BAB II Peranan Sel dalam Perkembangannya

BAB II
Peranan Sel dalam Perkembangannya
Sumber: http://www.ucmp.berkeley.edu/alllife/ratlivercells.gif
Gambar 2.1 Transmisi Mikrograf elektron dari makrofag menyajikan komponen yang paling umum dari sel hewan. Organel yang besar pada bagian tengah, nukleus, mengandung kromatin, sebagian besar terdiri atas DNA dan protein. Nukleus dikelilingi oleh lapisan nukleus, sebuah membrane ganda terbuka yang memperbolehkan RNA dan protein regulator untuk eluar dan masuk secara selektif. Sitoplasma di luar nucleus meliputi berbagai organel kecil. Organel yang berbentuk oval dengan proyeksi seperti tulang rusuk seperti yang terlihat pada lekukan lapisan nucleus, merupakan mitokondria yakni penghasil tenaga sel tersebut. Yang berwarna gelap merupakan lisosom, selaput membrane yang berisi enzim yang mencerna bahan-bahan yang diambil dari luar sel. Lapisan antara mitokondria dengan lisosom adalah kantung membran datar dengan bintik-bintik ribosom pada bagian luarnya yang membentuk reticulum endoplasma atau RE yang merupakan tempat sintesis dan modifikasi protein. Protein disintesis di dalam RE yang selanjutnya dimodifikasi di dalam tumpukan melengkung dari kantung membrane yang dikenal dengan badan golgi yang terlihat di sebelah kanan nucleus. Membran plasma yang mengelilingi sel yang sering membentuk seperti jari disebut mikrofili.

2.1 Prinsip Kontinuitas Seluler
2.2 Sel dan Organelnya
2.3 Bentuk Sel dan Sitoskeleton
      Sel Merubah Bentuk Luarnya Sesuai dengan Perintah Internalnya
      Mikrotubul Mengatur Bentuk Sel dan Transpor Intraseluler Mediet
      Mikrofilamen Menghasilkan Kekuatan Kontraksi dan Menstabilkan Permukaan Sel
      Filamen Intermediet Beragam antar Jenis Sel yang Berbeda
2.4 Siklus Sel dan Pengontrolnya
      Kromosom Terduplikasi selama Fase S
      Pada Duplikasi Kromosom Terjadi pembagian antara  Kromosom anak selama Mitosis
      Sitoplasma Sel terbagi Selama Sitokinesis
      Aktifitas Siklik dari Protein Kompleks Mengontrol Siklus Sel
2.5 Membran Sel
2.6 Pergerakan Sel
2.7 Sel Junction di Dalam Epitelia dan Mesenchyme
2.8 Pensinyalan Sel
Sinyal Intraseluler Bervariasi Tergantung pada Jarak, Kecepatan Tindakan, dan Kompleksitas
Reseptor Membran Memulai Jalur Pensiyalan yang Berbeda
Siklase Adenilat Menghasilkan cAMP sebagai Penyampai Pesan Kedua
Fosfolipase C-β Menghasilkan Diasilgliserol, Inositol Trifosfat, dan Ion Kalsium sebagai Penyampai Pesan Kedua
Jalur RTK-Ras-MAPK Mengaktifkan Faktor Transkripsi
Jalur Transduksi Sinyal Dihubungkan Satu Sama Lain dan Dengan Adhesi Sel

SEL adalah unit terkecil dari materi yang memiliki semua sifat makhluk hidup. Sel memiliki bentuk yang berbeda dan mempertahankan organisasi internal pada tingkat tinggi (Gambar 2.1). Sel mengambil energi dan bertukar materi dengan lingkungan sekitarnya. Kebanyakan sel memiliki informasi genetik yang lengkap dan bereproduksi dengan terbelah menjadi sel anak. Selain itu, sel berkomunikasi satu sama lain dengan sinyal dan reseptor, dan memiliki sistem penyampaian sinyal yang panjang untuk memproses informasi yang diterima dari luar.
Sel juga merupakan unit terkecil yang bisa menyatu secara spontan menjadi organisme. Jika spons dipaksakan untuk melewati kain yang halus, sel yang masih hidup dapat menyatu kembali menjadi spons hidup (H. W. Wilson, 1907). Demikian juga blastomer yang terisolasi dari landak laut pada saat sel di tahap 16 dapat menyatu kembali ke bentuk larva yang hampir terlihat normal (Freeman, 1988). Dengan cara yang sama, tikus yang dapat hidup bisa terbentuk dengan mengkombinasikan blastomer yang terpisah dari embrio yang berbeda (Market dan Petters, 1987). Penyusunan kembali dari organisme belum pernah diamati dengan unit yang lebih kecil dari sel, seperti misalnya organel dan molekul.
Pada perkembangan biologi, sel adalah unit alami yang dibuat pada organisme. Banyak proses dalam perkembangan yang telah dianalisis dalam hal perilaku sel. Contohnya pertumbuhan, bisa dipelajari dalam hal pergerakan dan perubahan bentuk sel. Untuk menyiapkan analisis seperti ini, kita akan meninjau beberapa sifat dasar sel pada bab ini. Tinjauan kita akan dibatasi hanya untuk sel eukariotik, yang dipelajari oleh sebagian besar ahli biologi perkembangan. Sel eukariotik memiliki nukleus dan organel sitoplasma yang berbeda seperti misalnya mitokondria dan retikulum endoplasma. Kita akan fokus pada sifat sel tersebut yang terutama memiliki sangkut paut terhadap perkembangan, termasuk sitoskeleton, siklus sel, membrane sel, pergerakan sel, junction intraseluler, dan pensinyalan sel.

2.1 Prinsip Kontinuitas seluler
Kini setiap mahasiswa biologi mempelajari bahwa semua organisme terdiri dari sel. Fakta ini terkenal pertama kali diusulkan sebagai teori pada tahun 1838 oleh Matthias Schleiden dan setahun kemudian diusulkan oleh Theodor Scwann. Selama dekade berikutnya, peneliti menemukan bahwa sel-sel muncul hanya melalui pembagian sel yang ada. Ini merupakan penemuan yang penting, karena ilmuan terdahulu berfikir bahwa sel  mungkin juga terbentuk secara spontan dari materi nonseluler. Tetapi, hal ini belum pernah ditemukan terjadi pada kondisi yang sekarang berlaku di bumi, meskipun sel mungkin berevolusi dari kumpulan sederhana bahan organik di bawah kondisi lingkungan yang berbeda pada waktu awal sejarah planet kita. Pengetahuan awal tentang kelangsungan sel di ringkas dengan singkat oleh Rudolf Virchow pada tahun 1858 dalam sebuah peribahasa terkenal, omnis cellula e cellula yang berarti bahwa semua sel muncul dari sel.
Kemajuan penting lain dalam teori sel yakni penemuan yang menyatakan bahwa telur dan sperma merupakan sel khusus dan mereka muncul dari sel yang kurang jelas di dalam ovarium atau testis. Pada tahun 1841, Rudolf Albert Koelliker menunjukkan bahwa spermatozoa merupakan sel khusus yang berasal dari testis atau bukan dari testis, yakni hewan parasit di dalam cairan mani. Demikian juga telur, dikenal sebagai sel oleh Karl Gegenbauer pada tahun 1861. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1875, Oscar Hertwig mengamati dua nukleus pada fertilisasi telur landak laut, salah satunya dari sperma dan yang satunya dari telur.
Secara bersamaan, penemuan ini menetapkan prinsip kontinuitas seluler: bahwa semua organisme telah berevolusi melalui serangkaian pembelahan yang tak terputus, diselingi dengan pembentukan gamet dan fusi. Ini artinya bahwa sel di dalam tubuh kita sekarang ini merupakan akhir sementara sebuah rantai tak terputus dari sel yang diperpanjang dari orang tua kita, kakek-nenek, dan nenek moyang hingga Kromagnon, primata bukan manusia, mamalia primitif, reptil, amphibi, ikan, dan invertebrata, dan akhirnya menjadi organisme uniseluler primordial yang hidup miliaran tahun yang lalu.
Biologi modern dimulai ketika teori sel dikombinasikan dengan pengamatan pada perilaku kromosom. Pada tahun 1883, Eduard van Beneden mencatat bahwa nukleus dari gamet yang berkonjugasi menyumbangkan kromosom dengan jumlah yang sama saat fertilisasi. Tingkah laku kromosom selama pembentukan gamet dan fertilisasi memberikan dasar fisik bagi hukum Mendel tentang pewarisan sifat. Pada awal abad ke-20 hal tersebut mulai jelas bahwa penurunan sifat didasarkan pada kelanjutan dari pembelahan sel dan pada replikasi serta disribusi kromosom. Analisis organel sel selain nukleus berlanjut, dan pada tahun 1896 penemuan tentang ilmu sel diringkas dalam buku terobosan Edmund B. Wilson The Cell in Development and Heredity.

2.2 Sel dan Organelnya
            Sel eukariotik memiliki beberapa organel (unit berbeda yang memiliki fungsi utama) seperti misalnya nukleus yang mengandung sel DNA (Gambar 2.1). Sebaliknya, sel prokariotik, seperti misalnya bakteri, memiliki banyak organisasi sederhana tanpa nukleus yang terpisah.
Organel terbesar pada kebanyakan sel adalah nukleus yang dibatasi oleh membran ganda, yakni selubung nukleus. Pada bagian dalam dari  membran dalam, selubung nukleus dilapisi dengan lamina nukelus, sebuah lapisan protein berserat yang disebut lamina. Lamina menyediakan tempat untuk melampirkan kromosom. Kromosom merupakan urutan panjang dari molekul DNA yang berhubungan, dengan struktur yang bermacam-macam dan protein regulator. Kecuali selama pembelahan sel, kromosom membentuk lubang longgar yang berlawanan terhadap lamina (Gambar 2.1). Seperti stasiun kereta api, nukleus tampaknya menjadi tempat yang ramai saat pertama kali dilihat, penuh dengan kumpulan molekul yang menyalin genetik DNA menjadi prekursor RNA dan kemudian memproses prekursor ini menjadi RNA fungsional. Tetapi, seperti pada stasiun kereta yang memperlihatkan aliran tertib penumpang menuju dan dari peron pada waktu tertentu, penelitian dimulai untuk menemukan beberapa urutan dalam aliran molekul dari tempat transkripsi menuju tempat pengolahan dan kemudian menuju pintu yang menghubungkan  nukleus dengan sitoplasma di sekitarnya. Pintu ini dikenal sebagai lubang nukleus kompleks yang sangat terstruktur dan terbuka pada selubung nukleus (Gambar 2.2). Pori yang kompleks memperbolehkan molekul kecil secara bebas masuk dan meninggalkan nukleus. Tetapi mereka sangat selektif dalam mengontrol jalur untuk molekul dan partikel yang lebih besar. Sebagai hasilnya, nukleus dan sitoplasma di sekitarnya merupakan kompartemen seluler yang berbeda, disesuaikan dengan fungsi biologis yang berbeda.

Gambar 2.2 Kegunaan dari reticulum endoplasma (RE), badan Golgi, dan vesikel yang berhubungan. Pada jalur pertama ditunjukkan (1), protein mulai disintesis di dalam RE kasar (bertatahkan ribosom) dan diangkut dengan  badan golgi dan vesikel sekretori ke dalam ruang ekstraseluler yang mungkin terdapat protein, misalnya sebagai komponen matriks ekstraseluler. Jalur lain (2), dimulai dari RE halus (tanpa ribosom) digunakan secara sederhana untuk menambahkan lipid bilayer lebih banyak lagi ke dalam membran plasma. Jalur ketiga (3), lagi-lagi dimulai di RE kasar yang digunakan untuk menyimpan enzim pencernaan di dalam lisosom yang mungkin terdapat di dalam endositosis. Akhirnya (4), lisosom terdapat pada fagositosis dari potongan besar benda asing.


