KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas makalah “Qur’an dan Hadits” . Sholawat serta salam tetap tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, karena dengan keteladanan dan pengorbanan beliau dalam
mendidik umatnya sehingga menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berilmu
pengetahuan.
Makalah
Qur’an dan Hadits dibuat dengan judul “Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar”.
Makalah dibuat untuk memenuhi tugas
“Qur’an dan Hadits” Dalam penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari dorongan, bantuan, dan
bimbingan dari berbagai pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Karena itu saya mengucapkan terimakasih kepada Dr. H.M Suparta,M.A
selaku dosen Qur’an dan Hadits yang telah memberikan bahan ajarnya kepada kami.
Saya
memahami dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, untuk
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak.Harapan saya, semoga makalah ini memberikan manfaat khususnya kepada pembaca
untuk selalu taat pada Allah SWT dengan menjalankan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Ciputat,
12 November 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
Cover
………………………………………………………………………………………..1
Kata
pengantar ……………………………………………………………………………..2
Daftar isi …………………………………………………………………………………….3
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah …………………………………………………………….4
B.
Tujuan ………………………………………………………………………………6
C.
Rumusan Masalah ………………………………………………………….............6
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar ……………………………………….........7
B.
Sasaran Amar Ma’ruf Nahi Munkar
………………………………………………..9
C.
Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar……………………………………………….11
D.
Hukum
Amar Ma’ruf Nahi Munkar………………………………………………..16
E.
Akibat-akibat apabila meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar…………………17
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan …………………………………………………………………………29
B. Saran
………………………………………………………………………………...29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Agama Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban
menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak
bisa ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya.
Sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan
kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir
(memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan
segala yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang
menjauhkan dari rahmat-Nya.Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar
(menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan
yang agung.
Mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang
yang beriman.
Setiap kali Al
Qur'an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar,
dan menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang
jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika masyarakat muslim
menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran;
karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna kecuali dengannya.
Al Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat Islam
istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
dan beriman kepada Allah:
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3
öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4
ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
110.
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Ini adalah gambaran yang indah bagi
pengaruh amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar
ma'ruf dan nahi mungkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang
ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam
atau tidak peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan suatu bahaya
dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan
tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat,
yang takwa dan yang fasik
Umar RA berkata: Barangsiapa yang ingin dengan senang hati
menjadi bagian dari umat ini maka hendaklah dia memenuhi syarat yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT padanya”.
Imam Qurthubi berkata: Ayat ini menunjukkan sebuah pujian
bagi umat ini selama mereka menegakkan perintah yang disebutkan di dalam ayat
tersebut dan mereka bersifat seperti itu, namun jika meraka meninggalkan usaha
untuk merubah kemungkaran bahkan bersekongkol dengan kekejian tersebut maka
hilanglah pujian tersebut, dan mereka akan menoreh celaan dan hal itu sebagai
sebab kehancuran mereka”.
Dan Allah SWT memebritahukan bahwa
orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang menyeru kepada yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar. Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ
الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara lalim, sedang penduduknya orang-orang yang
berbuat kebaikan. QS. Hud: 117.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian amar ma’ruf nahi munkar ?
2.
Siapa sasaran amar ma’ruf nahi munkar ?
3.
Bagaimana urgensi amar ma’ruf nahi munkar ?
4.
Bagaimana hukum amar ma’ruf nahi munkar ?
6.
Bagaimana akibat-akibat apabila meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui pengertian amar ma’ruf nahi munkar.
2.
Mengetahui sasaran amar ma’ruf nahi munkar.
3.
Mengetahui urgensi ma’ruf nahi munkar.
4.
Mengetahui hukum ma’ruf nahi munkar.
6.
Mengetahui akibat-akibat apabila meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Secara Etimologis
Pada
hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan kata yang apabila
dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai berikut: امر : amar, معرف
maruf, nahi, dan :منكر Munkar. Manakala keempat kata tersebut digabungkan, akan
menjadi: امربا
Sedangkan
menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan Amar sebagai berikut:
“Amar
ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada
pihak yang lebih rendah kedudukannya”[2]
Selanjutnya
ma’ruf kata ini berasal dari kata: يعرف - عرف
– معرفة dengan arti (mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata
ma’ruf secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal
dan oleh karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial umum, tertarik
kepada pengertian yang dipegang oleh agama islam, maka pengertian maruf ialah,
semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram,
sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf yaitu durhaka, perbuatan munkar
adalah perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan.[3]
Nahi
menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan
untuk meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih adalah,
lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan
oleh orang yang lebih tinggi dari kita.[4]
Jadi
bisa disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal salih. “Amar” adalah
suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang
lebih rendah kedudukannya. Selanjutnya kata “ma’ruf” mempunyai arti
“mengetahui” bila berubah menjadi isim kata ma’ruf maka secara harfiah berarti
terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga
diakui dalam konteks kehidupan sosial namun ditarik dalam pengertian yang
dipegang oleh agama islam. Sedangkan Nahi menurut bahasa adalah
larangan, menurut istilah adalah suatu lafad yang digunakan untuk meninggalkan
suatu perbuatan. Sedangkan menurut ushul fiqh adalah lafad yang menyuru kita
untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih
tinggi dari kita.[5]
Dari
pengertian di atas, nampaknya amar ma’ruf nahi munkar merupakan rangkaian
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena kalimat tersebut
suatu istilah yang dipakai dalam al-Qur’an dari berbagai aspek, sesuai
dari sudut mana para ilmuan melihatnya, oleh karena itu
boleh
jadi pengertiannya cenderung ke arah pemikiran iman, fiqih dan akhlak.
2.
