BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam telah menjadi kajian yang menarik minat banyak
kalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam tidak lagi dipahami
hanya dalam pengertian historis dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomena
yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang
bagaimana seorang individu harus memaknai kehidupannya. Islam telah menjadi
sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagian sah dari
perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari
satu aspek, karenanya dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner.
Sejarah Islam merupakan salah satu bidang studi islam yang
banyak menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana muslim maupun
non muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian
tersebut. Bagi umat islam, mempelajari sejarah islam selain akan memberikan
kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati. Dengan mengetahui bahwa
umat islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam segala bidang selama
beratus-ratus tahun misalnya, akan memberikan rasa bangga dan percaya diri
menjadi umat islam. Demikian pula dengan mengetahui bahwa umat islam juga
mengalami kemunduran, penjajahan dan keterbelakangan, akan menyadarkan umat
islam untuk memperbaiki keadaan dirinya dan tampil untuk berjuang mencapai
kemajuan.
1.2
Perumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian dari pendekatan historis studi islam?
1.2.2
Bagaimana pendekatan historis studi islam?
1.2.3
Apa aplikasi dan manfaat pendekatan historis dalam studi islam?
1.2.4
Bagaimana periodesasi pada pendekatan historis studi islam?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian pendekatan historis studi islam.
1.3.2
Untuk mengetahui bagaimana pendekatan historis studi islam.
1.3.3
Untuk mengetahui aplikasi dan manfaat pendekatan historis dalam studi islam.
1.3.4
Untuk mengetahui periodesasi pada pendekatan historis studi islam.
1.4
Manfaat
1.4.1
Agar Mahasiswa atau Mahasiswi dapat mengetahui pengertian pendekatan historis
studi islam.
1.4.2
Agar Mahasiswa atau Mahasiswi dapat mengetahui bagaimana pendekatan historis
studi islam.
1.4.3 Agar Mahasiswa atau Mahasiswi dapat mengetahui
aplikasi pendekatan historis dalam studi islam.
1.4.4
Agar Mahasiswa atau Mahasiswi dapat mengetahui manfaat pendekatan historis
dalam studi islam.
1.4.5
Agar Mahasiswa atau Mahasiswi dapat mengetahui periodesasi pada pendekatan
historis studi islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pendekatan Historis Studi Islam
Yang
dimaksud dengan pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu
bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan
ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan
berbagai paradigma.
Menurut
Kuntowijoyo (1995 : 1) menyatakan bahwa secara etimologi, sejarah berasal dari
bahasa Arab “syajara”, yang berarti “terjadi”, atau “syajarah”, yang berarti
“pohon”, atau “syajarah al-nasab”, yang berarti pohon silsilah. Sejarah
adalah catatan-catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa lampau.
Secara
terminologis, ada yang mengartikan sejarah sebagai keterangan yang telah terjadi
dikalangan umat manusia pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih
ada.[1]
Sejarah
atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku
dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut.[2]
Dalam
arti luas, pendidikan atau studi adalah bimbingan yang dilakukan oleh seseorang
terhadap dirinya sendiri; seseorang terhadap orang lain; atau oleh lingkungan
terhadap seseorang (Ahmad Tafsir, 1994 : 24-27). Dalam arti sempit, pendidikan
adalah bimbingan yang dilakukan seseorang yang kemudian disebut pendidik,
terhadap orang lain yang kemudian disebut peserta didik.
Kata
“Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu
pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu pendidikan yang
berdasarkan Islam (Ahmad Tafsir, 1994 : 24).
Dapat
dirumuskan bahwa sejarah pendidikan islam adalah proses pewarisan dan pengembangan
budaya umat manusia dibawah sinar bimbingan ajaran islam, yaitu bersumber dan
berpedomankan ajaran islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabar
dalam sunnah Rasul dan bermula sejak Nabi Muhammad saw menyampaikan ajaran
tersebut kepada umatnya (Zuhairini, dkk., 1992 : 10 dan 12).[3]
2.2
Pendekatan Historis Studi Islam
Melalui
pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam
hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama
yang dalam hal ini islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari
Al-Qur’an, ia sampai pada kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al–Qur’an
itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Berisi
konsep–konsep dan bagian
2.
Berisi
kisah–kisah sejarah dan perumpamaan
Dalam
bagian pertama yang berisi
konsep–konsep, kita mendapati banyak sekali istilah Al–Qur’an yang merujuk
kepada pengertian–pengertian normatif yang khusus, doktrin–doktrin etik,
aturan–aturan legal, dan ajaran–ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah–istilah
atau singkatnya pernyataan–pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep–konsep
yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Al–Qur’an diturunkan atau
bisa jadi merupakan istilah–istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya
konsep–konsep religius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah–istilah
itu kemudian diintegrasikan ke dalam pandangan dunia Al–Qur’an, dan dengan
demikian lalu menjadi konsep–konsep yang otentik.
Selanjutnya,
jika pada bagian yang berisi konsep–konsep Al–Qur’an bermaksud membentuk pemahaman
yang komprehensif mengenai nilai–nilai islam, maka bagian kedua yang berisi kisah–kisah
dan perumpamaan, Al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk
memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap kejadian–kejadian atau
peristiwa–peristiwa historis dan juga melalui kiasan–kiasan yang berisi hikmah tersembunyi, manusia diajak
merenungkan hakikat dan makna kehidupan. Banyak sekali ayat yang berisi ajakan
semacam ini, tersirat maupun tersurat, baik menyangkut hikmah historis atau pun
menyangkut simbol-simbol. Misalnya simbol tentang rapuhnya rumah laba–laba,
tentang luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan atau tentang
keganasan samudera yang menyebabkan orang–orang kafir berdo’a.[4]
Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak
akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian
itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami
Al–Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah
turunnya Al–Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya Al–Qur’an
yang selanjutnya disebut sebagai Ilmu Asbab al–Nuzul (ilmu tentang sebab–sebab
turunnya ayat Al–Qur’an) yang pada intinya berisi sejarah turunnya Al–Qur’an.
