BAB 9
Pembentukan Sumbu Dan Induksi Mesoderm
Kebanyakan
animal memiliki
sumbu tubuh yang berorientasi pada bagian yang tepat satu diantara sama lainnya
yaitu : Anteroposterior, Dorsoventral dan bagian kiri-kanan. Beberapa
animal-vegetal yang hanya memiliki 1 sumbu misalnya semacam bulu babi, apabila
dewasa hanya memiliki 1 sumbu oral-aboral yang menghubungkan kutub oral (mulut)
dengan kutub aboral (dekat anus). Umumnya sebuah sumbu dibedakan dengan 2 kutub
berbeda seperti bagian ujung yang mengeras dan ujung satunya berlekuk seperti
panah. Namun poros antara ujung dan akhirannya agak tumpul. Sumbu dalam
organisme biasanya memiliki berbagai
struktur berbaris dari kutub ke kutub dan dalam urutan yang spesifik. Misalnya
elemen tulang sepanjang sumbu anteoposterior mamalia yang berada pada bagian
tengkorak, leher, pundak dan lengan.
Bagaimana
bagian sumbu tersebut selama perkembangan ? dalam kasus ini berguna dalam
memecahkan pertanyaan diatas. Dalam hal ini pertanyaan tersebut dipecah menjadi
2. Pertama, bagaimana sumbu kutub sepeti anterior dan posterior itu ditentukan
? kedua, bagaimana struktur array
atau pola struktur sepanjang sumbu tersebut ? Sehingga dicontohkan pada tulang
rusuk yang akan mengikuti dibelakang bagian bahu dan bukan sebaliknya.
Beberapa
cara untuk menetukan sumbu embrio yang telah berevolusi. Cara yang umum untuk
menentukan adalah satu kutub dari suatu embrio adalah dengan mengetahui
lokalisasi atau tempat sitoplasma dengan jenis determinan atau pembeda yang
diklasifikasikan pada gambar 8.9 (bab 8) sebagai bagian yang khusus, berlawanan
dengan garis keturunan tertentu. Sebagai contoh determinan pada oosit Drosophila, dengan memperkenalkan mRNA biocoid sebagai definisi sumbu anterior,
dalam hal ini akan dibahas bagaimana mRNA biocoid
diterjemahkan menjadi protein dengan konsentrasi gradien yang menentukan urutan
yang tepat dari elemen tubuh sepanjang sumbu anterior.
Untuk
sumbu embrio lainnya, kutub ditentukan oleh isyarat eksternal seperti titik
masuknya sperma, gravitasi, atau tempat jatuhnya cahaya. Pada amfibi, misalnya
masuknya sperma memicu pergerakan telur di sitoplasma dari sisi sperma menuju
sisi ventral embrio. Gangguan penyusunan ulang sitoplasma atau sinyal kaskade
selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya atau penduplikasian sumbu dorsoventral.
Elaborasi pola tubuh dorsoventral berevolusi dari interaksi induktif dengan
mempengaruhi perkembangan sel lainnya. Kompleksitas peningkatan interaksi ini
membentuk pola tubuh dan poros yang sederhana untuk kedua kutub. Interaksi
selulernya dikenal sebagai “induksi embrio” yang menghasilkan pola yang
kompleks dengan beberapa elemen berbeda.
Pada
bagian bab ini akan dieksplor mengenai pembentukan sumbu terutama dalam 2
organisme yaitu : Alga coklata dari genus Fucus
dan katak (Xenopus laevis). Fucus hanya memiliki 1 kutub sumbu yang diinduksi
dengan cahaya dan faktor lingkungan lainnya. Pada Xenopus ada 3 sumbu tubuh (Anteroposterior, Dorsoventral dan bagian
kiri-kanan) yang terbentuk dengan cara yang berbeda. Dalam hal ini lebih
terfokus pada sumbu dorsoventral dengan orientasi dari penyusunan ulang
sitoplasma yang dipicu oleh masuknya sperma. Lebih lanjutnya pembentukan sumbu
dorsoventral terkait dengan pengembangan lapisan nutfah intermediet dan
mesoderm yang muncul dari interaksi induktif antara blastomer animal-vegetal.
Karena
induksi memberi peran penting dalam menstabilkan dan mengelaborasi sumbu tubuh
embrio. Pada bab ini akan diperkenalkan prinsip induksi dengan kriteria
terjadinya interaksi induktif antar sel. Menjelang akhir bab ini akan
dijelaskan mengenai mekanisme molekul dengan induksi mesoderm dan pembentukan
sumbu dorsoventral yang dapat bertindak secara bersama-sama dalam menciptakan
kelompok Spemann.
9.1 Sumbu Tubuh dan Bidang Dataran
Kebanyakan
metazoa mempunyai 3 sumbu tubuh yaitu : Anteroposterior (anter : sebelum, post
: sesudah), Dorsoventral ( dorso : kembali, ventral : pusat) dan asimetri
kiri-kanan. Nomenklatur ini bekerja dengan baik pada kebanyakan metazoa, pada
bagian interior yang terlebih dahulu ada dalam keadaan atau gerakan yang normal
dan dalam waktu yang sama berada diujung kepala. Pada manusia, Karena mereka
bipedalisme. Sisi ventral lebih dahulu ada daripada ujung dalam gerak normal.
Untuk terminology medis menggunakan superior-inferior (atas ke bawah) atau
kranikaudal (kepala sampai ekor) sebagai pengganti anteroposterior. Sumbu
tambahan yang digunakan pada manusia dan bukan manusia sebagian besar menunjuk
pada bagian yang ekstrem yaitu sumbu proksimodistal. Proksimal (paling dekat)
menggambarkan bagian yang dekat dengan titik lampiran, ke pusat tubuh, atau
titik lainnya. Distal (yang memisah) mengacu pada bagian yang jauh dari titik
acuan. Misalnya siku proksimal pergelangan tangan dan distal bahu,
menggambarkan gambaran tubuh yang berkaitan dengan kutub sumbu. Misal melihat
punggung adalah gambaran dari kutub dorsal dan aspek lateral adalah gambaran
bagian kiri-kanan.
Pada
gambar 9.2 menurut spesifik bidang dataran, median (tengah) dataran dengan
membagi sisi kiri dan kanan dari tubuh itu merupakan bagian simestris untuk
membagi sebagian organ. Pada bagian paramedian atau (sagital) adalah dataran
secara paralel dari bagian dataran tetapi pengambilannya dari kiri atau bagian
kanan. Median dan paramedian dataran seperti ini disebut sebagai garis tegak lurusnya
sumbu kiri-kanan. Dataran lainnya yang tegak lurus dengan anteroposterior
adalah dataran transverse. Beberapa dataran yang tegak lurus dengan sumbu
dorsoventral disebut coronal dan dikenal sebagai bagian “Frontal Plane” pada
anatomi manusia.
9.2 Generasi Sumbu Rhizoid-Thalus Pada Fucus
Genus
Fucus terdiri dari ganggang atau alga coklat yang
sering terlihat di zona intertidal dari Amerika dan Eropa. Alga ini menjadi
subjek favorit dalam pengembangan belajar karena perkembangannnya yang relative
sederhana. Selain itu mudah dijaga dan mudah digunakan dalam laboratorium.
Sebagian besar zigotnya dapat digunakan sehingga perkembangannya selaras dengan
polaritas sumbu dan dengan orientasi yang sama.
Telur
dari Fucus adalah sel bulat sempurna tanpa ada polaritas
yang jelas. Setelah pembuahan, sel telur membentuk membrane fertilisasi yang
kemudian dimodifikasi menjadi dinding sel seperti pada umumnya yang
mengelilingi sel-sel vegetal. Sekitar 12 jam setelah pembuahan pada (15 derajat
celcius) terbentuk 1 tonjolan di satu kutub dan membentuk seperti buah pir dan
proses tersebut disebut germinasi atau pembelahan (gambar 9.4). Sekitar 1 hari
setelah pembelahan, zigot mengalami pembelahan sel pertama yang memisahkan
bagian kecil dengan bentuk sel yang runcing meliputi tonjolan dari
perkecambahan. Sel runcing ini mengarah ke rhizoid dan dapat tumbuh pada batu
atau substrat yang serupa. Bagian yang besar meliputi sel bulatnya akan membentuk bagian daun dari tanaman itu
dan disebut Thaluus. Sumbu yang muncul antara kutub thalus dan kutub rhizoid
hanya sumbu kutub tanaman Fucus itu
sendiri. Perkembangan tanaman yang lebih tinggi menyerupai Fucus setidaknya mencapai pada tahap pembentukan 8
sel.
Bagaimana sumbu rhizoid-talus Fucus dibentuk ? dalam ketiadaan isyarat
untuk berorientasi dari lingkungan, bentuk kutub rhizoid di tempat masuknya
sperma: sperma masuk entah bagaimana membentuk simetri bola telur, dan berlaku
sampai kutub rhizoid menjadi banyak untuk beberapa jam kemudian (hable dan krof, 2000). Namun, efek
polarisasi sperma mudah ditolak oleh berbagai isyarat lingkungan. Yang terbaik
diselidiki dari sinyal ini, dan agaknya berorientasi dengan isyarat alam,
adalah arah jatuhnya cahaya. Bentuk kutub thalus di sisi telur menghadap
cahaya, dan bentuk-bentuk kutub rhizoid di sisi berlawanan. Perilaku ini
tampaknya sangat adaptif karena memaksimalkan kesempatan untuk embrio untuk
bisa jatuh tepat pada tempatnya bukannya mencapai ke darat ataupun ke laut.
Gambar 9.3 Siklus
kehidupan alga coklat Fucus. Tanaman
dewasa yang terdiri dari rhizoid yang menempel pada tanaman batu dan thallus
yang besar dan merupakanoragan fotosintesis. Reseptakel (bagian yang berada
diujung cabang talus memiliki pembukaan yang mengarah ke organ sex yang disebut
gametamia yang menghasilkan telur atau sperma. Pembelahaan zigot itu asimteris
memisahkan calon sel talus dari calon rizoid.
Dalam kondisi eksperimental,
zigot Fucus dapat terpolarisasi oleh
cahaya antara 4 dan 10 jam setelah pembuahan. Selama periode ini, cahaya yang
disebabkan polaritas: konsentrasi cahaya lain dari arah yang berbeda akan
menimbulkan polaritas sumbu baru. Namun, antara 10 dan 12 jam perkembangan,
sumbu tersebut dalam kondisi tetap sehingga sinyal baru yang berorientasi tidak
bisa lagi mengubahnya. Oleh karena itu untuk membedakan masa pembentukan sumbu.
Sumbu talus-rhizoid diatur dengan cara awal, yaitu dari periode sumbu fiksasi
ke sumbu yang sudah ditentukan (gambar 9.4).
Gambar 9.4 Pembentukan sumbu dan fiksasi sumbu. Diantara 4 sampai
10 jam setelah fertilisasi, zigot akan muncul seperti bola simetris tetapi
reversibel yang terpolarisasi oleh cahaya dan faktor lingkungan lainnya. Selama
pembentukan sumbu channel Ca2+ dikumpulkan didekat kutub calon rizoid dan zigot
menjadi terpolariasi secara elektrik dan pada akhir pembentukan sumbu,
mikrofilamen dan butiran golgi akan dikumpulkan didekat kutub calon rizoid.
Diantara 10 dan 12 jam, zigot terpolarisasi menjadi sumbu mengurut pada sinyal
polarisasi yang diterima sekitar 12 jam. "buldge" akan muncul pada
ujung kutub calon rizoid. Sekitar 24 jam pembelahan sel pertama memisahkan sel
penanda rizoid dari penanda talus.
Proses pembentukan sumbu pada
zigot Fucus pertama kali dianalisis
oleh Lund (1992), yang mengamati bahwa zigot tumbuh dalam medan listrik yang
berkembang terhadap mode. Kemudian L.F Jaffe (1996) menemukan bahwa dalam
ketiadaan medan eksternal, zigot Fucus berkembang
dalam polaritas elektrik dengan sendirinya, dengan ujung rhizoid menjadi
negatif. Pengamatan serupa dilakukan pada zigot dari genus yang terkait dengan
ganggang yaitu Pelvetia. Untuk
mengetahui tegangan dari perkembangan seluruh zigot Fucus, Jaffe menempatkan sekitar 200 telur yang dibuahi dalam
kapiler kaca dan pembentukan sumbu yang disebabkan oleh cahaya yang bersinar
dari satu ujung tabung tersebut. Secara efektif dapat menghubungkan zigot
menurut tipe, thalus dan rizoid. Sehingga potensi listrik yang kecil dapat
menyebrangi sel-sel individual dan bertambah sampai batas potensial yang
terukur diseluruh tabungnya. Tidak adanya tegangan yang dikembangkan sampai 12
jam setelah pembuahan, ketika zigot mulai mengalami perbedaan. Namun saat
terjadinya perkembangan, ada kenaikan paralel dalam tegangan tabung. Diakhiri
dengan pembentukan rhizoid yang menjadi semakin negatif. Terdapat tegangan yang
diamati ketika didalam tabung kontrol dengan zigot yang diterangi dari semua
sisi dan berkembang secara acak kesegala arah.
Pengukuran ini disempurnakan
dengan elektroda getar yang dapat mendeteksi arus listrik yang sangat kecil.
Nuccitelli dan Jaffe (1974) menemukan arus kecil dilokasi calon rhizoid, ini
berarti bahwa baik secara positif mengisi ion yang memasuki batas negatif,
pengisian ion meninggalkan zigot pada bagian calon rhizoid. Dalam hal ini arus
lemah terdeteksi sebelum perkembangan selama 5 atau 6 jam setelah pembuahan.
Dalam kasus ini, ketika arah cahaya diubah secara sepihak, arusnya akan
bergeser ke posisi baru dengan prospektif rhizoid (Nuccitelly, 1987). Dengan
demikian arus listrik melalui zigot dimulai selama pembentukan sumbu dan
berlanjut sampai fiksasi sumbu.
Penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi pembawa arus. Pengamatan awal menunjukan bahwa saat ini
kemungkinan akibat dari fluks ion kalsium (Ca2+) yang hadir pada konsentrasi
yang jauh lebih tinggi dalam air laut daripada di sel-sel yang hidup. Percobaan
dengan ionofor kalsium, agen yang membuat membran plasma permeabel untuk Ca2+
menunjukan bahwa bentuk-bentuk kutub rhizoid dekat dengan lokasi masuknya Ca2+
yang kemudian Ca2+ menjadi konsentrasi tertinggi didalam sel. Pengukuran lebih
lanjut menunjukan bahwa Ca2+ memang masuk dan berkembang di kutub calon rhizoid
dan daun di tempat lain (Robinson dan Jaffe, 1975). Sesuai dengan pengamatan
ini, probe dikenal untuk saluran Ca2+
dengan label yang selektif pada perkembangan calon sekitar 6 atau 8 jam setelah
pembuahan (Shaw dan Quatrano,1996). Lokalisasi ini nampaknya menjadi saluran
Ca2+ yang reversibel, dapat diubah sampai akhir pembentukan fase dengan
mengubah arah jatuhnya cahaya.
Diambil secara bersama-sama
berdasarkan percobaan Lund dan Jaffe, menunjukan bahwa zigot Fucus dan Pelvetia mendorong arus listrik, kemungkinan besar dibawa oleh ion
Ca2+ dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pembentukan sumbu. Sifat
pigmen yang berinteraksi dengan cahaya dalam fotopolarosasi dan peristiwa
molekuler berikutnya yang mengarahkan arus listrik melalui zigot.
Pembentukan sumbu dibawah
pengaruh cahaya satu arah tergantung pada mikrofilamennya (Kropf, 1992).