Secara Terminologis
Salman
al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah segala sesuatu yang
diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya, segala sesuatu yang di cintai
oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak
disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i
dan akal.[6]
Sedangkan
imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah
merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan
Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat islam.[7]
Adapun
pengertian nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala
bentuk kekejian, sedangkan amar ma’ruf berarti menghalalkan semua yang
baik, karena itu yang mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.[8]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan
kewajiban dan amalan sunah yang sangat agung (mulia) maka sesuatu yang wajib
dan sunah hendaklah maslahat di dalamnya lebih kuat/besar dari mafsadatnya,
karena para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan dengan membawa hal ini, dan
Allah tidak menyukai kerusakan, bahkan setiap apa yang diperintahkan Allah
adalah kebaikan, dan Dia telah memuji kebaikan dan orang-orang yang berbuat
baik dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, serta mencela
orang-orang yang berbuat kerusakan dalam beberapa tempat, apabila mafsadat amar
ma’ruf dan nahi mungkar lebih besar dari maslahatnya maka ia bukanlah sesuatu
yang diperintahkan Allah, sekalipun telah ditinggalkan kewajiban dan dilakukan
yang haram, sebab seorang mukmin hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam
menghadapi hamba-Nya, karena ia tidak memiliki petunjuk untuk mereka, dan
inilah makna”[9]
Dalam
surat Ali Imran ayat 110 juga dijelaskan bahwa:
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekirannya Ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan
mereka
adalah orang-orang yang fasik”[10]
Ayat
ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atas iman,
padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih, sebagai isyarat tentang
pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, dimana
umat Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya
dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan
kewajiban mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sesungguhnya Allah
yang maha tinggi dan maha kuasa mengingatkan umat Islam agar tidak lupa pada
tugas utamanya dalam kehidupan ini, atau bermalasmalasan dalam melaksanakannya,
yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Dengan
jelas Allah menegaskan bahwa umat islam adalah sebaikbaik umat yang senantiasa
berbuat ihsan sehingga keberadaannya sangat besar manfaatnya bagi segenap umat
manusia. Dengan amar ma’ruf nahi munkar berarti menyempurnakan bagin umat yang
lain tidak ada yang memerintahkan untuk melaksanakan semua ma’ruf bagi
kemaslahatan seluruh umat lapisan manusia dan tidak pula melarang semua orang
dari berbuat kemungkaran.[11]
B.
Sasaran
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Siapa
yang Harus Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar?
Yaitu,
setiap muslim yang kuasa, dan tidak ada keyakinan dalam dirinya bahwa jika ia
melakukan pertentangan, niscaya ia mendapat kemudharatan, atau bahwa cegahannya
tidak digubris.
Siapa
yang menjadi sasaran amar ma’ruf nahi munkar?
Yaitu,
setiap orang yang mukallaf.[12]
Mukallaf adalah orang yang dikenai beban kewajiban agama di seluruh dunia.
Karena itu tidak termasuk syarat tabligh risalah (tugas kerasulan). Kemudian
bila mereka (umat) menyia-nyiakan dan tidak merasa lapang dengan sampainya hal
itu – sementara si mubalig melaksanakan kewajibannya – maka penyia-nyiaan itu
datang dari mereka, bukan dari mubalig.[13]
1.
Q.S
Al Imran 110
2. öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.
a.
Ma’na
Mufradat
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Bagi mereka
|
لَّهُمْ
|
Dari yang munkar
|
عَنِ
الْمُنْكَر
|
Kamu
|
كُنْتُمْ
|
Di antara mereka
|
مِنْهُمُ
|
Dan beriman
|
وَتُؤْمِنُوْنَ
|
Umat terbaik
|
خَيْرَ
اُمَّةٍ
|
Ada yang beriman
|
الْمُؤْمِنُوْنَ
|
Pada Allah
|
بِا
للٰهِ
|
Dilahirkan
|
اُخْرِجَتْ
|
Dan kebanyakan
|
وَأَكْثَر
|
Sekiranya beriman
|
وَلَوْآمَنَ
|
Untuk manusia
|
لِلنَّاسِ
|
Mereka
|
هُمُ
|
Ahli Kitab
|
أَهْلُ
الْكِتَابِ
|
Menyuruh
|
تَأْمُرُوْنَ
|
Orang-orang fasik
|
الْفَاسِقُوْنَ
|
Tentulah
|
لَكَانَ
|
Pada yang ma’ruf
|
بِالْمَعْرُوْفِ
|
|
|
Lebih baik
|
خَيْرًا
|
Mencegah
|
وَتَنْهَوْنَ
|
b. Tafsir
Ayat tersebut menerangkan bahwa:
Menurut Ar-Razi, umat ini diunggulkan dari umat lain,
karena, umat ini melakukan amar ma’ruf nahi munkar melalui jalan yang paling
kuat, yaitu peperangan. Karena penentangan terhadap
yang munkar terkadang melalui hati, lisan atau tangan, dan yang paling kuat
melalui peperangan.[14]
Mengenai
keistinewaan umat Islam, Abu Hurairah pernah berkata:
كُنْتُمْ
خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْتُوْنَ بِهِمْ فِى الْقُيُوْدِ
وَالسَّلَاسِلِ حَتَّى تُدْخِلُوْهُمُ الْجَنَّة
“Kalian adalah manusia terbaik bagi manusia lain.
Kalian membawa mereka dalam belenggu-belenggu dan rantai sampai kalian
memasukkan mereka ke dalam
surga.”
Allah Swt menjelaskan, inilah umat terbaik bagi manusia.
Ia paling banyak memberi manfaat dan paling banyak berbuat baik (Ihsan) kepada
mereka, karena ia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,
dan mereka melakukan itu melalui jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta
mereka, dan ini adalah manfaat yang sempurna bagi makhluk.[15]
C. Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Al Imran 104
Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar.
a. Ma’na Mufradat
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Pada yang ma’ruf
|
بِالْمَعْرُوْفِ
|
Dan hendaklah
|
وَلْتَكُوْنْ
|
Mencegah
|
وَيَنْهَوْنَ
|
Ada di antara kamu
|
مِّنْكُمْ
|
Dari yang munkar
|
عَنِ
الْمُنْكَارِ
|
Segolongan umat
|
اُمَّةٌ
|
Mereka itu
|
وَاُوْلٰٓٙىِٕكَ
|
Menyeru
|
يَّدْعُوْنَ
|
Orang-orang
|
هُمُ
|
Pada kebajikan
|
اِلَى
الْخَيْر
|
Beruntung
|
الْمُفْلِحُوْنَ
|
Menyuruh
|
وَيَأْمُرُوْنَ
|
b. Tafsir
Dalam
ayat di atas, terdapat keterangan wajibnya menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar. Hukum yang berlaku menurut
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah fardhu kifayah, karena bila
telah ada sebagian yang melakukannya, maka lepaslah kewajiban dari yang lain.
Karena telah difirmankan.[16]
وَلْتَكُوْنْ
مِّنْكُمْ اُمَّةٌ
(Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat...)[17]
Apabila seseorang yang dikenai kewajiban
tidak melakukannya, berdosalah semua orang yang mampu (melakukannya) sesuai
kadar kemampuannya.
