munkar dengan tangan jika mampu, dan
jika tidak beralih dengan lisan, dan jika tidak mampu cukup dengan hati yaitu
dengan membenci kemungkaran tersebut.
Nahi
munkar dengan hati hukumnya fardlu’ain bagi setiap kaum muslimin dalam seluruh
keadaan, Karena tidak ada seorangpun yang mampu menghalangi hati orang lain
untuk membenci kemungkaran.
Dan
didalam hadits ibnu Mas’ud dikatakan:” Dan dibalik itu tidak ada iman sebesar
biji sawipun.” Maksudnya bahwa orang yang melihat kemungkaran kemudian hatinya
tidak bergerak untuk membenci kemungkaran tersebut, maka orang yang demikian
ini didalam hatinya tidak ada iman sekali.[24]
E.
Akibat-akibat
apabila meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Q.S
Al Maidah: 78-79
ÆÏèä9 tûïÏ%©!$# (#rãxÿ2 .`ÏB û_Í_t/ @ÏäÂuó Î) 4n?tã Èb$|¡Ï9 y¼ãr#y Ó|¤Ïãur Ç`ö/$# zOtötB 4 y7Ï9ºs $yJÎ/ (#q|Átã (#qçR%2¨r crßtF÷èt ÇÐÑÈ (#qçR$2 w cöqyd$uZoKt `tã 9x6YB çnqè=yèsù 4 [ø¤Î6s9 $tB (#qçR$2 cqè=yèøÿt ÇÐÒÈ
78.
telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas.
79.
mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka
perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.
a. Tafsir
Surat Al Maidah Ayat 78
Setelah
melarang melakukan kesesatan dan mengikuti orang-orang yang sesat,
diingatkan-Nya melalui ayat ini bahwa para nabi yang mereka agungkan tidak
merestui sikap mereka. Karena itu ditegaskan-Nya melalui ayat ini bahwa : Telah dilaknat, dikutuk oleh Allah dan
dijauhkan dari rahmat-Nya, orang-orang
kafir yang merupakan umat dari Bani Israil disebabkan oleh lisan yakni ucapan lidah Daud yang
melaksanakan syariat Musa as. Dan juga dengan lisan Isa putra Maryam, yang
dating mengukuhkan syariat Musa as. Yang
demikian itu yakni kutukan kedua nabi agung itu, tidak lain kecuali, disebabkan karena mereka, yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani telah durhaka dengan melakukan dosa-dosa mereka kepada Allah dan
Rasul-Nya dan masih selalu melampaui batas kewajaran, baik
dalam beragama maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Kata (n?tã) ‘ala
pada firman-Nya : (4 y¼ãr#y b$|¡Ï94 n?tã
È)
berarti disebabkan yang sekaligus
mengandung makna kemantapan, sehingga kata itu mengisyaratkan bahwa kutukan itu
benar-benar diucapkan oleh lidah beliau, bukan atas namanya, bukan juga dengan
bahasa yang digunakannya. Kutukan Daud as. Itu antara lain dapat ditemukan
dalam Mazmur 53-78 dan 109, sedang kutukan Isa as. Dapat ditemukan bertebaran
dalam dalam kitab perjanjian baru. Mengapa mereka dikutuk? Seakan-akan ada yang
bertanya demikian. Ini dijawab oleh penggalan ayat berikut yakni karena mereka telah durhaka dan selalu melampaui
batas.
Menurut
Thahir Ibn ‘Asyur, gabungan dari tiga hal yang dikandung ayat di atas (7Ï9ºs) dzalika/itu, (n?tã) ‘ala/sebab dan jawaban terhadap adanya
pertanyaan di atas, ketiganya melahirkan pembatasan, sehingga pada akhirnya
ayat ini mengandung makna bahwa kutukan tersebut tidak lain kecuali karena
kedurhakaan mereka. Pembatasan ini—lanjut Ibn ‘Asyur – perlu, agar tidak timbul
kesalahpahaman tentang sebab kutukan, yang seringkali disalahpahami oleh
kebanyakan orang, sehingga mencari sebab-sebab yang tidak jelas dan tidak
wajar, serta melupakan atau mengabaikan hal-hal yang penting dan sebenarnya.