Sitoklasin B diketahui dapat mengganggu pembentukan mikrofilamen dengan
ditambahkan air laut dan zigot Fucus dan
Pelvetia selama periode pembentukan
sumbu. Fotopolarisasi akan terhambat jika ketergantungan ini dihapus, rhizoid
akan tumbuh dengan arah secara acak. Dalam zigot Pelvetia akan terpolarisasi
oleh cahaya, mikrofilamen di kutub calon rhizoid adalah tanda awal dan
reversibel atau perubahan pembentukan sumbu (Alessa dan Kropf, 19999).
Proses fiksasi sumbu membutuhkan
partisipasi dari dinding sel (Quatrano dan Shaw, 1997). Protoplas Naked diisolasi dari zigot Fucus dengan mempertahankan kemampuan mereka untuk merepolarisasi
sebagai respon terhadap cahaya dari luar periode normal pembentukan sumbu
sampai bisa untuk membentuk dinding sel lagi (Kropf et al., 1998), biasanya
zigot membentuk dinding sel dalam beberapa menit setelah fertilisasi atau
pembuahan. Dinding sel awal yang tetap radial, simestris terhadap pembentukan
sumbu yang terdiri dari alginat, selulosa dan 3 fukoidan. Salah satu fukoidan
adalah F2 ang akan menjadi sangat sulfat ketika berada di badan golgi kemudian
diturunkan ke vesikel khusus dan dikenal dengan F Granule yang dapat diwarnai
secara khusus dengan toluidin O biru. Pada sulfasi F2, F granule bergerak
menuju bagian calon rhizoid. Dimana dalam hal ini F2 adalah gabungan didalam
dinding sel (gambar 9.5). Pergerakan F granulake target yang sudah
diidentifikasi oleh Ca2+ tergantung pada mikrofilamen yang dapat menunjukan
bahwa F2 dapat menjadi cara dalam fiksasi sumbu namun bisa dicegah dengan
sitoklasin B.
Untuk menguji peran F2 dengan
menggabungkan ke dalam dinding sel, Shaw dan Quatrano ( 1996) menggunakan
inhibitor, brefeldin A ( BFA ), eksositosis dapat mengganggu F granula tapi
tidak dengan akumulasi saluran Ca2+ atau mikrofilamen. Seperti tidak adanya
dinding sel, BFA dengan kemampuan zigotnya
untuk merepolarisasi diluar waktu normal sampai BFA benar-benar bersih .
Dengan demikian, F2 atau faktor lain yang terkandung dalam F granul yang
diperlukan akan disimpan untuk pada saat fiksasi sumbu. Pengobatan BFA tidak
mengganggu pembelahan sel pertama. Ketika BFA benar-benar bersih setelah yang
pembelahan pertama bentuk dataran tegak lurus terhadap calon rhizoid, embrio
pada rhizoid akan terlambat akibat perlakuan BFA yang tidak memiliki hubungan
yang jelas terhadap bidang pembelahan pertama. Memang, beberapa embrio ini
membentuk dua rhizoid, tampaknya setelah pembelahan pertama telah membagi
batasan target yang ditetapkan oleh saluran Ca2+ dan mikrofilamen.
Data ini menunjukkan bahwa fiksasi sumbu yang normal memerlukan orientasi
pertama pada saat mitosis benang-benag spindel yang sejajar dengan sumbu
rhizoid- talus. Sebaliknya, sel - BFA diperlakukan tampaknya dengan membagi
bagian dataran yang berorientasi secara acak untuk dibentuk tapi tetap tidak
ada sumbu talus - rhizoid.
Model pada saat fiksasi sumbu Fucus yang digambarkan dalam gambar 9.6.
Langkah-langkah sebelumnya, pembentukan sumbu telah memuncak dalam akumulasi
saluran Ca2+, Ca2+ dan mikrofilamen di kutub calon
rhizoid. Faktor-faktor ini menjelaskan eksositosis dari F granul dan
penggabungan bagiannya di dinding sel, sinyal dinding sel kembali ke sel,
memberikan isyarat orientasi untuk penentuan posisi dari mitosis spindel dan
aspek-aspek lainnya yang kemungkinan untuk polarisasi sel.
Dalam ringkasan, studi tentang Fucus dan Pelvetia telah menunjukkan bahwa sumbu talus-rhizoid pertama
dibentuk dengan cara awal, berorientasi baik oleh tempat masuknya sperma atau
dengan isyarat lingkungan. Setelah periode tersebut, sumbu ditetapkan oleh
eksositosis lokal dalam sekresi badan Golgi dan diturunkan ke kutub calon
rhizoid. Proses kedua langkah tersebut serupa mengarahkan pada pengembangan
sumbu tubuh dorsoventral embrio Xenopus,
sebagaimana akan dibahas nanti dalam bab ini.
Ganbar 9.5 (a). Fucus zigot dan (b). embrio. diwarnai dengan toluidin biru O
untuk mengungkapkan posisi polisakarida sulfat. Fucoidan F2 ditunjuk karena
sangat sulfat secara lokal ketika dimasukkan ke dalam dinding sel yang sebelumnya
asimetri menjadi jelas secara morfologi. F2 mengandung bagian dari dinding sel
yang akan mencakup sel embrio rhizoid setelah pembagian pada pembelahan
pertama.
9.3 Penentuan Sumbu Pada Animal-Vegetal Amfibi
Pengembangan
amfibi melibatkan pembentukan dan fiksasi dari 3 sumbu embrio yaitu : sumbu
anteroposterior yang berkembang selama gastrulasi dari sumbu animalsedangkan
vegetal berorientasi selama oogenesis. Sumbu dorsoventral yang dibentuk setelah
fertilisasi dan fiksasinya sebelum pembelahan pertama. Asimetris kiri-kanan
tidak terbuka sampai jantung dan organ internal lainnya menjadi asimetris
selama pembelahan embrio. Namun isyarat molekuler untuk asimetris kiri-kanan
sudah terdeteksi selama tahap blastula dan gastrula awal.
Gambar 9.6 Model fiksasi sumbu pada zigot Fucus. Pengumpulan
mikrofilamen, channel Ca2+ dan ion Ca yang bebas target pada kutub
calon rizoid yang dilakukan dengan cara yang labil pada akhir periode
pembentukan sumbu. Fiksasi sumbu terjadi di golgi diturunkan ke F granules dan
bergerak kearah kutub calon rizoid dan terjadi eksositosis, sehingga "F2
Fucoidan" dan kemungkinan granula lainnya masuk ke dalam dinding sel.
Dinding sel diubah secara lokal dan dianggap sebagai sinyal kembali ke sel. Dan
merupakan pemberian isyarat untuk orientasi mitosis.
Sumbu Animal-Vegetal Berasal Dari Transportasi Yang
Berorientasi Selama Oogenesis
Sumbu animal-vegetal dari telur amfibi adalah pembukaan selama
oogenesis dengan pendekatan vesikel germinal ke kutub animaldan dikumpulkan
dari mitokondria diantara vesikel germinal dan kutub vegetal. Polaritas
struktur ini merupakan bagian dari sistem transportasi yang melokalisasi
beberapa RNAs induk ke kutub vegetal. RNAs induk lainnya melokalisasi beberapa
ke kutub animal (Rebagliati et al., 1985).
Polaritas animal- vegetal juga
tercermin dalam akumulasi protein kuning, vitelline,
yang disimpan dalam oosit dalam kristal seperti trombosit kuning. Selama proses
penyimpanan, ada transportasi keseluruhan protein kuning menuju bagian vegetal,
yang akhirnya mengandung sekitar 70 % dari total vitelline dalam oosit. Transportasi yang sama membuat sebuah
gradien dalam ukuran trombosit kuning. Trombosit terbesarnya dengan diameter 10
sampai 15 mikrometer. Xenopus,
terletak dibagian telur vegetal. Bagian animalyang mengandung plateles kecil,
berdiameter sekitar 2 mikrometer dan ukuran intermediet yang ditemukan diantara
daerah kutub animaldan vegetal.
Menjelang akhir oogenesis,
sitoplasma kortikal animal pada telur amfibi menjadi berpigmen. Tidak ada
pigmen seperti di bagian vegetal. Pigmen
dari korteks animaltidak diperlukan untuk pengembangan pola tubuh dalam
keadaan normal, strain albino dari Xenopus kurang pigmen sehingga berwarna
gelap. Di habitat alami katak, di mana telur yang mengapung di permukaan kolam,
dengan pigmentasi yang berwarna gelap tidak memberikan keuntungan. Pertama,
menyerap cahaya, mengubahnya menjadi panas yang akan mempercepat pengembangan.
Kedua, pigmen gelap dari setengah animal dan warna keputihan pada bagian
vegetal dikeduanya memberikan kamuflase. karena telur amfibi dapat memutar
dalam amplop pembuahan, setengah dari vegetal tersebut akan selalu menghadap ke
bawah karena kepadatan apung yang lebih besar. Warna keputihan pada bagian
vegetal berguna untuk mengelabuhi predator di dalam air. Pada saat yang sama,
sisi gelap telur menghadap ke atas, membuat mereka sulit untuk memberikan ruang
atau tempat bagi predator dari tanah ataupun udara.
Polaritas Animal-Vegetal Menentukan Urutan Spasial
Lapisan Nutfah
Polaritas animal-vegetal dalam
telur amfibi tercermin dalam tata ruang dari dasar-dasar lapisan nutfah pada
tahap blastula. Sebagian besar tahp pada animal berbentuk blastula, ektoderm,
dan sebagian besar pada vegetal hanya setengah bentuk endoderm, sedangkan zona
menengah menimbulkan mesoderm (gambar 6.2). Selama gastrulasi, mesoderm dan
endoderm berbalik ke dalam, sementara ektoderm mengembang untuk menutupi
seluruh embrio (ara 6.10). Bagian dari ektoderm diperluas dan tetap dekat dengan kutub animal yang akan
membentuk structers anterior, seperti
otak, organ-organ indera, dan kepala epidermis. Bagian yang berlawanan
diperluas oleh ektoderm yang akan menimbulkan struktur posterior, seperti
sumsum tulang belakang dan epidermis batang dan ekor. Dengan demikian,
polaritas animal-vegetal blastula diterjemahkan kira-kira sampai ke
anteroposterior polaritas ektoderm. Untuk mesoderm dan endoderm, hubungan
antara animal-vegetal dan anteroposterior polaritas cukup rumit dengan gerakan
gastrulasi (bagian 10.3).
Penentuan blastomer animal-vegetal
dikendalikan oleh factor sitoplasma yang menunjukan distribusi dan tidak merata
sepanjang sumbu animal-vegetal (gambar
8.25). salah satu faktor penentu ini, mRNA induk dikodekan dan menunjuk pada
VegT, dengan lokasi ke daerah kutub vegetal (J. Zhang and King, 1996).
Menipisnya VegT menyebabkan pergeseran dramatis dalam blastula (gambar 9.7).
endoderm diganti dengan mesoderm dan ektoderm, mesoderm diganti dengan ektoderm
dan bentuk ektoderm hanya epidermis dan tidak ada system saraf. Hasil ini menunjukan
bahwa protein VegT diperlukan untuk pembentukan yang tepat dari endoderm dan
mesoderm. Sejak VegT menunjukan karakteristik molekul faktor transkripsi, hasil
ini menunjukan bahwa keterlibatan VegT dalam pembentukan lapisan nutfah tidak
dimulai sampai masa transisi midblastula.
Namun, langkah-langkah lain yang diperlukan untuk generasi mesoderm
tampaknya mulai ada di awal seperti yang ditujukan pada pengamatan.
Gambar 9.7 Efek
penipisan VegT mRNA pada pembentukan lapisan nutfah pada Xenopus. VegT mRNA (berwarna)
terokalisir ke daerah kutub vegetal. Penipisan mRNA ini menyebabkan perubahan
yang signifikan dalam konsep tahap blastula pada embrio normal pada embrio
normal, wilayah vegetal membentuk endoderm, wilayah animal membentuk epidermis
dan sistem saraf pusat (SSP) dan diantara zona marginal membentuk mesoderm dan
SSP. Pada embrio penipisan VegT mRNA di wilayah vegetal akan membentuk
mesoderm, epidermis dan sistem saraf pusat. Wilayah atau bagian animal hanya
membentuk epidermis dan diantara zona marginal membentuk epidermis dan sistem
saraf pusat.
Fate maps Xenopus sampai pada tahap 32 sel yang telah disusun oleh
bebrapa penulis seperti yang berada pada gambar 1.11(Dale dan Slack, 1987). Tier blastomer animal akan membentuk
struktur ektodermal, terutama epidermis, tingkatan kedua dan ketiga blastomer
akan memberikan kontribusi untuk struktur mesodermal, termasuk notochord, somit, bidang lateral dan
sel-sel darah. Tier blastomer dari vegetal akan membentuk struktur
endodermal sebagian usus. Terdapat perbedaan besar yang Nampak (gambar 9.8).
sedangkan tingkat animal dan vegetal, bukannya memberikan kontribusi bagi
struktur mesodermal tetapi kebanyakan memberi bentuk derivate atau perbedaan
yang mencolok pada ektodermal (Smith, 1989). Jika keturunan sel-sel ini
diisolasi pada tahap ke 128 sel, akan dapat membentuk sejumlah kecil struktur
mesodermal. Proporsi kenaikan mesoderm sebagai sel-sel yang terisolasi kemudian
sampai akhirnya pada tahap akhir blastula. Sel ditengah yang terisolasi akan
berkembang sesuai dengan keadaan sel tersebut. Pengamatan ini menunjukan bahwa
sel-sel mesodermal ditentukan secara progresif selama tahap blastula. Karena
sel-sel dengan keadaan mesodermal akan muncul diantara calon ektoderm dan
endoderm, salah satu mekanisme yang mungkin untuk calon sel mesodermal adalah
untuk memperoleh keadaan dengan interaksi induktif antara sel animaldan
vegetal.
Gambar 9.8Pengembangan
yang terisolasi dari
blastomer pada
genus Xenopus. (a) pada tahap 32-cell, tier isolat animal
(A) dan terisolasi di
lapisan vegetal (D) akan berkembang
sesuai dengan keadaannya, dengan A membentuk ektoderm dan endoderm membentuk D. Namun, tingkatan menengah yang
terisolasi (B dan C) tidak berkembang
sesuai keadaannya. Bukannya memberikan kontribusi bagi mesoderm, seperti
yang mereka lakukan dalam perkembangan
normal (gambar 1,11). mereka
akan membentuk sebagian besar ektoderm jika diisolasi pada tahap awal ini.
(b) sebaliknya, pada tahap 128-cell, keturunan tingkat C berkontribusi dengan baik dengan mesoderm dalam perkembangan normal dan setelah isolasi, sehingga bagian yang ditentukan
dengan tambahan (warna merah) telah berasal di antara keturunan C. Penelitian lebih lanjut (gambar 9.9 ) menunjukkan bahwa hasil perubahan dari sinyal induktif (panah) dari blastomer vegetal. (c) Induksi yang
terus menetapkan bagian terhadap sel calon mesoderm yang
dikenal sebagai zona marginal.
Blastomer Vegetal Mendorong AnimalUntuk Membentuk
Mesoderm
Asal sel mesodermal oleh
interaksi induktif blstomer animaldan vegetal ditunjukan oleh Nieuwkoop (1969)
dengan embrio dari Ambystoma mexicanum
dan oleh sudarwati dan Nieuwkoop (1971) dengan embrio dari Xenopus. Para peneliti mengisolasi dan mengkombinasikan bagian yang
berbeda pada tahap pertengahan sampai ke tahap blastula akhir.sehingga dapat
dibuat kultur jaringan dan menganalisis struktur yang telah dihasilkan oleh
mikroskop (gambar 9.9) merangkum hasil temuan para peneliti tersebut. Bagian
inti vegetal terisolasi dan bertahan sebgai kelompok besar, yolk-laden, sel yang mirip dan membentuk
bagian sisi dinding usus embrio selama perkembangan normal. Bagian animalyang
terisolasi yang disebut sebagai animal
caps, ditetapkan menjadi lingkup
epidermis bersillia. Zona intermediet akan terisolasi memanjang jauh dan
membentuk struktur mesodermal yang sebagaian besar termasuk notochord, prekusor otot, tribules ginjal dan
sel-sel darah.