Dengan ilmu asbabun nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang
terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditunjukan
untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.[5]
2.3
Objek dan Metode Mempelajari Historis Studi Islam
Objek
kajian sejarah pendidikan islam itu adalah fakta tentang tujuan pendidikan,
materi pendidikan, metode pendidikan, pendidik, peserta didik, media
pendidikan, evaluasi, lembaga pendidikan, dan lingkungan pendidikan sejak
proses pendidikan yang diselenggarakan oleh Nabi Muhammad saw.
Metode Pendidikan
adalah suatu cara yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan
pendidikan. Metode mempelajari sejarah pendidikan islam yaitu:
1. Metode
Deskriptif
Metode ini dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata yang ditunjukan untuk
menggambarkan sifat suatu keadaan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu dan hanya mengukur apa adanya (Alimuddin Tuwu, 1993 cet.1, hal. 71).
2. Metode
Komparatif
Secara implementatif, metode ini
berusaha mengidentifikasi atau membedakan fakta yang satu dengan fakta yang
lain, berusaha mengidentifikasi sebab-akibat, dan membedakannya antara fakta
yang satu dengan fakta yang lain, dan kemudian berusaha mengobservasi pengaruh
atau akibatnya terhadap satu atau beberapa fakta selanjutnya (Sukardi, 2003 :
171-172).
3. Metode
Analisis-Sintesis
Metode
analisis berarti cara untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan
komponen-komponen atau elemen-elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi,
hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat
ada tidaknya kontradiksi. Metode sintesis berarti mengaitkan dan menyatukan
berbagai elemen dan unsur sejarah yang ada sehingga terbentuk pola baru yang
lebih menyeluruh (Martinis, 2005 : 29).[6]
2.4
Ruang Lingkup Historis Islam
Sejarah
perkembangan peradaban islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: periode klasik (650-1250
M), periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode modern (1800-sekarang).
2.4.1 Periode Klasik
(650-1250 M)
Periode klasik yang berlangsung sejak
tahun 650-1250 Masehi ini dapat dibagi lagi menjadi masa kemajuan islam I,
yaitu dari sejak tahun 650-1000; dan masa desintegrasi yaitu dari tahun
1000-1250.[7] Pada masa kemajuan islam I
itu tercatat sejarah perjuangan Nabi Muhammad saw. Dari tahun 570-632 M,
Khulafaur Rasyidin dari tahun 632-661 M, Bani Umayyah dari tahun 661-750 M,
Bani Abbasiyah dari tahun 750-1250 M.
1.
Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Rasulullah adalah pendidik pertama dan terutama dalam
dunia pendidikan islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi
nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukan Rasulullah
dapat dikatakan sebagi mukjizat luar biasa, yang manusia apa dan dimana pun
tidak dapt melakukan hal yang sama. Hasil pendidikan Islam periode Rasulullah
terlihat dari kemampuan murid-muridnya yang luar biasa (Kamaruzzaman, 2009). Pelaksanaan
pendidikan Islam pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi dua tahap, baik dari
segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi
pendidikannya, yaitu: Fase Mekkah dan
Fase Madinah.[8]
Mahmud
Yunus dalam bukunya, Sejarah
Pendidikan Islam, menyatakan
bahwa pembinaan pendidikan islam pada masa Mekkah
meliputi:
1.
Pendidikan
Keagamaan
Yaitu
hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama
berhala.
2.
Pendidikan
Akliyah dan Ilmiah
Yaitu
mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
3.
Pendidikan
Akhlak dan Budi pekerti
Yaitu Nabi Muhammad saw. mengajarkan
kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
4.
Pendidikan
Jasmani atau Kesehatan.
B. Islam
di madinah
Setiap
musim haji tiba, banyak kabilah yang datang ke Mekah. Begitu
juga nabi Muhammad saw. Dengan giat menyampaikan dakwah islam. Diantara Kabilah
yang menerima Islam adalah Khajraj dari Yatrib (Madinah). Setelah kembali ke
negerinya, mereka mengabarkan adanya Nabi terakhir. Banyak
hal yang dilakukan Nabi dalam rangka mempertahankan dan memperkuat kedudukan
kota Madinah diantaranya adalah mengadakan perjanjian damai dengan berbagai
kabilah di sekitar Madinah, mengadakan ekspedisi keluar kota sebagai aksi siaga
melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi
dan mempertahankan negara yang baru dibentuk tersebut. Akan tetapi, ketika
pemeluk agama Islam di Madinah semakin bertambah maka persoalan demi persoalan
semakin sering terjadi, diantaranya adalah rongrongan dari orang Yahudi,
Munafik dan Quraisy. Namun berkat keteguhan dan kesatuan ummat Islam, mereka
dapat mengatasinya.
Pendidikan Islam Masa Madinah
·
upaya pendidikan yang dilakukan Nabi
pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan
pendidikan islam.
·
Materi
pendidikan islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah,
kesehatan jasmani dan pengetahuan kemasyarakatan
·
Metode
yang dikembangkan oleh Nabi adalah:
a.
Dalam
bidang keimanan: melalui tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan
didukung oleh bukti-bukti yang rasional dan ilmiah.
b.
Materi
ibadah: disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah
didikuti masyarakat.
c.
Bidang
akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam
kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan
maupun perbuatan.
2. Pada Masa Khulafa’ Rasyidin
Di masa hayat Rasulullah seluruh Jazirah Arab telah masuk dalam
wilayah Islam. Tugas pemeliharaan, pembinaan, dan perluasan selanjutnya menjadi
kewajiban kafilah dan umat Islam pada umumnya, termasuk urusan pendidikan umat.