Menyadari sebab kesalahan adalah tangga pertama meraih kesuksesan. Kekeliruan
dalam mendiagnosa penyakit tidak pernah akan mengantar kepada penemuan obat
yang sesuai dan tidak akan menghasilkan kesembuhan.
Asy-Sya’rawi
memahami kata (#q|Átã) ‘ashaw/mereka durhaka pada ayat ini
dalam arti melakukan pelanggaran yang akibatnya hanya menimpa diri sendiri,
sedang kata (crßtF÷èt) ya’tadun/ mereka melampaui batas adalah
kedurhakaan yang menimpa pihak lain.
Ada
juga ulama yang mempersamakan kandungan makna durhaka dan melampaui batas
melampaui batas mengakibatkan kedurhakaan, dan kedurhakaan adalah pelampauan
batas. Jika demikian, dua kata berbeda itu pada akhirnya menganung makna yang
sma. Kendati bentuk kata yang digunakannya berbeda, makna yang dikandungnya pun
mengandung perbedaan. Kata ‘ashaw/mereka telah durhaka, menggunakan bentuk kata
kerja masa lampau (madhi), maka ini menunjukkan bahwa kedurhakaan itu bukan
sesuatu yang baru tetapi sudah ada sejak dahulu, dan untuk mengisyaratkan bahwa
kedurhakaan itu masih berlanjut hingga kini dan masa dating, atau merupakan
kebiasaan sehari-hari mereka. Sedangkan kata (crßtF÷èt) ya’tadun/ melampaui batas dihidangkan
dalam bentuk kata kerja masa kini dan dating (mudhori/present tense), karena memang agresi, pelampauan batas dan
kedurhakaan sementara Ahl Al- kitab, terus berlanjut bukan saja hingga masa
turunnya ayat ini, tetapi hingga kini di tahun dua ribu Masehi. Ini tercermin
antara lain oleh agresi mereka terhadap bangsa Palestina dan serangan-serangan
mereka terhadap orang-orang tak berdosa.
Tafsir Al-Maidah : 79
Ayat
ini menjelaskan salah satu bentuk kedurhakaan mereka, khususnya ulama dan
cerdik cendikia mereka, sekaligus menjelaskan pertanyaan yang mungkin muncul
dalam benak, yakni bagaimana satu umat secara keseluruhan dapat di kutuk? Ini
di jelaskan dan dijawab dengan firman-Nya di atas bahwa : Mereka senantiasa
dari dahulu hingga kini tidak saling
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat, yakni tidak saling melarang
mengulangi perbuatan munkar yang di perbuat oleh sebagian mereka. Sungguh amat buruklah apa yang selalu mereka
perbuat itu.
Kata (cöqyd$uZoKt) yatanahaun/ saling melarang dalam arti
bila ada yang melakukan suatu kemunkaran, maka yang lain melarangnya, dan bila
suatu ketika yang melarang itu melakukan kemunkaran serupa atau berbeda, maka
ada lagi yang lain tampil melarangnya, baik yang dahulu pernah dilarang, maupun
anggota masyarakat lain.
Kata (cöqyd$uZoKt) yatanahaun dapat juga dipahami dalam
arti berhenti, yakni tidak melakukan, sehingga jika dipahami demikian, dengan
penambahan kata (لا) la/ tidak, ayat ini berarti bahwa mereka
terus-menerus dan tidak henti-hentinya melakukan kemunkaran.
Ayat
ini merupakan salah satu dasar menyangkut kewajiban melaksanakan amar ma’ruf
dan nahi munkar.