Hasil yang diperoleh ketika core vegetal terisolasi adalah digabungkan dengan animal caps. Dalam kondisi seperti itu
struktur mesodermal dibentuk, termauk notochord, jaringan otot, dan embrio
ginjal. Sementara animal caps dan vegetal mampu memunculkan mesoderm, mesoderm
terbentuk ketika keduanya dikultur dan disejajarkan. Mesoderm terbentuk sebagai hasil dari interaksi antara
sel vegetal dan hewan. Kesimpulan ini
menjelaskan pembentukan struktur mesodermal yang progresif oleh tingkatan
intermediet dari blastomer yang terisolasi dengan tahap yang berurutan sebagai
penggambaran yang sebelumnya. Interaksi antar sel-sel nonequivaleb menetukan
setidaknya satu pasangan disebut induksi embrio. Induksi tersebut menunjukan
bahwa sel-sel respon atua merangsang keadaan yang sudah berbeda. Perbedaannya
dapat menyebabkan terjadinya suatu peristiwa pembentukan sebelumnya seperti
lokalisasi sitoplasma.
Zona intermediet di blastula
amfibi terletakdiantara sel animaldan vegetal dan dapat diinduksi untuk menjadi
mesoderm yang diarahkan untuk zona marginal. Dalam rangka untuk menentukan
daerah atau zona marginal berasal dari sel-sel animalataupun sel vegetal.
Peneliti telah menggunakan gabungan jaringan dari spesies yang berbeda dengan
pigmen yang berbeda pula. Berlabel animal
caps dengan pewarna fluoresen dan
dikombinasikan tanda yang ada pada vegetal. Telah dapat ditemukan bahwa semua
struktur mesodermal jelas sudah diidentifikasi dan diberi label. Percobaan yang
sama menunjukan bahwa sekitar setengah dari jaringan yang berasal dari animal caps adalah mesodermal sementara dan sisanya adalah
ektodermal.
Beberapa peneliti telah
melakukan percobaan serupa dengan melakukan penanda molekuler bukan analisis
histology sebagai ukuran induksi mesoderm. Misalnya Gurdon dan Cowokers (1985).
Dipantau bahwa sintesis mRNA untuk aktin, protein abundant dalam otot embrio.
Mereka menemukan bahwa mRNA tidak disintesis dalam animalyang terisolasi atau
inti vegetal, tetapi disintesis dalam kombinasi animaldan vegetal dalam zona
marginal yang terisolasi. Dengan demikian pola sintesis mRNA aktin sejajar
dengan pembentukan struktur histologis karakteristik mesoderm.
Dalam
ringkasan, sel-sel blastula vegetal amfibi menginduksi sel-sel animaluntuk
membentuk mesoderm yang merespon sinyal induktif dan terbatas pada zona
marginal, dimana sel animaldan vegetal berada dekat satu sama lain. Sel-sel
animalyang dipisahkan dari sel-sel vegetal kebanyakan adalah blastula, dimana
untuk mempertahankan regrenerasi dalam membentuk turunan ektodermal. Jangkauan
sinyal induktif dibatasi oleh transportasi lamabat atau adanya kerusakan dengan
cepat. Sifat tersebut akan memungkinkan sinyal pada daerah yang spesifik
tersebut berbeda dalam penyebarannya.
Gambar 9.9 Induksi
mesoderm di Xenopus blastula. (A) potensi daerah blastula yang terisolasi dalam
kultur jaringan: bagian atas kepala sel animaldapat memberikan jaringan
ektodermal (epidermis cilliated), sedangkan inti sel vegetal membentuk jaringan
endodermal (besar, kuning sel sarat). Sel marginal, yang merupakan sebuah band
yang melingkar antara bagian atas
animaldan inti vegetal, bentuk struktur mesodermal sebagian besar termasuk
notochord, otot, mesenkim, dan sel-sel darah. Zona marginal dipotong lebih
besar di sini daripada keadaan normal yang akan dibutuhkan nantinya (gambar
9.8) dan bagian ats kepala animaldan inti vegetal dipotong untuk memastikan
bahwa yang terakhir tidak mengandung calonmesoderm. (B) percobaan menunjukkan
induksi mesoderm : jika bagian atas animaldari donor fluorescently berlabel
sesuai dengan yang dibudidayakan dengan core vegetal yang berlabel, sel-sel animalyang
berada di dekat inti vegetal ditemukan dari struktur mesodermal. (C) Bagian
histologinya menunjukkan bahwa induksi mesoderm, termasuk notochord (n)
jaringan otot (s) struktur antara endodermal (end) dan ectodermal (dll dan nr).
9.4 Prinsip Induksi
Penentuan sel dengan induksi embrio merupakan prinsip yang sangat tepat
dalam proses perkembangan ( Jacobson dan Sater
, 1988 ). Interaksi
induktif mungkin terjadi antara sel-sel tunggal atau kelompok sel.
Sel-sel yang mengalami perubahan dalam suatu
keadaan ditentukan secara
sendiri, yang disebut dengan
sel penanggap dan sel-sel yang menyebabkan
perubahan ini disebut sel perangsang . Sebagai akibat dari interaksi induktif pada
tahap awal, merangsang dan menanggapi sel
sering membentuk sel-sel prekursor yang berdekatan, seperti dalam kasus lapisan nutfah
pada amfibi yang dibahas pada bagian sebelumnya. Kemudian
interaksi induktif terjadi, selama organogenesis
(tahap pembentukan organ), biasanya
menghasilkan bagian pelengkap dari organ yang sama. Misalnya, kelainan retina
pada mata - vesikel optik - dapat menginduksi pembentukan kelainan lensa - lensa secara placode
(gambar 1.17)
Beberapa keunggulan dari induksi sebagai mekanisme perkembangan. Pertama, induksi meningkatkan kompleksitas. Dalam blastula amfibi, jumlah sel ditentukan dan
menyatakan pada tahap ke
32 sel ada dua yaitu : ektoderm dan endoderm (gambar 9.8 ). Setelah induksi mesoderm, jumlahnya
telah meningkat menjadi tiga yaitu
: ektoderm , mesoderm dan endoderm (gambar 9.8). Seperti yang akan kita bahas nanti, kombinasi
mesoderm-merangsang dan sinyal dorsal pertama menghasilkan dua bagian mesoderm, dorsal dan ventral dan kemudian interaksi
lebih lanjut antara dorsal dan ventral mesoderm menghasilkan diantaranya
tambahan jenis dari mesoderm. Dengan kata lain kutub sumbu embrio biasanya ditentukan oleh
lokalisasi sitoplasma, induksi adalah mekanisme utama untuk menghasilkan array dari struktur yang berbeda
sepanjang sumbu ini. Kedua, kedekatan
saat
merangsang dan menanggapi sel adalah jaminan yang efektif bahwa struktur yang
akan muncul berbeda
satu sama lain
dan dalam ukuran yang sesuai. Dalam kasus mata, lensa induksi oleh calon
retina untuk mencegah lensa dari pembentukan off - center , atau dalam ukuran yang tidak sesuai dengan retina. Terakhir, karena induksi terjadi biasanya pada jarak yang dekat, banyak interaksi induktif dapat menghilang dalam waktu yang sama. Misalnya, bagian penting dari hidung, mata, dan telinga
semua diinduksi secara bersamaan oleh bagian-bagian yang berbeda dari otak vertebrata .
Induksi sudah diakui sebagai prinsip dasar oleh embriologi
eksperimental. Pada awal abad kedua pulu , konsep induksi butterssed dengan kriteria operasional yang cukup ketat oleh Hans Spemman di Jerman dan Warren Lewis di Amerika
( Hamburger , 1988). Kriteria tersebut untuk menunjukkan interaksi induktif
sebagai penyelamatan pada heterotropic
transplanation, Kriteria yang sama juga digunakan untuk membuktikan
tindakan penentu sitoplasma, kecuali bahwa sel-sel atau jaringan yang
ditransplantasikan itu bukan sitoplasma. Namun, ini bukan satu-satunya paralel
antara lokalisasi sitoplasma dan induksi. Keduanya juga didasarkan pada prinsip
program default. Tidak adanya penentu
lokal tertentu atau sinyal induktif tidak mengakibatkan kekacauan atau kematian
sel : sebagai gantinya, sel memiliki jalur alternatif pengembangan untuk jatuh
kembali jika mereka tidak menerima sinyal tertentu. Misalnya, sel-sel animaldari blastula katak yang tidak
menerima signal
dari ektodermal mesoderm -perangsang. Selain itu, seperti penentu sitoplasma, sinyal induktif dapat mengaktifkan atau menekan keadaan sel tertentu. Misalnya, pembentukan lensa mata yang dilakukan oleh induktif endoderm dengan bentuk sinyal faring, mesoderm jantung
dan calon retina, tetapi dihambat oleh sinyal dari sel pial neural, yang timbul antara lempeng saraf
dan calon epidermis ( Jacobson 1996).
Interaksi induktif terjadi selama fase sensitif saat pengembangan. Kemampuan dari jaringan untuk menanggapi
dan bereaksi
terhadap suatu inducer dengan
mengubah suatu bagian yang
telah ditentukan
yang disebut sebagai
kompetensinya. Periode kompetensi biasanya dimulai beberapa waktu sebelum
interaksi induktif normal dan berakhir setelahnya. Selain itu, kemampuan suatu jaringan dalam merangsang dan
mempengaruhi
jaringan lain untuk menanggapi hanya
berada dalam waktu
yang terbatas, sebelum dan sesudah interaksi induktif normal. Periode kemampuan induktif dan kompetensi responsif dapat
terungkap dengan transplantasi heterochronic,
yaitu dengan menggabungkan inducer
dari usia tertentu dengan jaringan responsif muda atau lebih tua dan
sebaliknya. Penggunaan strategi terungkap. Misalnya pada
animal caps dari embrio Xenopus
akan kehilangan
kompetensinya untuk merespon sinyal mesoderm-perangsang pada tahap gastrula awal ( Dale et al . , 1985 ).
9.5 Penentuan Sumbu
Dorsoventral Pada Amfibi
Sumbu polaritas
kedua dari embrio amfibi, sumbu dorsoventral, muncul dari penyusunan ulang
sitoplasma yang terjadi sebagai bagian dari aktivasi telur, tidak seperti
gerakan pemisahan ooplasmic dan
menggambarkan dalam bagian gambar 8.5. Penyusunan ulang ini terjadi selama
siklus sel pertama, antara aktivasi telur dan pembelahan pertama. Mirip dengan
polaritas talus-rhizoid, ganggang coklat, polaritas dorsoventral amfibi adalah
reversibel (mudah berubah) untuk jangka pendek sebelum menjadi tetap atau
stabil.
Saat
Sitoplasma Mengalami Gerakan Rutin Selama Aktivasi Telur
Beberapa
pengamatan menunjukkan bahwa pembentukan yang tepat dari sumbu dorsoventral
mungkin tergantung pada gerakan
cytoplasic yang mendalam dan terjadi selama aktivasi telur dalam hubungan reguler
ke titik masuk sperma. Misalnya, dorsal
blastopori bibir, yang merupakan bagian permulaan gastrulasi dan menandai
sisi dorsal masa embrio, akan muncul di mana sel-sel yang mengandung trombosit
kuning dengan ukuran besar dan trombosit kuning kecil, menunjukkan bahwa
intervensi sitoplasma dengan trombosit berada di pertengahan (Pasteels, 1964).
Untuk
menganalisis gerakan sitoplasma yang mendalam pada telur Xenopus, Danilchik dan Denegre (1991) pulse-labeled trombosit kuning telur dengan menyuntikkan pada
betina ditambah dengan pewarna fluorescent yang mengikat vitellogenin tersebut. Telur kemudian diletakkan oleh betina
tersebut seperti baik dibuahi atau diaktifkan oleh arus listrik. Sperma amfibi
akan masuk ke dalam telur di mana saja
dan di belahan bagian lainnya dari animalberpigmen dan entry point sperma akan
terlihat untuk sementara waktu sebagai konsentrasi pigmen. Titik ini ditandai
sebagai tempat pewarna yang diterapkan pada permukaan telur yang dibuahi.
Karena balstopore biasanya berkembang
berlawanan dengan entry point sperma,
entry point sperma adalah tempat pewarna yang dapat digunakan
untuk memprediksi sisi dorsal masa embrio dengan beberapa keunggulan.
Telur akan
siap dengan cara
ini dan diizinkan untuk mengembangkan atau meningkatkan jumlahnya selama peride waktu sebelum
menjadi stabil dan siap dibelah untuk mikroskopi . Prosedur ini mengungkapkan
gerakan kompleks sitoplas. Selama siklus sel pertama setelah pembuahan, gerakan
tersebut menghasilkan pusaran lapisan sitoplasma di sisi dorsal pada masa embrio (gambar 9.10 ). Pusaran ini terdiri dari bagian yang berlabel dan tidak berlabel pada lapisan sitoplasma yang belum pernah melakukan kontak sebelumnya. Pusaran terjadi pada telur yang telah dibuahi serta dalam telur yang diaktifkan oleh arus listrik, meskipun dalam kasus
terakhir orientasi swirl sebagai tersuspensi.
Bagaimana mungkin putaran
atau pusaran ini
terlibat dalam menegembangkan polaritas dorsoventral ? bayangkan, penyusunan ulang sitoplasma yang sama bahwa campuran
berlabel yang dan tidak berlabel pada
lapisan kuning
juga membawa dua mitra bersamaan
dan berpisah sebelum melakukan reaksi kimia. Misalnya , fase atau protease dapat dikombinasikan dengan
protein substrat, yang kemudian dapat terfosforilasi atau dibelah bahwa hal itu
dapat ke konformasi biologis aktif. Sebuah protein tersebut diaktifkan sesuai dengan gilirannya dan
dapat mengontrol
terjemahan dari mRNA
induk atau
memodifikasi perakitan komponen cytoskeletal.
Karena penyusunan
ulang
sitoplasma yang
diamati akan keluar telur, faktor lainnya
dipisahkan ke
dalam blastomer animalserta vegetal dengan
adanya pengaruh cahaya terhadap animalmaupun vegetal tersebut.
Penyusunan Ulang
Sitoplasma Mengikuti Fertilisasi
dan Melibatkan Rotasi Kortikal
Aspek terbaik yang
diselidiki dari
penyusunan ulang sitoplasma dalam telur amfibi di dikenal sebagai rotasi
kortikal. shell tipis sitoplasma,
yang disebut korteks, berputar relatif terhadap inti besar telur, yang disebut endoplasma (gambar 9.11 ). Pivot
rotasi kortikal sekitar bebrapa
sumbu yang berkaitan dengan sumbu animalvegetal, dan rotasinya menggantikan seluruh korteks dengan relatif terhadap inti dan busur sekitar 30 derajat. Hasil yang paling mencolok dari rotasi kortikal yaitu
meskipun mekanismenya bukan yang paling penting tapi merupakan pembentukan seperti bulan sabit abu-abu pada permukaan telur khatulistiwa. Sabit abu-abu yang terbaik terlihat pada spesies amfibi
yang memiliki sebagian besar pigmen animaldan terkait dengan korteks serta beberapa pigmen dengan endoplasma. Karena arah rotasi kortikal di bidang pembentukan sabit
abu-abu ke arah kutub hewan, rotasi ini menyebabkan penggantian korteks animalyang
berpigmen dengan korteks vegetal yang cukup jelas, dan jarang membuat pigmen
dari endoplasma terkena dampaknya dan terlihat abu-abu ( gambar 9.11 dan gambar
9.13 ) .