Prinsip-prinsip pokok dan idealisme Islam, diajarkan oleh Nabi kepada para
sahabat, hingga memberikan kesan mendalam yang hidup dalam jiwa dan pribadinya
masing-masing. Meskipun masih banyak persoalan-persoalan yang belum
terselesaikan oleh Nabi terutama ketika wilayah Islam telah meluas keluar
Jazirah Arab. Masalah-masalah baru banyak bermunculan.
Masa kekuasaan khulafaur rasyidin yang dimulai sejak Abu
Bakar Ash-Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekusaan khalifah
Islam yang berhasil dalam mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad
SAW yang telah meletakkan dasar agama Islam di arab, setelah beliau wafat,
gagasan dan ide-idenya diteruskan oleh para khulafaur rasyidin. Pengembangan
agama Islam yang dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin dalam waktu yang
relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang. Dari hanya wilayah
Arabia, ekspansi kekuasaan Islam menembus luar Arabia memasuki wilayah-wilayah
Afrika, Syiria, Persia, bahkan menembus ke Bizantium dan Hindia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian
cepat, antara lain sebagai berikut :
1. Islam, disamping
merupakan ajaran yang mengatur humbungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang
mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para
sahabat Nabi SAW tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang kewajiban
menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) keseluruh penjuru dunia.
3. Bizaitun dan Persia,
dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu mulai memasuki masa
kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya
maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4. Pertentangan aliran
agama di wilayah Bizaitun mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi
rakyat.
5. Islam datang
kedaerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak
memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
6. Bangsa sami di Syiria
dan palestina, dan bangasa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih
dekat daripada bangsa Eropa, Bizantiun, yang merintah mereka.
7. Mesir, Syiria dan Irak
adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan intu membantu pengusa Islam untuk
membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Pada masa kekuasaan para khulafaur rasyidin, banyak kemajuan
peradaban telah dicapai. Di antaranya adalah muculnya gerakan pemikiran dalam
Islam. Di antara gerakan pemikiran yang menonjol pada masa khulafaur rasyidin
adalah sebagai berikut :
1. Menjaga keutuhan
Al-Qur’an Al-Karim dan mengumpulkan dalam bentuk mushaf pada masa Abu Bakar.
2. Memberlakukan mushaf
standar pada masa Utsman bin Affan.
3. Keseriusan mereka
untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi kebodohan berislam
pada penduduk negeri. Oleh sebab itu, para sahabat pada masa Utsman dikirim ke
berbagai pelosok untuk menyiarkan Islam. Mereka mengajarkan Al-Qur’an dan
As-sunnah kepada banyak penduduk negeri yang sudah dibuka.
4. Sebagai orang yang
tidak senang kepada Islam, terutama dari pihak orientalis abad ke-19 banyak
mempelajari fenomena futuhat al-Islamiyah dan menafsirkan
dengan motif baiduwi.
5. Islam pada masa awal
tidak mengenal pemisahaan antara dakwah dan negara, antara da’i maupun
panglima.
Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “Tarikh Al-Islam
As-Siyasi”, menjelaskan bahwa organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga negara
yang ada pada masa Khulafaur rasyidin, diantaranya sebagi berikut :
1. Lembaga Politik.
2. Lembaga Tata Usaha
Negara.
3. Lembaga Keuangan
Negara.
4. Lembaga Kehakiman
Negara.
3.
Pada Masa Bani Umayah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal
kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat berubah menjadi
monarchiheridentis (kerajaan turun temurun). Kekhalifaan Muawiyah diperoleh
melalui kekerasan, diplomai dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak. Suksesi kepemipinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan
seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan
Bizantium. Ia memang tetap meggunakan istilah khalifah. Namun, dia memberikan
interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebutnya “khalifah Allah” engan pengertian “penguasa” yang diangkat oleh
Allah. Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota
Negaranya dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus,
tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
4.
Pada Masa Bani Abbasiyah
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran
islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti
seluruhnya berawal dari kreatifitas bani Abbas sendiri. Sebagian diantarannya
sudah dimulai pada awal kebangkitan islam. Lembaga pendidikan sudah berkembang,
ketika itu lembaga pendidikan ini terdiri dari dua tingkat :
1. Maktab / Kuttab dan
mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah
tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan tempat
para remaja belajar dasar-dasar agama, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan bahasa.
2. Tingkat
pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah
untuk menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya
masing-masing. Ilmu yang dituntut umumnya ilmu agama, pengajarannya biasanya
berlangsung di mesjid-mesjid atau di rumah ulama bersangkutan. Bagi anak
penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut,
dengan memanggil ulama’ ahli kesana.
Perkembangan lembaga pendidikan itu
mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini
sangat ditentukan oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah
berlaku sejak zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Disamping itu kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu :
1. Terjadinya
asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani
Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk
islam. Asimilasinya berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa
itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam.
Pengaruh Persia, sangat kuat dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia
banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India
terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan
pengaruh Yunani masuk dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.
2. Gerakan
terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah al-Mansyur
hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai
masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak
diterjemahkan yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga
berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
Pengaruh
dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan,
bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga ilmu
pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode
penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional
dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua, tafsir
bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat
dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang
berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas sekali bahwa
tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh
perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal yang sama juga
terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi perkembangan logika
dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Perhatian
dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju paada bidang ilmu
pengetahuan yang lahir karena motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan
menjelaskan al-Qur’an, kemudian menjadi landasan teologis yang serius.