Kata (x6YB) munkar adalah lawan kata (معرف)
ma’ruf. Kata munkar atau mungkar
dipahami oleh banyak ulama sebagai segala sesuatu, baik ucapan maupun perbuatan
yang bertentangan dengan ketentuan agama, akal dan adat istiadat. Kendati
demikian, penekanan kata munkar lebih banyak pada adat istiadat, demikian juga
kata ma’ruf yang dipahami dalam arti
adat istiadat yang sejalan dengan tuntutan agama. [25]
Kejahilan
dan sedikitnya pemahaman terhadap dien sungguh telah menutupi hati sebagian
orang-orang yang ilmunya dangkal. Mereka terpedaya oleh pengabaian Allah Azza Wa
Jalla, dan mereka mengira bahwa peringatan tentang akibat apabila bergelimang
dengan kemunkaran dan diam terhadap suatu kemunkaran, merupakan salah satu
bentuk teror pemikiran, bukan sesuatu yang sebenarnya.
Akan
tetapi, orang-orang yang mengambil cahaya wahyu dan memperhatikan nash-nash
Al-Qur’an dan As-sunnah betul-betul mengetahui akibat besar yang Allah
berlakukan terhadap setiap ummat yang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar, baik
nash-nash tersebut berupa kisah-kisah tentang binasanya ummat-ummat yang
mengabaikan syiar tersebut, atau ancaman bagi orang yang mengikuti jalan
mereka. Tidak perlu azab-azab tersebut diberi batasan bahwa akan muncul pada
hari anu atau malam anu, sebab yang menentukan waktu dan tempatnya serta
sifat-sifatnya hanyalah Allah bukan manusia.
Akibat-akibat buruk tersebut banyak sekali namun yang
paling menonjol adalah :
1. Banyaknya
kekejian
Bagaimana
banyaknya kekejian itu?
Sesungguhnya kemunkaran bila telah dilakukan secara
terang-terangan didalam suatu masyarakat, dan tidak ada orang yang mencegahnya
maka kemunkaran tersebut akan semakin kokoh dan merajalela. Dan menjadi bukti
atas kokohnya kedudukan ahli kemunkaran dan kekuatannya, serta menjadi wasilah
memanusia dalam bertaklid kepada mereka. Betapa semangatnya ahli kemunkaran terhadap
hal tersebut. Oleh karena itu Allah Jalla wa ‘Ala memperingatkan kepada mereka
dengan firman-Nya :
cÎ) tûïÏ%©!$# tbq7Ïtä br& yìϱn@ èpt±Ås»xÿø9$# Îû úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNçlm; ë>#xtã ×LìÏ9r& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur 4 ª!$#ur ÞOn=÷èt óOçFRr&ur w tbqßJn=÷ès? ÇÊÒÈ
19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan
yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka
azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu
tidak mengetahui. (Q.S. An-Nur : 19)
Apabila sebagian manusia telah bertaklid kepada para
pelaku kemunkaran dalam kemunkarannya, kebatilan mulai muncul, dan persoalan
tersebut sedikit demi sedikit sudah dianggap remeh oleh jiwa. Sedang manusia
diam dan tidak memperdulikannya dan mereka sibuk dengan persoalan yang lebih
besar daripadanya, sementara kemunkaran terus merajalela sampai banyak muncul
kekejian, dan menjadi suatu hal yang wajar dimana jiwa sudah menjadi biasa dan
mendidik dengannya.
Sebaliknya kema’rufan menjadi lemah dan menjadi
sesuatu yang asing. Oleh karena itu khalifah Umar bin Abdul Aziz – rihimahullah
mengatakan didalam suratnya kepada Amir Madinah yang isinya memerintahkan
kepada dia agar memerintahkan kepada para ulama untuk mengajarkan ilmunya di
masjid-masjid : “Hendaklah mereka menyebarkan ilmu, sebab ilmu tidak akan
lenyap sampai menjadi sesuatu yang tersembunyi”.
Sesungguhnya merupakan akibat yang fatal bila
kemunkaran merajalela dan kema’rufan menjadi sesuatu yang asing.
