PENGARUH KINERJA GURU TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA Studi Kasus Perubahan Hasil Belajar Fisika Salah Satu Siswi SMAI Al Mukhlishin dikarenakan Perbedaan Kinerja Guru LAPORAN Diajukan untuk menyelesaikan tugas UTS Mata Kuliah Psikologi Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Guru merupakan tokoh sentral dalam pendidikan sekolah. Menurut A. Samana posisi serta peran guru dalam pendidikan sekolah (pengajaran) merupakan ujung tombak, bahkan bersifat menentukan isi kurikulum de facto (kurikulum operasional dan eksperiensial) karena guru berkewajiban untuk mengorganisasi pesan bagi siswanya [1].
Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa di sekolah. Jika kinerja guru baik, maka Hasil belajar yang dihasilkan siswanya cenderung baik, begitu pun sebaliknya. Seperti kasus yang terjadi pada salah satu siswi di SMAI Al Mukhlishin Bogor. Hasilnya berubah-ubah karena perngaruh kinerja guru yang mengajarnya.
Atas dasar kasus inilah, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Pengaruh Kinerja Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa”.

1.2  Rumusan Masalah
Penulis merumuskan permasalahan ini sebagai berikut:
  1. Bagaimanakah profil siswi yang ada dalam studi kasus ini?
  2. Apa yang menyebabkan perubahan Hasil belajar fisika siswi tersebut?
  3. Bagaimanakah kinerja guru-guru Fisika di SMAI Al Mukhlishin Bogor?
  4. Bagaimanakan pengaruh kinerja guru-guru fisika tersebut terhadap Hasil belajar Fisika salah satu siswi di SMAI Al Mukhlishin.Bogor?

1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui profil siswi yang ada dalam studi kasus ini.
  2. Untuk mengetahui perubahan Hasil belajar fisika siswi tersebut.
  3. Untuk mengetahui kinerja guru-guru fisika di SMAI Al Mukhlishin Bogor.
  4. Untuk mengetahui pengaruh kinerja guru-guru fisika tersebut terhadap Hasil belajar Fisika salah satu siswi di SMAI Al Mukhlishin.Bogor

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1        Manfaat Teoritis
  1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai masalah yang diteliti.
  2. Sebagai latihan dan pengalaman dalam mempraktekkan teori yang diterima di bangku kuliah.
1.4.2        Manfaat Praktis
  1. Bagi siswa, dapat mengetahui salah satu penyebab yang mempengaruhi Hasil belajarnya
  2. Bagi guru, dapat meningkatkan kinerjanya, sehingga memberikan dampak positif bagi Hasil belajar peserta didik
  3. Bagi sekolah, sebagai masukan dalam usaha meningkatkan kualitas peserta didik
 
1.5  Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika laporan disusun sebagai berikut:
  1. Bagian pendahuluan laporan yang berisi tentang halaman judul, kata pengantar, dan jadwal penelitian.
  2. Bagian isi laporan terdiri atas:
BAB I     PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan laporan.
BAB II    PROFIL SISWI, KELUARGA, GURU FISIKA, DAN SEKOLAH
BAB III BENTUK KASUS DAN PENYEBABNYA
BAB IV ANALISIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN TEORI
BAB V    PENUTUP berisi simpulan dan saran.



[1] A. Samana. Profesionalisme Keguruan. Kanisius: Yogyakarta. 1994. hal. 38
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Sistem Pembelajaran Eliminasi
Nama siswi yang menjadi objek dalam studi kasus ini adalah Afni Adiati,

\lahir di Bogor, 15 April 1992. Anak ke 2 dari 3 bersaudara, tinggal di Kp. Liwu Rumpin Bogor.
Siswi ini mempunyai kemampuan untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Ini terbukti pada saat semester I, dia mendapat predikat juara umum di sekolahnya. Namun, hasil belajar ini tidak konsisten, pengaruh kinerja guru cenderung memberi dampak yang cukup dominan pada hasil belajar siswi ini. Pembehasan mengenai hal ini akan diulas lebih lanjut pada bab selanjutnya.