Interaksi dengan dunia kristen di Damaskus telah memicu munculnya pemikiran
spekulatif teologis yang melahirkan madzhab pemikiran Murji’ah dan Qodariyah.Untuk
mempelajari teologi di sediakan madrasah yang sudah diakui oleh negara yaitu
Madrasah Nizhamiyah, khususnya untuk mempelajari madzhab syafi’i dan teologi
asy’ariyah.
Bidang
kajian berikutnya adalah Hadits, yaitu perilaku, ucapan,
persetujuan Nabi. Yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting, awalnya
hanya diriwayatkan dari mulut kemulut, kemudian direkam pada abad ke-2 hijriyah.
Perkembangan
peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan
oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat ihat
dari bangunan-bangunan yang berupa:
a.
Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b. Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
b. Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk
adalah orang yang mula mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada
sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan
tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
2.4.2 Periode
Pertengahan (1250-1800 M)
Dapat dibagi dalam
dua masa, yaitu masa kemunduran I dan masa tiga kerajaan besar. Masa kemunduran
I berlangsung sejak tahun 1250-1500 M. Di zaman ini, Jengis Khan dan
keturunannya datang membawa penghancuran ke dunia islam. Sedangkan masa tiga
kerajaan besar yang berlangsung dari tahun 1500-1700 M, dan masa kemunduran II
1700-1800 M.[9]
A. Perkembangan
Ajaran Islam pada Abad Pertengahan (1250-1800)
Perkembangan
Islam pada abad pertengahan ini dilakukan melalui tiga jalan yang dilalui untuk
memperkenalkan Islam pada masyarakat Eropa. Ketiga jalan tersebut adalah :
·
Jalan Barat
Proses
melalui jalan barat dimulai dari kawasan Afrika Utara dengan melewati
Semenanjung Iberia. Para pejuang Islam yang melalui jalan ini dipimpin oleh
Thariq bin Ziyad dan dimulai pada tahun 711 M. Perjalanan Thariq dan
rombongannya ini dikenal lantaran prestasinya yang mampu melewati Pegunungan
Pirenia yang pada waktu itu terkenal sangat menakutkan. Namun, di kota
Poitiers, Thariq dan rombongannya ditahan oleh tentara Prancis yang dipimpin
oleh Karel Martel pada 732 M. Akhirnya, rombongan Thariq ini dibebaskan oleh
Khalifah Umayyah yang berkuasa di semenanjung Iberia.
·
Jalan Tengah
Rute jalan
tengah ini dimulai dari kawasan Tunisia. Rombongan yang melewati jalan tengah
ini menuju Apenina dengan melalui Sisilia. Sisilia serta Italia Selatan sempat
dikuasai oleh pejuang Islam meski tidak terlalu lama. Sebab, pada abad 11,
kedua kawasan tersebut berhasil direbut oleh bangsa Nordia.
·
Jalan Tiimur
Pada 1453,
Turki yang dipimpin Sultan Muhammad II mampu mengalahkan Byzantium. Caranya
dengan menyerang Konstantinopel melalui laut Hitam yang merupakan bagian
belakang Konstantinopel. Hal ini tidak diduga oleh tentara Byzantium sehingga dengan
mudah mampu ditundukkan. Setelah menundukkan Byzantium, tentara Turki
melanjutkan perjalanan hingga Wina, Austria. Perjalanan dilanjutkan menuju
Semenanjung Balkan. Kawasan Balkan sempat dikuasai tentara Islam selama empat
abad hingga abad 19. Meski demikian, konstantinopel tetap berada dalam
kekuasaan dinasti Umayyah dan berganti nama menjadi Istambul. Perkembangan
Islam, mengalami dua fase yaitu fase kemajuan dan fase kemunduran. Fase
kemajuan terjadi pada tahun 650 -1250 M yang ditandai dengan sangat luasnya
kekuasaan Islam, ilmu dan sain mengalami kemajuan dan penyatuan antar wilayah
Islam dan fase kemunduran terjadi pada tahun 1250 – 1500 M. yang ditandai
dengan kekuasaan Islam terpecah-pecah dan menjadi kerajaan-kerajaan yang
terpisah pisah. Kemunduran Islam pada abad pertengahan, pada umumnya yang
menjadi penyebab diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Tidak menjaga dengan baik wilayah
kekuasaan yang luas
·
Penduduknya sangat heterogen
sehingga mengalami kendala dalam penyatuan
·
Para penguasanya lemah dalam kepemimpinannya
·
Krisis ekonomi
·
Dekadensi moral yang tidak
terkendali
·
Apatis dan stagnasi dalam dunia
iptek
·
Konflik antar kerajaan Islam
Terlebih
lagi setelah, pasukan Mughal yang dipimpin oleh Hulagu Khan berhasil
membumihanguskan Baghdad yang merupakan pusat kebudayaan dan peradaban Islam
yang kaya dengan ilmu pengetahuan, hal ini terjadi pada tahun 1258 M. Saat itu
kekhalifahannya dipimpin oleh khalifah Al Mu’tashim, penguasa terakhir Bani
Abbas di Baghdad. Setelah Baghdad ditaklukkan Hulagu, umat islam dikuasai oleh
Hulagu Khan yang beragama Syamanism tersebut, kekuatan politik Islam mengalami
kemunduran yang sangat luar biasa. Wilayah kekuasaannya terpecah-pecah dalam
beberapa kerajaan kecil yang tidak bisa bersatu, satu dan lainnya saling
memerangi. Peninggalan-peninggalan budaya dan peradaban Islam hancur ditambah
lagi kehancurannya setelah diserang oleh pasukan yang dipimpin oleh Timur Lenk.
B. Masa Tiga
Kerajaan Besar (1500-1800)
Keadaan perkembangan Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali walaupun tidak sebanding dengan masa sebelumnya ( klasik) setelah berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Mughal di India dan kerajaan Safawi di Persia. Diantara ketiga kerajaan tersebut yang terbesar dan paling lama bertahan adalah kerajaan Usmani.
a.