Di luar selubung nukleus merupakan sel sitoplasma yang berisi banyak organel sel yang menempel pada matriks gelatin. Saat fungsi utama nukleus menghasilkan RNA, sintesis protein terjadi di dalam sitoplasma. Ketika RNA messenger (mRNA) memasuki sitoplasma melalui pori-pori nukleus yang kompleks, kebanyakan dari RNA terebut berhubungan dengan banyak ribosom untuk membentuk polisom yang mensintesis protein. Beberapa protein yang baru tersintesis menetap di matrik sitoplasma, dimana mereka berfungsi untuk  metabolism sel itu sendiri. Protein lain dipersiapkan untuk dilepas dari sel sebagai molekul sinyal atau sebagai blok untuk matriks ekstraseluler. Ketika protein ini masih di dalam sel sitoplasma, urutan sinyal di ujung depannya menuntun mereka ke dalam sebuah labirin dari kantung membran yang disebut retikulum endoplasma atau RE. Karena ujung protein memasuki RE ketika sisa protein masih disintesis, bagian luar RE menjadi bertatahkan polisome sehingga memberikannya tampilan yang kasar pada mikrograf electron sehingga bagian ini disebut RE kasar. Di dalam RE kasar, protein dimodifikasi dengan penambahan kelompok hidroksil, oligosakarida dan gugus lain.
            Bagian RE yang tidak berhubungan dengan polisom dikenal sebagai RE halus; berfungsi dalam hal sintesis fosfolipid untuk membran sel dan senyawa yang tidak larut air lainnya. Daerah-daerah tertentu dari RE khusus untuk penyerapan ion kalsium yang sangat penting bagi regulasi pada kegiatan seluler.
            Membran vesikel transport mengantar-jemput protein yang dimodifikasi dari RE kasar dan badan golgi yakni tumpukan kantung membrane dimana protein mengalami modifikasi lebih lanjut (Gambar 2.2). Akhirnya, protein meninggalkan aparat Golgi dalam vesikel sekretori, beberapa di antaranya pindah ke permukaan sel. Di sini membran vesikel bergabung dengan membran plasma sehingga isi vesikular dilepaskan di luar sel, sebuah proses yang dikenal sebagai eksositosis. Hal ini memungkinkan sel untuk membangun lingkungan mereka sendiri dengan melepaskan bahan berserat dan gelatin secara kolektif yang dikenal sebagai matriks ekstraseluler. Daripada diekspor dari sel vesikel pengeluaran, enzim pencernaan tertentu meninggalkan badan golgi dalam lisosom. Lisosom bergabung di dalam sel dengan membran vesikel lainnya yang berfungsi dalam penyerapan bahan eksternal ke dalam sel, sebuah proses yang dikenal sebagai endositosis. Lebih spesifiknya, penyerapan cairan dalam vesikel kecil disebut pinositosis, sedangkan penyerapan mikroorganisme atau produk partikel lain dalam vesikel besar dikenal sebagai fagositosis.
            Energi yang dibutuhkan untuk menjalankan sintesis RNA dan protein, dan untuk melaksanakan sebagian proses seluler lainnya berasal dari organel kecil yang dikenal sebagai mitokondria. Mereka terdiri dari dua membran, bagian luar menghadap ke sitoplasma dan yang dalam berlipat-lipat. Protein yang terkait dengan membran dalam mereduksi oksigen menjadi air yang menghasilkan adenosin tripospat (ATP), yakni molekul yang kaya energi yang menyumbangkan energi untuk ratusan reaksi molekuler.
Pada akhirnya, tiap sel eukariotik memiliki sitoskeleton  yang terdiri atas urutan yang saling terhubung, fiber, dan pola yang memberikan bentuk sel, organisasi internal, dan kemampuan untuk berpindah. Kita akan melihat lebih dekat pada bagian berikut.

2.3 Bentuk Sel dan Sitoskeleton
SEL MERUBAH BENTUK LUARNYA SEPERTI PERINTAH INTERNAL
            Sel memilki kapasitas untuk menstabilkan atau berubah bentuk overal mereka dan organisasi dalamnya. Proses morfogenetik seperti misalnya gastrulasi dan neurulasi yang membentuk seluruh embrio adalah sebagian hasil dari perubahan terkoordinasi dalam bentuk sel. Misalnya, sel ectodermal amfibi mengasumsikan bentuk yang sangat berbeda tergantung pada apakah mereka berkembang menjadi epidermis atau ke lempeng saraf (lihat Gambar 1.8). Calon sel epidermis menjadi skuamosa yang berarti datar, sedangkan calon sel lempeng saraf menjadi columnar (tinggi seperti kolom) (Gambar 2.3). Sebagai lempeng saraf berkembang menjadi tabung saraf, sel-sel berubah bentuk lebih lanjut melalui penyempitan permukaan apikal mereka (permukaan yang awalnya menghadap ke luar). Penyempitan apikal ini memberikan kontribusi terhadap lekukan lempeng saraf ke dalam tabung.


       
Gambar 2.3 Bentuk berubah di sel ectoderm dari embrio baru selama neurulasi. (a) Pada akhir gastrulasi, ectoderm merupakan epitelium dari sel yang berbentuk kolom pendek. Sebagai hasil dari neurulasi, sel saraf  yang selanjutnya mmbentuk lempeng saraf dari sel yang berbentuk kolom panjang. Sementara itu, sel epidermal yang selanjutnya menjadi lebih datar. (b)  dua sel lempeng saraf. Banyak mikrotubul yang berbaris secara parallel pada aksis panjang sel. Mikrofilamen tersusun dalam sebuah ikatan yang melingkari ujung apical sel seperti benang yang mengkerut. (c) Perataan sel epidermis. Di bawah permukaan apical, ikatan filament intermediet merentang pada sitoplasma diantara daerah kontak sel. Beberapa mikrotubul pada sel ini terlihat tertata secara acak.

Selain bentuk luar yang berbeda, sel juga mempertahankan perintah internalnya. Telur misalnya, mendistribusikan komponen sitoplasma tertentu secara tidak merata, memperkaya beberapa daerah dengan mRNA spesifik, butiran pigmen, atau organel lainnya. Telur dan sel-sel lain dapat menghasilkan pengaturan asimetris seperti dalam sitoplasma dengan transportasi berorientasi. Fakta bahwa sel-sel mempertahankan asimetri ini melawan gaya difusi yang menunjukkan bahwa ada "perancah" untuk menahan komponen seluler di tempatnya.
Bagaimana sel mengubah atau mempertahankan bentuk mereka? Bagaimana mereka melakukan transport terarah dan mempertahankan asimetri dalam sitoplasma? Yang terpenting dalam kegiatan ini adalah sitoskeleton. Perbaikan metode cahaya dan mikroskop elektron telah mengungkapkan tiga jenis elemen sitoskeleton yang bersilangan dengan sitoplasma (Tabel 2.1). Dua jenisnya ada di semua sel eukariotik: mikrotubulus dan mikrofilamen, yang masing-masing memiliki karakteristik diameter 24 nm dan 7 nm. Sepertiga golongan yang lebih heterogen dari serat sitoskeletal ditemukan dalam jenis sel khusus dengan diameter menengah (khususnya 8 sampai 10 nm) dan karena itu disebut filamen intermediet. Kita akan membahas setiap jenis filamen dan peran mereka dalam kegiatan sel yang berbeda.
           
MIKROTUBUL MEMPERTAHANKAN BENTUK SEL DAN TRANSPOR INTRASELULER MEDIET
Dalam mikrograf elektron, mikrotubul terlihat seperti batang berongga berdiameter sekitar 24 nm dan dengan kepanjangan 500 µm. Mikrotubul merakit dirinya sendiri dari subunit yang masing-masing merupakan dimer yang terdiri dari dua polipeptida globular yang berbeda yang disebut Tubulin (Gambar 2.4). Tubulin adalah famili dari polipeptida yang sangat mirip yang dikodekan oleh famili sesuai gen. Jenis yang paling umum dari dimer terdiri dari satu polipeptida dari subfamili disebut α-Tubulin (Tubulin alfa) dan polipeptida lain dari subfamili yang disebut β-Tubulin (Tubulin beta); dimer terdiri dari Tubulin lainnya yang ditemukan di dalam sel-sel khusus, seperti spermatozoa. Ragam dari polipeptida yang dikodekan oleh gen yang sama atau berasal dari satu gen dengan langkah-langkah pengolahan yang berbeda disebut isoform.

Gambar 2.4 Penyatuan mikrotubul. Blok bangunan mikrotubul merupakan dimer  yang terdiri dari dua tubulin polipetida yang berbeda, biasanya α-tubulin dan β-tubulin. Dimer selalu ditambahkan ke mikrotubul dan diganti kembali. Penambahan dimer yang melebihi dari pergantian pada salah satu akhir mikrotubul disebut (+) akhir. Sebaliknya, kebalikan dari bagian lain disebut (-) akhir. Penambahan dimer tergantung pada gabungan beta-tubulinnya dengan guanosin trifosfat (GTP). Bagaimanapun juga, segera setelah penambahan tubulin dimer pada mikrotubul, GTP terhidrolisis menjadi guanosin difosfat (GDP). GDP yang mengandung dimer terlepas dengan cepat dan harus menukar GDP dengan GTP sebelum mereka bergabung pada kumpulan mikrotubul lagi.

            Perakitan mikrotubulus ini bersifat reversibel dan memperlihatkan polaritas yang melekat. Di salah satu ujung mikrotubulus, ditandakan dengan (+) akhir yakni perakitan yang lebih dari sekedar pembongkaran. Kebalikannya di ujung yang lain, yang disebut akhir (-) yakni mikrotubulus yang tertanam dalam pusat pengatur mikrotubulus (MTOC) yang menghambat proses pembongkaran. (+) Akhir ditandai dengan ketidakstabilan dinamis, berdepolymer dan berepolymer secara terus menerus, tergantung pada apakah β-tubulin dimer berhubungan dengan guanosne trifosfat (GTP) atau guanosin difosfat (GDP). Tubulin GTP mudah berpolimerisasi, tapi setelah itu GTP yang dihidrolisis terhadap GDP cenderung berdepolimerisasi secara cepat.

Gambar 2.5 Susunan mikrotubular dalam berbagai sel eukariotik pada tahapan yang berbeda dari siklus sel. Sebagian mikrotubulus berasal dari pusat pengorganisasian mikrotubula (MTOC). MTOC paling umum adalah sentosom dan tubuh basal. Posisi dan sifat sentrosom berubah selama siklus sel. Sebuah tanda plus menunjukkan akhir pertumbuhan dari mikrotubulus. Tanda minus menunjukkan akhir yang menyusut kecuali berhenti di MTOC.

MTOC yang paling umum adalah sentrosom dan tubuh basal (Gambar 2.5). Pada kebanyakan sel hewan, sebuah sentrosom terdiri dari dua badan silinder kecil yang disebut sentriol  yang posisinya tegak lurus satu sama lain dan tertanam dalam zat amorf (Glover et al., 1983). Setiap sentriol terdiri dari sembilan mikrotubulus triple. Dalam pembelahan sel, ada dua sentrosom yang membentuk kutub gelendong mitosis, sistem mikrotubulus pendek dan lurus yang mensegregasikan salinan kromosom ke dalam dua sel anak. Saat sel belum membelah, hanya ada satu sentrosom yang berlokasi dekat nukleus. Mikrotubulus memancar keluar dari sentrosom tunggal yang panjang dan bergelombang, dan mereka cenderung untuk memposisikan sentrosom dan nukleus yang terhubung dekat dengan pusat sel (Gambar 2.6).

         
Gambar 2.6 Mikrotubul pada sel 3T3 seekor tikus peliharaan selama interfase. Sel diatur dan mikrotubul diberi warna dengan  tehnik immunostaining (lihat Metode 4.1). Mikrotubul tersebar keluar dari sentrosom yang berada di luar nucleus.

Jenis tertentu susunan mikrotubular yang dikenal sebagai aksonem, membentuk inti dari semua ekstensi seluler mirip rambut yang dikenal sebagai silia dan flagela. Flagela dan silia eukariotik sangat mirip, Flagella umumnya lebih panjang dan biasanya hanya ada satu atau beberapa pada sel. Dalam semua aksonem, mikrotubulus tersebut diatur dalam pola universal yakni Sembilan yang ganda dan dua yang tunggal (Gambar 2.7). Setiap bagian tunggal terdiri dari 13 protofilamen (baris membujur dari tubulin dimer) dan mirip dengan mikrotubulus sitoplasma. Sebuah doublet terdiri dari dua subfiber yang menyatu, yang ditandai dengan A dan B. Pada bagian penampang, subfiber A berisi susunan melingkar normal dari 13 protofilament. Subfiber B berbentuk sabit pada bagian penampang dan hanya terdiri dari 10 atau 11 protofilamen. Doublet berhubungan dengan dynin dan protein lain yang menghasilkan gerakan silia.