2.2  Profil Keluarga
Identitas keluarga bisa dilihat di lampiran Kartu Keluarga. Secara umum, saya melihat keluarga selalu memberikan suasana yang hangat saat di rumah. Dengan kepala keluarga yang berprofesi sebagai guru, tentunya beliau tahu benar bagaimana membuat suasana yang nyaman di keluarga.

2.3  Profil Guru-Guru Fisika
Ada dua guru yang mengajar fisika di sekolah ini.
  1. Achmad Romli, S. Pd, mendapatkan gelar sarjana S1 pada tahun 2004 di bidang Matematika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau mengajar Fisika untuk siswi ini pada saat kelas I semester I dan kelas II semester I..
  2. Deden Mulyadi, S. Pd, mendapatkan gelar sarjana S1 pada tahun 2006 di bidang tadris kimia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau mengajar Fisika untuk siswi ini pada saat kelas I semester II.



2.4  Profil Sekolah
SMA Islam Al Mukhlishin merupakan salah satu sekolah yang mempunyai fasilitas laboratorium terlengkap di Bogor, terakreditasi A, dengan mempunyai 12 ruangan kelas, dengan jumlah peserta didik mencapai 420 siswa. Suasana belajar nyaman, tidak terganggu oleh suasana dari luar.
Lingkungan sekolahnya pun kondusif, sekolah dikelilingi pagar, sehingga para siswa tidak dapat keluar saat jam sekolah berlangsung, dan orang dari luar sekolah pun tidak dapat masuk. Karena pintu pagar hanya akan dibuka saat jam masuk dan jam pulang.
BAB III
BENTUK KASUS DAN PENYEBABNYA
3.1  Bentuk Kasus
Hasil belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa siswi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dalam kasus ini, saya menemukan inkonsistensi hasil belajar fisika salah satu siswa di SMA Islam Al Mukhlisin Bogor pada tiap semester (lihat diagram). Inkonsistensi inilah yang menarik perhatian saya untuk menelaah lebih lanjut faktor penyebab apa yang menyebabkan inkonsistensi pada siswi tersebut.
Diagram inkonsistensi nilai fisika

3.2  Penyebab
Prestasi belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seorang yang prestasinya tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah berhasil dalam belajar. Prestasi belajar adalah tingkat pengetahuan sejauh mana anak terhadap materi yang diterima. Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah. Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari diri siswa (faktor internal) maupun dari luar siswa (faktor eksternal). Faktor internal diantaranya adalah minat, bakat, motivasi, tingkat intelegensi. Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah faktor guru dan lingkungan.
Salah satu faktor dari dalam diri siswa yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar adalah motivasi belajar.Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup tinggi, bisa gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya.
Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa. Bagi siswa motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa terdorong untuk melakukan perbuatan belajar. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan senang karena didorong motivasi. Saya tidak melihat faktor ini sebagai penyebabnya, karena motivasi siswi ini cukup tinggi, ini terbukti, saat saya menerangkan suatu teori dalam fisika, dia memperhatikan dengan sangat antusias
Sedangkan faktor dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi belajar adalah faktor guru. Guru sebagai pengajar yang memberikan ilmu pengetahuan sekaligus pendidik yang mengajarkan nilai-nilai, akhlak, moral maupun sosial dan untuk menjalankan peran tersebut seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas yang nantinya akan diajarkan kepada siswa. Seorang guru dalam menyampaikan materi perlu memilih metode mana yang sesuai dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan. Dengan variasi metode dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa.
Selain faktor guru, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor lingkungan. Lingkungan merupakan suatu komponen sistem yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan.Dalam penelitian ini kondisi lingkungan sekolah dan keluarga menjadi perhatian karena faktor ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah nilai-nilai kehidupan ditumbuhkan dan dikembangkan. Oleh karena itu, sekolah menjadi wahana yang sangat dominan bagi pengaruh dan pembentukan sikap, perilaku, dan prestasi seorang siswa.
Lingkungan sekolah yang kondusif akan mendukung proses kegiatan belajar mengajar.
Selain lingkungan sekolah, lingkungan keluarga juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan seseorang adalah keluarga. Banyak waktu dan kesempatan bagi anak untuk berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga.Perjumpaan dan interaksi tersebut sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang.
Seiring dengan perkembangan jaman, dalam kenyataannya tidak terasa telah terdapat pergeseran fungsi dan peranan orang tua terhadap pendidikan anaknya. Kebanyakan para orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya pada sekolah. Padahal seharusnya orang tua memberikan perhatian dan semangat belajar yang lebih, karena waktu di rumah lebih banyak daripada di sekolah.
            Diantara faktor-faktor di atas, peneliti menganalisa dan berasumsi bahwa faktor penyebab dari kasus siswi ini adalah guru. Analisa ini didasarkan pada beberapa alasan:
  1. Siswi ini mempunyai bakat dan inteligensi yang bagus. Hal ini saya buktikan dengan menguji daya tangkap siswi, ketika saya megajarkan fisika kepadanya. Hasilnya, daya tangkapnya bagus dan dia mampu menjawab soal yang sulit.
  2. Siswi ini mempunyai minat dan motivasi yang bagus, saat saya mengajarkan fisika, dia sangat memperhatikan. Sehingga faktor ini bukan meruapakan penyebab inkonsistensi belajar fisikanya.
  3. Pada lingkungan sekolah pun peneliti tidak melihat faktor ini sebagai penyebab inkonsistensi tersebut, karena lingkungan sekolah yang kondusif sebagaimana saya ceritakan pada subbab profil sekolah.
  4. Terlebih pada lingkungan keluarga, peneliti bahkan melihat faktor ini merupakan salah satu faktor yang mustahil menjadi faktor penyebab inkonsistensi hasil belajar anaknya. Ayahnya selalu memotivasi dan mendorong agar anak-anaknya giat belajar, ditambah kedua orang tuanya sangat memperhatikan sekali sekolah anak-anaknya.