2. Banyaknya
Kekejian memberikan isyarat akan datangnya azab Ilahi Secara Umum
Imam Malik telah memberikan bab khusus tentang masalah
ini didalam kitabnya Al-Muwatho’ yang dia beri nama “bab tetang azab secara
umumkarena amalan orang tertentu”. Dan dibawah judul tersebut beliau
mencantumkan atsar dari Umar bin Abdul Aziz,
yaitu ucapan beliau rohimahullah : “Dikatakan : sesungguhnya Allah
tabaaraka Wa ta’ala tidak akan mengazab masyarakat secara umum karena perbuatan
orang-orang tertentu, akan tetapi bila kemunkaran dilakukan secara
terang-terangan semuanya berhak memperoleh azab.” (Al-Muwatho’I : 991)
Atsar tersebut memperkuat apa yang telah disebutkan
tentang bahaya melakukan maksiat secara terang-terangan, dan tentang wajibnya
membedakan antara kemunkaran yang tersembunyi dan kemunkaran yang dilakukan
secra terang-terangan.
3. Perselisihan
dan Pertentangan
Sesungguhnya diantara akibat yang paling fatal yang
menimpa masyarakat yang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar adalah berubahnya masyarakat
tersebut kepada kelompok-kelompok dan golongan-golongan yang paling
bertentangan karena menuruti hawa nafsunya, akhirnya terjadilah perselisihan
dan pertentangan.
Pertentangan tersebut menjadikan masyarakat tidak
berdaya di hadapan musuh ekstern yang sudah menunggunya.
Dan tidak ada yang bisa melindungi masyarakat tersebut
dari perpecahan dan pertentangan kecuali syari’at Allah, karena Dia menyatukan
manusia dan mengendalikan hawa nafsu. Adapun jika manusia jauh dari syariat
Allah ta’ala, bisa jadi setiap orang mengikuti hawa nafsunya, sedangkan hawa
nafsu manusia tidak terkendalikan.
Orang-orang yang memperhatikan keadaan beberapa Negara
Islam dia akan mendapatkan bahwa sebab perpecahan masyarakat yang paling
menonjol disana adalah karena mengabaikan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kemudian
karena hal tersebut akibatnya kefasadan merajalela dengan berbagai bentuk dan
ragamnya : pamer aurat, mabuk-mabukan, pesta musik, dansa-dansa, dan lain-lain.
Kefasadan ini mengakibatkan para reformis yang
melakukan perbaikan marah dan cemburu karena larangan-larangan Allah dilanggar,
kemudian mereka berusaha merubah kemunkaran tersebut namun mereka tidak
mendapati cara syar’i yang memungkinkan bagi mereka untuk merubah kemunkaran
tersebut, akhirnya mereka terpaksa menggunakan jalan pintas yang menjadikan
masyarakat terpecah belah dan saling bertentangan.
Contoh-contoh dari hal tersebut didalam masyarakat
Islam tidak sedikit, diantaranya adalah apa yang terjadi di Mesir, sejumlah
orang yang ghirahnya tinggi melakukan nahi munkar dengan penuh semangat dan
cara emosional, dimana telah diumumkan di Universitas Asyuth tentang pesta
musik yang memberlakukan ikhtilat. Kemudian tampillah sejumlah mahasiswa
menentang kemunkaran tersebut, mereka memasuki tempat pesta dengan paksa,
menghancurkan alat-alatnya dan melarang diadakannya pesta di malam tersebut.
Orang-orang selain mereka yang penuh semangat
memandang perbuatan tersebut sebagai suatu perbuatan yang mengacaukan keamanan.
Seandainya mereka-mereka yang semangatnya tinggi
tersebut mendapati cara syar’i untuk melakukan nahi munkar, tidak seorangpun
dari mereka yang menggunakan cara tersebut. Akan tetapi cara-cara yang benar
telah tertutup di hadapan mereka, dan pintu telah tertutup bagi yang lain,
akhirnya mereka menggunakan cara-cara yang sulit.