              
Gambar 2.7  Struktur Aksonem ditunjukkan dengan bagian melintang. (a) Skema diagram yang menunjukkan susunan universal dua tunggal dan sembilan mikrotubulus serat ganda. Setiap serat ganda terdiri dari satu subfiber melingkar (subfiber A) dan subfiber berbentuk sabit (subfiber B). Yang berhubungan pada setiap subfiber A merupakan "lengan" bagi molekul dinein yang berinteraksi dengan subfiber yang berdekatan untuk menghasilkan gerakan silia. Yang membuat mikrotubulus dobel berdekatan bersama-sama adalah protein yang disebut neksin. Jari-jari radial protein diperpanjang dari setiap subfiber A ke pusat aksonem tersebut. Proyeksi selubung diperpanjang dari pusat mikrotubulus tunggal. Seluruh silia dibatasi oleh sel membran plasma. (b) Elektron mikrograf dari aksonem Chlamydomonas, protozoa berflagel. Panah menunjukan lengan dinein.

Aksonem tumbuh dari tubuh basal, struktur silinder yang terdiri dari sembilan triplet mikrotubulus, yang disusun dengan sedikit kemiringan seperti pisau turbin (Gambar 2.8). Tubuh basal tersebut mirip jika tidak identik dengan sentriol yang tertanam dalam sentrosom seperti yang dibahas sebelumnya. Memang, beberapa ganggang mengubah tubuh basal dari dua flagella mereka menjadi sentriol ketika mereka terbelah. Namun demikian, satu tubuh basal menempatkan satu aksonem yang lengkap, sedangkan satu sentrosom nukleat menempatkan sejumlah variabel mikrotubulus individu.

Gambar 2.8 Skema dari tubuh basal. Struktur silinder keseluruhan kira-kira memiliki panjang 0.4 µm dan lebar 0,2 µm. Sebagian besar, terdiri dari sembilan mikrotubulus tripel. Bagian dalam dua subfiber pada setiap triplet (yang ditunjukan dengan A dan B) melanjutkan ke subfiber sesuai dari aksonem doublet (lihat Gambar 2.7). Subfiber luar berakhir di zona transisi antara tubuh basal dan poros aksonem. Dua tunggal aksonem juga dimulai di zona transisi ini. Protein lain (garis hitam) menghubungkan si kembar tiga bersama-sama.

            Keseimbangan antara perakitan dan pelepasan mikrotubulus dapat diubah melalui ketentuan normal dan dengan cara eksperimental (Tabel 2.1, lihat Gambar 2.4). Perakitan mikrotubulus dilakukan oleh ketersediaan GTP. Setelah menyatu, mikrotubulus distabilkan dengan berbagai macam protein mikrotubulus terkait (MAP) yang juga memediasi interaksi antara mikrotubulus dan komponen seluler lainnya. Temperatur rendah serta tekanan tinggi membuat mikrotubulus bersatu. Colchicine dan nocodazole mengikat ke tubulin dimer dan menghalangi pertemuan di dalam mikrotubulus. Hal ini mengarah pada mikrotubulus yang tidak tampak, karena pertemuan spontan mereka tidak dihalangi pada saat yang sama. Jenis lain yang berbeda, taxol, memiliki efek sebaliknya. Taxol ini mengikat erat mikrotubulus, sehingga menghambat perombakannya.
            Selain peranan mereka dalam mempertahankan bentuk sel, mikrotubul menyediakan jalan untuk protein penggerak yang mengangkut organel dan molekul melintasi sel menggunakan tenaga dari hidrolisis ATP. Contohnya pada akson neuron (sel saraf), mikrotubul memberikan lintasan luas untuk materi di kedua arah antara badan sel dan ujung aksonal. Famili yang paling dikenal dari protein penggerak adalah dinein dan kinesin (Hirokawa, 1998). Dinein merupakan protein yang besar yang berpindah di sepanjang mikrotubul menuju (-) akhir (Gambar 2.9). Pada matriks sitoplasmik, mereka membawa berbagai molekul. Sebaliknya pada aksonem, mereka menarik mikrotubul ganda yang berhubungan dengan tetangganya hingga menciptakan gerakan pada silia dan flagella (lihat Gambar 2.7). Kinesin serupa dengan molekul penggerak kecuali jika mereka berpindah ke arah (+) akhir dari mikrotubul. Protein penggerak beserta muatannya rupanya dihubungkan oleh protein adapter.

Gambar 2.9 Protein penggerak bergerak sepanjang mikrotubulus. Dienin bergerak menuju (-) akhir sedangkan sebagian kinesin bergerak menuju (+) akhir. Kedua family dari  protein penggerak memiliki anggota yang berbeda dan nampaknya protein adaptor khusus untuk membawa molekul yang berbeda atau organel sebagai muatan.

MIKROFILAMEN MENGHASILKAN GAYA KONTRAKSI DAN MENSTABILKAN PERMUKAAN SEL
Kelompok kedua unsur sitoskeletal, yakni mikrofilamen, muncul di bawah mikroskop elektron sebagai serat lurus berdiameter sekitar 7 nm. Mikrofilamen merakit diri sebagai heliks ganda dari polipeptida globular yang disebut aktin (Gambar 2.10). Aktin mungkin terdapat sebanyak 10% dari total protein seluler, yakni beberapa protein yang terbaik dalam evolusi. Seperti tubulin, aktin adalah kelompok isoform yang dikode oleh famili dari gen yang sangat mirip. Beberapa jenis aktin sangat banyak di serat otot, dimana mereka adalah bagian dari sistem kontraktil. Tipe lain dari aktin membentuk mikrofilamen sel non otot.

Gambar 2.10 Perakitan mikrofilamen aktin dari globular. Akhir mikrofilamen yang dirakit melebihi pembongkaran disebut (+) akhir. Proses perakitan diperlihatkan oleh gabungan dengan adenosin trifosfat (ATP), dalam analogi peran GTP dalam perakitan mikrotubulus (lihat Gambar 2.4). Namun, segera setelah penambahan monomer aktin, ATP yang dihidrolisis menjadi adenosin difosfat yang lebih mudah terpisah dari mikrofilamen (ditampilkan di sini pada minus akhir).

Perakitan mikrofilamen mirip dengan mikrotubulus dalam beberapa hal. In vivo serta in vitro, mikrofilamen merakit sendiri dari aktin yang berada di hadapan pusat nukleasi yang tepat, kalium dan magnesium ion, dan trifosfat nukleotida yakni ATP pada mikrofilamen. Juga seperti mikrotubulus, mikrofilamen juga terpolarisasi dengan perakitan yang lebih dari pembongkaran di (+) akhir.
Keseimbangan antara mikrofilamen rakit dan aktin bebas dapat dimodifikasi dengan cara eksperimen dengan berbagai obat-obatan, sekali lagi secara paralel untuk mikrotubulus (lihat Tabel 2.1). Famili obat yang disebut sitokalasin mengikat (+) akhir dari mikrofilamen untuk mencegah perpanjangan lebih lanjut. Phalloidin, racun yang dibuat dari jamur oleh Amanita Phalloides, memiliki efek sebaliknya: mengikat dengan erat sepanjang sisi mikrofilamen dan menghambat pembongkaran mereka. Pada konsentrasi yang tepat, obat ini bercampur dengan mikrofilamen, tidak dengan mikrotubulus atau filamen intermediet. Dengan demikian, sitokalasin menghalangi kegiatan pergerakan seluler mikrofilamen seperti penggerak dan pembelahan blastomer tanpa menghambat kegiatan mikrotubulus seperti flagela atau pembentukan gelendong mitosis.
Seperti sel-sel yang berubah bentuk dan bergerak, mereka menjalani Pembaharuan luas pada sitoskeleton aktinnya. Fenomena ini dimediasi oleh berbagai protein yang berhubungan dengan aktin monomer atau dengan mikrofilamen (Welch et al., 1997). Pembaharuan seperti ini seringkali dipicu oleh rangsangan eksternal, dan jalur sinyal untuk protein aktin yang saat ini kurang aktif diteliti (Welch, 1999; Maekawa et al,. 1999).
Contoh yang jelas perakitan yang cepat dari mikrofilamen yang berasal dari monomer aktin terjadi selama pembentukan dari proses akrosom, proyeksi terbentuk pada ujung spermatozoa invertebrata ketika mereka mendekati perubahan menjadi telur (lihat Bagian 4.2). Proyeksi tersebut dikendalikan oleh pertemuan mikrofilamen dalam proses akrosom. Dalam sperma teripang, proses akrosom ditekankan pada kecepatan 10 nm per detik, menembus selubung telur seperti seruit dan membawa sperma dan sel telur membran plasma untuk berkoneksi (Gambar 2.11).

         
Gambar 2.11 . Proses pembentukan akrosom pada sperma teripang. Mikrograf cahaya diambil pada waktu yang ditunjukkan dalam hitungan detik pada bagian paling kanan. Kepala sperma di bagian kiri. Busur di sebelah kanan  kepala sperma adalah bagian dari ekor sperma. Proses akrosom  (panah) terbentuk ketika kontak sperma yakni lapisan jelly yang mengelilingi telur. Jalur pensinyalan digerakkan oleh kontak pemberitahuan untuk melakukan  perakitan sendiri dengan cepat dari mikrofilamen yang pada gilirannya menyebabkan proses perpanjangan akrosom.

Mikrofilamen pada saat terakit ke dalam ikatan dan jaringan di bawah kendali aktin protein pengikat. α- aktinin dan fimbrin menghubungkan mikrofilamen secara silang ke dalam ikatan paralel, sedangkan filamin menghubungkan dengan mengikat mikrofilamen ke tempatnya. Berbagai konformasi dari mikrofilamen mencerminkan beragam peran mereka dalam sel. Misalnya, daerah yang luas untuk ikatan paralel dari mikrofilamen yang dihasilkan oleh α-aktinin berinteraksi dengan miosin dalam menghasilkan kekuatan kontraksi . Hal ini telah ditunjukkan dengan sangat jelas dalam sel otot, khususnya untuk fungsi ini. Secara pasti interaksi jenis yang sama terjadi dalam sel non otot selama sitokinesis ketika mikrofilamen mengambil cincin kontraktil membentuk jembatan antara sel-sel yang terbelah. Kesimpulan ini didukung oleh efek penghambatan dari sitokalasin dan miosin antibodi tentang kemajuan sitokinesis. Mikrofilamen juga membentuk cincin kontraktil di bawah permukaan apikal piringan sel saraf, dimana mereka berkontribusi terhadap perubahan terkoordinasi dalam bentuk sel (lihat Gambar 2.3).
Sebagai bagian dari sitoskeleton, mikrofilamen memberikan dukungan struktural dinamis untuk sel dan ekstensi. Pada lapisan luar sitoplasma di bawah membran plasma, mikrofilamen membentuk tempat yang menolak perubahan bentuk dan mendukung membran plasma, yang dengan sendirinya cair dan tidak memiliki kekuatan mekanik. Penguatan permukaan sitoplasma dengan mikrofilamen yang khususnya menonjol dalam sel besar seperti telur yang memiliki permukaan sitoplasma lebih tangguh, yang dikenal sebagai korteks. Peran lain yang dilakukan oleh mikrofilamen dalam penggerak dan lokalisasi sel dari komponen sitoplasma akan dibahas dalam Bagian 2.6, 8.5, dan 8.9

FILAMEN INTERMEDIET BERAGAM ANTAR JENIS SEL YANG BERBEDA
Kelompok ketiga unsur sitoskeletal merupakan berbagai kelompok serat yang berkumpul disebut filamen intermediet. Di bawah mikroskop, mereka terlihat sebagai susunan dari serat lurus atau melengkung biasanya berdiameter 8 sampai 10 nm. Ada beberapa jenis filamen intermediet, terdiri dari protein yang berbeda termasuk keratin, vimentin seperti protein, dan protein neurofilamen (lihat Tabel 2.1). Berbeda dengan aktin globular dan tubulin, protein filamen intermediet sendiri adalah molekul berserat panjang yang mampu membentuk polimer non polar. Filamen intermediet juga lebih bervariasi dari spesies ke spesies daripada tubulin dan aktin. Meskipun filamen intermediet terdiri dari subunit berulang, mereka tampaknya tidak menjalani perakitan cepat dan pembongkaran golongan mikrotubulus dan mikrofilamen. Penghambat spesifik atau promotor filamen intermediet belum ditemukan, namun perakitan mereka dapat terganggu dengan menyuntikkan antibodi terhadap protein pokok mereka.