Gambar 9.10 Penataan sitoplasma pada embrio Xenopus.
selama siklus sel pertama. Xenopus betina disuntik sebelum pemijahan dengan
fluorescent yang mengikat dengan vitellogenin. Trombosit kuning pada waktu
datang akan terbentuk setelah injeksi dan terlihat putih jika menggunakan
photomicrographs ini. Telur dibuahi dan embrio yang tetap untuk sectioning
histologi pada berbagai waktu selama siklus sel pertama. Semua bagian yang
berorientasi dengan kutub animaldan titik masuk sperma ke kiri. dengan
demikian, sisi dorsal masa depan ke kanan. (A) 30 menit setelah pembuahan.
Berlabel sitoplasma di belahan bagian animalpusat yang telah bergeser sedikit
ke arah dorsal. (B) 45 menit setelah pembuahan. Sitoplasma bagian pusat
dari animaltelah bergeser bagian
punggung lebih lanjut. (C) 90 menit setelah pembuahan (mitosis pertama).
bergeser dan menghasilkan swirl, yang terdiri dari bagian yang berlabel dan
tidak berlabel pada wilayah atau daerah dorsal.
Terkadang telur tersebut dapat terganggu atau bila terdapat penyelewengan, bagian seperti bulan sabit memprediksi di mana blastopori akan berasal dari tahap gastrulasi,
dan dengan demikian, di mana dasar-dasar organ dorsal akan terbentuk. Bagian terluas dari sabit yang berpusat
di meridian dengan
perpindahan
kortikal terbesar ke arah kutub hewan, dan bidang meridian ini yang akan menjadidataran median embrio.
Sebagai suatu
peraturan, bulan sabit abu-abu tersebut akan berkembang berlawanan dengan entry point
sperma, dan bahkan bulan sabit abu-abu adalah prediktor yang dapat diandalkan
dari calon
sisi dorsal
(Danilchik dan Black 1988). Pada saat pembelahan alur
pertama sering membagi dua bentuk sabit abu-abu, sehingga masing-masing dari dua blastomer
yang pertama akan berukuran
stengah dari lateral embrio. Lagi, dalam sebuah kasus, ketika pembelahan alur pertama tidak membagi dua bulan
sabit abu-abu, itu adalah bulan sabit abu-abu dan bukan alur yang memprediksi
bidang median embrio.
Untuk sebuah analisis eksperimental mekanisme seluler yang mendorong rotasi kortikal, peneliti telah menerapkan berbagai inhibitor komponen cytoskeletal. Agen yang depoliymerize mikrotubulus, seperti colchine , Nocodazole , shock dingin dan tekanan hidrostatik , semua menghambat rotasi kortikal. Apalagi , embrio yang gagal untuk menjalani rotasi kortikal, akan membentuk struktur ventral seperti usus pada jaringan dan sel-sel darah tetapi tidak ada struktur dorsal seperti sistem saraf pusat atau notochord ( Vincent dan Gerhart , 1977). radiasi permukaan telur pada vegetal yang telah dibuahi dengan sinar ultraviolet juga menghambat rotasi kortikal dan menyebabkan ventralization ( Malancinski et al., 1977). Hasil ini sangat penting karena, tidak seperti inhibitor mikrotubulus kimia, sinar UV hanya menembus beberapa mikrometer ke dalam sitoplasma dan dengan demikian dapat mendefinisikan lokasi target tersebut. Memang, peneliti lain (Elinson dan Rowning , 1988; Houliston , 1994 ) telah menemukan sebuah array mikrotubulus yang terletak hanya di dalam vegetal, korteks hanya selama rotasi kortikal dan berorientasi dengan ditambah dan akan berakhir menuju tempat pembentukan sabit abu-abu.
Analisis mikroskopis berikut ini
dirancang untuk memastikan persis di mana array
mikrotubular terletak relatif terhadap zona geser antara korteks yang berputar
dan inti endoplasma. Tujuan lain adalah untuk mengungkapkan kapan tepatnya array mikrotubular hadir terhadap
kecepatan dan waktu rotasi kortikal.
Gambar
9.11 Hubungan antara
fertilisasi, rotasi kortikal, pembentukan sabit abu-abu dan pembentukan sumbu
dorsoventral pada telur amfibi : kutub animal berada diatas, sperma entry point disebelah kiri.
Telur korteks itu menunjukan seperti pinggiran karang diendoplasma terdalam.
(ketebalan korteks cukup berlebihan dalam gambar ini, kenyataannya itu
menyumbang sekitar 1,5% khususnya dari radius telur tersebut, gambar 9.12b).
rotasi kortikal (panah) pivot pada
sumbu (garis putus-putus) yang perpendicular
untuk sumbu animal-vegetal. Zona geser menandai batas antara korteks
yang berputar dan inti endoplasma. Pada banyak spesies amfibi, sebuah bentuk
sabit abu-abu dekat dengan garis perbatasan dan biasanya berlawanan dengan entry pont sperm (gambar 9.13). sabit
abu-abu menandai sisi dorsal pada tahap embryo, dimana blastopori akan berasal
dari lempeng saraf yang akan terbentuk nantinya. Meridian yang membagi dua
sabit abu-abu dengan garis perpindahan kortikal yang terbesar. Meridian ini
terletak dalam bidang median yang memisahkan bagian tubuh sisi kanan dan kiri.
Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini, Larabell dan crowkers (1996) menggunakan mikroskop confocal adalah, mikroskop cahaya yang
menyatakan "pemotongan bagian optik" dengan menghasilkan gambar yang
tajam dari objek di bidang fokus, bahkan jika ada jaringan yang relatif tebal
di atas dan di bawah bidang fokus. Lensa depan mikroskopis diposisikan di bawah
objek, sehingga mereka bisa mengamati kawasan kutub telur vegetal yang hidup da diadakan di posisi
normalnya. Untuk bergerak telur Xenopus,
mereka berada disemen amplop pemupukan pada kaca penutup yang tipis, kaca yang
dapat memisahkan telur dari lensa depan. mereka juga dapat dihapus dengan
cairan osmotik dari ruang perivitelline
antara amplop pemupukan dan membran plasma sehingga telur tidak menempel di
bagian dalam amplop selama pembuahan. Dalam situasi seperti ini, tentu saja,
korteks telur tidak bisa lagi memutar di sekitar endoplasma tersebut. Bukan
endoplasma yang dapat diputar dalam arah yang berlawanan, jauh dari lokasi
pembentukan sabit abu-abu, dan biasanya menuju titik masuk sperma.
berfokus pada membran plasma sel telur dan kemudian semakin lebih dalam ke dalam telur tersebut, para peneliti tidak bisa mendeteksi komponen yang bergerak di sitoplasma dalam jarak 4 nanomikron sitoplasma kortikal. Antara 4 dan 14 nanomikron ke dalam sitoplasma vegetal, mereka mengamati trombosit kuning bergerak dengan kecepatan waktu yang relatif seperti biasanya (gbr. 9.12). Dalam waktu yang normal dari fertilisasi (0.0) menuju 1,0 (pembelahan pertama), dipindahkan dengan cukup lambat sekitar 0,3 waktu normal, dengan akselerasi diantar 0,4 dan 0,5 tergantung sampai 0,9 dan kemudian melambat tajam. Keceptan rata-rata tergantung pada kedalaman bawah membrane plasma. Peningkatan dari 4 nanomikron per menit pada kedalaman 4 nanomikron sampai 11 nanomikron per menit pada 8 nanomikron dan level yang lebih dalam.
berfokus pada membran plasma sel telur dan kemudian semakin lebih dalam ke dalam telur tersebut, para peneliti tidak bisa mendeteksi komponen yang bergerak di sitoplasma dalam jarak 4 nanomikron sitoplasma kortikal. Antara 4 dan 14 nanomikron ke dalam sitoplasma vegetal, mereka mengamati trombosit kuning bergerak dengan kecepatan waktu yang relatif seperti biasanya (gbr. 9.12). Dalam waktu yang normal dari fertilisasi (0.0) menuju 1,0 (pembelahan pertama), dipindahkan dengan cukup lambat sekitar 0,3 waktu normal, dengan akselerasi diantar 0,4 dan 0,5 tergantung sampai 0,9 dan kemudian melambat tajam. Keceptan rata-rata tergantung pada kedalaman bawah membrane plasma. Peningkatan dari 4 nanomikron per menit pada kedalaman 4 nanomikron sampai 11 nanomikron per menit pada 8 nanomikron dan level yang lebih dalam.
Gambar
9.12 Rotasi kortikal pada kehidupan telur
Xenopus. (a) potograp mengambil
dengan mikroskop konfokal yang menunjukan gambar dengan optic dikedalaman 8
nanomikron didalam membran plasma didaerah kutub vegetal. Pebble-shaped bodies adalah bagian trombosit kuning : alur gelap
antara hasil dari perpindahan trombosit kuning oleh mikrotubul bundle, seperti
yang diungkapkan oleh pewarnaan yang berbeda dan tidak dapat ditampilkan. Du
jarak diambil sekitar 3,1 min terpisah selama siklus sel pertama. Selama
interval ini trombosit kuning dan mikrotubulus melakukan secara bersama dari
jarak 24 nanomikron: tidak sama bentuk
"X" dari
konfigurasi (tanda panah putih) ketika
melewati mikrotubulus bundel dengan
terkait pada trombosit kuning di kedua frame.
(b) waktu dan kecepatan
rotasi kortikal pada
kedalaman yang berbeda di bawah membran
plasma di wilayah kutub vegetal dari
telur Xenopus cukup panjang. Data yang
diperoleh dengan videorecording
seperti yang ditunjukkan dalam bagian
waktu normal (NT)
sumbu meliputi sebagian besar interval antara fertilisasi (NT: 0,0) dan pembelahan pertama (NT,
1,0). Tidak ada gerakan yang terdeteksi secara langsung
di bawah membran plasma
(0 nanomikron). Rotasi
akan lebih cepat progresif dan terlihat
pada kedalaman 4,6
dan 8 nanomikron
dalam membran plasma.
Dimana dapat melampaui 8 nanomikron dengan
peningkatan lebih lanjut yang signifikan dalam kecepatan yang
sudah tercatat. Rotasi kortikal mulai perlahan-lahan pada 3,5 NT,
dipercepat tajam antara
0,4 dan 0,5,
plateaued antara 0,5 dan 0,8 NT dan berhenti tiba-tiba setelah itu. Gerakan
yang sama pada telur Xenopus
lainnya menunjukkan kriteria yang
mirip dengan kecepatan
tinggi dengan
rata-rata 11 nanomikron /
min.
Bundle mikrotubulus berorientasi
dan ditemukan tepat dalam zona geser antara 4 dan 8 nanomikron dimana kecepatan
rotasi kortikal meningkat tajam, mikrotubular bundle ini berpindah dengan
terkait pada trombosit kuning dan orientasi keseluruhan dari mikrotubulus yang
berada diarah gerakan. Interpretasi sederhana dari data ini adalah “motor
protein” yang berhubungan dengan telur korteks yang bergerak mendorong
mikrotubulus, dan memberikan kecepatan yang lebih besar. Hal ini akan
menjadikan seperti orang yang berjalan sambil membawa diatas kepalanya layaknya
papan panjang dan sebagainya.
Pertanyaan
- Jika para peneliti tidak menghapus cairan perivetalline
dari telur yang diamati, pada tingkat yang relatif terhadap membrane
plasma haruskah mereka dapat melihat gerakan tercepat dari komponen
sitoplasma ?
- Larabell dan rekan-rekannya tidak menemukan
mikrotubulus yang berorientasi sampai 0,4 waktu normal, yang baik setelah
timbulnya gerakan lambat pada trombosit kuning dan paket mikriotubulus.
Yang pertama kali terlihat antara 0,5 sampai 0,55 waktu normal, ketika
rotasi kortikal telah mencapai kecepatan tinggi. Bagaimana anda
menafsirkan pengamatan ini ?
Larabell
dan rekan-rekannya mengkonfirmasi bahwa array vegetal mikrotubulus terletak dizona geser,
persis dimana orang akan berharap untuk menjadi peranan penting dalam rotasi
kortikal. Disisi lain mereka menaikkan pertanyaan menjadi apakah mikrotubulus
bundle yang berorientasi terhadap kortikal atau apakah rotasi yang berorientasi
pada mikrotubulus bundle.
Mikrotubulus
Memindahkan Komponen Sitoplasma Ke Bagian Dorsal Melalui Pemindahan Kortikal
Selama analisis mereka
mengenai rotasi kortikal dengan mikroskop konfokal, Rowning dan Coworkers
(1997) telah membuat penemuan mengejutkan. Mereka bekerja dengan teknik yang sama untuk mengamati telur hidup yang
dipasang pada mikroskop konfokal terbalik yang juga digunakan untuk koleksi
data yang ditampilkan pada gambar 9.12. Bagaimanapun, alih-alih
pewarnaan trombosit kuning telur atau mikrotubul, mereka memperlakukan
telur dengan DiCO6, sebuah pewarna liphophilic yang mewarnai organel
terikat membran seperti mitokondria dan RE. Banyak mengejutkan mereka, mereka menemukan 10% organel
yang diwarnai berpindah
dengan cepat dari kutub vegetal menuju sisi dorsal embrio !
Pergerakan cepat organel melakukan perjalanan di zona geser rotasi kortikal,
diantara 4 dan 8 µm di dalam membran plasma. Dimana susunan rangkaian
mikrotubul hadir selama fase plateau rotasi kortikal
seperti telah dijelaskan sebelumnya. Bagaimanapun, organel-organel ini bergerak dengan kecepatan 35 µ/min
relatif ke inti endoplasma. Gerakan organel yang cepat terlihat berulang-ulang,
saltation searah yang merupakan ciri khas dari gerakan motor
sepanjang mikrotubul. Dan tidak ada gerakan seperti yang diamati pada telur
yang mendapat perlakuan dengan inhibitor mikrotubul.
Karena organel yang
diwarnai meninggalkan bidang mikroskopis terlihat cepat, mereka tidak bisa
ditelusuri lebih dari jarak 40 µm. Oleh karena itu peneliti menginjeksikan
butir plastik fluoresent kecil yang dikenal dari eksperimen lain untuk diangkut
menuju ujung tambah mikrotubul, kira-kira melalui asosiasi dengan protein
motor. Setelah penginjeksian ke zona geser vegetal sebeum rotasi kortikal.
Sebagian besar butiran-butiran berlokasi di inti endoplasma dan relatif
bergerak ke korteks 10 µm/min, kecepatan
rotasi kortikal. Tapi sekali lagi, 10% butiran bergerak 3-4 kali cepat menuju sisi dorsal
embrio. Seperti organel yang diwarnai diteliti sebelumnya, butiran-butiran ini
melakukan perjalanan di zona geser rotasi kortikal. Juga, mengingat rotasi
kortikal menutup sudut 30º. Organel bergerak dengan cepat dan butiran-butiran
menuju jarak siku-siku kira-kira antara 60 º. Gambar 9.13.
Gambar
9.13. Transportasi cepat organel-organel dari sumbu vegetal
ke sisi dorsal di telur Xenopus. Selama rotasi kortikal, organel terikat
membran berpindah dengan cepat dari sumbu vegetal menuju sisi dorsal.
Pergerakan cepat organel berjalan di zona geser rotasi kortikal, dimana sebuah
susunan rangkai mikrotubulus berlokasi. Organel-organel berpindah lebih dari 3
menit lebih cepat dari kecepatan relatif korteks ke inti endoplasma.