Diantara bentuk perpecahan yang terjadi di dalam
masyarakat akibat meninggalkan syari’at ini adalah tersebarnya kemunkaran di
tengah-tengah manusia seperti rasa iri, dengki, dan hasud, permusuhan,
pertentangan, dan bentuk lainadalah perbedaan pandangan, pendapat, perbuatan,
ucapan, dimana masyarakat itu sendiri saling menghancurkan satu sama lain, dan
menghancurkan dirinya dengan tangannya sendiri.
Ini adalah termasuk kemunkaran yang paling besar yang
wajib untuk dicegah dan diwaspadai. Dan diamnya orang-orang yang berilmu dan para
ulama terhadap hal tersebut merupakan faktor penyebab tersebarnya dan
merajalelanya kemunkaran tersebut, serta sulitnya untuk mengatasinya.
Sesungguhnya kemunkaran itu dilarang oleh Allah karena
didalamnya mengandung kekejian dan bahaya, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemudian juga merupakan maksiat, merusak pribadi dan masyarakat, dan sebagai
faktor terpecah belahnya dan kehancurannya. Dan diam serta mengabaikan terhadap
hal tersebut merupakan bukti yang kuat tentang hilangnya standar kritik yang benar
dan membangun.
Hal tersebut merupakan persekongkolan keji dengan
orang yang kuat dan jahat yang menghendaki kejelekan kepada ummat, dan berusaha
mengahncurkan kebaikan.
4. Berkuasanya
Musuh
Allah Azza wa jalla terkadang menguji masyarakat ang
mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar dengan menguasakan musuh ekstern kepada
mereka, mereka disakiti dan terkadang dirampas apa yang mereka miliki, dan
hartanya diperlakukan semaunya oleh musuh tersebut.
Kaum muslimin dalam sejarahnya telah diberi contoh
tentang hal tersebut, barang kali diantaranya adalah apa yang telah terjadi
terhadap kaum muslimin di Andalus (Spanyol), dimana keperkasaan dan kekuatannya
telah berubah disaat kemunkaran merajalela di tengah-tengah mereka dan tidak
ada yang mencegahnya. Akhirnya menjadi kehinaan. Direndahkan dan dihinakan oleh
orang-orang Nasrani, sampai para raja dan pemimpinnya dijual di pasar budak
sambil menangis.
Hal yang serupa adalah apa yang terjadi di Palestina
tentang penguasaan Yahudi terhadap kaum Muslimin, pembunuhan dan pengusiran
yang dilakukan oleh mereka terhadap kaum Muslimin, sampai Palestina menjadi
seperti Andalus.
5. Tidak
terkabulnya do’a
Manusia hanya berlindung kepada Allah disaat ditimpa
suatu musibah, mereka memohon kepada Allah agar menghilangkan kesusahan yang
dideritanya, sampai orang-orang musyrikpun melakukan hal tersebut.
Sedangkan kaum muslimin yang mengabaikan syi’ar amar
ma’ruf dan nahi munkar disaat ditimpa adzab, mereka berlindung kepada Allah
Azza wa jalla dan berdo’a kepada-Nya, akan tetapi doanya tersebut tidak
terkabul, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Khudzaifah bahwa Nabi
saw bersabda :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ
اليَمَانِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ
أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ
تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“
Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, (pilih) kalian mau beramar ma’ruf dan
nahi munkar, ataukah Allah sudah nyaris akan menimpakan azab-Nya kepada kalian,
kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan tidak di kabulkan. (H.R. Tirmidzi 2169 :
Ahmad di dalam Al-Musnad V : 588).
6. Krisis
Ekonomi
Krisis ekonomi telah melanda masyarakat yang
mengabaikan amar ma’ruf dan nahi munkar, kemiskinan bertambah, dan mereka
merasakan petaka seperti sulitnya mencari rizki.
Pada sebagian masyarakat Islamkrisis telah mencapai
pada suatu tingkat kemiskinan yang memprihatinkan, sampai seseorang bersusah
payah mencari sesuap nasi namun tidak mendapatkannya, yang membuat dirinya
bututh terhadap apa yang ada di tangan orang-orang Nasrani yang berupaya mengkristenkan
orang-orang Muslim. Kemudian hal tersebut mengakibatkan seorang Muslim menjadi
termakan oleh kristenisasi. Naudzubillah, khususnya kesibukan mencari sesuap
nasi itu terkadang bisa melalaikan banyak orang dari persoalan dien yang
mengakibatkan dia lari dan meremehkannya.