Asumsi bahwa guru menjadi faktor penyebabnya harus bisa dibuktikan. Peneliti harus mengamati kinerja guru fisika di sekolah ini. Sehingga asumsi peneliti bisa dibuktikan melalui pendekatan teori (pakar)
Pembuktian mengenai hal ini akan dipaparkan pada bab selanjutnya.
BAB IV
ANALISIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN TEORI

Menurut A. Samana, baik buruknya kinerja seorang guru dilihat dari tiga faktor yaitu pada nilai yang dihayatinya, visi keilmuannya (bidang keguruan dengan bidang studi), dengan kecakapan keguruannya (didaktis-metodis)[1].

4.1  Nilai yang dihayatinya
Yang dimaksud dengan nilai yang dihayati di sini adalah sikap, sifat, prilaku, dan keteladanan seorang guru. Guru dituntut untuk selalu bersikap sopan santun dalam segala tingkah lakunya, banyak sikap-sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru, agar dalam melaksanakan tugasnya mendidik anak, dapat berhasil dengan baik
Menurut Amir Daien, sikap guru-guru yang baik itu ialah[2]:
-          bersikap tangkas dan antusias
-          bersikap optimis
-          mempunyai pandangan ke muka (ke depan), luas
-          mempunyai perhatian penuh kepada murid
-          mempunyai perhatian penuh terhadap kegiatan-kegiatan kelas
-          bertabiat jujur dan sabar
-          berlaku ramah kepada murid
-          suka membantu persoalan-persoalan murid
-          selalu rapi
-          bersikap disiplin
-          kerjanya teliti.
Menurut Soewarno, Guru yang baik harus memiliki sifat-sifat berikut[3]:
-          berwibawa
-          jujur
-          bertanggung jawab
-          adil bijaksana dalam memutuskan sesuatu
-          rajin
-          mudah bergaul dan tidak sombong
-          cinta kepada tugasnya
-          bisa disiplin diri sendiri
-          pemaaf, tetapi juga harus dapat bersifat tegas dimana perlu
-          tidak lekas marah
-          mau mendengar endapat orang lain (tidak fanatik)
-          selalu ingin menyelaraskan pengetahuannya dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir
-          loyalitas terhadap bangsa dan negaranya
-          tidak mengharapkan balas budi karena jasa terhadap muridnya.
4.2  Visi keilmuannya
Menurut Pupuh Fathurrohman visi keilmuan ini meliputi 2 hal[4]:
  1. Penguasaan Materi/Bahan Pelajaran
Sebelum guru itu tampil di depan kelas untuk mengelola interaksi belajar mengajar, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan apa yang akan diajarkan sekaligus bahan-bahan apa yang dapat mendukung jalannya proses belajar mengajar. Dengan modal menguasai bahan, guru akan dapat menyampaikan materi pelajaran secara dinamis.
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses brlajar mengajar. Jika guru sendiri mengetahui dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan wibawanya, sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap pelajaran.
Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesi dan keahliannya (disiplin ilmunya). Sedangkan bahn pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua peserta didik (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2002).