Karena Allah menyuruh kepada setiap yang
ma’ruf dan mencegah dari setiap yang munkar, maka jika mereka (umat) mencapai
kesepakatan dalam membolehkan sesuatu yang haram, menggugurkan suatu kewajiban,
mengharamkan sesuatu yang dihalalkan, atau menyampaikan sesuatu tentang Allah
atau makhluk-Nya dengan batil, mereka telah melakukan amar munkar nahi ma’ruf (menyuruh kepada yang munkar dan mencegah dari yang ma’ruf).[18]
2. Q.S At Taubah: 71
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 crâßDù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# cqßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# cqè?÷sãur no4qx.¨9$# cqãèÏÜãur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷zy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îÍtã ÒOÅ3ym ÇÐÊÈ
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki
dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.[19]
a. Ma’na Mufradat
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
|
Dan orang-orang beriman laki-laki
|
|
Dan menunaikan
|
|
Dan orang-orang beriman perempuan
|
|
Zakat
|
|
Sebagian mereka
|
|
Dan ditaati
|
|
Pelindung-pelindung
|
|
Allah
|
|
Bagian
|
|
Dan Rasul-Nya
|
|
Menyuruh
|
|
Mereka itu
|
|
Dengan berbuat kebaikan
|
|
(Ia)mereka akan memberi rahmat
|
|
Dan melarang
|
|
Allah
|
|
Dari
|
|
Sesungguhnya
|
|
Pembuat kemunkaran
|
|
Allah
|
|
Didirikan
|
|
Maha Perkasa
|
|
Sholat
|
|
Maha Bijaksana
|
b. Tafsir Global
(71) Ayat ini
menerangkan bahwa orang mukmin, pria maupun wanita saling menjadi pembela
diantara mereka.Selaku mukmin ia membela mukmin lainnya karena hubungan
agama.Wanitapun selaku mukminah turut membela saudara-saudaranya dari kalangan
laki-laki mukmin karena hubungan seagama sesuai dengan fitrah
kewanitannya.Istri-istri Rasullah dan istri-istri para sahabat
turut kemedan perang bersama-sama tentera islam untuk menyediakan air
minum dan menyiapkan makanan karena orang-orang mukmin itu sesame mereka terikat
oleh tali keimanan yang membangkitkan rasa persaudaraa,kesatuan, saling
mengasihi dan saling tolong menolong.Kesemuanya itu didorong oleh semangat
setia kawan yang menjadikan mereka sebagai satu tubuh atau satu bangunan yang
saling menguatkan dalam menegakkan keadilan dan meninggikan kalimah Allah.
Sifat-sifat yang
dimiliki orang mukmin berbeda dari sifat munafik pada hal berikut:
1.
Orang
mukmin selalu mengajak berbuat baik dan melarang perbuatan munkar, sedang orang
munafik selalu menyuruh berbuat munkar dan melarang berbuat baik.
2.
Orang
mukmin mengerjakan sholat dengan khusyuk dengan hati yang ikhlas sedang orang
munafik mengerjakan sholat dalam keadaan terpaksa dan riya.
3.
Orang
mukmin selalu mengeluarkan zakat sedangkan orang munafik kikir.
4.
Orang
mukmin selalu taat pada Allah, dan kafir sebaliknya.
c. Ayat Munasabah
Sesudah ayat-ayat
yang lalu menerangkan tentang sikap dan tingkah laku orang-orang munafik dan
ancaman Allah kepada mereka didunia dan akhirat, maka ayat-ayat ini menerangkan
sikap dan sifat-sifat orang mukmin dan janji-janji Allah dan ganjaran panara
yang akan diberikan kepada mereka didunia dan akhirat.[20]
3. Q.S Al A’raf 199
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&ur Ç`tã úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ
199. jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.[21]
a. Ma’na Mufradat
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
|
Ambillah/berilah
|
|
Dan kamu memalinglah
|
|
Lebih dari keperluan
|
|
Dari
|
|
Dan suruhlah
|
|
Orang-orang yang jahil
|
|
Dengan mengerjakan kebajikan
|
|
|
b. Tafsir Global
(199) Dalam ayat
ini Allah memerintahkan Rasul-Nya, agar berpegang teguh pada prinsip umum
tentang moral dan hukum.
1. Sikap Pemaaf
dan berlapang dada
Allat swt menyuruh RasulNya agar beliau memaafkan dan berlapang terhadap
perbuatan, tingkah laku dan akhlak manusia dan janganlah beliau meminta dari
manusia apa yang sangat sukar bagi mereka sehingga mereka lari dari agama.
2. Menyuruh
manusia berbuat Ma’ruf(baik)
Pengertian ‘urf pada ayat ini adalah ma’ruf.Adalah
ma’ruf adalah adat kebiasaan masyarakat yang baik, yang tidak bertengtangan
dengan ajaran agama ilam.
4.
Tidak
Mempedulikan orang jahil.
Yang dimaksud orang jahil ialah orang
yang bersifat kasar dan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap para nabi dan
tidak dapat disadarkan.Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menghindarkan
diri dari orang-orang jahil.Tidak melayani mereka, dan tidak membalas kekerasan
mereka dengan kekerasan pula.[22]
c. Ayat Munasabah
Pada ayat-ayat
yang lalu sesudah menujukkan kelemahan dan kerendahan patung-patung, Allag swt
memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk mengadakan tantangan terhadap
berhala-berhala, dan Allah-lah yang menjadi pelindung baginya.Maka pada ayat
ini Allah memberikan pedoman-pedoman untuk Nabi dalam menjalankan dakwahnya dan
cara menghadapi setan.
D. Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Ahli hadits
bersepakat tentang wajibnya amar ma’ruf nahi munkar baik fardhu ain maupun
kifayah.
Ibnu Hazm Rahimahullah,
berpendapat bahwa amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardhu’ain berdasarkan
hadits said yang marfu’:[23]
عَنْ
أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
Dari Abu Sa’id
Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan
tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu
maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya
iman.(H.R Muslim:49; Abu Dawud 1140; Tirmidzi 2173; Nasa’I VII: 111; dan Ibnu
Majah: 4013).
a. Konteks dan Maksud Hadits
Jadi
yang dituntut seorang muslim disaat melihat sesuatu kemungkaran hendaknya dia
merubah sesuai dengan kemampuannya.Dalam hal ini bertahap mulai dari bentuk
nahi mungkar yang tertinggi sampai terendah.
Adapun
terjadinya menurut perbuatan,yang pertama kali terjadi adalah terpengaruhnya
hati,berpalingnya serta keingkarannya terhadap kemungkaran disaat
melihatnya.Kemudian hati mengirimkan perintah pada lisan untuk mengucapkan
keingkarannya terhadap kemungkaran tersebut pada pelakunya.