Perpindahan yang cepat terlihat karakteristik saltations perpindahan gerakan
motorik sepanjang mikrotubulus. Perpndahan jenis yang sama diperlihatkan oleh
butir-butira plastik yang dikenal dari eksperimen lain untuk ditransportasikan
sepanjang akhir tambah mikrotubulus.
Sedangkan rotasi kortikal hanya meliputi sudut 30o, Perpindahan
cepat organel dan butiran-butiran menutupi jarak sudut sekitar 60o. Asal-usul sabit abu-abu (gray
crescent) bisa dijelaskan oleh distribusi pigmen hitam, yang hadir di belahan
animal dan terlihat dihubungkan dengan korteks dan zona geser. Sebagai rotasi
korteks, sebagian besar pigmen dihubungkan dengan inti endoplasma, yang
kemudian terlihat abu-abu. Catatan bahwa ketebalan korteks ( 10µm) relatif
dibesarbesarkan untuk diameter telur (650µm).
Ditijau dari data itu menunjukan bahwa,
selama rotasi kortikal di Xenopus, komponen
sitoplasma yang letaknya dekat sumbu vegetal telah diangkut ke bagian dorsal
sekitar mirotubul di zona geser dua kali jarak maksimum pemindahan pergiliran
korteks. Demikian suatu mikrotubulus di zona geser telah menjadi diorientasikan
sebagai bagian dari rotasi kortikal. Mereka berindak sebagai jalur untuk pembawaan komponen
sitoplasma . Pada jalur ini, komponen ini berjalan lebih cepat dan bergerak
lebih lanjut ke bagian dorsal daripada yang bisa mereka lakukan dalam korteks
yang berputar sendiri.
Saat peristiwa
molekular yang menentukan sumbu dorsal tetap tidak diketahui, mungkin hubungan
di dalam rantai sinyal adalah β-catenin. Protein terlibat dalam penjangkaran
mikrofilamen ke protein membran plasma maupun persinyalan intraselular ( lihat bagian
9.7). Pada konteks saat ini, Hal ini penting bahwa β-catenin terakumulasi dalam inti dorsal blastomer pada
fase blastula.
Juga β-catenin bisa bertindak sebagai bagian dari faktor
transkripsi yang mengaktifkan
karakteristik gen bagian gastrula muda yang membentuk gastrula muda yang
membentuk mesoderm dorsal. Secara logika pergerakan yag cepat pada zona geser (shear zone) dorsal cortex
berkontribusi untuk
pembatasan β-catenin ke inti dorsal sumbu vegetal blastomer.
Aktivitas Dorsalizing
Bergerak dari Sumbu Vegetal ke Sisi Dorsal Selama Rotasi Kortikal
Sebelum Rowning dan Coworkers mengamati pergerakan
organel yang tampak, Luge dan Coworkers telah mengusut pergerakan aktivitas
dorsalizing,
yaitu adalah aktivitas beberapa material
yang mendukung pembentukan organ bagian dorsal. Untuk tujuan ini, mereka mendirikan sebuah bioassay
dimana material akan diuji apakah mikroinjected ke ventral sumbu vegetal blastomer
embrio Xenopus pada tahap 16 sel.
Gambar 9.14
Gambar
9.14. Bioassay untuk aktivitas dorsalizing mikroinjected
sitoplasma atau molekul. Sebuah embrio Xenopus pada tahap fase 16 sel dipreteli
selubung fertilisasi dan diorientasikan dengan sumbu animal atas. Bahan untuk
diuji dinjeksikan ke area equatorial dua sisi ventral sumbu vegetal blastomer
(Situs injeksi ditandai dengan titik-titik).
Jika bahan ditranspalantasikan mempunyai aktifitas dorsalizing, host
embrio membentuk ekstra set organ dorsal termasuk kepala dengan otak, organ
indera, saraf tulang belakang, tulangbelakang, dan otot-otot batang dorsal.
Embrio tampil pada gambar 9.1 dihasilkan menggunakan bioassay ini.
Ketika peneliti meninjeksikan sitoplasma dari sisi dorsal sumbu
vegetal blastomer, 42% penerima yang masih hidup membentuk seperangkat sekunder
organ dorsal. Berbeda, Injeksi sitoplasma dari sel sisi ventral sumbu vegetal ke area penerima yang sama tidak pernah
menyebabkan pembentukan organ dorsal sekunder dan sebagian besar penerima
dikembangkan ke berudu normal.
Bioassay ini digunakan
untuk menguji sitoplasma dari berbagai daerah telur pada tahap berbeda untuk
mendukung aktifitas organ dorsal
(Fujisue, et.al,1993 Holowacz dan Elinson 1993). Kortikal (luar)
sitoplasma telah diambil dari sumbu vegetal telur sebelum rotasi kortikal,
ketika diuji Biossay, menyebabkan pembentukan seperangkat sekunder organ-organ
dorsal. Sebaliknya, sitoplasma kortikal dari daerah telur lain atau sitoplasma
vegetal dalam tidak menginduksi pembentukan organ dorsal.
Aktifitas dorsalizing
hadir di vegetal korteks menghilang dari area kutub vegetal selama paruh kedua
siklus sel pertama-itu adalah diantara rotasi kortikal dan pembelahan pertama. Selama interval waktu
yang sama, sitoplasma daerah subequatorial dorsal yang diperoleh dari aktifitas mendukung pembentukan organ dorsal tidak pernah hadir disana selama paruh pertama dari
siklus pertama. Aktifitas tetap hadir di daerah subequatorial dorsal melalui 16
tahap sel. Ketiga telur donor disinari UV setelah pembuahan untuk menghalangi
rotasi kortikal, aktifitas sitoplasma sumbu vegetal tidak bergeser ke posisi
subequatorial dorsal. Hasil ini menunjukan bahwa pergeseran normal aktifitas
tergantung pada rotasi kortikal atau beberapa
perstiwa yang berkaitan dan bahwa penyinaran UV belahan vegetal setelah pembuahan mengganggu transportasi yang
bukan merupakan
fungsi aktifitas dorsalizing.
Hasil yang dijelaskan
diatas diperpanjang oleh Holawaes dan Elinson (1995), yang disuntikkan
sitoplasma kortikal dari telur yang baru dibuahi ke blastomer hewan pada tahap
32 sel. Korteksyang diperkaya blastomer hewan ini melahirkan struktur
mesodermal jika dua kondisi bertemu. Pertama, kortikal sitoplasma diinjeksi datang dari daerah vegetal daripada kutub animal. Kedua, korteks
vegetal yang diperkaya
blastomer hewan yang telah dikembangkan di kontak dengan tetangga normal mereka melalui
periode blastula. Jika korteks vegetal diperkaya tudung animal diisolasi pada
tahap awal blastodermal, kemudian mereka hanya memproduksi epidermis. Hasil ini menunjukan bahwa korteks vegetal
penyebab pembentukan mesoderm dorsal bukan oleh dirinya tapi dalam hubungan
dengan sinyal dari vegetal atau sel
equatorial. Agaknya, ini adalah sinyal yang sama yang menentukan endoderm dan
mesoderm.
Menggunakan bioasssay
dimodifikasi untuk aktifitas dorsalizing, lempengan tipis di injeksikan ke
korteks telur yang dikupas dari telur donor daripada sitoplasma disedot ke
jarum kaca. Lempengan korteks tebalnya 4-8µm, termasuk lapisan terluar yang bergerak
sampai rotasi kortikal dan shear zone mengandung susunan pokok mitokondria yang
dijelaskan sebelumnya. Kageura mengkonfirmasi hasil transplantasi sitoplasma
awal, khususnya bahwa aktivitas dorsalizing itu adalah awalnya hadir dalam
korteks vegetal dan mengalami perubahan ke korteks equatorial dorsal selama
rotasi kortikal. Sementara korteks yang ditransplantasikan jauh lebih kecil
volume nya dibandingkan dengan sitoplasma yang ditransplantasi sebelumnya.
Kortikal transplantasi
setidaknya aktif, sangat menyarankan bahwa semua aktifitas dorsalizing adalah
benar-benar dibatasi di dalam korteks. Dengan mentrasplantasi korteks aktif ke
berbagai posisi. Kageura juga menunjukan bahwa transplantasi yang bekerja
paling terpercaya dan diinduksi ke zona equatorial penerima-itu adalah, ke
sitoplasma kemudian dialokasikan ke blastomer-blastomer kecil. Lagi, hasil ini
mengindikasi bahwa sitoplasma dorsalizing tidak menyebabkan organ dorsal oleh
dirinya sendiri tapi dalam hubugan dengan sinyal induksi mesoderm.
Untuk menguji apakah
sitoplasma kortikal vegetal tidak cukup tapi juga perlu untuk menginduksi
mesoderm dorsal, Sakai (1996) itu dihapus pada beberapa waktu, selama siklus
sel pertama. Dia menemukan bahwa pembentukan organ dorsal yang konsisten
menghambat jika sitoplasma vegetal dihapus sebelum 0,5 NT-itu adalah, sebelum
rotasi kortikal. Tidak ada cacat yang diamati ketika operasi yang sama yang
dibawa keluar setelah rotasi kortikal pada 0,8 NT atau kemudian. Setelah
pemindahan sebelumnya embrio bisa diselamatkan dengan menginjeksi sitoplasma
lain.
Diambil bersama-sama hasil diatas dalam bagian ini
ditunjukan bahwa sebuah aktifitas mendukung pembentukan organ dorsal adalah mulanya hadir dekat
dengan sumbu vegetal dan kemudian bergeser
ke subequatorial dorsal selama
rotasi kortikal. Aktivitas ini bertindak dalam mencapai persetujuan dengan
sinyal lain yang tinggal dipusat sekitar sumbu vegetal dan menentukan
pembentukan endoderm dan mesoderm. Itu di dalam area tumpang tindih diantara
dorsalizing dan sinyal vegetal dimana pembuatan organ dorsal diinisiasi.
Dorsal Vegetal Blastomer dan Equatorial Blastomer menyelamatkan
Ventralized Embrio
Aktifitas sitoplasma yang mempromosikan pembentukan organ
dorsal biasanya dialokasikan ke blastomer dorsal dan bisa ditransplantasi
dengan blastomer ini pada tahap 32 sel dan 64 sel. Ini telah diobservasi oleh
Gimlich dan Gerhart (1984), yang mentransplantasi berbagai blastomer dari embrio donor
yang normal untuk penerima dimana sumbu dorsoventral telah ditiadakan
dengan penyinaran UV (Gambar 9.15).
Gambar
9.15. Transplantasi dorsal vegetal blastomer pada embrio
Xenopus. (a) Percobaaan penyelamatan. Sumbu dorsoventral penerima ditiadakan
dengan penyinaran UV belahan vegetal telur yang telah dibuahi. Telur
diperlakukan sehingga menimbulkan embrio simetri radial yang kekurangan organ
dorsal seperti otak, mata, telinga, saraf tulang belakang, dan notochord.
Embrio radial ventralizd dipulihkan ke perkembangan normal dengan
mentransplantasi dorsal vegetal blastomer dari donor normal. (b) Transpantasi
heterotopic. Transplantasi dorsal vegetal blastomer ke sisi ventral penerima
normal mengakibatkan dalam perkembangan embrio dengan dua pasang organ dorsal.
Seperti dijelaskan sebelumnya, penyinaran UV belahan
vegetal telur yang tidak pecah mencegah pemindahan aktifitas dorsalizing dari
sumbu vegetal ke sisi dorsal yang biasanya terjadi selama rotasi kortikal.
Embrio yang dihasilkan secara simetri radial sekiatr sumbu vegeta hewan dan kekurangan organ dorsal. Penyelidik
menggunakan embrio ventralized radial sebagai penerima untuk blastomer dari
donor normal. Pertanyanya adalah jika ada sel-sel yang dicangkokan akan
mengembalikan polaritas dorsaventral ke penerima.
Gimlich dan Gerhart
dipandu oleh pengamatan Nieuwkop
(1969) sebelumnya, yang telah
diputar belahan hewan blastula amfibi relatif terhada belahan vegetal dan
diobservasi bahwa belahan vegetal ditentukan polaritas dorsoventral embrio yang
dilarutkan. Gimlich dan Gerhart, oleh karena itu diharapkan blastomer vegetal akan
menjadi kritis untuk pembentukan polaritas dorsoventral. Untuk menguji
hipotesis ini mereka mentransplantasi sel vegetal dari normal ke radial
ventralized embrio pada tahap 32 atau 64 sel. Dalam derertan vegetal sel,
mereka menganggap kuadran berpusat di meridian dari entrypoint sperma ke
quadran vetralmost (blastomerer D4 dan D4’ pada gambar 9.16 c), dihadapan
kuadran blastomer D1 dan D1’) mereka menganggap kuadran dorsal most dan kuadran
diantara mereka dikenal kuadran lateral.
Disetiap eksperimen peneliti menghapus sel seluruh
kuadran dari deret vegetal penerima radial ventralized dan menggantikan mereka
dengan sel yang sesuai donor normal. Karena variasi dalam pola pembelahan ,
jumlah sebenarnya blastomer bervariasi dari 1-3. Cangkokan sembuh dalam 1 jam
dan penerima diterima untuk mengembangkan sampai kontrol normal embrio dicapai pada fase berudu. Kemudian
penerima serta embrio kontrol yang diradiasi UV, yang tidak menerima cangkok
diberi angka untuk kelengkapan organ dorsal mereka.
Hampir semua embrio kontrol yang diradiasi UV kekurangan struktur dorsal seperti
notokord , otak, tulang belakang, dan dasar telinga dan mata. Dengan dicangkok
blastomer vegetal dari kuadran dorsalmost ( D dan D’), penerima secara
substansial diselamatkan, dengan banyak
menampilkan seperangkat lengkap organ dorsal. (Gambar
9.15a). Sebaliknya, cangkok serupa lateral (e.g D2 dan D3) dan ventralmost sel
vegetal memiliki sangat kecil efek menyelamatkan. Begitu juga, transplantasi
heterotopic dorsal vegetal blastomer ke
sisi ventral penerima normal dikarenakan pembentukan sebuah penambahan
seperangkat organ dorsal (Gambar 9.15 b)
Penyelidik
menyimpulkan bahwa dalam deret vegetal
blastomer kemampuan membuat polaritas dorsoventral yang dipusatkan untuk
sebagian besar dalam kuadran dorsalmost (di label D1/D1’ in Gambar
9.16)
Dalam menindaklajuti
penelitian Gimlich dan Kageura mentransplantasi blastomer dari lokasi lebih luas.
Beberapa blastomer di transplantasi dalam eksperimen ini pada B/B’ dan C/C’
yang ditakdirkan untuk membentuk notokord dan otot dorsal (Baver et al 1994, Vodicka dan Gerhart 1995).
Hasil tindak lanjut menyerupai penelitian asli. Pada tahap 32 sel, aktifitas
penyelamatan besar
ditemukan di blastomer C1 dan C1’ dan hampir sama banyak dalam B/B’. Aktifitas tingkat rendah hadir pada A/A’, C2/C2’, dan D2/D2’ (Gambar
9.16). Dengan demikian aktifitas dorsalizing berkisar lebih dari tabalan
sebagian besar dorsal blastomer dn vegetal ke equatorial, dengan aktifitas
level tinggi dalam blastomer bahwa baik menginduksi atau membentuk dorsal
mesoderm. Diambil bersama-sama hailnya pada bab ini menunjukan bahwa sisi
dorsal embrio Xenopus adalah
ditentukan oleh peristiwa terkait penyusunan kembali sitoplasma setelah
aktivasi telur. Suatu kegiatan yang mempromosikan pembentukan organ dorsal adalah pertama hadir dalam
kortikal sitoplasma dekat sumbu ventral dan dorsal bergeser lambat selama siklus sel pertama.