Demikianlah kemunkaran, merupakan suatu mata rantai
yang saling kait mengait antara yang satu dengan yang lain sampai penderitanya
jatuh tersungkur.
7. Tenggelam
dalam Syahwat
Meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar bisa
mengakibatkan terjerumus kedalam syahwat dan tenggelam kedalamnya. Demikianlah
keadannya, menjadikan manusia terpaut dengan dunia, berjiwa lemah dan loyo.
Pemuda yang tidak memiliki kesenangan kecuali
lagu-lagu cengeng, majalah yang ‘tidak layak’, atau pembicaraan kotor, melalui
telepon, atau pergi ke negeri yang bebas, maa pemuda yang seluruh kehidupannya
menjadi syahwat tersebut apakah mampu terlepas dari kulit dunia, dan
bersungguh-sungguh menggapai ilmu yang nafi’.
Mampukah dia memikul senjata untuk membela diri dan ummatnya?
Sudah pasti bahwa dia tidak akan mampu terhadap hal tersebut, karena dia sudah
terbiasa terpaut dengan dunia dan tenggelam kedalam syahwat, dan tidak terbiasa
dengan kehidupan yang penuh dengan kesungguhan.
Anda akan mendapati kebenaran hal tersebut, bila anda
memperhatikan mayoritas para pemuda yang dikirim ke negri barat, dimana anda
akan melihat pemuda yang komit dengan diennya diantara mereka,
bersungguh-sungguh dalam menggapai ilmu, sebab dia memiliki keinginan ummat,
tidak menyembah syahwat, dan tidak terbelenggu dalam dunia yang fana.
Adapun pemuda yang menuruti syahwatnya dan menyimpang,
anda akan melihatnya tenggelam didalam syahwat dan keinginannya tidak
bersungguh-sungguh dalam menggapai ilmu dan kurang perhatian, karena dia hanya
memikul keinginan hawa nafsunya, akhirnya merugikan dan menjadi bencana bagi
ummat.
8. Mengabaikan
Persiapan
Baik persiapan mental dengan kekuatan hati dan
keberanian atau persiapan fisik, untuk menghadapi musuh. Sesungguhnya yang
melakukan persiapan dengan baik hanyalah orang-orang yang berkemauan tinggi,
dan berpaling dari hal-hal yang hina. Adapun mereka yang tenggelam dalam
syahwat tidak akan mampu terhadap hal tersebut. Bahkan sekedar ucapan tentang
perang saja sudah menakutkan bagi mereka, apalagi ikut terlibat dalam kancah
peperangan.
9. Tempat
Pijakan Ummat Mulai Berubah
Ada akibat yang sangat berbahaya yaitu tempat pijakan
ummat di beberapa Negara Islam mulai berubah. Yang demikian itu karena
orang-orang munafik senantiasa berbuat kerusakan dan tidak merasa cukup dengan
menyebarkan kemunkaran-kemunkaran saja, bahkan mereka membuat rencana-rencana
untuk ‘menelanjangi’ ummat dari diennya secara keseluruhan, sampai berubah
menjadi orang sekuler yang menerima untuk berhukum dengan hokum Thaghut dan
menolak hukum Allah, hingga tersebar di tengah-tengah mereka penyimpangan apa
saja baik pemikiran maupun akhlak.
Perubahan ini lebih berbahaya daripada penguasaan
orang-orang kafir dan munafik secara militer terhadap Negara-negara Islam.