  1. Penguasaan Ilmu mendidik
Selain menguasai materi, seorang guru juga harus menguasai ilmu mendidik. Tanpa penguasaan ilmu mendidik, pembelajaran tidak akan bermakna.
Beberapa hal yang termasuk dalam kawasan ilmu mendidik yang harus dikuasai oleh seorang guru, berikut ini:
-          Ilmu tentang dasar-dasar pendidikan;
-          Ilmu tentang metode mengajar;
-          Ilmu tentang media;
-          Ilmu mengelola kelas;
-          Ilmu manajemen waktu;
-          Ilmu tentang karakteristik peserta didik;
-          Ilmu tentang strategi belajar mengajar.

4.3  Kecakapan Keguruannya (didaktis-metodis)
Ada sepuluh asas pengajaran yang dapat dijadikan tolak ukur kecakapan keguruan[5]:
  1. Asas siswa aktif
Pada dasarnya anak adalah aktif. Hal ini dapat dipertanggungjawabkan dari visi filosofis, psikologis, biologis, dan sosiologis yang bertalian dengan kehidupan anak atau seseorang.
Belajar dan mengajar tergolong kegiatan kemanusiaan yang fundamental, maka wajarlah jika siswa dan guru dituntut aktif bertaraf tinggi dalam melaksanakan perannya. Pengajaran adalah pembelajaran siswa.
  1. Asas Motivasi dalam belajar
Seorang siswa hanya dapat belajar dengan sungguh-sungguh dan ulet jika ia merasa butuh untuk belajar, menyadari kegunaanya, menghargai kegiatan belajar itu sebagai hal yang penting, dan dengan dasar itu ia bersedia untuk mencurahkan tenaga, dana, dan waktu yang cukup banyak untuk suikses belajarnya.
Motivasi belajar adalah alasan, pertimbangan, dan dorongan yang menjadikan seseorang berkegiatan belajar.
Motivasi belajar dapat bersifat intrinsik dan dapat bersifat ekstrinsik. Motivasi belajar yang bersifat intrinsik adalah semua alasan, pertimbangan, dan dorongan untuk belajar yang hubungannya dengan kegiatan belajar tersebut bersifat langsung, terkait secara logis, dan dengan sendirinya, misal: ingin ahli dalam disiplin ilmu tertentu, maka orang yang bersangkutan bersemangat serta tekun mempelajarinya, ingin menjadi pemain sepakbola yang handal (mental, strategi, dan teknik) maka orang yang bersangkutan mesti berlatih dengan gigih dan patuh terhadap aturan permainannya.
Motivasi belajar yang bersifat ekstrinsik adalah alasan, pertimbangan, dan dorongan untuk belajar yang hubungannya dengan kegiatan belajar bersifat tidak langsung, tidak terkait secara logik, dan bukan kemungkinan satu-satunya, misal: belajar rajin agar diperhatikan atau dipuji oleh guru; ingin menjadi pemain bola yang handal agar mendapat bonus yang besar.
Guru dituntut untuk cakap membangun motivasi belajar siswanya, lebih-lebih yang tergolong motivasi intrinsik. Konsekuensi dari fungsi keteladanan guru, untuk membangun motivasi belajar siswa tersebut guru mesti kompeten, cakap, bersemangat, dan cinta pada profesinya.
  1. Asas pusat minat (perhatian)
Meminati atau memperhatikan sesuatu objek belajar berarti oarang yang bersangkutan (siswa) rela serta senang mencurahkan kesadarannya, tenaganya, waktu (peluang) yang dimilikinya, dan fasilitas yang dimilikinya untuk mendalami objek belajarnya. Di pihak lain, siswa tersebut dengan sadar menghindarkan diri dari tarikan objek-objek pengamatan lain yang mengganggu belajarnya.