            Fungsi filamen intermediet masih diselidiki (Fuchs dan Cleveland, 1998). Beragam filamen dalam distribusi dan sifat molekul menunjukkan bahwa filamen intermediet yang berbeda mungkin memiliki fungsi yang berbeda. Salah satu peran dari keratin tampaknya menjadi stabil merajut lembaran sel dengan erat yang dikenal sebagai epitel. Sel epitel dilalui oleh berbagai keratin, yang terhubung di persimpangan selular tertentu (Lihat gambar 2.23c). Jaringan transeluler serat yang dihasilkan oleh penyusunan ini memberikan kekuatan epitel untuk menarik. Mutasi yang melemahkan kerangka struktural ini meningkatkan risiko pecahnya sel, menyebabkan berbagai gangguan pada manusia.
Jaringan besar filamen keratin juga telah ditemukan di Xenopus oosit (Gambar 2.12). Percobaan dengan sitokalasin B dan nokodazol menunjukkan bahwa organisasi pada jaringan keratin ini tergantung pada mikrofilamen yang utuh dan mikrotubulus (Gard et al, 1997). Pada oosit bintang laut, filamen keratin berhubungan dengan protein transduksi sinyal yang menunjukkan bahwa proses ketergantungan sinyal dapat difasilitasi oleh filamen keratin (Chiba et al, 1995.)
Filamen lamin disebutkan sebelumnya sebagai tempat lampiran untuk kromosom dalam lapisan nukleus yang juga dihitung di antara filamen intermediet. Berbeda dengan sitoplasma filamen intermediet yang stabil, filamen lamin dipecah dan disusun ulang bersama dengan lapisan nukleus selama setiap pembelahan sel.

Gambar 2.12 Filamen Keratin dalam oosit Xenopus dibuat terlihat melalui teknik pewarnaan antibodi fluorescent. Filamen membentuk jaringan padat di lapisan luar sitoplasma, atau korteks, oosit. Dalam sitoplasma batin, sebagian filamen keratin berorientasi radial sementara beberapa yang berorientasi melintang. Skala bar: 25 mikrometer.




2.4 Siklus Sel dan Pengendaliannya
Untuk suatu organisme untuk berkembangkan dan bereproduksi, sel-sel harus meningkatkan jumlahnya. Mereka melakukannya dalam proses siklus pertumbuhan dan pembelahan yang dikenal sebagai siklus sel (Gambar 2.13). Masa pertumbuhan tampak diam dikenal sebagai interfase bergantian dengan proses pembelahan sel, yang disebut fase M. Peristiwa besar yang terjadi selama fase M adalah mitosis dan sitokinesis. Mitosis menunjukan fase dimana inti sel membelah. Sitokinesis mengacu pada pembelahan sel sitoplasma. Selama interfase, sebagian kromosom begitu tipis terlihat di bawah mikroskop cahaya. Ini adalah fase kerja untuk inti sel, periode ketika DNA dan RNA disintesis. Replikasi DNA ini terbatas pada interval dalam interfase yang disebut fase S ("S" untuk sintesis DNA). Sintesis RNA terjadi selama interval sebelum fase S, yang dikenal sebagai fase G1 ("G" mengacu pada kesenjangan dalam sintesis DNA), dan selama interval setelah fase S, yang dikenal sebagai fase G2. Dengan demikian, sebuah interfase yang khas terdiri dari G1, S, dan fase G2. Umumnya, sel tumbuh selama interfase dengan ukuran sebelum pembelahan dari induknya .
Sel yang tidak membelah dapat memasuki keadaan modifikasi G1 dikenal sebagai daerah G0. Pada daerah ini, sel tidak mensintesis protein yang dibutuhkan untuk replikasi DNA dan mitosis. Pada organisme multiseluler, banyak sel memasuki kondisi G0 sebagai bagian dari diferensiasi terakhir mereka, dan sebagian besar dari sel-sel ini tidak pernah terbelah lagi.
Gambar 2.13 Skema representasi dari siklus sel. Panjang relatif dari empat fase bervariasi antara jenis sel , dengan G1 menunjukkan variasi terbesar.

KROMOSOM YANG DIDUPLIKASI PADA FASE S
DNA nukleus, pembawa informasi genetik, dirakit di dalam kromatin, yang berisi histon dan protein kromosom lain selain DNA. Pada segmen alami kromatin, yang disebut kromosom, molekul DNA terus menerus diperpanjang. Jumlah dan bentuk dari kromosom merupakan karakteristik dari masing-masing spesies hewan. Sebelum fase S, setiap kromosom mengandung satu molekul DNA yang panjang. Selama fase S, DNA kromosom direplikasi untuk menjaga informasi genetik, bahkan sel memiliki mekanisme enzimatik rumit untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi selama replikasi. (Beberapa kesalahan yang lolos koreksi merupakan mutasi, yang diwariskan sesudahnya). Setelah replikasi DNA, struktur kromatin dari masing-masing untai DNA kembar dipulihkan dengan penambahan histon baru dan protein lain. Sesudahnya, setiap kromosom terdiri dari kromatid kembar yang bersam-sama di wilayah yang disebut sentromer. Sintesis DNA dan pemisahan kromatid tertunda pada sentromer, daerah ini memainkan peran penting dalam mitosis.

DUPLIKASI KROMOSOM YANG MEMBELAH DIANTARA SEL ANAK SELAMA MITOSIS
Peristiwa yang terjadi selama mitosis adalah kepentingan yang pokok. Setiap kromosom terbagi menjadi dua komponen kromatid, dan mekanisme rangkaian panjang memastikan bahwa setiap sel anak akan mewarisi satu kromatid dari setiap kromosom. Dalam sel anak, masing-masing kromatid tunggal akan mengangkat kromosom sampai setelah fase S berikutnya, ketika masing-masing kromosom lagi-lagi akan terisi dua kromatid. Mitosis dibagi menjadi lima tahap, yang dikenal sebagai profase, prometaphase, metafase, anafase, dan telofase. Tahap-tahap peristiwa peristiwa mitosis disajikan pada Gambar 2.14. Inti berubah selama siklus sel. Lapisan nukleus, yang mengelilingi inti selama interfase, terpecah menjadi vesikel kecil selama prometafase.

Gambar 2.14 Tahap siklus sel. (a) Interfase . selaput inti yang utuh, dan kromosom membentuk jala yang berpautan. DNA genomik dan organel ekstranukleus, Sentrosom, keduanya direplikasi. Setiap sentrosome terdiri dari dua badan silinder, yang disebut sentriol, dan matriks sekitarnya. (b) Profase. Kromosom melebur menjadi benang yang terlihat di bawah mikroskop cahaya. Setiap kromosom terdiri dari dua kromatid, yang terdapat bersama-sama di sentromer, dimana setiap kromatid dikaitkan dengan kinetokor. Sentrosom bergerak terpisah dan mulai mengatur bundel mikrotubulus yang disebut serat gelendong. (c) Prometaphase. Sentrosome telah berpindah ke sisi yang berlawanan dari inti. Selaput nukleus hancur menjadi kecil, vesikel membran. Hal ini memungkinkan serat gelendong untuk berinteraksi dengan kinetoor. (d) Metafase. Kromosom yang serupa berada di tengah pelat metafase antara sentrosom dan tegak lurus dengan sumbu spindel. Ada tiga kelas dari serat spindle: serat polar memproyeksikan dari satu sentrosom menuju Sentrosom lainnya; serat astral memancar keluar dari sentrosom , dan serat kinetokor memperluas antara Sentrosom dan kinetokor. Serat kinetokor menarik dua kinetokor dari setiap kromosom untuk sentrosom berlawanan, tetapi dua kromatid masih disatukan pada sentromer. (e) Anafase. Kromatid terpisah, masing-masing menjadi kromosom independen. Setiap kromosom bergerak menuju sentrosom yang terhubung dengan serat kinetokor. Serat kinetokor mempersingkat sedangkan serat kutub memanjang dan berinteraksi untuk mendorong kutub spindle dapat terpisah. (f) Telofase.Serat kinetokor menghilang. Sebuah bentuk membran nukleus baru pada setiap kelompok kromosom. Kromosom mengurai.

Pada akhir mitosis, fragmen bersatu kembali untuk membentuk selaput baru di sekitar masing-masing dua inti anak, kromatid mengalami pergerakan melingkar selama profase sehingga mereka tidak saling terpaut ketika bersegragasi. Gulungan kromatid terlihat sebagai benang pendek di bawah mikroskop cahaya. Dua kromatid bergabung menjadi kromosom dengan bentuk V atau X, bentuk tersebut tergantung pada letak sentromer yang berada di ujung atau dekat dengan bagian tengah kromosom. Dua struktur berbentuk cakram yang disebut kinetokor, masing-masing membentuk sentromer berikutnya dengan satu kromatid. Kinetokor berinteraksi dengan serat tertentu pada gelendong mitosis.
Organel yang menjadi kunci selama mitosis adalah gelendong mitosis yang terlihat pada prometafase menuju anafase. Gelendong mitosis terbentang antara dua kutub yang ditandai dengan sentrosom. Bidang tengah antara kutub gelendong dengan garis tegak lurus terhadap sumbu yang menghubungkan keduanya disebut bidang ekuator. Elemen yang paling terlihat dari serat spindel terdiri dari gulungan mikrotubulus yang terikat erat. Serat spindel dapat dibagi menjadi tiga jenis. Serat astral menjulur keluar dari dua sentrosom untuk menjaga keduanya agar tetap berada di bagian tengah sel. Peran serat polar dari satu sentrosom terhadap bidang ekuator dan bagian luar yakni untuk berinteraksi dengan serat polar dari sentromer yang berlawanan. Peran serat kinetokor dari satu sentrosom dan berinteraksi dengan satu kinetokor dari kromosom. Karena ujung negatif mikrotubulus terbenam di sentrosom, ujung bebas dari serta gelendong berinteraksi satu sama lain dan dengan ujung positif kinetokor. Polaritas dari gelendong adalah dasar untuk pembentukan kromosom antara kutub gelendong dan untuk pemisahan akhir kromatid.
Karena dua kinetokor dari kromosom dalam arah yang berlawanan, masing-masing akan berinteraksi dengan satu kutub spindel. Selama prometafase, kromosom akan mengalami tarikan karena setiap kromosom ditarik oleh serat kinetokor yang ada. Kekuatan tarikan ini mencapai keseimbangan ketika serat kinetokor yang berlawanan memiliki panjang yang sama, sehingga semua kromosom berpindah ke bidang ekuator, dimana secara bersamaan terbentuk lempengan metafase. Masing-masing kromosom kemudian menyatu dengan salah satu kromatid berhadapan satu kutub spindel dan kromatid saudara berhadapan dengan kutub spindel yang berlawanan. Penyatuan ini memastikan bahwa setiap kromosom ketika terbagi akan memberikan kontribusi pada salah satu kromatid untuk masing-masing inti anak. Pada saat yang sama kutub biopolar diatur oleh keseimbangan daya yang berlawanan. Daya tersebut dihasilkan oleh kinesin protein motor yang menghubungkan kutub mikrotubulus yang berlawanan dan bergerak ke arah salah satu ujung bebas, sehingga menyatukan sentrosom yang terpisah, dan dienin protein motor, memiliki efek yang berlawanan (Sharp et al., 1999).
Ketika sentromer membelah pada awal anafase, dua kromatid menjadi kromosom tunggal dan berpindah ke kutub gelendong yang berlawanan. Pergerakan kromosom selama anafase berlangsung cepat dan dibantu oleh dua faktor. Pertama, masing-masing kromosom ditarik ke arah kutub spindel dengan rangkaian protein kinetokor yang memecah mikrotubulus di ujung positif dan bertindak sebagai protein motor yang bergerak pada ujung negatif. Selama ini, sentrosom yang membentuk kutub spindel dapat bergerak menuju korteks sel melalui serat astral. Kedua, protein motor kinesin bergerak menuju ujung positif kutub mikrotubulus yang selanjutnya menstabilkan keadaan kutub sekaligus mendorong kutub yang terpisah.