Kerajaan Usmani
Kerajaan
Utsmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina yang bernama Usmani atau Usmani I dan
memproklamirkan diri sebagai Padisyah al Usman atau raja besar keluarga Usman
tahun 1300 M (699 H). Kerajaan yang didirikan oleh Usmani ini selanjutnya
memperluas wilayahnya ke bagian Benua Eropa. Ia menyerang daerah perbatasan
Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M sehingga tahun 1326 M dijadikan
sebagai Ibukota Negara. Pada masa pemerintahan Orkhan, kerajaan Usmani
menaklukkan Azmir tahun 1327 M, Thawasyannly tahun 1330 M, uskandar tahun 1338
M, Ankara 1354 M dan Gallipoli tahun 1356 M. Daerah-daerah tersebut adalah bagian
benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani. Kerajaan Usmani untuk
masa beberapa abad masih dipandang sebagai Negara yang kuat terutama dalam
bidang militer. Kemajuan-kemajuan kerajaan Usmani yaitu dalam bidang
pemerintahan dan kemiliteran, bidang ilmu pengetahuan dan budaya misalnya
kebudayaan Persia, Bizantium dan arab, pembangunan Masjid-Masjid Agung, sekolah-sekolah,
rumah sakit, gedung, jembatan, saluran air villa dan pemandian umum dan di
bidang keagamaan.misalnya seperti fatwa ulama yang menjadi hokum yang berlaku. Kerajaan
Usmani sepeninggal Sultan Al Qanuni, mengalami kemunduran yang disebabkan oleh
berbagai problema sebagai berikut:
1.
Penduduknya sangat heterogen
2.
Tidak dapat menguasai wilayah yang
luas
3.
Kepemimpinannya lemah
4.
Terjadinya dekadensi moral
5.
Krisis ekonomi
6.
Ilmu dan tekhnologi stagnan
b. Kerajaan Syafawi
Kerajaan
Syafawi, mulanya adalah sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil
(Azerbaijan). Tarekatnya bernama tarekat Safawiyah, nama ini diambil dari nama
pendirinya yang bernama Safi-Al Din dan nama Syafawi dilestarikan setelah
gerakannya berhasil mendirikan kerajaan. Jalan hidup yang ditempuh Al Din
adalah jalan sufi dan mengembangkan tasawuf Safawiyah menjadi gerakan keagamaan
yang sangat berpengaruh di Persia, Syiria dan Anatolia. Yang semula bertujuan
memerangi orang-orang yang ingkar dan memerangi orang-orang yang ahli bid’ah.
Lama kelamaan pengikut tarekat Syafawiyah berubah menjadi tentara dan fanatik
dalam kepercayaan dan menentang keras terhadap orang selain Syiah
Dalam perkembangannya, kerajaan Syafawi selanjutnya dipimpin oleh Ismail yang baru berusia tujuh tahun. Ismail beserta pasukannya yang bermarkas di Gilan selama limabelas tahunmempersiapkan kekuatannya dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbeijan, Syiria dan Anatolia dan pasukan tersebut dinamai Qizilbash atau baret merah. Saat kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukannya dapat mengalahkan AK Koyunlu di Sharur dan Tabriz sehingga Ismail memproklairkan dirinya menjadi raja pertama dinasti Syafawi dan berkuasa selama 23 tahun. Masa keemasan kerajaan Syafawi terjadi pada masa kepemimpinan Abbas I yaitu di bidang pilitik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan Syafawi menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang diperhitungkan oleh lawan-lawannya terutama dibidang politik dan militer.
Setelah mengalami kejayaan, kerajaan Safawi tidak lama kemudian mengalami kemunduran penyebabnya adalah antara lain:
a. Kemerosotan moral para pemimpin kerajaan
Dalam perkembangannya, kerajaan Syafawi selanjutnya dipimpin oleh Ismail yang baru berusia tujuh tahun. Ismail beserta pasukannya yang bermarkas di Gilan selama limabelas tahunmempersiapkan kekuatannya dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbeijan, Syiria dan Anatolia dan pasukan tersebut dinamai Qizilbash atau baret merah. Saat kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukannya dapat mengalahkan AK Koyunlu di Sharur dan Tabriz sehingga Ismail memproklairkan dirinya menjadi raja pertama dinasti Syafawi dan berkuasa selama 23 tahun. Masa keemasan kerajaan Syafawi terjadi pada masa kepemimpinan Abbas I yaitu di bidang pilitik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan Syafawi menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang diperhitungkan oleh lawan-lawannya terutama dibidang politik dan militer.
Setelah mengalami kejayaan, kerajaan Safawi tidak lama kemudian mengalami kemunduran penyebabnya adalah antara lain:
a. Kemerosotan moral para pemimpin kerajaan
b. Konflik
yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani
c. Pasukan
yang dibentuk Raja Abbas I yaitu pasukan Ghulam tidak memiliki jiwa pratirotik.
c. Kerajaan Mughal di India
Kerajaan
Mughal adalah kerajaan yang termuda diantara tiga kerajaan besar Islam.
Kerajaan ini didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530). Babur dengan bantuan
Raja Safawi dapat menaklukkan Samarkhad tahun 1494 M. Tahun 1504 M dapat
menduduki Kabul ibukota Afganistan. Setelah itu, Raja Babur mengadakan ekspansi
terus-menerus. Kemajuan – kemajuan kerajaan mughal diantaranya:
1.
Di bidang Ekonomi, mengembangkan
program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Masalah sumber keuangan
Negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian
2.