Jika
dia mau menurut dan mencabut kemungkarannya maka yang demikian inilah yang
dimaksud, dan jika tidak maka nahi munkar beralih ketangan.Jadi dari segi
terjadinya pertama kali adalah nahi munkar dengan hati,lisan lalu tangan.
Akan
tetapi yang dituntut setiap muslim adalah nahi munkar dengan tangan jika mampu,
dan jika tidak beralih dengan lisan, dan jika tidak mampu cukup dengan hati yaitu
dengan membenci kemungkaran tersebut.
Nahi
munkar dengan hati hukumnya fardlu’ain bagi setiap kaum muslimin dalam seluruh
keadaan, Karena tidak ada seorangpun yang mampu menghalangi hati orang lain
untuk membenci kemungkaran.
Dan
didalam hadits ibnu Mas’ud dikatakan:” Dan dibalik itu tidak ada iman sebesar
biji sawipun.” Maksudnya bahwa orang yang melihat kemungkaran kemudian hatinya
tidak bergerak untuk membenci kemungkaran tersebut, maka orang yang demikian
ini didalam hatinya tidak ada iman sekali.[24]
E.
Akibat-akibat
apabila meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
1. Q.S Al Maidah: 78-79
2. Surat Al Maidah Ayat 78-79
3.
ÆÏèä9
tûïÏ%©!$# (#rãxÿ2 .`ÏB û_Í_t/ @ÏäÂuó Î) 4n?tã Èb$|¡Ï9 y¼ãr#y Ó|¤Ïãur Ç`ö/$# zOtötB 4 y7Ï9ºs $yJÎ/ (#q|Átã (#qçR%2¨r crßtF÷èt ÇÐÑÈ (#qçR$2
w cöqyd$uZoKt `tã 9x6YB çnqè=yèsù 4 [ø¤Î6s9 $tB (#qçR$2 cqè=yèøÿt ÇÐÒÈ
78.
telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas.
79.
mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka
perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.
a. Ma’na Mufradat
Lafadz
|
Arti
|
Lafadz
|
Arti
|
|
Telah dikutuk
|
|
Mereka mendurhakai
|
|
Orang-orang yang
|
|
Dan mereka adalah
|
|
(mereka)mengingkari
|
|
Melampaui batas*
|
|
Dari
|
|
Mereka adalah
|
|
Bani
|
|
tidak
|
|
Israil
|
|
Saling melarang
|
|
Atas/terhadap
|
|
Dari
|
|
Lisan
|
|
Kemunkaran
|
|
Daud
|
|
Mereka melakukannya
|
|
Dan isa
|
|
Sungguh amat buruk
|
|
Putra
|
|
Apa
|
|
Maryam
|
|
Mereka adalah
|
|
Itu
|
|
Melakukan
|
|
Disebabkan
|
|
|
b. Tafsir Surat Al Maidah Ayat 78
Setelah
melarang melakukan kesesatan dan mengikuti orang-orang yang sesat,
diingatkan-Nya melalui ayat ini bahwa para nabi yang mereka agungkan tidak
merestui sikap mereka. Karena itu ditegaskan-Nya melalui ayat ini bahwa : Telah dilaknat, dikutuk oleh Allah dan
dijauhkan dari rahmat-Nya, orang-orang
kafir yang merupakan umat dari Bani Israil disebabkan oleh lisan yakni ucapan lidah Daud yang
melaksanakan syariat Musa as. Dan juga dengan lisan Isa putra Maryam, yang
dating mengukuhkan syariat Musa as. Yang demikian
itu yakni kutukan kedua nabi agung itu, tidak lain kecuali, disebabkan karena mereka, yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani telah durhaka dengan melakukan dosa-dosa mereka kepada Allah dan
Rasul-Nya dan masih selalu melampaui batas kewajaran, baik dalam
beragama maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Kata
(n?tã)
‘ala pada firman-Nya : (4 y¼ãr#y
b$|¡Ï94
n?tã È)
berarti disebabkan yang sekaligus
mengandung makna kemantapan, sehingga kata itu mengisyaratkan bahwa kutukan itu
benar-benar diucapkan oleh lidah beliau, bukan atas namanya, bukan juga dengan
bahasa yang digunakannya. Kutukan Daud as. Itu antara lain dapat ditemukan
dalam Mazmur 53-78 dan 109, sedang kutukan Isa as. Dapat ditemukan bertebaran
dalam dalam kitab perjanjian baru. Mengapa mereka dikutuk? Seakan-akan ada yang
bertanya demikian. Ini dijawab oleh penggalan ayat berikut yakni karena mereka telah durhaka dan selalu melampaui
batas.
Menurut
Thahir Ibn ‘Asyur, gabungan dari tiga hal yang dikandung ayat di atas (7Ï9ºs)
dzalika/itu, (n?tã)
‘ala/sebab dan jawaban terhadap
adanya pertanyaan di atas, ketiganya melahirkan pembatasan, sehingga pada
akhirnya ayat ini mengandung makna bahwa kutukan tersebut tidak lain kecuali
karena kedurhakaan mereka. Pembatasan ini—lanjut Ibn ‘Asyur – perlu, agar tidak
timbul kesalahpahaman tentang sebab kutukan, yang seringkali disalahpahami oleh
kebanyakan orang, sehingga mencari sebab-sebab yang tidak jelas dan tidak
wajar, serta melupakan atau mengabaikan hal-hal yang penting dan sebenarnya.
Menyadari sebab kesalahan adalah tangga pertama meraih kesuksesan. Kekeliruan
dalam mendiagnosa penyakit tidak pernah akan mengantar kepada penemuan obat
yang sesuai dan tidak akan menghasilkan kesembuhan.
Asy-Sya’rawi
memahami kata (#q|Átã) ‘ashaw/mereka
durhaka pada ayat ini dalam arti melakukan pelanggaran yang akibatnya hanya
menimpa diri sendiri, sedang kata (crßtF÷èt)
ya’tadun/ mereka melampaui batas
adalah kedurhakaan yang menimpa pihak lain.