SEL SITOPLASMA TERBELAH SELAMA SITOKINESIS
Mitosis yang diikuti oleh sitokinesis, ketika sitoplasma sel terbelah diantara sel anak. Sitokinesis pada sel hewan dimulai selama anafase dengan pembentukan galur di dalam membran plasma yang terletak pada bidang yang sama yang sebelumnya diduduki oleh lempeng metafase. Alur ini sering dibentuk oleh kontraksi kumparan melingkar filamen aktin dan miosin yang dikenal sebagai cincin kontraktil. Filamen dari cincin kontraktil menuju ke protein yang tertanam dalam membran plasma sel, sehingga penyempitan cincin menyebabkan membran berkerut. Gaya yang diberikan oleh cincin kontraktil kemungkinan besar dihasilkan dengan menggeser filamen aktin dan miosin yang melewati satu sama lain. Mekanisme ini mirip dengan cara kerja protein aktin dan miosin dalam kontraksi otot. Sebagai cincin yang mengkontriksi dua sel anak yang menjadi terpisah. Dalam beberapa jenis sel, sitokinesis tidak berlangsung secara sempurna, sehingga galur sitoplasma tetap antara sel anak (lihat sesi 3.5).

Gambar 2.15 Cincin kontraktil (CR) dari sel selama sitokinesis. Setelah telofase mitosis, cincin kortikal dari mikrofilamen dan bentuk serat miosin pada bidang yang sama yang diduduki oleh lempeng metafase selama mitosis. Kontraksi cincin (panah) memisahkan dua sel anak. (Dari HW Balok dan RG Kessel [ 1976 ] Sitokinesis; Sebuah studi perbandingan divisi sitoplasmic dalam sel-sel hewan, Am Sci 64:279-290)

Mekanisme sitokinesis pada tanaman berbeda dengan hewan. Sitokinesis pada hewan menyebabkan sel anak terpisah oleh kontraksi filamen aktin dan miosin. Pada sel-sel tumbuhan mengalami sitokinesis dengan membentuk dinding sel baru dari bahan perkusor yang terkandung dalam vesikel yang berasal dari aparatus Golgi. Vesikel melebur yang kemudian membentuk struktur yang berbeda yang disebut plat sel sementara itu isi dari vesikel tersebut membentuk pektin, hemiselulosa, dan komponen lainnya untuk dinding sel primer. Letak plat sel mirip seperti plat metafase, yaitu tegak lurus terhadap sumbu gelendong mitosis.



AKTIFITAS SIKLIK DARI PROTEIN KOMPLEKS YANG MENGONTROL SIKLUS SEL
Sel-sel dalam organisme multiseluler membelah dengan tingkatan yang berbeda. Sel embrionik dapat membelah setiap 10 menit, beberapa sel epidermis melalui siklus sel yang sempurna dalam waktu 1 hari, dan sebagian neuron dewasa telah berhenti membelah. Perbedaan waktu siklus sel terutama disebabkan karena variasi dari panjangnya fase G1.
Kemampuan sel melalui siklus sel diatur oleh enzim yang dikenal sebagai cyclin-dependent kinase. Enzim ini melakukan aktivitas kinase, yang artinya mengalami fosforilasi (penambahan gugus fosfat) protein lain. Fungsi ini sangat penting dalam sel karena fosforilasi mengubah struktur 3 dimensi dan aktivitas biologis protein. Ada banyak jenis kinase dengan sifat yang berbeda. Aktivitas dari cyclin-dependent kinase bersinergi dengan siklin. Siklin adalah keluarga protein, dinamakan demikian karena siklin menjalani siklus sintesis dan penghancuran selama siklus sel.  Misalnya, siklin B terakumulasi selama interfase dan secara tiba-tiba terdegradasi setelah metafase. Cyclin-dependent kinase pertama yang ditemukan adalah CDK1 yang dimiliki oleh ragi sebagai produk gen cdc2+, tetapi protein yang serupa ditemukan pada semua sel eukariotik (Nurse, 1990). Kebanyakan sel eukariotik memiliki beberapa kinase siklin-dependent dan beberapa siklin yang dalam kombinasi berbeda mengatur perkembangan melalui fase berturut-turut dari siklus sel (Nigg, 1995).
            Perpindahan dari fase G2 ke fase M diinduksikan oleh kompleks protein yang dikenal sebagai MPF (M-phase promoting factor), yang terdiri dari CDK1 dan siklin B (Gambar. 2.16). (Sejarah, MPF pertama kali dijelaskan dalam konteks meisosis sebagai faktor pematangan (lihat sesi 3.5). kemudian dapat ditemukan bahwa MPF juga merangsang pembelahan sel secara mitotik). Untuk membentuk MPF aktif, CDK1 harus dimodifikasi oleh fosforilasi dari residu treonin tertentu, Thr161, dan defosforilasi tyrosin, Tyr15. Selain itu, CDK1 harus berasosiasi dengan siklin B yang juga diaktifkan oleh fosforilasi. Baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas kinase dari MPF diduga menyebabkan peristiwa yang terjadi selama profase, termasuk kondensasi kromosom, kerusakan selaput nukleus, dan perakitan spindel mitosis atau meiosis. Setelah MPF mencapai aktivitas maksimalnya  pada saat metafase, siklin B secara cepat terdegradasi oleh kompleks protease, yaitu enzim yang memecah protein, sedangkan langkah-langkah modifikasi yang mengaktifkan protein CDK1 terjadi sebaliknya. Sehingga MPF menjadi tidak aktif dan meneruskan untuk tahap interfase berikutnya.
Gambar 2.16 Generasi siklik dan penghancuran M – phase promoting factor ( MPF ) selama siklus sel. Pada awal setiap M - fase, protein CDK1 dimodifikasi dan menjadi berikatan dengan protein lain, yakni siklin B. Secara khusus, CDK1 Terfosforilasi pada residu treonin tertentu, Thr161 , dan defosforilasi pada residu tirosin, yakni Tyr15 . Siklin B disintesis sepanjang siklus sel dan dengan cepat dihancurkan oleh protease spesifik setelah metafase. Selama hubungannya dengan CDK1, siklin B juga terfosforilasi. Setelah modifikasi dan asosiasi yang tepat, B kompleks CDK1 - siklin ( MPF ) adalah kinase aktif .

Aktivasi MPF siklik oleh modifikasi CDK1 dan gabungan dengan siklin adalah mekanisme pengontrol siklus sel yang telah ada dalam evolusi. Protein CDK1 pada ragi dan manusia sangat mirip yaitu secara fungsional dapat saling menggantikan, dan siklin dari kerang dan fungsi landak laut pada oosit katak (Draeta et al., 1987). Namun, kontrol siklus sel dimodifikasi dalam berbagai cara pada tahap perkembangan yang berbeda (Whitaker dan Patel, 1990; Murray, 1992). Sebagai contoh, masuknya sel embrio ke tahap M diatur oleh enzim defosforilasi Tyr15 di CDK1. Sel-sel dewasa umumnya memiliki pos pemerikasaan lain; kerusakan blok DNA pada saat replikasi DNA, blok DNA yang tidak tereplikasi saat siklus sel sebelum masuk ke tahap mitosis dan kinetokor yang tidak melekat pada sumbu saat mitosis.



2.5 Membran Sel

Gambar 2.17 Model membran plasma. Molekul fosfolipid membentuk bilayer dengan ekor hidrofobik yang berimpitan, dan dengan hydrophilicheads dari satu lapisan mengarah pada  lingkungan ekstraseluler dan bagian dari lapisan lain yang megarah pada sitoplasma. Kebanyakan protein membran adalah protein transmembran dengan domain ekstraseluler, satu atau lebih domain transmembran, dan cytoplasmicdomain (1,2). Protein ini berada di lapisan ganda lipid karena sifat hidrofobik domain transmembran mereka. Protein lain berada pada bilayer lpid oleh lipid kovalen berikatan dengan protein, baik secara langsung (3) atau melalui gula kompleks (4). Beberapa molekul ada pada membran hanya dengan adsorpsi noncovalent dengan protein membran lain (5,6). Domain ekstraseluler pada banyak protein memiliki oligosakarida (rantai pendek dari residu gula).

Seluruh sel dikelilingi oleh membran tipis yang dikenal sebagai membran plasma dan banyak organel sel yang dikelilingi oleh mebran sel yang serupa. Fungsi utamanya yaitu bertindak sebagai pembatas pada saat difusi dengan molekul dalam air. Khususnya membran plasma yang membatasi lalu lintas, keluar dan masuk dari sel, molekul seperti asam nukleat, protein dan banyak molekul kecil serta ion. Hal ini memungkinkan sel sel untuk mempertahankan molekul biologis yang paling penting pada perbedaan konsentrasi di lingkungan. Sebagai contoh, konsentrasi enzim yang jauh lebih tinggi di dalam sel dibandingkan dengan di luar sel, sedangkan konsentrasi ion kalsium, sinyal molekul intra selular yang sangat penting selalu lebih tinggi di lingkungan luar sel daripada di dalam sel. Selain itu, selaput beberapa organel seluler membuat kompartemen subseluler dengan campuran molekul tertentu.
Fungsi pemisahan membran sel terlihat dalam susunan molekul dasar membran tersebut. Sebagian besar membran sel terdiri dari lipid bilayer. Lipid membran yang paling umum adalah fosfolipid, molekul polar dengan hidrofilik (larut dalam air) sebagai “kepala”, dan hidrofobik (tidak larut dalam air) sebagai “ekor”. Di dalam air, fosfolipid terbentuk menjadi lapisan molekul ganda dengan ekor hidrofobik yang saling berhadapan satu sama lain (gambar. 2.17). ekor hidrofobik membentuk pembatas berminyak untuk molekul yang larut dalam air, mencegah difusi bebas yang melintasi membran sel. Membran sel bersifat seperti gelembung sabun : membran sel efektif sebagai penyaring  pada saat difusi, tetapi mebran sel berupa fluida dan memiliki kekuatan mekanik yang lemah. Tingkat kelenturan dari permukaan sel bukan disebabkan oleh membran plasma tetapi disebabkan oleh lapisan superfisial sitoplasma yang dinamakan korteks, yang diperkuat dengan mikrofilamen yang telah dijelaskan sebelumnya.
Seperti gelembung sabun, membran sel dengan mudah menyatu satu sama lain untuk membentuk konfigurasi baru yang memperbaiki kerusakan dan pemulihan membran plasma selama proses perkembangan, seperti kerusakan dan perubahan selaput nukleus selama mitosis, atau pembentukan vesikel sekretori yang didapat dari paratus Golgi dan berpindah menuju permukaan plasma sel, kemudian berfusi dengan membran plasma untuk melepaskan isinya ke dalam ruang ekstraseluler. Kemampuan membran sel untuk lisis dan berkerut tergantung pada sifat dari lapisan ganda lipid, termasuk fosfolipid: rasio kolesterol, serta rantai panjang asam lemak dan saturasi.
Tentu saja menjadi pembatas bukan satu-satunya fungsi dari membran sel. Membran sel juga memfasilitasi pengendalian pertukaran molekul yang larut dalam air, berperan dalam pertukaran sintal antara sel-sel, dan menjadi perantara saat adhesi sel ke sel lain, dan untuk produksi bahan ekstraseluler. Fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh berbagai protein membran. Sesuai dengan model mosaik fluida dari struktur membran , protein membran yang tertanam pada lipid bilayer , namun protein membran bergerak bebas di dalam lipid bilayer tersebut. Beberapa protein membran bersifat hidrofobik yang tertutup oleh ekor lipid membran dan bersifat hidrofilik yang menjukur ke dalam sitoplasma atau keluar menuju lingkungan ekstraseluler. Protein lain yang melekat pada membran denagn ikatan kovalen lipid atau dari interaksi lemah dengan protein membran lainnnya.
Protein transpor membran dihasilkan sebagai pembawa atau sebagai saluran ion/molekul tertentu, seperti ion natrium atau asam amino untuk melewati membran plasma. Terdapat dua jenis protein transpor membran : protein saluran (channel protein), dan protein pembawa (carrier protein) (gambar 2.18). Protein saluran (channel protein) memiliki peran, molekul hidrofilik membentuk pori-pori pengisian air yang memperluas lipid bilayer. Ketika pori-pori tersebut terbuka, protein saluran memungkinkan ion dengan ukuran dan jumlahnya untuk berdifusi. Saluran seperti membuka dan menutup dalam merespon perubahan potensial listrik di membran, karena adanya kontak fisik, atau sinyal lain. Sebaliknya, protein pembawa (carrier protein) mengikat molekul yang akan diangkut dan terjadi perubahan untuk penyesuaian yang tergantung pada energi untuk memindahkan atau melepaskan  molekul di sisi lain membran tersebut.