Fakta telah membuktikan hal tersebut. Seandainya anda perhatikan pasti anda
akan mendapati Negara-negara Islam yang dirampas dari tangan kaum Muslimin
dengan kekuatan militer yang terbatas seperti Andalus yang dirampas oleh
orang-orang Nasrani dan Palestina yang dikuasai oleh orang Yahudi secara paksa.[26]
Munasabah
Ayat-ayat yang lalu menerangkan keburukan tingkah laku
orang-orang yang menganggap Almasih adalah Tuhan. Mereka mengikuti hawa nafsu
dan membunuh nabi-nabi. Mereka terus menerus berbuat kesesatan. Kemudian dalam
ayat ini Allah menerangkan kutukan-Nya terhadap orang Yahudi yang kafir. [27]
Hadits
Rasulullah
SAW bersabda :
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ
قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ بَذِيمَةَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ
بَنِي إِسْرَائِيلَ لَمَّا وَقَعَ فِيهِمُ النَّقْصُ، كَانَ الرَّجُلُ يَرَى
أَخَاهُ عَلَى الذَّنْبِ فَيَنْهَاهُ عَنْهُ، فَإِذَا كَانَ الْغَدُ لَمْ
يَمْنَعْهُ مَا رَأَى مِنْهُ، أَنْ يَكُونَ أَكِيلَهُ وَشَرِيبَهُ وَخَلِيطَهُ،
فَضَرَبَ اللَّهُ قُلُوبَ بَعْضِهِمْ بِبَعْضٍ، وَنَزَلَ فِيهِمُ الْقُرْآنُ،
فَقَالَ: {لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ
دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ} حَتَّى بَلَغَ {وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ
وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ} [المائدة: 81]
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar
telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada
kami Sufyan dari Ali bin Badzimah dari Abu 'Ubaidah dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketika terjadi
krisis moral di tengah-tengah Bani Israil, ada seorang laki-laki melihat
saudaranya berbuat dosa, maka dia pun melarangnya. Namun di esok harinya dia
tidak mencegahnya dari apa yang dia lihat dari saudaranya supaya dia menjadi
teman makan, teman minum dan teman bergaul. Maka Allah menutup hati mereka
dengan sebagian yang lain, dan turunlah ayat Al Quran mengenai diri mereka,
Allah berfirman: '(Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan
lisan Daud dan 'Isa putera Maryam...) ' sampai pada ayat '(Sekiranya mereka
beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan
kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu
menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
fasik) ' (Qs. Al Maidah: 78-81)
Konteks
Dan Maksud Hadits
Hadits ini merupakan hubungan dari Al-Qur’an Surat Al-Maidah
ayat 78-79 yang menerangkan bahwa kebiasaan Yahudi ialah membiarkan kemunkaran
terjadi di hadapan mereka disebabkan mereka tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi
munkar. Demikianlah buruknya perbuatan mereka itu, sehingga hal itu menjadi
sebab adanya kutukan Allah pada mereka.
Takhrij
Hadits
Riwayat
Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Majah. Menurut at-Tirmizi, hadits ini hasan.[28]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tiada kata yang
pantas kita ucapkan kecuali
rasa syukur kepada Sang Pencipta, yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Dari uraian di
atas dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1.
Konsisnten
dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting
dan merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu
dalam sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir
dengan hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri.Terkandung salam Q.S
At Taubah 71 dan Q.S Al Imran 104
2.
Hukum
amar ma’ruf nahi munkar adalah fardlu’ain dan fardlu kifayah.Fardlu’ain jika
hanya orang tertentu yang tahu maka harus mencegahnya.Tapi jika kemungkaran
sudah dicegah maka gugurlah kewajiban.Ada dikandungan H.R Muslim:49; Abu
Dawud 1140; Tirmidzi 2173; Nasa’I VII: 111; dan Ibnu Majah: 4013.
3.
Tiga dasar umum
dalam berdakwah adalah sikap pemaaf, melaksanakan tradisi masyarakat yang tidak
bertentangan dengan syariat, menghindari orang jahil/musuh.Terkandung dalam Q.S
Al Araf 199.