Dalam membangun minat untuk belajar, guru mesti berusaha keras untuk menjelaskan makna, arah, kegunaan, keunikan, keindahan, dan nilai positif yang lain dari bahan yang wajib dipelajari oleh siswanya. Guru juga dituntut bersemangat dalam menganalisis bidang studinya, dapat memberi tuntunan pada para siswa untuk menguasai bahan ajar secara mendalam, berstruktur dan siswa merasai belajar sesuatu yang bermakna dalam interaksinya dengan guru tersebut.
Selain berminat pada bidang studinya dan cakap dalam menjabarkan serta mengorganisasi bahan ajar, guru diharap mampu mencipatakan situasi belajar di kelas yang menantang, yang menyenangkan siswa, dan terhindar dari gangguan lingkungan luar kelasnya.
  1. Asas apersepsi, korelasi dan integrasi
Ketiga asas ini dijadikan satu rumpun dan dibahas secara berturutan karena erat berhubungan satu dengan yang lain.
Penerapan asas apersepsi dalam pengajaran adalah penyadaran serta penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa sebagai titik tolak pembahasan bahan ajar yang baru/
Penerapan asas korelasi dalam pengajaran adalah menghubungkan antar data, konsep, prinsip, dan generalisasi yang menjadi inti pembahasan agar keseluruhan hasil belajar menjadi jelas, mendalam, dan berstruktur.
Penerapan asas integrasi dalam pengajaran adalah mengutuhkan perolehan belajar siswa yang ditandai dengan:
a.       setiap konsep, prinsip, dan generalisasi yang baru dikuasai oleh siswa hendaknya terekam dalam sistem berpikir yang semakin kompak dan fungsional (kiat problem solving).
b.      Penguasaan siswa di aspek teoritis mengejawantah dengan kecakapan praktisnya (teori dan praktek dikuasai siswa secara terpadu.
Guru yang cakap dalam menerapkan ketiga asas ini berarti sangat membantu para siswa dalam menguaasai bahan ajar secara luas, mendalam, berpola, dan berdayaguna dalam hidupnya.
  1. Asas individualisasi
Konsep serta prinsip psikologis menegaskan bahwa seseorang (siswa) adalah pribadi yang unik, serba potensial, dan bernuansa subjektif. Pengajaran mesti disesuaikan dengan kondisi, potensi, sifat, minat, taraf perkembangan, dan kebutuhan siswa. Guru hendaknya mengatur kelas secara fleksibel, kegiatan belajar klasikal, kelompok kecil dan perorangan sering divariasikan sesuai dengan kebutuhan siswa, dan fasilitas yang ada.
Penerapan asas individualisasi yang berhasil ditandai dengan optimalisasi perolehan belajar siswa selaras dengan potensinya, perkembangn multi talent (seluruh aspek dan daya hidupnya serta bakatnya berkembang secara wajar dan berimbang), integrasi diri, dan para siswa mengalami kepuasan hidup.
  1. Asas peragaan
Peragaan dalam pengajaran adalah konkretisasi pesan pengajaran agar mudah dikuasai oleh siswa. Peragaan tersbut dapat bersifat langsung (siswa mengalami peristiwanya sendiri) dan dapat bersifat tidak langsung (menggunakan gambar, benda tiruan, dan rekaman).
Pengembangan serta penggunaan alat peraga dalam pengajaran mengalami perkembangan pesat, dan muncullah kajian media pengajaran dan teknologi pengajaran yang diwarnai oleh temuan alat komunikasi masa modern. Guru dituntut banyak belajar dalam hal ini.
  1. Asas kooperasi
Penerapan asas kooperasi dalam pengajaran adalah pengaturan kerja kelompok dan pembinaan kompetensi yang sehat. Variasi pengelompokan, arahan dinamika kelompok, kejelasan tujuan, serta hasil kerja kelompok merupakan topik-topik yang perlu untuk didalami oleh guru dalam membina belajar siswa.