Gambar 2.18 Protein transpor membran bertindak sebagai ( a) saluran untuk difusi atau ( b ) sebagai pembawa untuk transpor aktif . Asam amino hidrofobik domain dari protein ini tertanam dalam bilayer lipid . Domain asam amino hidrofilik diposisikan di bagian dalam protein transporter , di mana mereka memungkinkan molekul larut air untuk terlewati.

Protein reseptor membran berfungsi dalam proses endositiosis (lihat gambar. 2.2) atau untuk memulai rantai sinyal intraseluler. Protein reseptor terdiri dari domain ekstraseluler, domain transmembran, dan sebuah domain sitoplasmik. Domain ekstraseluler mengikat molekul secara khusus yang cocok atau ligan. Sebagai hasil dari interaksi ini, domain sitoplasmik mencocokkan diri yang merubah sifat fisik atau aktivitas biokimia. Dalam receptor-mediated endocytosis, molekul berukuran besar tertentu berikatan sebagai ligan untuk reseptor yang cocok. Reseptor yang terkumpul mengalami penurunan di membran plasma, kemudian ditangkap dan diinternalisasi. Proses ini memungkinkan sel untuk mengambil molekul jenis tertentu dalam jumlah besar, misalnya, oosit menumpuk dari darah ibu melalui receptor-mediated endocytosis sebanyak protein kuning telur. Peran protein reseptor dalam sinyal interseluler akan di bahas di akhir bab ini.
Gambar 2.19 Asosiasi molekul adhesi sel dengan sitoskeleton melalui protein linker. Molekul sel adhesi yang ditampilkan di sini adalah cadherin dimer dalam susunan zipperlike. Dimer cadherin terhubung pada mikrofilamen melalui protein linker termasuk α - catenin , β - catenin , dan Υ - catenin . Susunan digambarkan di sini dianggap umum di adherens zonula dekat permukaan apikal sel epitel ( Gambar 2.23 )

Molekul sel adhesi menengahi adhesi sel ke sel lain dan sebagai bahan ekstraseluler. Oleh karena itu, molekul-molekul ini berperan sebagai kunci dalam perakitan sel ke dalam bentuk dan struktur yang menjadi ciri dari masing-masing spesies (Gumbiner, 1996). Seperti protein membran lain, molekul sel adhesi akan mengapung secara lateral dalam bilayer lipid membran plasma jika mereka tidak mendekati struktur sitoplasma, seperti pelampung yang melayang di permukaan air jika tidak berlabuh ke bawah. Selain itu, sebagian besar sel molekul adhesi yang mendekati unsur sitoskelet. Kelompok cadherin dari sel molekul adhesi, misalnya memilih domain ekstraseluler yang mengikat sel cadherin yang berdeketansementara domain sitoplasmik yang mendekati mikrofilamen (Gambar 2.19). mikrofilamen berhenti sementara secara tidak langsung dan dibantu oleh rantai protein termasuk carteins, yang juga terlibat dalam sinyal seluler (Gambar 9. 21). Hubungan antara molekul sel adhesi dan sitoskeleton membentuk rantai yang kuat antara sel sitoskeleton yang berdekatan dan antara sel sitoskeleton dan matriks ektraseluler. Rantai ini memungkinkan sel-sel tidak hanya tetap melekat tetapi untuk mendorong pergerakan seperti yang akan kita bahas selanjutnya.

2.6 Pergerakan Sel
            Karakteristik penting dari sel selama perkembangan yaitu motilitas sel. Motilitas ini terlihat dari primordial germ cells , yang biasanya menjalani suatu alur yang sulit dari tempat asal ke kelainan gonad. Pergerakan panjang juga merupakan karakteristik dari neural crest cells , yang berasal dari ujung lipatan syaraf dari embrio vertebrata (lihat gambar 1.8) dan berpindah ke berbagai arah, dengan membentuk neuron, sel-sel pigmen, dan banyak turunan lainnya.
Pergerakan sel telah dipelajari secara mendalam menggunakan contoh fibroblas mamalia, sel melekat pada in vivo menjadi fibril kolagen dan bergerak stasioner kecuali selama penyembuhan luka. In vitro sel, melekat dan bergerak di sekitar bagian bawah. Bagian atas dari fibroblas bergerak maju sementara bagian belakanh bergerak mengikuti. Fibroblas bergerak dengan memperluas sisi utama dan kontruktor di sisi belakang (Gambar 2.20). Bagian atas dari fibroblas selanjutnya membentuk perluasan mendatar dari sitoplasma kortikal dinamakan lamellipodia, beberapa diantaranya melekat pada substrat sementara titik selanjutnya dari adhesi pada bagian belakang yang terputus.




Gambar 2.20 Pergerakan fibroblast dalam aktivitasny. Sel meluas dalam lemellipodium di bagian depan, membuat titik baru kontak dengan substrat, dan memutuskan titik yang terdahulu dari kontak sebagai kontrak trailing edge.

Subjek menarik lain dalam mempelajari gerakan sel khususnya adalah neuron, pertumbuhan mengerucut di ujung akson yang berkembang (Gambar 2.21). Pertumbuhan mengerucut banyak terjadi di mikrofilamen , sedangkan akson sendiri mengandung mikrotubulus yang berperan untuk menguatkan dan dalam transportasi, pertumbuhan kerucut membentuk lamellipodia dan juga memperluas proses “spikelike” dinamakan filopodia (Lat. Filum, “benang”). Filopodia dapat tumbuh hingga panjangnya lebih dari 50 mikrometer, dan filopodia berisi kumpulan mikrofilamen yang terus menerus memperluas dan memperpendek seolah-olah menjelajahi lingkungan sekitar, dan mengirimkan informasi pada lingkungan untuk pertumbuhan kerucut induknya (Davenport et al., 1993). Misalnya, respon syaraf untuk faktor pertumbuhan yang dibuat oleh organ target (Lihat sesi 28.4).

   
Gambar 2.21 Kerucut pertumbuhan akson. (a) gambar skematik pertumbuhan dari neuron dengan akson. Diameter akson yang luas bersesuaian terhadap ukuran sel tubuh. (b) Video gambar kerucut pertumbuhan. Filopodia yang meruncing , diperkuat dengan bundel mikrofilamen, membentuk perpanjangan dari lamellipodium berbentuk bulan sabit. Lamellipodium ini tidak termasuk organel granular dan mikrotubulus terdapat dalam akson dan bagian yang berdekatan dari kerucut pertumbuhan . (c) Serangkaian gambar yang diambil setiap 10 detik wilayah kotak di bagian b. Perhatikan prtotrusion konstan dan pencabutan dari filopodia.

Mirip seperti bagaimana sel mengubah kekuatan yang dihasilkan secara internal ke dalam translokasi yang masih dalam penelitian (Lauffenburger dan Horwitz, 1996; Mitchison dan Cremer, 1996). Mikrofilamen menempel pada protein membran dan harus menjalankan peran utama, karena sitokalasin menghentikan gerakan sel. Mikrofilamen baru terbentuk di bagian atas  sebagai pergerakan sel. Tampaknya juga penting bahwa selama pembentukan lamellipodium sitoplasma kortikal mengalami kontraksi dan relaksasi. Sitoplasma menjadi lebih cair ketika lamellipodium awal terbentuk dan lebih bersifat gel setelah lamellipodium melakukan kontak dengan substrat. Relaksasi disebabkan oleh pemutusan protein mikrofilamen seperti gelsolin. Kontraksi yang dapat dicapai oleh protein garis silang α-aktinin. Dalam perakitan mikrofilamen, kontraksi, dan pembongkaran , molekul sel adhesi harus ditempatkan di bagian atas seperti perkembangan dan pengembalian dari bagian belakang (Bretscher, 1996).

2.7 Sambungan Sel dalam Epitel dan Mesenkim
            Jaringan embrio secara luas diklasifikasikan sebagai epitel atau mesenkimal (Gambar. 2.22). Epitel adalah lembaran sel yang berdampingan dan terletak pada lapisan matriks ektraseluler yang disebut membran dasar. Sel epitel selalu terpolarisasi: permukaan sel menghadap membran basal adalah permukaan basal, dan permukaan sel yang berlawanan menghadapi lingkungan luar atau rongga tubuh tertentu adalah permukaan apikal. Permukaan apikal memiliki epitel berukuran kecil, proyeksi “fingerlike”, dinamakan mikrofili, yang meningkatkan luas permukaan untuk endositosis dan eksositosis. Sebaliknya, sel-sel mesenkim yang mempunyai kontak yang sedikit dengan lingkungan luar atau dikelilingi oleh bahan ekstraseluler. Jika sel-sel mesenkim berpindah maka akan menunjukkan bagian atas dan bagian bawah yang telah dibahas sebelumnya.
            Epitel dan sel-sel mesenkim dihubungkan dengan berbagai jenis sambungan antar sel. Jenis sambungan interseluler adalah tight junction (sambungan ketat), yang terbentuk di antara sel-sel epitel, serta anchoring junction dan gap junction, yang berada diantara sel-sel epitel serta antara sel-sel mesenkimal.

Gambar 2.22 Perbedaan antara sel epitel dan sel mesenkim. (a) sel-sel epitel berada di lapisan matriks ekstraseluler yang dikenal sebagai membran dasar. Mereka terpolarisasi, dengan permukaan sel basal berdekatan dengan membran basal dan permukaan sel apikal mengarah ke bagian luar atau rongga tubuh . Sel epitel yang berhubungan erat dengan lingkungan sekitar menggunakan tight junction, gap junction , dan desmosom. (b) Sel mesenkim memiliki sambunagan yang longgar terhadap sel lain atau dikelilingi sepenuhnya oleh matriks ekstraseluler. Ketika bergerak, sel mesenkim menunjukkan leading edge dan trailing edge.

            Tight junction (sambungan ketat) menghubungkan membran sel epitel yang berdekatan dengan permukaan apikal (Gambar. 2.23 a,b). Benang dari membran protein bergerak secara kontinu mengelilingi lingkar apikal pada masing-masing sel di dalam epitelium. Tight junction menghubungkan seperti ziplock antara benang protein membran di dalam satu membran sel dan protein yang sesuai dalam membran sel yang berdekatan. Tight junction ini memiliki dua fungsi utama, pertama mereka adalah pengaman yang efektif: tidak ada ruang yang terbuka untuk molekul yan larut dalam air untuk berdifusi antara sel-sel epitel. Sebaliknya, molekul memasuki atau meninggalkan harus melalui protein transpor dalam membran plasma. Kedua, tight junction mencegah protein membran mengapung/bergerak bebas antara apikal dan lateral permukaan sel. Dengan demikian, sel-sel dapat mempertahankan bentuknya yang berbeda dari protein pada permukaan membran sehingga mereka dapat beriteraksi secara berbeda dengan lingkungan eksternal dan dengan ruang antar organisme masing-masing. Berdasarkan dua fungsi tersebut, tight junction antara sel-sel epitel memungkinkan organisme untuk mengontrol keadaan internal.
            Anchoring junction (sambungan penahan) memungkinkan epitel bertindak sebagai lembaran berstruktur kuat dengan unsur penahan sitoskeletal dari setiap sel yang berdekatan. Ada tiga jenis yang membedakannya: adherent junction, desmosom, dan hemidesmosom. Adherent junction menghubungkan sistem mikrofilamen sel yang berdekatan. Dalam epitel, adherent junction membentuk sabuk adhesi secara terus-menerus, atau adherens zonula, tepat di bawah tight junction (Gambar. 2.23a). Disini membran yang ada bersama molekul sel adhesi dinamakan cadherins (Gumbiner, 1996). Molekul=molekul melintasi membran sel dan terhubung melalui protein untuk cincin mikrofilamen dalam sitoplasma sel (Gambar 2.19). Hubungan ini sangat penting untuk menjaga sel bersama-sama ketika lembaran sel berubah bentuk. Sambungan penahan lainnya yang umumnya terdapat pada invertebrata adalah sambungan septat (septate junction) yang menghubungkan sistem mikrofilamen sel, sebagaimana fungsi dari sambungan itu sendiri, tetapi septate junction memiliki penampilan yang berbeda di bawah mikroskop elektron: septate junction berdampingan dengan sambungan protein dalam suatu baris paralel dengan jarak yang tertur, yang memberikan bagian dari septate junction memiliki karakteristik “ladderlike”.
Jenis lain dari anchoring junction adalah desmosom, yang menghubungkan sistem filamen intermediet sel yang saling berdekatan pada vertebrata. Pada inti demosom, membran plasma yang berdekatan dihubungkan oleh lapisan semen glikoprotein dan bahan berserat (Gb. 2.23c). Bahan berserat dihubungkan pada plak materi hormone padat, yang berada di depan sitoplasma dan membran plasma di setiap sisi inti. Plak ini pada gilirannya berfungsi sebagai jangkar keratin dan filament sitoskeletal yang  melintasi bagian dalam sel untuk berakhir dengan desmosom lain. Dengan demikian desmosom link filament intermediet sel-sel yang berdekatan untuk membangun jaringan transelular yang kuat dan elastisitas epitel. Hemidesmosom, atau setengah-desmosom, menghubungkan basal permukaan sel epitel membran dasar yang mendasar.