Ada
juga ulama yang mempersamakan kandungan makna durhaka dan melampaui batas
melampaui batas mengakibatkan kedurhakaan, dan kedurhakaan adalah pelampauan
batas. Jika demikian, dua kata berbeda itu pada akhirnya menganung makna yang
sma. Kendati bentuk kata yang digunakannya berbeda, makna yang dikandungnya pun
mengandung perbedaan. Kata ‘ashaw/mereka telah durhaka, menggunakan bentuk kata
kerja masa lampau (madhi), maka ini menunjukkan bahwa kedurhakaan itu bukan
sesuatu yang baru tetapi sudah ada sejak dahulu, dan untuk mengisyaratkan bahwa
kedurhakaan itu masih berlanjut hingga kini dan masa dating, atau merupakan
kebiasaan sehari-hari mereka. Sedangkan kata (crßtF÷èt)
ya’tadun/ melampaui batas dihidangkan
dalam bentuk kata kerja masa kini dan dating (mudhori/present tense), karena memang agresi, pelampauan batas dan
kedurhakaan sementara Ahl Al- kitab, terus berlanjut bukan saja hingga masa
turunnya ayat ini, tetapi hingga kini di tahun dua ribu Masehi. Ini tercermin
antara lain oleh agresi mereka terhadap bangsa Palestina dan serangan-serangan mereka
terhadap orang-orang tak berdosa.
Tafsir Al-Maidah : 79
Ayat
ini menjelaskan salah satu bentuk kedurhakaan mereka, khususnya ulama dan
cerdik cendikia mereka, sekaligus menjelaskan pertanyaan yang mungkin muncul
dalam benak, yakni bagaimana satu umat secara keseluruhan dapat di kutuk? Ini
di jelaskan dan dijawab dengan firman-Nya di atas bahwa : Mereka senantiasa
dari dahulu hingga kini tidak saling
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat, yakni tidak saling melarang
mengulangi perbuatan munkar yang di perbuat oleh sebagian mereka. Sungguh amat buruklah apa yang selalu mereka
perbuat itu.
Kata
(cöqyd$uZoKt)
yatanahaun/ saling melarang dalam
arti bila ada yang melakukan suatu kemunkaran, maka yang lain melarangnya, dan
bila suatu ketika yang melarang itu melakukan kemunkaran serupa atau berbeda,
maka ada lagi yang lain tampil melarangnya, baik yang dahulu pernah dilarang,
maupun anggota masyarakat lain.
Kata (cöqyd$uZoKt)
yatanahaun dapat juga dipahami dalam
arti berhenti, yakni tidak melakukan, sehingga jika dipahami demikian, dengan
penambahan kata (لا)
la/ tidak, ayat ini berarti bahwa mereka terus-menerus dan tidak henti-hentinya
melakukan kemunkaran.
Ayat
ini merupakan salah satu dasar menyangkut kewajiban melaksanakan amar ma’ruf dan
nahi munkar.
Kata
(x6YB)
munkar adalah lawan kata (معرف) ma’ruf. Kata munkar
atau mungkar dipahami oleh banyak ulama sebagai segala sesuatu, baik ucapan
maupun perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan agama, akal dan adat
istiadat. Kendati demikian, penekanan kata munkar lebih banyak pada adat
istiadat, demikian juga kata ma’ruf yang
dipahami dalam arti adat istiadat yang sejalan dengan tuntutan agama. [25]
Kejahilan
dan sedikitnya pemahaman terhadap dien sungguh telah menutupi hati sebagian
orang-orang yang ilmunya dangkal. Mereka terpedaya oleh pengabaian Allah Azza Wa
Jalla, dan mereka mengira bahwa peringatan tentang akibat apabila bergelimang
dengan kemunkaran dan diam terhadap suatu kemunkaran, merupakan salah satu
bentuk teror pemikiran, bukan sesuatu yang sebenarnya.
Akan
tetapi, orang-orang yang mengambil cahaya wahyu dan memperhatikan nash-nash
Al-Qur’an dan As-sunnah betul-betul mengetahui akibat besar yang Allah
berlakukan terhadap setiap ummat yang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar, baik
nash-nash tersebut berupa kisah-kisah tentang binasanya ummat-ummat yang
mengabaikan syiar tersebut, atau ancaman bagi orang yang mengikuti jalan
mereka. Tidak perlu azab-azab tersebut diberi batasan bahwa akan muncul pada
hari anu atau malam anu, sebab yang menentukan waktu dan tempatnya serta
sifat-sifatnya hanyalah Allah bukan manusia.
Akibat-akibat buruk tersebut banyak sekali namun yang
paling menonjol adalah :
1. Banyaknya kekejian
Bagaimana
banyaknya kekejian itu?
Sesungguhnya kemunkaran bila telah dilakukan secara
terang-terangan didalam suatu masyarakat, dan tidak ada orang yang mencegahnya
maka kemunkaran tersebut akan semakin kokoh dan merajalela. Dan menjadi bukti
atas kokohnya kedudukan ahli kemunkaran dan kekuatannya, serta menjadi wasilah
memanusia dalam bertaklid kepada mereka. Betapa semangatnya ahli kemunkaran terhadap
hal tersebut. Oleh karena itu Allah Jalla wa ‘Ala memperingatkan kepada mereka
dengan firman-Nya :
cÎ) tûïÏ%©!$# tbq7Ïtä br& yìϱn@ èpt±Ås»xÿø9$# Îû úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNçlm; ë>#xtã ×LìÏ9r& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur 4
ª!$#ur ÞOn=÷èt óOçFRr&ur w tbqßJn=÷ès? ÇÊÒÈ
19.
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu
tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di
dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
(Q.S. An-Nur : 19)
Apabila sebagian manusia telah bertaklid kepada para
pelaku kemunkaran dalam kemunkarannya, kebatilan mulai muncul, dan persoalan
tersebut sedikit demi sedikit sudah dianggap remeh oleh jiwa. Sedang manusia
diam dan tidak memperdulikannya dan mereka sibuk dengan persoalan yang lebih
besar daripadanya, sementara kemunkaran terus merajalela sampai banyak muncul
kekejian, dan menjadi suatu hal yang wajar dimana jiwa sudah menjadi biasa dan
mendidik dengannya.
Sebaliknya kema’rufan menjadi lemah dan menjadi
sesuatu yang asing. Oleh karena itu khalifah Umar bin Abdul Aziz – rihimahullah
mengatakan didalam suratnya kepada Amir Madinah yang isinya memerintahkan
kepada dia agar memerintahkan kepada para ulama untuk mengajarkan ilmunya di
masjid-masjid : “Hendaklah mereka menyebarkan ilmu, sebab ilmu tidak akan
lenyap sampai menjadi sesuatu yang tersembunyi”.
Sesungguhnya merupakan akibat yang fatal bila
kemunkaran merajalela dan kema’rufan menjadi sesuatu yang asing.