Di bidang seni dan budaya misalnya
karya sastra gubahan penyair istana, penyair yang terkenal yaitu Malik Muhammad
Jayazi dengan karyanya padmavat (karya yang mengandung pesan kebajikan jiwa
manusia), karya-karya arsitektur seperti istana fatpur Sikri di Sikri, vila dan
masjid-masjid
Pada tahun
1858 M kerajaan Mughal juga mengalami kemerosotan, penyebabnya antara lain:
1.
Kemerosotan moral dan para
pejabatnya bermewah-mewahan
2.
Pewaris kerajaan dalam
kepemimpinannya sangat lemah dan
3.
Kekuatan mililernya juga lemah
C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Abad Pertengahan
Salah satu
hasil yang bisa dilihat dan dirasakan dalam proses perkembangan Islam di Abad
pertengahan ini di antaranya adalah majunya ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Diakui atau tidak, ilmu pengetahuan dan kebudayaan Eropa memiliki basis dari
Islam. Hal ini terjadi dalam proses masuknya Islam ke kawasan Eropa, baik
melalui proses perdagangan maupun dalam peristiwa besar sejarah seperti perang
salib. Ada beberapa sektor penting yang muncul sebagai pengaruh perkembangan
Islam di abad pertengahan. Beberapa sektor tersebut diantaranya :
·
Bidang Politik
Di bidang
politik, kawasan Eropa sempat mengalami balance of power pada tahun 750 M. Hal
ini terjadi baik di kawasan barat maupun timur. Di kawasan barat, muncul
permusuhan antara bani Umayyah II yang berkuasa di Andalusia dengan kekaisaran
Karolong dari Prancis. Sementara di kawasan timur, muncul pula perseteruan
antara Bani Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium di kawasan Balkan. Di sisi
lain, bani Abbasyah juga memiliki perseteruan dengan bani Umayyah. Pun,
kekaisaran Karoling berseteru dengan Byzanium timur dalam masalah perebutan
wilayah Italia. Akhirnya, muncullah perseketuan pada keempat pihak tersebut.
dimana bani Abbasyah bersekutu dengan kekaisaran Karoling. Sedangkan bani
Umayyah II menjalin hubungan baik dengan Byzantium timur. Proses persektutuan
ini sendiri pecah, pada saat terjadinya perang salib yang terjadi pada tahun
1096-1291.
·
Bidang Ekonomi Sosial
Andalusia
yang sudah dikuasai Islam pada 711 M dan konstantinopel pada 1453 M, menjadikan
sektor perdagangan Eropa banyak dikuasai oleh pedagang Islam. Hal ini karena
kawasan tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu jalur perdagangan
Asia ke Eropa. Kondisi ini menjadikan negara Islam memiliki dominasi dalam
sistem perdagangan yang diterapkan di kawasn tersebut.
·
Bidang Kebudayaan
Dengan
masuknya bangsa Arab ke kawasan Eropa, menjadikan bangsa Eropa mampu memahami
pemikiran kuno yang banyak didominasi dari bangsa Yunani serta Babilonia. Ada beberapa
tokoh dari kedua kawasan tersebut yang dianggap sebagai tokoh-tokoh yang mampu
mengubah pemikiran dunia. Diantaranya adalah :
Al Farabi
(780-863). Al Farabi merupakan tokoh yang mengumpulkan dan menerjemahkan buku-buku
karya Aristoteles. Oleh karenanya, Al Farabi juga dijuluki sebagai guru kedua,
sementara julukan guru pertama diberikan kepada Aristoteles. Selain itu, Al
Farabi juga banyak menulis buku yang terkait dengan masalah filsafat dasar yang
tidak kalah hebat dengan Aristoteles.
Ibnu Rusyd (1120-1198). Dikenal
juga dengan nama Averoos. Pemikirannya di kawasan Eropa dikenal dengan nama
Averoisme yang mengajarkan tentang kebebasan berfikir. Inilah yang menjadi
dasar munculnya reformasi pada abad 16 M serta terjadinya gerakan rasionalisme
pada abad 17 M. Buku-buku karya Ibnu Rusyd ini bisa ditemukan di perpustakaan
Eropa serta Amerika. Karya dari Ibnu Rusyd banyak disebut dengan nama Bidayatul
Mujtahid serta Tahafutut Tahaful.
Ibnu Sina
(980-1060). Merupakan tokoh yang banyak mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan. Hal ini karen Ibnu Sina yang dikenal juga dengan Avecia adalah
dokter yang berasal dari kota Hamzan Persia. Ide Ibnu Sina yang paling terkenal
adalah wahdatul wujud atau paham yang memperkenalkan tentang segala sesuatu serba
wujud. Bukunya yang banyak berpengaruh dalam ilmu kedokteran dunia adalah Al
Qanun fi At Tibb.
·
Bidang Pendidikan
Banyak
pemuda Eropa yang belajar di universitas-unniversitas Islam di Spanyol seprti
Cordoba, Sevilla, Malaca, Granada dan Salamanca. Selama belajar di
universitas-universitas tersebut, mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya
ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke
negerinya, mereka mendirikan seklah dan universitas yang sama. Universitas yang
pertama kali berada di Eropa ialah Universitas Paris yang didirikan pada tahun
1213 M dan pada akhir zaman pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas.
Pada universitas tersebut diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari
universitas Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat. Banyak
gambaran berkembangnya Eropa pada saat berada dalam kekuasaan Islam, baik dalm
bidang ilmu pengetahuan, tekhnologi, kebudayaan, ekonomi maupun politik.