Gambar 2.23 Tiga jenis junction interseluler pada sel-sel epitel. (a) Diagram skematik menunjukkan bagian dalam epitel dari usus kecil mamalia; mikrovilli berada di atas permukaan apikal sel. Permukaan sel basal bersandar pada membran bagian bawah, lembaran bahan ekstraseluler. (b) Tight junction bersebelahan dengan membran protein, yang memegang bersama dua membran seperti ziplock.  (c) Pada pelekatan zonula dibawah tight junction, kumpulan mikrofilamen yang berjalan dibawah membran plasma terkait dengan molekul-molekul adhesi sel (lihat Gb. 2.19). Desmosom, jenis penahan junction, yang dicirikan oleh sepasang plak sitoplasma, hanya di dalam  membran plasma sepasang sel yang berdekatan. Inti antara selaput sel diisi dengan bahan berserat. Desmosom terhubung di seluruh sitoplasma oleh filamen intermediet. (d) Gap junction adalah sebuah saluran silinder yang terdiri dari protein-protein penghubung. Saluran yang berdekatan dengan plasma membran disesuaikan untuk memungkinkan transmisi molekul-molekul kecil.

Gap junction, kelas ketiga interseluler, adalah saluran antara sel-sel (Gb. 2.23d). masing-masing saluran terdiri dari dua silinder penghubung, masing-masing dibentuk oleh protein penghubung yang tertanam berbatasan dalam membran sel (Kumar dan Gilula, 1996). Sel-sel yang bergabung dengan gap junction elektrik digabungkan dan dapat bertukar molekul sampai dengan sekitar 1000 dalton. Dengan demikian, gap junction berfungsi sebagai saluran untuk memberikan sinyal kimia dan menyebarkan ke  sel-sel melalui difusi. Secara signifikan, sel-sel dapat memodulasi dengan yang lainnya. Bahkan sedikit meningkat intraseluler konsentrasi ion kalsium atau sedikit perubahan pH dapat memicu penurunan permeabilitas gap junction. Efek ini diperkirakan ditengahi oleh perubahan konformasi penghubung yang merupakan dua silinder gap junction.
            Dalam kebanyakan embrio di awal, setidaknya beberapa blastomer dihubungkan oleh gap junction. Hal tersebut diungkapkan oleh percobaan dimana molekul hidrofil disuntikkan ke dalam satu sel dan warna yang diamati menyebar ke dalam sel yang lain. Gap junction sering muncul pada tahap ketika, menurut bukti percobaan, blastomer mulai berkomunikasi satu sama lain. Ketika antibodi dihubungkan dan disuntikkan ke dalam spesifikasi blastomer katak atau embrio tikus, sel-sel yang disuntikkan terus membelah tetapi tidak mengalami perkembangan normal. Cacat perkembangan yang muncul di antara keturunan sel yang disuntikkan, menunjukkan bahwa beberapa fungis gap junction-agaknya, bagian dari molekul sinyal antara blastomer embrio-diperlukan untuk perkembangan normal (Kumar dan Gilula,1996).

2.8 Pensinyalan Sel
Sepanjang siklus kehidupan organisme, sel berkomunikasi oleh kimia sinyal. Telur menanggapi sperma, sel-sel vegetal memodifikasi perkembangan sel-sel hewan lainnya, dan organ-organ tumbuh dalam menanggapi hormon pertumbuhan. Sinyal ini mentransduksi sepanjang jalur yang telah dilestarikan sangat baik dalam evolusi. Penjelasan jalur ini, dan jaringan yang kompleks mereka membentuk, dan telah menjadi topik utama dalam perkembangan biologi kontemporer (Hunter, 2000). Beberapa jalur ini akan diperkenalkan disini untuk menggambarkan sifat umum; dan yang lain akan disajikan dalam konteks yang khusus.


SINYAL INTERSELULAR BERVARIASI TERGANTUNG DENGAN JARAK, KECEPATAN, DAN KOMPLEKSITAS
Sel-sel hewan menanggapi sinyal kimia yang datang dari kelenjar yang jauh, dari sel-sel yang lain, dan bahkan dari diri mereka sendiri (Gb. 2.24). Dalam sinyal endokrin, sel merespon hormone dilepaskan dari kelenjar tertentu dan didistribusikan oleh darah atau cairan tubuh lainnya. Hormon seks vertebrata dan hormon kulit serangga adalah contoh yang terkenal. Dalam sinyal parakrin, pensinyalan sel mempengaruhi hanya sel-sel terdekat. Di blastula amfibi, misalnya, sel-sel vegetal sinyal sel-sel hewan yang berdekatan untuk bentuk mesoderm. Di sinyal autokrin, sel merespon sinyal kimia yang mereka lepaskan. Beberapa faktor pertumbuhan berfungsi sebagai sinyal autokrin dan parakrin dengan merangsang, mensekresi sel, serta sel tetangga membagi dan/atau untuk memulai jalur pembangunan tertentu.


(a)   Sinyal Endokrin                                      (b) Sinyal Parakrin

(c)   Sinyal Autokrin
Gambar 2.24 Gambaran umum sinyal sel-untuk-sel menggunakan bahan kimia, sinyal kimia dapat melakukan perjalanan lebih dari jarak yang lebih panjang atau lebih pendek, mulai dari meter sinyal endokrin (a) untuk mikrometer parakrin (b) dan sinyal autokrin (c) Sebagian besar sinyal kimia yang dipertukarkan antara sel-sel, terutama vertebrata, adalah steroid atau polipeptida.
Kedua grup bertindak melalui mekanisme karakteristik yang berbeda dalam kecepatan aksi (Gb. 2.25). steroid dapat bertindak pada reseptor yang terletak dalam membran plasma, tetapi sebagai aturan, mereka menyebar melalui plasma membran sel target mereka. Di dalam sitoplasma atau inti sel mereka mengikat reseptor protein, membentuk hormon-reseptor kompleks. Dalam inti, kompleks berinteraksi dengan sejumlah kecil gen target transkripsi yang khusus ditingkatkan atau menghambat. Karena transkripsi RNA perlu disintesis dan diproses dalam inti dan mRNAs fungsional harus dirilis ke sitoplasma sebelum mereka dapat diterjemahkan ke protein baru, respon terhadap hormon steroid umumnya beberapa jam bahkan hari. Sebaliknya, polipeptida tidak melewati membran plasma karena mereka besar dan larut dalam air daripada lemak-larut. Sebaliknya mereka bertindak sebagai ligan, mengikat khusus untuk reseptor protein dalam plasma membran sel target mereka. Reseptor dimuat kemudian memicu cascade transduksi sinyal, yang biasanya menyebabkan fosforilasi satu atau lebih banyak protein target yang telah ada di dalam sitoplasma sel. Protein target mungkin terlibat dalam pengendalian penerjemahan (lihat bagian 18.2), dalam hal tanggapan sel akan sangat cepat. Tentu saja, jika protein diaktifkan bertindak dengan mengendalikan transkripsi gen, maka sel menanggapi polipeptida mungkin sebagai respon terhadap steroid.



Gambar 2.25 Sel menanggapi steroid eksternal dan sinyal polipeptida. (a) Steroid biasanya melintasi selaput plasma dan mengikat reseptor sitoplasma atau nuklir protein dalam sel target. Kompleks hormon-reseptor berinteraksi dengan gen-gen tertentu untuk mengaktifkan atau menghambat transkripsi ke RNA. Transkripsi diproses dan dirilis sebagai mRNA ke dalam sitoplasma, protein baru akan disintesis. (b) Polipeptida berikatan dengan reseptor protein dalam plasma membran sel target. Reseptor berinteraksi dengan molekul transduksi sinyal untuk mengaktifkan protein target yang sudah ada di dalam sitoplasma. Aktivasi ini sering dimediasi melalui transfer fosfat (P) dari adenosin trifosfat (ATP) protein target tidak aktif. Jika fosforilasi protein target cukup untuk sel target untuk menanggapi sinyal eksternal, maka respon ini cepat. Bagaimanapun, fosforilasi protein adalah protein regulasi gen, maka respon akan lebih lambat karena memerlukan sintesis RNA, pengolahan dan terjemahan ke dalam protein efektor.


Sel merespon sinyal polipeptida juga cenderung menjadi lebih kompleks daripada respon sinyal steroid karena jalur transduksi sinyal dari membran plasma untuk inti sel melibatkan unsur-unsur lain. Sisa bagian ini akan berfokus pada transduksi sinyal polipeptida sedangkan respon terhadap hormon steroid akan dibahas pada Pasal 27.



RESEPTOR MEMBRAN MEMULAI JALUR SINYAL BERBEDA
Berbagai jenis reseptor membran memicu mekanisme transduksi sinyal selular yang berbeda. Dalam kebanyakan kasus, hasil akhir adalah perubahan konformasi tiga dimensi protein target tertentu dan dengan demikian aktivitas biologis. Jika target protein merupakan faktor trankripsi, pada gilirannya akan mengaktifkan atau menghambat sekelompok gen. namun, hasil akhir ini dicapai melalui berbagai langkah-langkah perantara. Beberapa reseptor memiliki domain sitoplasma yang bertindak secara langsung sebagai protein kinase, mentrasfer fosfat untuk protein lain dan dengan demikian mengubah konformasi dan aktivitasnya. Reseptor lainnya adalah saluran protein yang terbuka dalam merespon pengikatan ligan. Konsentrasi ion yang berubah di dalam sitoplasma pada gilirannya akan mengubah aktivitas protein tertentu.
            Kebanyakan reseptor membrane bekerja sama dengan protein lainnya yang bertindak sebagai sinyal transduser. Sebagian besar sinyal transduser disebut G protein, karena mengikat guanosin trifosfat, atau GTP (Neer, 1995). Lebih khusus lagi, istilah ini digunakan untuk sinyal transduksi membran protein yang terdiri dari tiga polipeptida (Gb. 2.26). G protein aktifkan atau menghambat kelompok ketiga dari membran protein yang bertindak sebagai enzim atau saluran ion. Protein ini pada gilirannya menghasilkan molekul sinyal intraselular yang dikenal sebagai utusan kedua. Sementara beberapa utusan kedua, seperti ion kalsium atau siklik adenosin monofosfat, menyebar melalui sitoplasma, yang lain, seperti diacylglycerol, tetap terikat membran plasma.

ADENILAT MENGASILKAN cAMP SEBAGAI UTUSAN KEDUA
Salah satu utusan kedua paling umun, cyclic adenosine monophosphate (cAMP) , dibut dengan bantuan enzim adenilat. Enzim ini mengapung dalam membran plasma dan diaktifkan (atau menghambat) oleh berbagai reseptor melalui G protein. Mekanisme ini memperkenalkan beberapa fitur penting ke proses sinyal. Pertama, sinyal ekstraseluler sangat diperkuat. Sejak reseptor dan G protein menyebar secara bebas dalam membran plasma, reseptor dimuat tunggal dapat merangsang banyak G protein dan adenilat molekul, dan molekul adenilat masing-masing pada gilirannya akan mensintesis banyak molekul cAMP. Ketiga, fungsi G protein hanya sebagai molekul terikat. Karena GTP dihidrolisis dalam fungsi G protein, sel-sel dapat membasahi respon yang terlalu kuat dengan mengurangi pasokan GTP.
            Molekul cAMP menghasilkan dan menanggapi sinyal eksternal melakukan fungsi messenger kedua mereka dalam cara yang berbeda. Jalur umum yang satu adalah melalui siklin cAMP-bergantung pada protein kinase, yang phosphorilasi protein lain, dengan demikian ini mengatur aktivitas biologi.