Pergeseran tergantung pada mikrotubul, agaknya untuk mengangkut aktifitas dari
sumbu vegetal ke posisi subequatoral dorsal. Dorsal blastomer kemana aktifitas
itu dialokasikan selama pembelahan memperoleh kemampuan untuk meyelamatkan
embrio vetralized dengan penyinaran UV dan untuk menginduksi organ dorsal
ektopik. Beberapa blastomer ini ( C, C1’,B, B1’) membentuk mesoderm dorsal
mereka sendiri sementara lainnya (D, D1’) menginduksikan blastomer dorsal.
Diambil bersama-sama hailnya pada bab ini menunjukan
bahwa sisi dorsal embrio Xenopus adalah
ditentukan oleh peristiwa terkait penyusunan kembali sitoplasma setelah
aktivasi telur. Suatu kegiatan yang mempromosikan pembentukan organ dorsal adalah pertama hair dalam kortikal sitoplasma
dkat sumbu veetal dan dorsal bergeser lambat selama siklus sel pertama.
Pergeseran tergantung pada mikrotubul, agaknya untuk mengangkut aktifitas dari
sumbu vegetal ke posisi subequatoral dorsal. Dorsal blastomer kemana aktifitas
itu dialokasikan selama pembelahan memperoleh kemampuan untuk meyelamatkan
embrio vetralized dengan penyinaran UV dan untuk menginduksi organ dorsal
ektopik. Beberapa blastomer ini ( C, C1’,B, B1’) membentuk mesoderm dorsal
mereka sendiri sementara lainnya (D, D1’) menginduksikan blastomer dorsal.
9.6 Efek Polaritas Dorsoventral pada Mesoderm di Xenopus
Pembentukan
polaritas dorsoventral dan efeknya pada induksi mesoderm dalam embrio
amfibi telah sangat menarik perhatian
untuk alasan tertentu. Mesoderm dorsal pada tahap gastrula awal menempati bibir
dorsal blastopore. Material ini melewati takdrnya sendiri membentuk notokord, Induksi mesoderm lateral
untuk menimbulkan struktur yang sesuai
dan menginduksi ektoderm
diatasnya untuk membentuk tulang dan syaraf tulang belakang Kekuatan organisasi
bibir blastopore dorsal hadir sebagai
petunjuk penelitian oleh Spemann dan
Mangold. Bibir blastopor dorsal telah ditransplantasi heteropically dan
diinduksi pembentukan seperangkat sekunder organ dorsal (lihat section 12.3).
Karenanya dorsal mulut blastopor dikenal sebagai Spemann organizer atau
organizer sederhana. Mencari tahu bagaimana organizer memperoleh properti
khusus telah lama berdiri pengembangan pencarian biologis. Sementara
pengetahuan, tetap tidak engkap, kemajuan telah dibuat. Setelah induksi
mesoderm dibahas dan pembentukan polaritas dorsoventral pada telur amfibi kami
sekarang akan membahas bagaimana dua proses mungkin mempengaruhi untuk
menghasilkan Spemann’s organizer
Mesoderm Di Induksi Dengan Sebuah
Pola Dorsoventral Belum Sempurna
Blastomer vegetal fase
32 sel memperlihatkan dorsoventral bias dalam kekuatan mereka untuk menginduksi
sumbu sekunder diatas transplantasi heterotopic. Dorsal dan dorsoventral blastomer vegetal ( D1, D1’, D2 dan D2’) (Fig
9.16) memiliki kapasitas ini sedangkan pasangan ventralateral dan ventral
mereka tidak. Embrio sekunder diinduksi oleh
D1 dan D1’ juga lebih lama dan lebih lengkap daripada diinduksi oleh D2
dan D2’. Apakah dugaan ini hanya mempengaruhi kemungkinan mesoderm yang
diinduksi dan keseluruhan massanya atau juga polaritas dorsoventral dengan
menganggap tipe organ mesodermal yag diinduksi?
Untuk
menjawab pertanyaan, Dale dan Slack mempelajari kapasitas mesoderm yang
diinduksi blastomer vegetal terisolasi
dengan mengkombinasi dengan mengkmbinasi mereka dengan tudung hewan seperti
yang ditampilkan pada Gambar 9.17. Sel hewan diberi label dengan pewarna fluorescent untuk
membedakan turunan mereka dari sel vegetal mereka yang tidak diberi label.
Peneliti menemukan bahwa dorsal blastomer vegetal kebanyakan diinduksi turunan
mesodermal dorsal, pada notokord tertentu dan otot, beberapa mesoderm
intermediet seperti jantung tapi bkan struktur mesodermal ventral. Sebaliknya,
blastomer vegetal dan lateral
menginduksi pembentukan turunan mesodermal ventral, sel darah tertentu
dan mesenkim. Seiring dengan banyaknya struktur mesodermal lateral dan beberapa
struktur mesodermal dorsal. Data ini mengkonfirmasi bahwa dorsal blastomer
vegetal berbeda dari lateral dan ventral tetangga mereka di jenis struktur mesoderm mereka paling sering diinduksi.
Gambar
9.17 Spesifitas regional induksi mesoderm pada Xenopus. Baris
Animal blastomer (A) dikombinasi dengan single vegetal blastomer (D1 ke D4)
dari 32 sel embrio. Baris animal di label dengan pewarna fluorescent untuk
membedakan keturunan dari vegetal
blastomer ini. Setelah kultur in vitro, jaringan yang dihasilkan tetap dan
membelah. Struktur mesoderm terbentuk oleh deret animal yang di label yang
diklasifikasikan sebagai mesoderm bagian dorsal, mesoderm bagian intermediet,
atau mesoderm bagian ventral. Dorsal vegetal blastomer diinduksi terutama mesoderm bagian dorsal, sementara ateral dan
ventral vegetal blastomer diindusi intermediet dan ventral mesoderm dalam
proporsi yang sama.
Sejak gerakan sitoplasma ditunjukan pada (Gambar
9.10) mempengaruhi hewan serta sitoplasma vegetal, karena disana tidak ada
definisi data seberapa dorsalizing hewan terlantar dari sumbu vegetal. Itu juga
memungkinkan bahwa sel hewan siap mempunyai dorsoventral bias dalam respon
mereka untuk induksi mesoderm hewan dari vegetal tetangga. Juga, pada kobinasi potongan-potongan animal dan
vegetal blastula seperti yang terlihat pada gambar 9.9, kebanyakan struktur
dorsal mesoderm- notochord- diinduksi hanya jika potongan animal datang dari
dorsal daripada dari sisi ventral embrio (Sutasurya dan Nieuwkoop, 1974).
Tambahan, treatment dorsal dan ventral tudung animal dengan protein yang
mewakili sinyal induksi mesoderm menginduksi banyak drsal dan mesoderm dalam
bagian dorsal tudung animal.
Dirangkum, polaritas dorsoventral embrio amfibi menyebabkan
bias diantara menginduksi dan menanggapi sel dalam induksi mesodem sejak
blastomer menjadi sebelah selama pembelahan dan fase blastula awal-itu adalah,
sebelum transisi midblastula-mekanisme molekular membuat bias seharusnya tidak
memerlukan transkripsi genom embrio. Demikian, sinyal terlibat mungkin
tergantung pada penggunaan dn odifikasi molekul maternal yang disediakan.
Apapun rantai siyal dorsalizing mungkin sebuah hubungan kritis terlihat
bergantung pada rotasi kortikal karena telur yang diperlakukan dengan sinar UV
atau penghambat mikrotubul tidak membentuk sisi dorsal.
Sel Dorsal Marginal Menginduksi Susunan Organ Mesodermal
yang Belum Sempurna.
Pada mesoderm baru diinduksi,
pola dorsoventral dimulai sebagai perbedaan sederhana antara sel-sel mesoderm
dorsal. Yang dikenal organizer spemann, versus sel mesodermal lain yang
membentuk struktur sebagian besar struktur ventral. Organizer kemudian berperan
dalam dua jalan: Pertama, induksi ectoderm untuk memembentuk otak dan saraf
tulang belakang. Kedua, induksi itu berdekatan porsi ventral mesoderm untuk
memebentuk intermediet mesoderm. Tindakan pertama, terkenal sebagai induksi
neural, akan didiskusikan pada section 12.3 sepanjang dengan organogenesis
sistem syaraf pusat. Tindakan organizer kedua, yang menghasilkan struktur
mesodermal intermediet akan didiskusikan disini untuk menyimpulkan topic
pembentukan sumbu dorsoventral.
Gambar
9.18 Model pembentukan lapisan benih dan dorsalization pda
perkembangan amfibi. Dalam telur yang baru diletakkan, diantara determinan
vegetal dan aktifitas dorsalizing dilokalisasi dalm area sumbu veetal. Selama
rotasi kortikal, aktifitas dorsalizing bergerak ke sisi dorsal masa depan
sedangkan vegetal determinan tinggal di tempat. Yang terakhir menjadi terpisah
ke blastomer vegetal yang menimbulkan endoderm. Blastomer mewarisi perkembangan aktifitas dorsalizing sebuah bias
untuk perkembangan dorsal. Selama pembelahan, blastomer vegetal
mengirimkansinyal induksi mesoderm untuk tetangga equatorial mereka. Ini respon
oleh pembuatan mesoderm dorsal jika mereka dan induksi mereka begitu bias.
Sebaliknya, sel equatorial direspon oleh pembuaan mesoderm ventral. Setelah
transisi midblastula, mesoderm dorsal mengirimkan sinyal dorsalizing ke
mesoderm yang berdekatan, yang dalam
mengubah respon determinasi nya ke mesoderm intermediet. Pada telur yang telah
di ventralized oleh radiasi UV atau oleh gagguan lainnya dengan rotasi
kortikal, aktifitas dorsalizing masih terjebak dekat sumbu vegetal. Sebagai
haslnya, tidak ada blastomer mesoderm mengakuisisi bias dorsal, jadi bahwa
semua mesoderm menjadi ventral.
Pada penelitian yang ditunjukkan
pada gambar 9.17 struktur mesodermal diinduksi oleh ventral vegetal blastomer
tidak berbeda secara signifikan dari induksi oleh lateral vegetal blastomer.
Struktur diinduksi dalam ekperimen ini oleh karena itu tidak secara akurat
mencerminkan urutan organ mesodermal yang belum sempurna yang diteliti kemudian
sampai perkembangan, ketika kita memebedakan notokord, somit, dan lateral
plates (Gambar 9.19)
Gambar
9.19 Perkembangan pola dorsoventral mesoderm pada embrio
Xenopus. (a) Penampakan sisi pada tahap 32 sel. Percobaan Isolasi dan induksi
(Gambar 9.17) mengungkakan hanya dua bagian mesoderm, sau pada sel marginal
dorsal dan lainnya pada semua sel marginal. (b) Bagian melintang pada tahap embrionik naik. Mesoderm berisi
kompleks pola dorsoventral elemen yang brebeda, termasuk notochrd, somit,
nefrotom, dan lateral plates
Notokord
adalah bagian prekursor dari kolom tulang belakang. Somit memberikan kenaikan
untuk bagian lain untuk kolom vetebral, otot rangka, dan untuk bagian kulit
yang lebih dalam. Nefrotom juga dikenal sebagai mesoderm intermediet yang
menghasilkan ginjal embrio. Lateral plates membentuk otot halus organ dalam,
jaringan konektif badan dan tungkai, dan sistem sirkulasi, termasuk sel darah. Bagaimana pola mesodermal yang
kompleks ini mengalami kenaikan dari pola yang sederhana dari potensi yang
diinduksi dalam sel dorsal marginal versus sel marginal lateral dan ventral?
Untuk analisis lebih lanjut mengenai perkembangan mesoderm di Xenopus, Dale dan Slack membandingkan
nasib dan potensi sel prospektif sel mesoderm pada tahap
awal blastula. Untuk mempelajari nasib sel
mesodermal, merekadi label sel marginal dengan pewarna fluoresent dan memeriksa
jaringan yang di label kemudian pada tahap berudu. Untuk mengeksplor potensi
sel yang sama mereka mengisolasi mereka,
dan membiarkan mereka
berkembang dalam kultur jaringan.
Membandingkan hasil dari 2 prosedur, mereka menemukan
bahwa isolat dorsal dan ventral sel marginal dikembangkan menurut nasib. Sebaliknya, sel-sel marginal
lateral yang terisolasi mengembangkan struktur yang lebih ventral dari yang diharapkan dari peta nasib.
Khususnya, isolat lateral menghasilkan
jumlah substansial
sel darah, menurut peta nasib yang diharapkan sebagian besar sel marginal
ventral. Peneliti menyimpulkan bahwa dalam embrio utuh sel
marginal lateral menerima sinyal yang mengalihkan mereka dari ventral ke nasib
lateral.
Berdasarkan data sebelumnya, peneliti mendalilkan bahwa sel marginal
lateral dalam embrio utuh menerima sinyal induksi dari dorsal tetangga mereka.
untuk menguji hipotesis mereka, bagian marginal ventral membentuk sejumlah
besar otot bukan darah. Hanya dalam beberapa kasus, dimana bagian dorsolateral
tidak dilabel, dirinya sendiri telah membentuk struktur ventral, apakah bagian
yang berlabel melakukan hal yang sama. Sebaliknya dorsal yang tidak berlabel
dan bagian dorsolateral tidak di ventralize oleh bagian ventral yang berlabel.
Hasil ini mengkonfirmasikan bahwa sinyal yang dilepaskan dari sel marginal
dorsal mengubah perkembangan lateral tetangga mereka menuju nasib mesodermal intermediet.
Interaksi induksi ini terjadi setelah transisi midblastula sampai fase blastula
akhir dan gastrula awal. Dalam penyinaran UV telur tanpa polaritas
dorsoventral, karena bukan mesoderm dorsal yang menginduksi , hanya struktur
mesodermal ventral yang dibentuk.
9.7 Mekanisme Molekuler Pembentuk
Sumbu Dorsoventral dan Induksi Mesoderm.
Mengingat minat kuat perkembangan biologi dalam organizer
Spemann’s berasal, dan bagaimana itu bekerja, itu menjadi tujuan utama bagi
banyak laboratorium untuk memahami induksi mesoderm dan pembentukan polaritas
dorsoventral pada amfibi di ketentuan molekular. Apakah faktor alam yang
dipisahkan menuju blastomeres dorsal dan
memberikan bias dorsalpada mereka? Apa molekul bertindak sebagai sinyal yang
menginduksi untuk meyakinkan sel marginal untuk membentuk mesoderm bukan
ektoderm? Sebuah molekul kandidat salah satu dari fungsi ini harus memenuhi
persyaratan minimum yaitu sebagai berikut. Pertama, molekul harus hadir dalam
embrio pada konsentrasi yang ditentukan dan wilayah yang diprediksi. Molekul
harus tersedia sebagai komponen maternal yang disediakan jika itu diusulkan
untuk tindakan sebelum MBT, dan harus disintesis dari genom embrio jika hal ini
dipikir untuk tindakan setelah MBT. Ketiga, pemblokiran tindakan molekul in
vivo harus mengganggu fungsi biologis yang diusulkan. Keempat, Molekul harus
aktif dalam menyelamatkan dan atau penelitian transplantasi heterotopik dengan
embrio utuh. Sesuai persyaratan harus bertemu dengan penerima dan komponen
sinyal hilir lain dalam tindakan molekul.
Gambar
9.20 Dorsalization zona marginal ventral oleh zona dorsal
atau dorsolateral gastrula awal embrio amfibi. Sepotong zona margial ventral
dari gastrula yang di label fluorescent dikombinasikan dengan sepotong zona
marginal dorsal atau dorsolateral dari donor yang tidak dilabel. Struktur
mesoderm dibentuk oleh setiap zona yan dianalisis setelah kultur. Zona ventral
dibangun lebih struktur dorsal dari mereka akan isolasi atau pada embrio utuh.