4. Surat
Al-Maidah ayat 78-79 menjelaskan bahwa orang Yahudi suka mengerjakan perbuatan
maksiat dan melampaui batas. Hati mereka tidak sedikit pun tergerak untuk
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
5. Akibat
meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar diantaranya banyaknya kekejian, banyaknya
kekejian memberikan isyarat akan datangnya azab Ilahi secara umum, perselisihan
dan pertentangan, berkuasanya musuh, tidak terkabulnya do’a, krisis ekonomi,
tenggelam dalam syahwat, mengabaikan persiapan, dan tempat pijakan umat mulai
berubah.
B. Saran
Dalam pembuatan
makalah ini, kami penulis mendapatkan pengetahuan yang sangat bermanfaat
mengenai amar ma’ruf nahi munkar. seyogyanya kita semua terutama para pembaca
untuk dapat mempelajari dan mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan
sehari-hari, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran agar menjadi orang-orang yang beriman.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Qur’an
Al –Audah Salman dan Fadli
Ilahi.1993.Amar Ma’ruf Nahi Munkar.Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar
Pustaka Al-Kautsar
Hamka. 1981. Tafsir Al-Azhar. Jakarta : Yayasan nurul islam
Kementrian
Agama RI. 2010. Al-Qur’an &
Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6. Jakarta : Lentera Abadi
Kementrian
Agama RI.2010.Alqur’an & Tafsirnya
Jilid III Juz 7-8-9.Jakarta: Lentera
Abadi
Abadi
Mundhur, Ibnu. Lisan al Arab. Jilid XI. Beirut: dar al
Shodir, tt
Salman Bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar,
Penj. Ummu ‘udhma’ azmi. Solo: Pustaka Mantiq
Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir
Al-Mishbah Volume 3, Jakarta :
Lentera Hati
Taimiyah,
Ibnu.1983.Menuju Umat Amar Ma’ruf Nahi Munkar.Jakarta: Pustaka Panjimas
Taimiyah, Ibnu. 1995. Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar,
Penj. Abu fahmi. Jakarta: gema Insani Press
Umam, Khairul dan A Ahyar Aminuddin. 1998. Usul Fiqih II.
Bandung: Pustaka Setia
[1] Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, Usul Fiqih II, (Bandung:
Pustaka Setia, 1998), h. 97
[3] Ibnu Mundhur, Lisan al Arab, Jilid XI, (Beirut: dar al
Shodir, tt), h. 239
[4] Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, Op.cit, h. 117
[5] Ibid, h. 107
[6] Salman Bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar,
Penj. Ummu ‘udhma’ azmi,
(Solo: Pustaka Mantiq), h. 13
[7] Ibnu Taimiyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu
fahmi, (Jakarta: gema Insani
Press, 1995), h. 15
[8] Ibid, h. 17
[9] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta :
Yayasan nurul islam, 1981), h. 65
[10]
Q.S. 3 : 110
[11] Ibid, h.18
[12]
Ibnu Taimiyah, Op. Cit, h. 23
[13] Ibid.
h. 52
[14] Ibid.
h. 24.
[15]
Ibnu Taimiyah, Op. Cit. h. 48
[16]
Ibnu Taimiyah, Menuju Umat Amar Ma’ruf
Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), h. 22.
[17] Ibid.
h. 23
[18] Ibid.
h. 52
[19] Al
qur’an Q.S At Taubah 71
[20]
Kementrian Agama RI.Alqur’an dan Tafsirnya Jilid III 7-8-9,(Jakarta:
Lentera Abadi, 2010), h. 511-514
[21] Al
Qur’an Q.S Al A’raf 199
[22]Kementrian
Agama RI, Op.Cit, h. 555-559
[23]
Salman Al Audah dan Dr. Fadli Ilahi.Amar Ma’ruf Nahi Munkar(Jakarta:
Pustaka Al Kautsar, 1993), h. 49-51
[24] Ibid,
h. 49-51
[25]
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 3, (Jakarta : Lentera Hati ,2002) h. 174-176
[26]
Salman Al-Audah dan Dr. Fadli Ilahi,Op.cit, h. 29-48
[27]
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6,
(Jakarta : Lentera Abadi, 2010) h. 449
[28] Ibid.
h. 450
No comments:
Post a Comment