2.4.3 Periode Modern
(1800-sekarang)
Dunia Islam Pada Masa Modern
Masa pembaharuan (Modern) bagi dunia islam
adalah masa yang dimulai dari tahun 1800 M sampai sekarang. Masa pembaharuan
ditandai dengan adanya kesadaran umat islam terhadap kelemahan dirinya
dan adanya dorongan untuk memperoleh kemajuan dalam berbagai bidang, khususnya
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada awal masa pembaharuan,
kondisi islam secara politis berbeda di bawah penetrasi kolonialisme. Baru pada
pertengahan abad ke-20 M dunia islam bangkit memerdekakan negaranya dari
penjajahan bangsa barat (Eropa). Diantara negara-negara islam atau negara-negara
penduduk mayoritas umat islam, yang memerdekakan dirinya dari penjajahan
seperti:
· Indonesia,
memperoleh kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
· Pakistan pada
tanggal 15 Agustus 1947.
· Mesir
secara pormal memperoleh kemerdekaan dari Inggris tahun 1922 M. namun mesir
baru merasa benar-benar merdeka pada tanggal 23 Juli 1952. yakni setelah jamal
Abdul Nasir menjadi penguasa. Karena dapat menggulingkan raja Faruq yang dalam
masa pemerintahannya pengaruh inggris sangat besar.
· Irak
merdeka secara formal dari penjajah inggris tahun 1932 M, tetapi sebenarnya
baru benar-benar merdeka tahun 1958 M.
· Syira dan
Libanon merdeka dari penjajah prancis tahun 1946.
· Beberapa
Negara di Afrika merdeka dar Negara prancis, seperti Lybia tahun 1951 M, Sudan
dan maroko tahun 1956 M, dan Aljazair tahun 1962 M.
· Di
Asia tenggara Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam, yang merdeka dari
penjajah inggris adalah Malaysia tahun 1957 M, dan Brunei Darussalam tahun 1984
M.
· Di
Asia Tengah, Negara-negara yang merdeka dari Uni Soviet tahun 1992 M adalah Uzbekistan,
Kirghstan, Kazakhtan, dan Azerbaijan. Sedangkan Bosnia merdeka dari
penjajah Yogoslavia juga tahun 1992 M.
PERKEMBANGAN AJARAN ISLAM PADA MASA MODERN
Menjelang dan pada masa awal-awal pembaharuan yaitu sebelum dan sesudah
tahun 1800 M. umat islam diberbagai negara telah menyimpang dari ajaran islam
yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis. Penyimpangan itu tedapat dalam hal:
· Ajaran Islam tentang ketauhidan
telah tercampur dengan kemaksiatan.hal ini ditandai dengan banyaknya umat Islam
yang selain menyembah Allah SWT juga menyembah makam yang dianggap keramat dan meminta
tolong dalam urusan gaib kepada dukun-dukun dan orang yang dianggap sakti.
Selain itu juga kelompok umat Islam yang mengkhususkan dan beranggapan
bahwa sultan adalah orang suci yang segala perintahnya ditaati.
· Adanya kelompok umat Islam
yang selama hidup didunia ini hanya mementngkan urusan akhirat dan meninggalkan
dunia. Mereka beranggapan bahwa memiliki harta benda yang banyak, kedudukan
yang tinggi, dan Ilmu tentang pengetahuan dunia adalah tidak perlu. Karena hidup
didunia ini hanya sebentar dan sementara, sedangkan hidup di akhirat bersifat
kekal dan abadi. Selan itu, banyak umat Islam yang menganut paham fatalisme,
yaitu paham yang mengharuskan berserah diri kepada nasib dan tidak perlu
berikhtiar, karena hidup manusia dikuasai dan dikendalikan oleh nasib.
Penyimpangan-penyimpangan umat slam terhadap ajaran agamanya seperti
tersebut, mendorong lahrinya para tokoh pembaharu, yang berusaha menyadarkan
umat islam agar kembali kepada ajaran Islam yang benar, yang bersumber kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadis).
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA MODERN
Pada masa pembaharuan, perkembangan ilmu pemgetahuan mengalami kemajuan.
Hal ini dapat dlihat diberbagai Negara, seperti Turki, India dan
Mesir. Sultan Muhammad II (1785-1839 M) dari kesultanan Turki Usmani, melakukan
berbagai usaha agar umat Islam dinegaranya dapat menguasai Ilmu pengetahuan dan
teknologi. Usah-usaha tersebut seperti:
1. melakukan modernisasi dibidang
pendidikan dan pengajaran, dengan memasukan kurkulum pengetahuan umum kepada
lembaga-lembaga Islam (madrasah).
2. mendirikan lembaga pendidikan
“Mektebi Ma’arif”, untuk mencetak tenaga-tenaga ahli dibidang administrasi,
juga membangun lembaga “Mektebi Ulumi Edebiyet”, untuk menyediakan
tenaga-tenaga ahli dibidang penterjemah.
3. mendirikan perguruan-perguruan
tinggi dibidang kedokteran, milter, dan teknologi.
Setelah kesultanan Turki dihapuskan pda tanggal 1 November 1923M, dan Turki
diproklamirkan sebagai negara berbentuk republik dengan presiden pertamanya Mustafa
kemal At-Turk, pendiri Turki modern (1881-1938 M), maka kemajuan turki dibidang
pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Di India ketika dijajah
Inggris, telah bermunculan para cendikawan muslim berpikran modern, yang
melakukan usaha-usaha agar umat Islam mampu menguasai Ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga dapat melepasan diri dari belenggu penjajah. Parta cendikiawan
dimaksud deperti Syah Waliyullah (1730-1762 M), Muhammad Iqbal (1873-1938M),
Sayid Ahmad Khan (1817-1898M), Sayid Amir Ali (1849-1928 M), Muhammad Ali
Jannah (1876-1948M), dan Abdul Kalam Azad (1888-1956 M).
Diantara cendekiawan tersebut yang besar
jasanya tehadap umat Islam di India adalah Sayid Ahmad Khan. Setelah Inda dan
Pakstan merdeka dari Inggris pada tahun 1947M, Umat Islam terbagi dua, ada yang
masuk ke Republik Islam Pakstan dan juga ada yang tetap di India sekitar 40
juta jiwa. Umat Islam di dua Negara tersebut terus berusaha meningkatkan Ilmu
pengetahuan dan teknologi, agar kualitas hidup mereka menngkat kearah yang
lebih maju.