Perkembangan dorsal mereka atau partner dorsolateral tidak diubah oleh
coculture.
β – Catenin Dapat Menentukan
Polaritas Dorsoventral
Sebagai calon untuk mendirikan sumbu dorsal embrio,
seperti yang telah disebutkan diatas. Ini pada awalnya ditemukan dalam konteks
adhesi sel, sebagai sebuah molekul yang membantu menjangkar membran plasma yang
dikenal sebagai cadherins untuk
sitoskeleton. Hanya kemudian itu menjadi jelas kelihatan bahwa non membran
terkait, atau sitoplasma, fraksi β – Catenin terlibat dalam jalur sinyal yang
dikenal sebagai jalur Wnt. Jalur dinamai setelah sebuah keluarga evolusi yang
tinggi dilestarikan disekresikan protein sinyal yang didesain Wnt di
vertebrata. Mereka bergerak dalam mencocokan reseptor di membran plasma yang
merespon sel. Yang pada gilirannya menonaktifkan protein kinase yang ditunjuk
GSK 3. GSK 3 tampaknya mempercepat pemecahan proteolitik β – Catenin oleh
fosforilasi kelompok kritis serin dan residu treonin (Aberle, 1997). sitoplasma β - catenin yang
tidak terdegradasi bercampur baur dengan faktor transkripsi yang ditunjuk Tcf 3
dan terakumulasi dalam inti atau nukleus, dimana kompleks stabil. Setelah MBT,
kompleks mengaktivasi gen-gen siamois+ dan twins+. Yang terkait erat dengan
aktifitas organizer (Brannon et al., 1997; Fan dan Sokol, 1997; Laurent, et
al., 1997).
Gambar 9.21 Diusulkan mekanisme molekular untuk publikasi spemann
organizer. Komponen kuncinya adalah β-catenin, sebuah sinyal molekul yang bisa
dikombinasi dengan peptida lainnya, didesain Tcf-3 untuk memebentuk faktor
transkripsi. Stabilitas β-catenin dibatasi oleh GSK-3 kinase yang
memfosforilasi β-catenin demikian promosi gangguan proteolytic . GSK-3 giliran
dihambat oleh persinyalan Wnt. Asosiasi β-catenin tidak didegradasi dengan
Tcf-3 dan akumulasi di nukleus, dimana itu stabil. Pada fase blastula,
akumulasi β-cateninkhususnya di nukleus dorsal (Lihat gambar 9.22). β-catenin/
kompleks Tcf-3 mengaktifasi siamois+ dan gen twin+ di dorsal mesoderm yang akan
berperan sebagai spemann organizer. Protein Siamois dan twin, maju dengan
sinyal induksi mesoderm keluarga TGF-β, mengaktifasi goosecoid+, gen lainnya
secara spesifik diekspresi di organizer.
β – catenin
terjadi di embrio Xenopus pada tempat dan waktu yang tepat (Larabell, et
al.,1997). Selama rotasi kortikal , β – catenin
ditemukan berasosiasi dengan mikrotubul berorientasi yang menggerakan komponen
sitoplasma dari wilayah kutub vegetal ke sisi dorsal embrio. (lihat section
9.5). Secara signifikan Penyinaran UV telur yang dibuahi dibawah kondisi
pemblokiran rotasi kortikal akan terjebak, di wilayah sumbu vegetal, β – catenin dan
hilir nya memberi sinyal langkah seperti aktivasi gen-gen siammois+ dan twin+. Oleh fase blastoderm dan mungkin
sebelumnya, β – catenin
menjadi kaya diperkaya di inti dorsal tetapi bukan blastomer bagian ventral (Gambar 9.22;
Schneider., et al 1996).
Gambar 9.22 Lokalisasi nuclear
β-catenin pada embrio Xenopus saat
fase blastula. Embrio difoto setelah immunostaining dengan antibodi poliklonal
melawan β-catenin. (a) Aspek dorsal blastula dengan β-catenin diakumulasi dalam
nukleus. (b) Aspek ventral blastula tanpa β-catenin di nukleus. Diantara kedua
gambar, sel yang bernoda selama membran plasm, dimana β-catenin diasosiasikan
dengan molekul sel adhesi yang dikenal sebagai cadherins.
Pada penelitian
ventralized embrio kodok pola dorsoventral β –catenin atom
yang diwarnai dilenyapkan. Sebaliknya, hiperdorsalized embrio oleh
penginjeksian Xwnt8 mRNA menunjukan sebuah peningkatan akumulasi atom β – catenin. Penghapusan β - catenin
menghapuskan polaritas dorsoventral dan menciptakan embrio radial ventralized. Ini adalah demonstrasi oleh sebuah
eksperimen yang menipiskan telur Xenopus maternal mRNA menyandi β –catenin
(Heasman., et al 1994). Penipisan dicapai oleh telur yang diinjeksi dengan
oligodeoxynucleotides yang mengawinkan silang pada vivo ke urutan kritis dalam
mRNA β –catenin.
Menghasilkan DNA/RNA kawin silang melekang oleh endogen enzim RNA-degrading,
Rnase H, sehingga suplai maternal mRNA β –catenin dalam
telur dihancurkan dan protein β –catenin ditipiskan karena degradasi alami telur tidak
bisa lagi diganti. Perkembangan embrio dari telur simetri radial dan ventralized
seperti embrio dimana rotasi kortikal telah dicegah oleh penyinaran UV. Ventralized yang sama terlihat berkembang
pada embrio dimana β –catenin
sitoplasma dialihkan oleh jumlah berlebih cadherins, molekul adhesi cell yang
dijangkar ke mikrofilamen oleh β –catenin.
Embrio
yang telah diventralized oleh penyinaran UV atau jumlah cadherin bisa ditolong dengan
mikroinjeksi mRNA β –catenin (Heasman
et al., 1994; Guger dan Gumbiner , 1995). Akhirnya, penerapan ektopik β –catenin atau
penghambat GSK 3 memimpin untuk membentuk seperangkat kedua organ dorsal (Gambar 9.1; Funayama et al., 1995). Duplikasi sumbu
yang mirip telah diobservasi sebelumnya setelah injeksi ion litium LI+ ke
vegetal ventral dan blastomer equatorial (Kao., et a 1986; Busa dan Gimlich,
1989), dan Li+ kini telah ditunjukkan untuk mendorong β –catenin untuk
menhambat GSK-3 (Klein dan Melton, 1996; Hedgepeth et al., 1997).
Bukti
yang diringkas diatas mengindikasi bahwa β –catenin
bertemu semua kriteria untuk menjadi link penting di jalur persinyalan yang
menentukan kutub dorsal sumbu dorsoventral pada Xenopus. Data yang kurang luas
mengindikasi peran yang mirip untuk β –catenin dalam
mendirikan sumbu dorsaventral dalam zebrafish (Schneider., et al., 1996)
dan dalam sumbu animal-vegetal dalam
landak laut (Wikramanayake et al., 1998). Pertanyaan utama yang belum
terselesaikan adalah bagaimana atom mengakumulasi β –catenin
menjadi dibatasi untuk sisi dorsal embrio Xenopus. Satu kemungkinan bahwa
mikrotubul-dependent dari wilayah sumbu vegetal ke sisi dorsal selama rotasi
kortikal cukup. Kemungkinan lain vesikel membran yang menjalani translokasi yang sama mungkin berinteraksi
dengan jalur β –catenin-
Untuk contoh dengan mengurangi aktifitas
GSK-3. Memang penghambatan GSK-3 pada
sisi ventral embrio Xenopus menyebabkan pembentukan sebuah sumbu axix ektopik
sedangkan ekspresi berlebihan GSK-3 pada sisi dorsal mempunyai efek ventralizing
(He et al., 1995; Yost et al., 1996). Mekanisme molekul endogen hadir untuk
mereduksi aktifitas GSK-3 salah satu
dengan menghambat sintesis nya atau dengan mereduksi aktifitasnya (Dominguez
dan Green, 2000).
Beberapa Faktor Pertumbuhan Mempunyai Induksi Mesoderm
Manifestasi
dari β –catenin
sebagai sinyal dorsalizing tergantung pada induksi mesoderm, seperti yang
didikusikan diawal. Untuk mengeksplor apakah induksi mesoderm memerlukan kontak
langsung, Grunz dan Tacke (1986) memodifikasi penelitian ditampilkan pada
Figure 9.9 dengan menempatkan sebuah filter dengan pori-pori halus (diameter
0,4 μm) antara vegetal dan animal sel blastula. Mereka beralasan bahawa
penyaring akan mengganggu dengan menginduksi jika kontak sel langsung
dibutuhkan. Meskipun begitu,mesoderm diinduksi diseberang penyaring. Reaksi
ektoderm pada umumnya membentuk struktur mesodermal ventral, tetapi beberapa tudung hewan juga dibentuk mesoderm
dorsal. Penyelidikan mikroskop elektron penyaring gagal untuk mengungkapkan
beberapa sel yang tumbuh di pori-pori penyaring, mengindikasi bahwa penyebaran
molekul yang dapat berdifusi cukup untuk induksi mesoderm terjadi.
Untuk
lebih lanjut analisis alami sinyal diffusible yang menginduksi pembentukan
mesoderm , tudung hewan dari blastula dibiakkan dalam media yang berisi
bermacam ekstrak sel dan fraksi molekul. Menanggapinya, ektoderm blastula
sering menginduksi untuk membentuk mesoderm, sebagai indikasi dengan elongasi kuat tudung animal oleh fitur
histologis karakteristik jaringan mesoderm, dan dengan sintesis
mesoderm-spesifik Mrna atau protein. Pengamatan ini mengungkapkan kapasitas
induksi mesoderm beberapa faktor pertumbuhan, disekresikan atau peptida membran
terikatyang aktif mencocokan resptor membran plasma yang hadir di sel tetangga.
Khususnya beberapa peptida-peptida keluarga fibroblast growth factor dan
transforming growth factor β keluarga bisa bertindak sebagai sinyal induksi mesoderm
Basic
fibroblast growth factor (Bfgf) bertemu beberapa criteria sinyal alami yang
akan menjadi penting untuk induksi
mesoderm. Itu hadir dalam embrio pada waktu yang tepat dan dalam konsentrasi
yang cukup, sebagai reseptor untuk FGF ( Gillespie et al., 1989). Menekan
fungsi reseptor FGF molekul melenyapkan penilai molekular perkembangan otot in vitro dan mencampuri
gastrulasi dan perkembangan batang mesoderm selanjutnya in vivo (Amaya et al.,
1991, 1993)
Beberapa
anggota keluarga transforming growth factor juga telah dianggap sebagai penginduksi mesoderm.
Protein VegT ahli efek kuatnya pada
pembentukan endoderm dan mesoderm lihat gambar 9.7 melalui stimulasi sintesis
protein sekresi transforming growth factor β. Inaktivasi
transforming growth factor β tertentu mencegah induksi mesoderm, tapi interpretasi
hasil telah dihambat oleh fakta bahwa
reseptor ini terikat beberapa anggota keluarga transforming growth factor β
(Hemmati-Brivanlou dan Melton 1992, Kessler dan Melton, 1994). Beberapa anggota keluarga transforming growth factor β termasuk
Vg1dan aktivin, bisa mempromosikan dorsalization (Sokol dan Melton, 1992;
Thomson dan Melton, 1993), mensugesti bahwa mereka mungkin bertindak dalam
hubungan dengan jalur β-catenin.
Anggota lain transforming growth factor β, ditunjuk
BMP-4, mempromosi pembentukan mesoderm ventral dengan mengorbankan mesoderm
dorsal (Graft et al., 1994; Hawley et al., 1995 ; Scmidt et al., 1995). Sinyal
BMP-4 menjadi kritis setelah transisi midblastula dan akan didiskusikan pada
konteks induksi neural lihat section 12.5.
Anggota
transforming growth factor β dan β – catenin mungkin bertindak Combinatorially
dalam Menginduksi Spemann’s Organizer
Menurut hipotesis sederhana
menjelaskan asal Spemann’s Organizer,
jalur β – catenin brertindak combinatorially dengan sinyal keluarga FGF
DAN TGF β (Kimmelmann et al ., 1992; Moon dan Kimelman 1998). Bukti jelas
mendukung hipotesis ini dijelaskan oleh Watanabe dan rekan-rekanya (1995), yang
menganalisa pengaktifasian goosecoid+, sebuah gen spesifik diekspresikan di
Organizer. Seperti gen lainnya , goosecoid+ mempunyai wilayah regulasi dengan beerapa elemen respon itu adalah
sekuesn nukleotida yang berinteraksi dengan protein dikode oleh gen simmoins+
dan twins+, yang pada gilirannya diaktifasi langsung oleh β – catenin/ Tcf
komplekseperti didiskusikan diawal lihat fig 9.21. Demikian, sebuah organizer gen spesifik
diaktivasi oleh kombinasi TGF β dan sinyal β – catenin.
9.8 Penentuan asimetri kiri-kanan
Sebagai salah satu dapat dengan mudah menguji dengan
sepasang tangan atau sarung tangan, mereka dapat disejajarkan dengan paling
banyak dua, tapi tidak pernah dengan ketiga, kapak mereka. Setiap dua objek
dengan properti ini berbeda dalam kiralitas mereka, atau wenangan, dan setiap
objek tiga dimensi dengan tiga sumbu-polaritas moleculas, sarung tangan,
mobil-axis atau dapat dibuat dalam dua versi yang berbeda hanya dalam
handedness. Kedua versi ini mereka disebut
tangan kanan (R) atau tangan kiri (L) oleh beberapa hubungan alam atau ketetapan yang tlah di didefinisikan kepada kami. Molucul yang berbeda hanya dalam
ketetapan mereka yang dikenal sebagai
stereosomeres dan memiliki sifat Fisik dan phisicological berbeda. misalnya,
asam askorbat L, juga dikenal sebagai vitamin c, melindungi manusia dari
penyakit kudis sedangkan stereoisomer nya, D-asam askorbat, tidak memiliki efek
ini.
Kebanyakan
hewan bilateral simetris relatif terhadap bidang median, yang didefinisikan
oleh anteroposterior dan sumbu dorsoventral. Di bagian lateral hewan
simetris bilateral juga memiliki polaritas mediolateral karena medial dan
struktur lateral, seperti tulang belakang dan tulang rusuk dari vertabrate a ,
berbeda. (by contras, potongan persegi kue, dengan kerak di satu sisi dan icing
pada satu permukaan, akan memiliki tepat satu median pesawat sepanjang yang
bisa dipotong menjadi dua bagian yang sama, tetapi bagian ini tidak akan selalu
memiliki polaritas mediolateral). sisi kiri dan kanan bilateral polaritas). kiri
dan kanan hewan bilateral simmetrical berbeda dalam ketetapan mereka karena sumbu mediolateral mereka
menunjukkan arah yang berlawanan.
Beberapa organisme bilateral simetris ,
sama organ dalam, seperti lambung dan hati diposisikan asimmetrically.fenomena ini yang dikenal sebagai asimetri kiri-kanan.
Mungkin dikatakan bahwa organ internal hanya melipat sendiri asimetris karena
ini adalah yang paling ekonomis cara membuka
rongga volume tubuh .ini sangat
bermanfaat tapi sangat terbatas , juga akan dicapai dengan asimetri acak,
dengan organ asimetris diposisikan secara acak salah satu cara atau yang
lainnya .instead, asimetri yang paling kiri-kanan yang berorientasi dengan cara
yang sama di hampir semua anggota suatu spesies. pada kebanyakan manusia, misalnya,
perut biasanya kurva ke kiri sementara sebagian besar hati dan seluruh limpa
terletak di sebelah kanan. dengan kata lain, sebagian besar organisme
menunjukkan asimetri biasa-bahwa AGLOCO, asimetri kanan kiri yang berorientasi
secara konsisten.