2. Banyaknya Kekejian memberikan isyarat akan
datangnya azab Ilahi Secara Umum
Imam Malik telah memberikan bab khusus tentang masalah
ini didalam kitabnya Al-Muwatho’ yang dia beri nama “bab tetang azab secara
umumkarena amalan orang tertentu”. Dan dibawah judul tersebut beliau
mencantumkan atsar dari Umar bin Abdul Aziz,
yaitu ucapan beliau rohimahullah : “Dikatakan : sesungguhnya Allah
tabaaraka Wa ta’ala tidak akan mengazab masyarakat secara umum karena perbuatan
orang-orang tertentu, akan tetapi bila kemunkaran dilakukan secara
terang-terangan semuanya berhak memperoleh azab.” (Al-Muwatho’I : 991)
Atsar tersebut memperkuat apa yang telah disebutkan
tentang bahaya melakukan maksiat secara terang-terangan, dan tentang wajibnya
membedakan antara kemunkaran yang tersembunyi dan kemunkaran yang dilakukan
secra terang-terangan.
3. Perselisihan dan Pertentangan
Sesungguhnya diantara akibat yang paling fatal yang
menimpa masyarakat yang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar adalah berubahnya masyarakat
tersebut kepada kelompok-kelompok dan golongan-golongan yang paling
bertentangan karena menuruti hawa nafsunya, akhirnya terjadilah perselisihan
dan pertentangan.
Pertentangan tersebut menjadikan masyarakat tidak
berdaya di hadapan musuh ekstern yang sudah menunggunya.
Dan tidak ada yang bisa melindungi masyarakat tersebut
dari perpecahan dan pertentangan kecuali syari’at Allah, karena Dia menyatukan
manusia dan mengendalikan hawa nafsu. Adapun jika manusia jauh dari syariat
Allah ta’ala, bisa jadi setiap orang mengikuti hawa nafsunya, sedangkan hawa
nafsu manusia tidak terkendalikan.
Orang-orang yang memperhatikan keadaan beberapa Negara
Islam dia akan mendapatkan bahwa sebab perpecahan masyarakat yang paling
menonjol disana adalah karena mengabaikan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kemudian
karena hal tersebut akibatnya kefasadan merajalela dengan berbagai bentuk dan
ragamnya : pamer aurat, mabuk-mabukan, pesta musik, dansa-dansa, dan lain-lain.
Kefasadan ini mengakibatkan para reformis yang
melakukan perbaikan marah dan cemburu karena larangan-larangan Allah dilanggar,
kemudian mereka berusaha merubah kemunkaran tersebut namun mereka tidak
mendapati cara syar’i yang memungkinkan bagi mereka untuk merubah kemunkaran
tersebut, akhirnya mereka terpaksa menggunakan jalan pintas yang menjadikan masyarakat
terpecah belah dan saling bertentangan.
Contoh-contoh dari hal tersebut didalam masyarakat
Islam tidak sedikit, diantaranya adalah apa yang terjadi di Mesir, sejumlah
orang yang ghirahnya tinggi melakukan nahi munkar dengan penuh semangat dan
cara emosional, dimana telah diumumkan di Universitas Asyuth tentang pesta
musik yang memberlakukan ikhtilat. Kemudian tampillah sejumlah mahasiswa
menentang kemunkaran tersebut, mereka memasuki tempat pesta dengan paksa,
menghancurkan alat-alatnya dan melarang diadakannya pesta di malam tersebut.
Orang-orang selain mereka yang penuh semangat
memandang perbuatan tersebut sebagai suatu perbuatan yang mengacaukan keamanan.
Seandainya mereka-mereka yang semangatnya tinggi
tersebut mendapati cara syar’i untuk melakukan nahi munkar, tidak seorangpun
dari mereka yang menggunakan cara tersebut. Akan tetapi cara-cara yang benar
telah tertutup di hadapan mereka, dan pintu telah tertutup bagi yang lain,
akhirnya mereka menggunakan cara-cara yang sulit.
Diantara bentuk perpecahan yang terjadi di dalam
masyarakat akibat meninggalkan syari’at ini adalah tersebarnya kemunkaran di
tengah-tengah manusia seperti rasa iri, dengki, dan hasud, permusuhan,
pertentangan, dan bentuk lainadalah perbedaan pandangan, pendapat, perbuatan, ucapan,
dimana masyarakat itu sendiri saling menghancurkan satu sama lain, dan
menghancurkan dirinya dengan tangannya sendiri.
Ini adalah termasuk kemunkaran yang paling besar yang
wajib untuk dicegah dan diwaspadai. Dan diamnya orang-orang yang berilmu dan
para ulama terhadap hal tersebut merupakan faktor penyebab tersebarnya dan
merajalelanya kemunkaran tersebut, serta sulitnya untuk mengatasinya.
Sesungguhnya kemunkaran itu dilarang oleh Allah karena
didalamnya mengandung kekejian dan bahaya, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemudian juga merupakan maksiat, merusak pribadi dan masyarakat, dan sebagai
faktor terpecah belahnya dan kehancurannya. Dan diam serta mengabaikan terhadap
hal tersebut merupakan bukti yang kuat tentang hilangnya standar kritik yang benar
dan membangun.
Hal tersebut merupakan persekongkolan keji dengan
orang yang kuat dan jahat yang menghendaki kejelekan kepada ummat, dan berusaha
mengahncurkan kebaikan.
4. Berkuasanya Musuh
Allah Azza wa jalla terkadang menguji masyarakat ang
mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar dengan menguasakan musuh ekstern kepada
mereka, mereka disakiti dan terkadang dirampas apa yang mereka miliki, dan
hartanya diperlakukan semaunya oleh musuh tersebut.
Kaum muslimin dalam sejarahnya telah diberi contoh
tentang hal tersebut, barang kali diantaranya adalah apa yang telah terjadi
terhadap kaum muslimin di Andalus (Spanyol), dimana keperkasaan dan kekuatannya
telah berubah disaat kemunkaran merajalela di tengah-tengah mereka dan tidak
ada yang mencegahnya. Akhirnya menjadi kehinaan. Direndahkan dan dihinakan oleh
orang-orang Nasrani, sampai para raja dan pemimpinnya dijual di pasar budak
sambil menangis.
Hal yang serupa adalah apa yang terjadi di Palestina
tentang penguasaan Yahudi terhadap kaum Muslimin, pembunuhan dan pengusiran
yang dilakukan oleh mereka terhadap kaum Muslimin, sampai Palestina menjadi
seperti Andalus.
5. Tidak terkabulnya do’a
Manusia hanya berlindung kepada Allah disaat ditimpa
suatu musibah, mereka memohon kepada Allah agar menghilangkan kesusahan yang dideritanya,
sampai orang-orang musyrikpun melakukan hal tersebut.