Pada masa pembaharuan, terutama setelah ekspansi Napoleon ke Mesir (1798M)
umat Islam Mesir, Khususnya para penguassa dan kaum cendekiawannya menyadari
akan keterbelakangan mereka dalam urusan dunia jika dibandingkan dengan
bangsa-bangsa Eropa. Oleh karena itu, mereka melakukan berbagai usaha agar
menguasa berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dimiliki oleh
bangsa-bangsa Eropa.
Muhammad Ali, penguasa Mesir tahun 1805-1849 M, mengirim para
mahasiswa untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi ke Prancis. Setelah
kembali ke Mesir, mereka mengajar diberbagai perguruan tinggi, terutama di
Universitas Al-Azhar. Karena yang belajar di Universitas Al-Azhar ini bukan
para mahasiswa Islam dari Mesir, tetapi mahasiswa dari berbaga negara dan
wilayah Islam. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dajarakan Universitas
Al-Azhar, in pun dengan cepat menyebar keseluruh dunia Islam. Selain Universitas
Al-Azhar telah didirikan Universitar-Universitas lain yang didalamnya terdapat berbagai
Fakultas seperti: Kedokteran, Farmasi, Teknik, Pertanian, Perdagangan, Hukum,
dan Sastra. Universitas yang dmaksud adalah Universitas Iskandariyah
di kota Iskandariyah, Universitas Ainusyams (1950 M), dan Universitas
Amerika yang bernama “The AmericanUniversity in Cairo (AUC), yang
didrikan bagi orang Mesir dengan tenaga pengajar dar Amerika.
2.5
Manfaat Pendekatan Historis dalam Studi Islam
Pendekatan historis dalam studi Islam amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
dan kondisi sosial kemasyarakatan. Yaitu bagaimana melakukan pengkajian
terhadap berbagai studi keislaman dengan menggunakan pendekatan historis
sebagai salah satu alat (metodologi) untuk menyatakan kebenaran dari objek
kajian itu.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam ditemukan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam ditemukan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Seseorang yang ingin memahami Al-quran secara
benar, maka ia harus mempelajari sejarah turunnya Al-quran (asbab
al-Nuzul) dengan demikian ia akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung
dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk
memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Mengingat begitu besar peranan pendekatan
historis ini, maka diharapkan akan melahirkan semangat keilmuan untuk meneliti
lebih lanjut beberapa peristiwa yang ada hubungannya terutama dalam kajian
Islam di berbagai disiplin ilmu dan diharapkan dari penemuan-penemuan ini akan
lebih membuka tabir kedinamisan dalam mengamalkan ajaran murni ini dalam
kehidupan yang lebih layak sesuai dengan kehendak syara’, mengingat
pendekatan historis memiliki cara tersendiri dalam melihat masa lalu guna
menata masa sekarang dan akan datang.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di tarik beberapa kesimpulan:
1. Sejarah
pendidikan islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia
dibawah sinar bimbingan ajaran islam, yaitu bersumber dan berpedomankan ajaran
islam sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan terjabar dalam sunnah Rasul dan
bermula sejak Nabi Muhammad saw menyampaikan ajaran tersebut kepada umatnya.
2. Pendekatan
sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat
empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
3. Objek
kajian sejarah pendidikan islam itu adalah fakta tentang tujuan pendidikan,
materi pendidikan, metode pendidikan, pendidik, peserta didik, media
pendidikan, evaluasi, lembaga pendidikan, dan lingkungan pendidikan sejak
proses pendidikan yang diselenggarakan oleh Nabi Muhammad saw. Metode
Pendidikan adalah suatu cara yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai
tujuan pendidikan.
4. Sejarah
perkembangan peradaban islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: periode klasik
(650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode modern
(1800-sekarang).
3.2
Saran
Dalam pembuatan makalah ini
penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berharga mengenai materi pendekatan
historis dalam studi islam. Kami penulis, menyarankan kepada semua pembaca dan
pendengar untuk mempelajari materi pendekatan historis dalam studi islam.
Dengan mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa dan mahasiswi akan merasa bangga dan percaya diri
menjadi umat islam dan menyadarkan umat islam untuk memperbaiki keadaan dirinya
dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Taufik (Ed.). Sejarah dan Masyarakat Lintasan Historis Islam Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 1987.
Al-Qaththan, Manna’. Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an. Mesir: Dar
Al-Ma’rif. 1977.
Elfatru, Nawawi. 2012. Studi Islam Pendekatan Historis atau Sejarah. http://nawawielfatru.blogspot.com/2012/10/studi-islam-pendekatan
historissejarah.html.
Kuntowijoyo. Paradigma
Islam Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan. 1991.
Nasution, Harun. Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I. Jakarta: UI Press. 1979.
Nata, Abuddin. Metodologi
Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004.
Suhartini, Andewi. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen
Agama RI. 2009.
Yunus
, Mahmud. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. 1992.
[1]Andewi
Suhartini, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hal.
3.
[2]Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah dan Masyarakat Lintasan Historis
Islam Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987), cet. II., hal.
105.
[3]Andewi Suhartini, Op. cit.,
hal. 4-6.
[4]Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991),
cet. I. hal. 328.
[5]Manna’Al-Qaththan, Mabahits fi ulum al-Qur’an, (Mesir: Dar
al-Ma’rif, 1977), hal. 79.
[6]Andewi Suhartini, hal 8-9.
[7]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,
Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1979), hal. 56-75.
[8]Andewi Suhartini, Op. cit., hal. 33.
No comments:
Post a Comment