Bagaimana asimetri kiri-kanan muncul? Kuis ini tidak hanya menarik bagi para ilmuwan yang
ingin tahu tentang fenomena alam dasar tetapi juga medis yang relevan. Gangguan
pada pengembangan asimetri kiri-kanan dapat mengakibatkan inversus situd
(pembalikan lengkap dari asimetri
kiri-kanan reguler di semua organ), heterotaxis (hanya beberapa organ
terbalik), atau isomerisms (biasanya organ asimetris yang diduplikasi atau
hilang). Diantara ini hanya kasus yang jarang lengkap situs inversus tidak
berhubungan dengan masalah kesehatan, sedangkan kelainan lain cenderung serius
atau mematikan.
Ini banyak spesies, orientasi kanan-kiri asymmetri
relatif terhadap sumbu tubuh cukup kuat untuk
menahan manipulasi eksperimental.
Dua studi, satu dilakukan
dengan katak dan
yang lainnya dengan landak laut, akan
ilustrate titik ini. Sumbu dorsoventral di
xenovus dapat dihapuskan
oleh radiasi UV dari
wilayah kutub vegetal
sebelum rotasi kortikal,
seperti yang dibahas dalam bagian
9.5. Setelah penyinaran
dengan dosis UV yang lemah, embrio berkembang dengan mengurangi dorsal dan struktur anterior, dan
embrio tersebut juga menunjukkan
pembalikan kiri-kanan
jantung perulangan (Danos dan jost, 1995).
Frekuensi pembalikan kiri-kanan berkorelasi
dengan tingkat keparahan kerugian
di anterior dan
dorsal struktur.
Ketika dorsal dan ventral
bagian dari embrio
landak laut dipisahkan pada tahap 16 sel,
kedua bagian berkembang menjadi larva biasanya proporsional.
Mareover percobaan nasib-pemetaan menunjukkan
bahwa setengah ventral mempertahankan kedua yang
sumbu-hewan nabati
dan sumbu dorsoventral
nya. The dorsal
setengah juga mempertahankan sumbu-hewan nabati
yang sering membalikkan
axis.In dorsopentral nya kasus-kasus di mana
sumbu dorsopentral membalikkan begitu apakah
axis.ini kiri-kanan indicatet
oleh posisi kelainan
yang menimbulkan landak
laut dewasa, yang
selalu berkembang di sisi kiri
dari larva (McCain
dan McClay, 1994).
Jadi embrio dengan
sumbu dorsoventral terbalik tetap mempertahankan
pengembangan pengamatan .mereka kelihatan normal setelah dibuat dengan embrio dari cacing
gelang Caenorhabditis elegans
(Pries dan Thomson,
1987 Kayu , 1991)
Spesifikasi tergantung dari asimetri
relatif kiri-kanan
ke dua sumbu tubuh lainnya telah menuntun perumusan hipotesis tentang asal-usul asimetri kiri-kanan
di development.Huxley dan deBeer (1963)
mengemukakan bahwa arus listrik yang
mengalir dari anterior ke
posterior akan menciptakan medan
magnet melingkar berorientasi
dari kanan ke kiri punggung dan dari kiri ke kanan ventrally.Brown
dan Wolpert (1990)
menunjukkan bahwa setiap stereoisomeric berorientasi menjadi molekul yang relatif terhadap anteroposterior dan sumbu
dorsoventral akan menentukan polaritas kiri-kanan, yang bisa
dibayangkan diterjemahkan ke dalam asymetry seluler dan organismic.
Data genetik dan molekuler baru pada asimetri kiri kanan pada tikus dapat ditafsirkan
dari segi model kedua (Levin dan marcola.1998,
Yost, 1999; Capdevila
et al ... 2000)
Pada tikus, beberapa gen yang diketahui
mempengaruhi asymmetry.sebuah kiri-kanan mereka memiliki , situs inversus viscerum
diketahui dari mutan
di mana sekitar setengah dari homozigotes menunjukkan situs inversus (Hummel dan
Chapman 1959), Gen
iv Oleh karena itu SEM untuk terlibat dalam
orientasi kiri-kanan asymmetry.In tidak adanya fungsi iv, asimetri
masih berkembang, tetapi keselarasan dengan
sumbu tubuh lainnya dihapuskan.
iv + gen dan produk protein yang telah
ditandai ( supp et al , 1993,1999 ) . Protein iv , juga dikenal
memilikibagian kiri-kanan dynein ( LRD )
, adalah bagian utama dari protein multisubunit dikenal sebagai dyneins .
Dyneis adalah mikrotubulus - protein terkait yang dapat diklasifikasikan
sebagai axonemal atau cytoplasmic.Axonemal dyneins mediete yang slidding antara
mikrotubulus yang berdekatan , thuscausing gerakan berorientasi flagella dan
silia (lihat fig.2.7 ) . dyneins Citoplasmic adalah seperti rmotor ptoteins
bahwa transportasi kargo seluler menjelang akhir minus mikrotubulus (lihat
fig.2.9 ) . tidak adanya dyneins ciliary diduga menyebabkan kartageners
Sindrome pada manusia , yang meliputi imobilitas sperma dan sering bronkitis
disebabkan oleh kegagalan untuk membersihkan musuc dari trakea dan bronkus (
Alfeliuz , 1976 ) . itu untuk itu menarik untuk mengamati bahwa silia tertentu
dalam homozygus embrio tikus mutan yang bergerak ( supp et al , 1999 ) . silia
ini dikenal sebagai monocilia , terletak di pertumbuhan kritis di daerah ambryo
tikus yang disebut Hensen itu node, atau node untuk pendek.
Molekul-molekul dynein memiliki
handedness.Those terkait dengan mikrotubulus jam kurva monocilia bijaksana
seperti yang terlihat dari dasar silia , dan rotasi ciliary berada di arah yang
sama ( Afzelius 1999) . Aliran yang dihasilkan dari cairan pada permukaan node
adalah menuju tersisa di wild type embrio tikus , dan aliran ini tidak ada
dalam mutan iv / iv embrio mous ( okada 1999) . observasi Serupa dibuat pada
tikus mutan yang mempengaruhi kif3B , protein dari superfamili kinesin ( Nonaka
et al . 1998) . embrio mutan homozigot menunjukkan acak kiri asimetri kanan dan
mati di midgestation.Electron mikroskop , mengungkapkan bahwa monocilia hilang
dari Hensens simpul di kif3FB - tikus , sedangkan mereka bergerak sebagai
iv-/iv-embryos seperti yang dibahas earlier.one interpretasi temuan ini bahwa
monocilia di daerah node, melalui gerakan berorientasi mereka , menghasilkan
arus berorientasi molekul sinyal ekstraseluler ke sisi kiri embryo.Conceivably
, aliran ini akan menyebabkan aktivasi atau inhibisi gen pola embrio secara
khusus pada sisi kiri tubuh .
Gen tikus lain bernama inversi balik embrio
(Inv) karena gangguan
ini genecauses fenotipe
mencolok selama embriogenesis awal: mutan homozigot
membuat counterclockwiseturn di dalam rongga ketuban,
sedangkan heterozigot dan akan ketik embrio
membuat turn searah
jarum jam (Yokoyama et al 0,1993 ). Kemudian selama pengembangan, hampir 100% dari semua iv-/iv- individu mengembangkan inversus SITUS dikombinasikan dengan pembesaran limpa dan ginjal sangat abnormal. pembalikan asymmetri kiri-kanan
di hampir semua iv-/iv- individu ini berbeda untuk
terjadinya situs inversus di sekitar setengah dari
individu-individu iv-/iv-. perbandingan
menunjukkan bahwa orientasi asimetri kiri-kanan
secara acak oleh kurangnya inv +. inv The + geneencodes
protein baru kemungkinan
besar terletak di sitoplasma sel
(Mochizuki et al,
1998). mekanisme dengan
mana protein inv dapat mempengaruhi asimetri kiri-kanan masih perlu dijelaskan.
Kedua iv + tindakan melalui nodal + gen , yang
mengkodekan protein signaling antar sel dari TGF - B family.The nodal protein
yang terlibat dalam menentukan asimetri kiri - kanan tikus , ayam , katak , dan
ikan zebra ( Collignon et al 1996; Levin et al , 1995; . . Lohr et al , 1997; .
. rebagliaty et al , 1998) protein disintesis di kiri lateralis piring mesoderm
, yang sebagian besar memberikan kontribusi untuk struktur simetris bilateral
sementara beberapa mesoderm berdekatan menimbulkan asimetris . struktur pola
ekspresi nodal + pada tikus diubah iv - dan inv - mutan ( ara .9.23 ; . Lowe et
al , 1996; . Meno et al , 1996) . Ectopick ekspresi nodal + di sisi kanan pada
ayam mengacak orientasi hati perulangan ( Levi et al . , 1997) . Dalam xenopus
, manipulasi eksperimental yang mengganggu pengembangan struktur doarsentarior
tidak hanya menyebabkan pembalikan hati perulangan , seperti yang dibahas
sebelumnya , tetapi juga mempengaruhi ekspresi lateralized dari xenopus nodal -
terkait gen , xnr -1 + ( Lohr et al . , 1997 ) . tampak bahwa nodal + genemay
terlibat dalam membangun asimetri kanan - kiri di banyak atau semua vertabrates
bahkan berpikir kendali nodal + ekspresi mungkin berbeda antara kelas vertebrata
( Yost , 1999 ) .
Menjadi protein disekresikan, nodal cocok
untuk interaksi seluler. Namun, karena asimetri kiri-kanan kemungkinan
perubahan terlibat dalam ekspresi banyak gen, salah satu mungkin berharap
protein regulasi gen untuk terlibat dalam rantai sinyal. The Pitx2 + gen
mengkodekan regulator transkripsi dari keluarga bicoid dan diekspresikan pada
sisi kiri mesoderm lateral yang plate, tabung jantung dan usus ayam mouse, dan
katak embrio. (Ryan et al, 1998;. Campione, 1998) penghambatan atau ekspresi
ektopik dari pitx2 + mengganggu kiri-kanan asymmetry.The ekspresi pitx2 +
tergantung dari kegiatan iv +, inv-dan nodal +, menunjukkan bahwa gen ini hulu
pitx2 + dalam hirarki genetik yang mengendalikan asimetri kiri-kanan.
Singkatnya, jelas bahwa asex polaritas
terbentuk dalam berbagai cara. Bahkan dalam satu spesies, xenopus, tiga sumbu
tubuh yang Agis
Mitra Mandiri, tahap perkembangan yang berbeda dan dengan mekanisme yang berbeda. Transport berorientasi molekul
dan organel selama
oogenesis memainkan peran penting
dalam membangun anteroposterior sumbu masa depan. Pembentukan
sumbu dorsoventral melibatkan penyusunan ulang sitoplasma utama termasuk rotasi kortikal setelah
pembuahan. Asal asimetri kiri-kanan diperkirakan
bergantung pada molekul tangan yang menentukan polaritas
kiri-kanan jika
mereka berorientasi berkaitan
dengan anteroposterior dan
dorsoventralaxes. Dengan orientasi gerakan organel
cellural, seperti silia, wenangan molekul
berorientasi dapat menyebabkan transportasi berorientasi sinyal, yang pada gilirannya dapat langsung asimetri kiri-kanan dalam ekspresi gen dan pengembangan morfologi.
Sebagian
besar organisme memperoleh satu atau lebih sumbu tubuh dalam proses
pembangunan. Fokus alga coklat memiliki telur bulat sempurna di mana satu sumbu
berkembang antara talus masa depan dan masa depan rhizoid.this sumbu dapat
ditentukan dengan masuknya sperma atau oleh faktor lingkungan, seperti cahaya.
Sebuah priod pembentukan sumbu, ketika sumbu thallusrhizoid diatur dengan cara
awal, diikuti dengan periode sumbu fiksasi, ketika sumbu yang ireversibel
didirikan. Axis formasi dengan hasil cahaya dalam akumulasi labil Ca2 +
channel, Ca2 +, dan mikrofilamen pada calon faktor pole.These rhizoid
mempromosikan perubahan lokal dalam komposisi dinding sel, yang sinyal kembali
ke sel, memberikan isyarat berorientasi bfor yang positionting dari gelendong
mitosis pertama.
Metozoa adalah, untuk sebagian besar,
bilateral simetris dan memiliki tiga sumbu tubuh:. Anteroposterior,
dorsopentral, dan kiri kanan Dalam xenopus, sumbu anteroposterior berkembang
dari sumbu-hewan nabati, yang berasal selama oogenesis Sumbu dersoventral
terbentuk setelah pembuahan. dan tetap sebelum isyarat cleavage.Molecular
pertama yang asimetri kiri-kanan telah terdeteksi selama blastula dan tahap
gastrula awal.
Polaritas-hewan nabati dalam telur amfibi
menentukan organisasi sapatial dari dasar-dasar lapisan kuman selama tahap
v.Most blastula dari setengah hewan bentuk blastula ektoderm, dan sebagian
besar vegetal setengah bentuk endoderm, sedangkan zona marjinal di antara
memberikan naik ke mesoderm pembentukan mesoderm. didasarkan pada induksi
embrio, prinsip meresap development.It didefinisikan sebagai interaksi antara
sel nonequivalent yang dinyatakan akan membentuk ektoderm, untuk membentuk
mesoderminsttead. perilaku Spesifisific dari lapisan kuman selama gastrulasi
mengubah asli hewan-tumbuhan polaritas telur ke dalam pola tubuh
anteroposterior dari ambryo postgastrula.
Sumbu
dorsoventral dalam bentuk embrio amfibi setelah pembuahan . Titik masuk sperma
mengarahkan penyusunan ulang sitoplasma termasuk rotasi telur korteks relatif
terhadap endoplasm . Lembar meridian perpindahan kortikal gratest , berlawanan
entry point sperma , menjadi garis tengah dorsal OFV yang embrio . Selama
rotasi kortikal , komponen sitoplasma awalnya terletak di dekat kutub vegetal
diangkut sepanjang mikrotubulus ke sisi dorsal calon embrio . sini mereka
berinteraksi dengan faktor -merangsang mesoderm dalam menentukan sel marginal
untuk membentuk struktur mesodermal dorsal di notochord tertentu , juga dikenal
sebagai penyelenggara Spemann itu , menginduksi tetangga ektoderm untuk
membentuk jaringan saraf . penyelenggara , juga menginduksi mesoderm yang
berdekatan untuk membuat lateral yang bukan struktur ventral , thusgenerating
spektrum penuh organ mesodermal sepanjang rantai molekul axis.The dorsoventral
peristiwa yang mengarah pada pembentukan organizer Spemann tampaknya termasuk B
catenin , yang bertindak sebagai bagian dari faktor transkripsi yang menjadi
terbatas pada inti sel dorsal pada tahap blastula .
Asal asimetri kiri-kanan
di metazoan di
didasarkan pada moluculesz stereoisomeric berorientasi yang mendefinisikan polaritas kiri-kanan jika mereka
berorientasi berkaitan dengan anteroposterior dan tubuh dorsoventral sumbu. Pada
tikus dan vertebrata lainnya
beberapa gen telah lateralized pola ekspresi dan kontrol pengembangan asymmetry.These kegiatan gen lateralized kiri-kanan mungkin dipicu oleh sinyal yang dibawa arus, dari kanan ke kiri, cairan ekstraselular meliputi Hensen
itu node, area
pertumbuhan yang penting dari
embrio. aliran tampaknya
didorong oleh gerakan berorientasi silia tertentu,
yang pada gilirannya tampaknya
tergantung pada keberadaan molekul-molekul dynein berorientasi dan diserahkan
No comments:
Post a Comment