Sedangkan kaum muslimin yang mengabaikan syi’ar amar
ma’ruf dan nahi munkar disaat ditimpa adzab, mereka berlindung kepada Allah
Azza wa jalla dan berdo’a kepada-Nya, akan tetapi doanya tersebut tidak
terkabul, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Khudzaifah bahwa Nabi
saw bersabda :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ
اليَمَانِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ
أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ
تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“
Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, (pilih) kalian mau beramar ma’ruf dan
nahi munkar, ataukah Allah sudah nyaris akan menimpakan azab-Nya kepada kalian,
kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan tidak di kabulkan. (H.R. Tirmidzi 2169 :
Ahmad di dalam Al-Musnad V : 588).
6. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi telah melanda masyarakat yang
mengabaikan amar ma’ruf dan nahi munkar, kemiskinan bertambah, dan mereka
merasakan petaka seperti sulitnya mencari rizki.
Pada sebagian masyarakat Islamkrisis telah mencapai
pada suatu tingkat kemiskinan yang memprihatinkan, sampai seseorang bersusah
payah mencari sesuap nasi namun tidak mendapatkannya, yang membuat dirinya
bututh terhadap apa yang ada di tangan orang-orang Nasrani yang berupaya
mengkristenkan orang-orang Muslim. Kemudian hal tersebut mengakibatkan seorang
Muslim menjadi termakan oleh kristenisasi. Naudzubillah, khususnya kesibukan
mencari sesuap nasi itu terkadang bisa melalaikan banyak orang dari persoalan
dien yang mengakibatkan dia lari dan meremehkannya.
Demikianlah kemunkaran, merupakan suatu mata rantai
yang saling kait mengait antara yang satu dengan yang lain sampai penderitanya
jatuh tersungkur.
7. Tenggelam dalam Syahwat
Meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar bisa
mengakibatkan terjerumus kedalam syahwat dan tenggelam kedalamnya. Demikianlah
keadannya, menjadikan manusia terpaut dengan dunia, berjiwa lemah dan loyo.
Pemuda yang tidak memiliki kesenangan kecuali
lagu-lagu cengeng, majalah yang ‘tidak layak’, atau pembicaraan kotor, melalui
telepon, atau pergi ke negeri yang bebas, maa pemuda yang seluruh kehidupannya
menjadi syahwat tersebut apakah mampu terlepas dari kulit dunia, dan
bersungguh-sungguh menggapai ilmu yang nafi’.
Mampukah dia memikul senjata untuk membela diri dan
ummatnya? Sudah pasti bahwa dia tidak akan mampu terhadap hal tersebut, karena
dia sudah terbiasa terpaut dengan dunia dan tenggelam kedalam syahwat, dan
tidak terbiasa dengan kehidupan yang penuh dengan kesungguhan.
Anda akan mendapati kebenaran hal tersebut, bila anda
memperhatikan mayoritas para pemuda yang dikirim ke negri barat, dimana anda
akan melihat pemuda yang komit dengan diennya diantara mereka,
bersungguh-sungguh dalam menggapai ilmu, sebab dia memiliki keinginan ummat,
tidak menyembah syahwat, dan tidak terbelenggu dalam dunia yang fana.
Adapun pemuda yang menuruti syahwatnya dan menyimpang,
anda akan melihatnya tenggelam didalam syahwat dan keinginannya tidak
bersungguh-sungguh dalam menggapai ilmu dan kurang perhatian, karena dia hanya
memikul keinginan hawa nafsunya, akhirnya merugikan dan menjadi bencana bagi
ummat.
8. Mengabaikan Persiapan
Baik persiapan mental dengan kekuatan hati dan
keberanian atau persiapan fisik, untuk menghadapi musuh. Sesungguhnya yang
melakukan persiapan dengan baik hanyalah orang-orang yang berkemauan tinggi,
dan berpaling dari hal-hal yang hina. Adapun mereka yang tenggelam dalam
syahwat tidak akan mampu terhadap hal tersebut. Bahkan sekedar ucapan tentang
perang saja sudah menakutkan bagi mereka, apalagi ikut terlibat dalam kancah
peperangan.
9. Tempat Pijakan Ummat Mulai Berubah
Ada akibat yang sangat berbahaya yaitu tempat pijakan
ummat di beberapa Negara Islam mulai berubah. Yang demikian itu karena
orang-orang munafik senantiasa berbuat kerusakan dan tidak merasa cukup dengan
menyebarkan kemunkaran-kemunkaran saja, bahkan mereka membuat rencana-rencana
untuk ‘menelanjangi’ ummat dari diennya secara keseluruhan, sampai berubah
menjadi orang sekuler yang menerima untuk berhukum dengan hokum Thaghut dan
menolak hukum Allah, hingga tersebar di tengah-tengah mereka penyimpangan apa
saja baik pemikiran maupun akhlak.
Perubahan ini lebih berbahaya daripada penguasaan
orang-orang kafir dan munafik secara militer terhadap Negara-negara Islam.
Fakta telah membuktikan hal tersebut. Seandainya anda perhatikan pasti anda
akan mendapati Negara-negara Islam yang dirampas dari tangan kaum Muslimin
dengan kekuatan militer yang terbatas seperti Andalus yang dirampas oleh
orang-orang Nasrani dan Palestina yang dikuasai oleh orang Yahudi secara paksa.[26]
Munasabah
Ayat-ayat yang lalu menerangkan keburukan tingkah laku
orang-orang yang menganggap Almasih adalah Tuhan. Mereka mengikuti hawa nafsu
dan membunuh nabi-nabi. Mereka terus menerus berbuat kesesatan. Kemudian dalam
ayat ini Allah menerangkan kutukan-Nya terhadap orang Yahudi yang kafir. [27]
Hadits
Rasulullah
SAW bersabda :
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ
قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ بَذِيمَةَ، عَنْ أَبِي
عُبَيْدَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَمَّا وَقَعَ فِيهِمُ النَّقْصُ، كَانَ
الرَّجُلُ يَرَى أَخَاهُ عَلَى الذَّنْبِ فَيَنْهَاهُ عَنْهُ، فَإِذَا كَانَ
الْغَدُ لَمْ يَمْنَعْهُ مَا رَأَى مِنْهُ، أَنْ يَكُونَ أَكِيلَهُ وَشَرِيبَهُ
وَخَلِيطَهُ، فَضَرَبَ اللَّهُ قُلُوبَ بَعْضِهِمْ بِبَعْضٍ، وَنَزَلَ فِيهِمُ
الْقُرْآنُ، فَقَالَ: {لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى
لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ} حَتَّى بَلَغَ {وَلَوْ كَانُوا
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ
أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ} [المائدة: 81]
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar
telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada
kami Sufyan dari Ali bin Badzimah dari Abu 'Ubaidah dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketika terjadi
krisis moral di tengah-tengah Bani Israil, ada seorang laki-laki melihat
saudaranya berbuat dosa, maka dia pun melarangnya. Namun di esok harinya dia
tidak mencegahnya dari apa yang dia lihat dari saudaranya supaya dia menjadi
teman makan, teman minum dan teman bergaul. Maka Allah menutup hati mereka
dengan sebagian yang lain, dan turunlah ayat Al Quran mengenai diri mereka,
Allah berfirman: '(Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan
lisan Daud dan 'Isa putera Maryam...) ' sampai pada ayat '(Sekiranya mereka
beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan
kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu
menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
fasik) ' (Qs. Al Maidah: 78-81)
Konteks
Dan Maksud Hadits
Hadits ini merupakan hubungan dari Al-Qur’an Surat
Al-Maidah ayat 78-79 yang menerangkan bahwa kebiasaan Yahudi ialah membiarkan
kemunkaran terjadi di hadapan mereka disebabkan mereka tidak melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar. Demikianlah buruknya perbuatan mereka itu, sehingga hal itu
menjadi sebab adanya kutukan Allah pada mereka.