PHOSPHOLIPASE C-β MENGHASILKAN DIACYLGLYCEROL, INOSITOL TRISPHOSPHATE, DAN KALSIUM SEBAGAI UTUSAN-UTUSAN KEDUA
Reseptor protein dan G protein dapat bertindak pada komponen membran lainnya selain adenilat. Phosphatidylinositol bisphosphate (PIP2) adalah salah satu fosfolipid inositol yang ditemukan dalam lapisan sitoplasma membran plasma. Phospholipase C-β adalah lipid penyatuan enzim yang mengambang dilapisan membran yang sama (Gb. 2.27). Jika dirangsang oleh G protein, phospholipase C-β bersatu PIP2 ke dalam dua komponen; diacylglycerol (DAG) and inositol trisphosphate (IP3). Produk DAG larut air dalam membran plasma, sementara produk IP3 yang larut dalam air yang berdifusi ke dalam sitoplasma sel. Disini IP3 melepaskan ion kalsium disimpan dibagian-bagian tertentu dari endoplasma. Ion librated bekerjasama dengan DAG aktivasi enzim lain, protein kinase C. Dalam keadaan tidak aktif, protein kinase c adalah protein sitoplasma. Ion kalsium, itu menyisipkan ke membran plasma, dimana itu diaktifkan oleh DAG. Aktif protein kinase c kemudian phosphorylasi berbagai target protein untuk tanggapan selular yang berbeda, termasuk perubahan dalam sintesis RNA dan protein.


Gambar 2.26 Sinyal transduksi dari G protein yang berasal da ri reseptor membran plasma ke membran-terikat enzim, dicontohkan disini yaitu adenilat. G protein terdiri dari tiga peptide, Gα, Gβ, dan Gγ. Berdasarkan pengikatan ligan, domain sitoplasma reseptor mengalami perubahan sehingga ia akan berinteraksi dengan G protein. Hal ini memungkinkan subunit α terlepas dari subunit βγ dan pertukaran guanosine diphosphate (GDP) untuk guanosine triphosphate (GTP). Dalam pendek-hidup aktif, subunit αmemiliki tempat pengikatan adenilat yang diaktifkan. Namun, subunit α juga dihidrolisis  GTP ke GDP, dimana pada saat itu berdisosiasi lagi dari adenilat dan kembali ke subunit βγ, sehingga regeneras konformasi G yang dapat diaktifkan oleh kompleks reseptor-ligan.



           


Gambar 2.27  Utusan kedua di jalur bisphospate (PIP2) phosphatidylinositol. Ligan pengikatan ini mengaktifkan G protein, yang pada gilirannya mengaktifkan pospholipase C-β. Enzim ini membelah PIP2 ke diaclglycerol (DAG) dan inositol trisphosphate (IP3). Yang terakhir berdifusi melalui sitoplasma, dimana ia melepaskan ion disimpan kalsium (Ca2+) dari endoplasma. Ion kalsium memungkinkan aktif cytoplamic protein kinase C untuk memasukkan ke dalam plasma membran, dimana protein kinase C diaktifkan oleh DAG. Protein kinase C kemudian phosphorylates target  protein, yang menengahi berbagai respon selular. Ion kalsium dapat memicu tambahan saluran respon.


Selain membantu dengan aktivasi protein kinase C, ion kalsium memiliki kedua lebih banyak fungsi messenger (Berridge et al., 1998). Sebagian besar dilakukan oleh kalsium-tergantung protein, seperti calmodulin. Dalam bentuk aktif, dengan empat ion kalsium yang terikat untuk itu, calmodulin mengaktifkan berbagai protein lain.

JALUR RTK-Ras-MAPK MENGAKTIFKAN FAKTOR-FAKTOR TRANSKRIPSI
Banyak jalur transduksi sinyal pergi dari reseptor membran aktif peraturan sekelompok gen. salah satu jalur ini dimulai dengan sebagian besar reseptor membran yang dikenal sebagai receptor tyrosine kinases (RTKs), karena domain sitoplasma mereka phosphorilasi tirosin residu dari protein lain. Ligan RTK adalah protein sinyal yang menyebabkan berbagai efek perkembangan, dari pembelahan sel dengan akuisisi berbagai sel. Peneliti yang mempelajari fenomena ini di mamalia, lalat, dan cacing di tahun 1980an kagum melihat bahwa penelitian mereka konvergen pada jalur transduksi sinyal yang sangat mirip.
            Ciri RTK dan ligan adalah ligan mengikat dua RTK molekul, sehingga menyebabkan membentuk unit yang terdiri dari dua bagian, atau dimer. Dalam dimer konfirmasi, RTK dua campuran-fosforilasi residu tirosin beberapa dalam domain sitoplasma mereka (Gb. 2.28). yang kedua adalah adaptor protein, yang mengaktifkan atau menghambat yang lain yang terikat membran monomerik GTP-ases dikenal sebagai Ras protein (bandingkan dengan protein G trimeric yang ditampilkan pada Gb. 2.26). Ras pada gilirannya memicu protein kinase yang mengkonversi aktivasi hidup-pendek Ras ke sinyal hidup-lama. Sementara banyak kinase yang dapat terlibat dalam cascade, satu kelompok yang dikenal sebagai mitogen-diaktifkan protein kinase (MAPK) atau extracellular-signal-regulated-kinases (ERK) tampaknya memainkan peran yang sangat menonjol. Kinase ini diaktifkan oleh berbagai macam proliferasi sel dan merangsang-diferensiasi sinyal, beberapa mengikat RTK sementara yang lain bertindak melalui G-protein (Gb. 2.26) atau protein kinase C (Gb. 2.28). Karakteristik dari MAPK adalah mereka memerlukan fosforilasi threonina dan tirosin, yang dipisahkan protein target oleh asam amino yang lain. Enzim tertentu mengkatalis kedua fosforilasi ini dikenal sebagai MAP-kinase-kinase (MAPKK). MAPKK sendiri diaktifkan oleh fosforilasi katalis oleh MAP-kinase-kinase-kinase (MAPKKK), yang pada gilirannya dirangsang oleh pengaktifan diaktifkannya Ras.
Gambar 2.28 Jalur RTK-Ras-MAPK. Ligan, protein sinyal, menyebabkan sub satuan dan fosforilasi silang dua reseptor tirosin kinase (RTK) molekul. Adaptor protein (PA1, PA2) menghambat atau mengaktifkan Ras protein oleh hydrolyzing GTP nya atau mengizinkan pertukaran GDP untuk GTP masing-masing. Ras mengaktifkan mitogen-diaktifkan protein-kinase-kinase-kinase (MAPKKK), yang pada gilirannya mengaktifkan MAP-kinase-kinase-kinase (MAPKK) dan kemudian MAP kinase (MAPK). Yang terakhir akhirnya mengaktifkan protein sitoplasma serta faktor-faktor transkripsi nuklir.




JALUR TRANSDUKSI SINYAL YANG TERKAIT DENGAN SATU SAMA LAIN DAN DENGAN ADHESI SEL
Jalur transduksi sinyal selular terhubung dalam banyak cara. Sebagai contoh, jalur RTK-Ras-MAPK dapat diaktifkan dengan reseptor G protein-penghubung seperti yang dibahas sebelumnya. Protein kinase C dihasilkan G protein dan fosfolipase C-β dapat mengaktifkan MAPKK atau serupa seronin/threonina kinase, sehingga member jalan masuk ke jalur MAPKKK-MAPKK-MAPK (Gb. 2.28). Sebaliknya, salah satu protein sinyal intraselular yang mengikat diaktifkan RTK adalah fosfolipase C-γ, yang bersatu dengan PIP2 dan menyebabkan efek yang sama seperti fosfolipase C-β. Ada juga signal transducers and activators of transcription (STAT) yang menggabungkan kemampuan untuk mengenali domain sitoplasma RTK yang fosforilasi dan untuk mengaktifkan transkripsi gen dalam satu molekul, sehingga penempaan jalur langsung bentuknya seperti permukaan inti sel (Darnell, 1997).
            Bahkan lebih menarik lagi adalah pembentukan ikatan pertautan silang jalur transduksi sinyal dengan adhesi sel dan setidaknya ada dua cara. Pertama, ketika sel berinteraksi melalui molekul maka mereka beradhesi sel, molekul-molekul ini mungkin adanya sedikit dorongan yang berdekatan dengan RTK sehingga mulai fosforilasi-silang yang dipicu ketika ligan menyebabkan RTK ke dimer. Kedua, molekul β-catenin yang terlibat dalam penahan molekul adhesi sel untuk mikrofilamet (Lihat Gb. 2.19) ini juga aktif untuk transduksi sinyal (Gumbiner, 1995; Fagotto and Gumbiner, 1996). Dengan demikian, jumlah β-catenin terikat oleh adhesi sel akan mempengaruhi penyatuan β-catenin yang tersedia untuk transduksi sinyal.
            Keberadaan jalur transduksi sinyal dan kemampuan silang-bicara sangat membingungkan. Siapa saja jalur transduser ini banyak sinyal: utusan kedua Ca2+ dan ATP megendalikan sejumlah fungsi selular; heterotrimetrik G protein mengasosiasikan dengan reseptor untuk sinyal mulai dari neurotransmitter rangsangan mekanik; RTK mengikat puluhan ligan yang berbeda, setiap memicu respon khusus meskipun menggunakan rantai kinase yang sama untuk transduksi sinyal. Ini tampak seperti seribu orang yang ingin berkomunikasi melalui setengah lusin kabel telepon. Lebih buruk lagi, beberapa kabel ini disilangkan, dan beberapa melakukan tugas ganda untuk transmisi data telefax atau computer. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
            Bagian dari jawaban terletak pada fakta bahwa setiap jenis sel hanya memiliki serangkaian sinyal reseptor. Jika eksperimen di tipu-daya yang menyediakan sebuah sel dengan reseptor yang tidak biasanay memiliki, hasilnya memang membingungkan. Sebagai contoh, jika menyuntikkan telur katak dengan mRNA untuk neurotransmitter, maka akan menerjemahkan mRNA ini dan memasukkan reseptor dimembrannya. Jika telur ini dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung neurotransmitter, telur ini seolah-olah telah dibuahi dan siap untuk membelah (Kline et al., 1988). Rupanya, reseptor sperma mereka memanfaatkan G protein yang sama untuk transduksi sinyal yang dikenal untuk digunak reseptor neurotransmitter. Banyak yang kebingungan dalam sinyal intraselular yang dicegah dengan membatasi jumlah reseptor setiap jenis sel pada waktu tertentu. Dengan cara yang sama, komponen tertentu dari jalur sinyal yang menghubungkan reseptor dengan gen target hadir dalam beberapa sel tetapi tidak ditempat yang lain (Tan and Kim, 1999). Banyak komponen gabungan sinyal-transduser, mmebutuhkan kehadiran stimultan beberapa komponen, yang karena sifat modular mereka dapat memberikan banyak kekhususan (Hunter, 2000). Ada juga bukti bahwa jenis sel yang berbeda dimana target gen prima untuk menanggapi protein regulasi gen pada ujung jalur sinyal transduksi.
            Akhirnya, perlu kita ingat jalur sinyal transduksi yang telah berevolusi dari miliaran tahun, bahwa organisme berkembang tidak menutup untuk beruptar ulang. Dengan demikian, seseorang hanya dapat mengharapkan untuk menemukan sistem sinyal transduksi yang bekerja, belum tentu salah satu yang mungkin efisien.





RINGKASAN


Kebanyakan sel berbagi kemampuan untuk mempertahankan atau mengubah bentuk organisasi, untuk mengambil atau melepaskan bahan, untuk menjadi terpolarisasi, dan untuk bertukar sinyal antara satu dengan yang lain. Penemuan-penemuan terbaru telah sangat meningkatkan pemahaman kita tentang sel dan molekul yang terlibat dalam kegiatan ini, meskipun banyak pertanyaan yang masih harus dijawab. Namun, pengetahuan saat ini sudah memungkinkan kita untuk  menganalisis perkembangan proses dalam hal selular behavior-suatu pendekatan yang akan kita gunakan berulah-ulang dalam bagian ini.

No comments:

Post a Comment