Takhrij
Hadits
Riwayat
Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Majah. Menurut at-Tirmizi, hadits ini hasan.[28]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tiada kata yang pantas kita ucapkan
kecuali rasa syukur kepada Sang Pencipta, yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Konsisnten dalam ber-amar
ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan merupakan
suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam sebuah
masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan hancurnya
sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri.Terkandung salam Q.S At Taubah 71 dan
Q.S Al Imran 104
2. Hukum amar ma’ruf nahi munkar
adalah fardlu’ain dan fardlu kifayah.Fardlu’ain jika hanya orang tertentu yang
tahu maka harus mencegahnya.Tapi jika kemungkaran sudah dicegah maka gugurlah
kewajiban.Ada dikandungan H.R Muslim:49; Abu Dawud
1140; Tirmidzi 2173; Nasa’I VII: 111; dan Ibnu Majah: 4013.
3. Tiga dasar umum dalam berdakwah adalah
sikap pemaaf, melaksanakan tradisi masyarakat yang tidak bertentangan dengan
syariat, menghindari orang jahil/musuh.Terkandung dalam Q.S Al Araf 199.
4.
Surat
Al-Maidah ayat 78-79 menjelaskan bahwa orang Yahudi suka mengerjakan perbuatan
maksiat dan melampaui batas. Hati mereka tidak sedikit pun tergerak untuk
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
5.
Akibat
meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar diantaranya banyaknya kekejian, banyaknya
kekejian memberikan isyarat akan datangnya azab Ilahi secara umum, perselisihan
dan pertentangan, berkuasanya musuh, tidak terkabulnya do’a, krisis ekonomi,
tenggelam dalam syahwat, mengabaikan persiapan, dan tempat pijakan umat mulai
berubah.
B. Saran
Dalam pembuatan
makalah ini, kami penulis mendapatkan pengetahuan yang sangat bermanfaat
mengenai amar ma’ruf nahi munkar. seyogyanya kita semua terutama para pembaca
untuk dapat mempelajari dan mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan
sehari-hari, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran agar
menjadi orang-orang yang beriman.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Qur’an
Al –Audah Salman dan Fadli
Ilahi.1993.Amar Ma’ruf Nahi Munkar.Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar
Pustaka Al-Kautsar
Hamka. 1981. Tafsir Al-Azhar. Jakarta : Yayasan nurul islam
Kementrian Agama RI. 2010. Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II Juz
4-5-6. Jakarta : Lentera Abadi
Kementrian Agama RI.2010.Alqur’an
& Tafsirnya Jilid III Juz
7-8-9.Jakarta: Lentera
Abadi
Abadi
Mundhur, Ibnu. Lisan al Arab. Jilid XI. Beirut: dar al
Shodir, tt
Salman Bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar,
Penj. Ummu ‘udhma’ azmi. Solo: Pustaka Mantiq
Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir
Al-Mishbah Volume 3, Jakarta :
Lentera Hati
Taimiyah, Ibnu.1983.Menuju Umat Amar
Ma’ruf Nahi Munkar.Jakarta: Pustaka Panjimas
Taimiyah, Ibnu. 1995. Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar,
Penj. Abu fahmi. Jakarta: gema Insani Press
Umam, Khairul dan A Ahyar Aminuddin. 1998. Usul Fiqih II.
Bandung: Pustaka Setia
[1] Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, Usul Fiqih II, (Bandung:
Pustaka Setia, 1998), h. 97
[3] Ibnu Mundhur, Lisan al Arab, Jilid XI, (Beirut: dar al
Shodir, tt), h. 239
[4] Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, Op.cit, h. 117
[5] Ibid, h. 107
[6] Salman Bin Fahd al-Audah, Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar,
Penj. Ummu ‘udhma’ azmi,
(Solo: Pustaka Mantiq), h. 13
[7] Ibnu Taimiyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu
fahmi, (Jakarta: gema Insani
Press, 1995), h. 15
[8] Ibid, h. 17
[9] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta :
Yayasan nurul islam, 1981), h. 65
[10]
Q.S. 3 : 110
[11] Ibid, h.18
[12]
Ibnu Taimiyah, Op. Cit, h. 23
[13] Ibid.
h. 52
[14] Ibid.
h. 24.
[15]
Ibnu Taimiyah, Op. Cit. h. 48
[16]
Ibnu Taimiyah, Menuju Umat Amar Ma’ruf
Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), h. 22.
[17] Ibid.
h. 23
[18] Ibid.
h. 52
[19] Al
qur’an Q.S At Taubah 71
[20]
Kementrian Agama RI.Alqur’an dan Tafsirnya Jilid III 7-8-9,(Jakarta:
Lentera Abadi, 2010), h. 511-514
[21] Al
Qur’an Q.S Al A’raf 199
[22]Kementrian
Agama RI, Op.Cit, h. 555-559
[23]
Salman Al Audah dan Dr. Fadli Ilahi.Amar Ma’ruf Nahi Munkar(Jakarta:
Pustaka Al Kautsar, 1993), h. 49-51
[24] Ibid,
h. 49-51
[25]
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 3, (Jakarta : Lentera Hati ,2002) h. 174-176
[26]
Salman Al-Audah dan Dr. Fadli Ilahi,Op.cit, h. 29-48
[27]
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, (Jakarta
: Lentera Abadi, 2010) h. 449
[28] Ibid.
h. 450
No comments:
Post a Comment