Prinsip-prinsip kerja kelompok yang baik adalah: kejelasan tujuan, kadar partisipasi serta tanggung jawab yang tinggi, prosedur kerja yang jelas, adanya iklim demokratis serta menyenangkan anggota, dan adanya penilaian serta pengembangan lebih lanjut.
  1. Asas pengajaran multi sumber
Peran guru dalam pengajaran multi sumber adalah sebagai nara sumber, fasilitator (memberi kemudahan siswa untuk belajar), sebagai organisator bahan ajar dan atau proses pengajaran, motivator belajar siswa, dan sebagai evaluatorproses serta hasil belajar siswa (untuk peningkatan pembelajaran).
Guru dituntut mampu untuk menjabarkan serta mengorganisasi bahan ajar secara sistematis dengan mendayagunakan aneka sumber belajar yang semakin melimpah di masyarakat. Dengan mengingat taraf kematangan kematangan berpikir siswa, guru hendaknya mampu menjabarkan serta mengorganisasi bahan ajar dengan kajian yang bersifat komparatif, kontekstual, silang disiplin keilmuan, penuh alternatif, sistematis-integratif, dan haus akan pengayaan-pengayaan. Wawasan keilmuan dari guru hendaknya luas, mendalam dan bersistem.
Macam sumber belajar yang perlu dikenali serta dimanfaatkan oleh guru, adalah pesan (informasi yang ada), nara sumber, rekaman (cetak, auditif, visual), alat (instrumentasi), teknik dan sumber belajar dari lingkungan (dalam sekolah dan luar sekolah).
  1. Asas kesinambungan belajar
Proses serta hasil belajar siswa hendaknya mendapat perhatian yang intensif dan berimbang dari para pengelola sekolah (termasuk guru). Hasil belajar yang mendalam (mengakar), berpola (berstruktur), dan berdaya guna memerlukan proses penguasaan yang lama, ketepatan serta keteraturan langkah kerja, kecermatan-ketekunan-mawas diri, dan pertanggungjawaban yang tinggi. Dalam banyak hal guru perlu membimbing siswa belajar tentang belajar. Secara konkret, penerapan asas kesinambungan belajar ini tampak dalam:
-          pendampingan proses belajar siswa secara efektif-efisien (untuk mencapai hasil belajar yang terstandar;
-          tersedianya kondisi (fasilitas) dan situasi belajar yang kondusif (menunjang, relevan, dan koordinatif);
-          adanya tata urutan (sekuensi) bahan ajar atau pengalaman belajar siswa yang terkait secara sistematis dan atau logis serta menyentuh kebutuhan siswa; dan
-          siswa perlu menguasai perangkat pengetahuan alat untuk kepentingan belajarnya lebih lanjut, misal: kecakapan berbahasa, kecakapan analisis-sintesis secara logis, dan penguasaan konsep dasar yang baik.
  1. Asas Penelitian
Kegiatan penilaian proses serta hasil belajar siswa merupakan bagian integra dari sistem pengajaran. Bertolak dari data penilaian yang akurat, para guru dan pengelola sekolah dapat mengenali kemampuan belajar siswa, bakat khusus serta minatnya, sejauh mana siswa telah mencapai tujuan belajarnya, kadar ketepatan metodik dalam keguatan belajar-mrngajar, pedoman untuk penjurusan serta pemilihan karir bagi siswa, dan dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat
Penilaian dalam pengajaran dapat melacak untuk kerja gurudan mutu belajar siswa. Data penilaian ini merupakan umpan balik bagi guru dan siswa untuk berbenah diri serta mencari perkembangan diri lebih lanjut.
Penilaian formatif dan summatif dalam pengajaran barulah akan berguna untuk pelayanan bimbingan belajar serta mempromosikan siswa, jika penilaian tersebut dilakukan oleh guru yang ahli. Keahlian guru dalam penilaian pengajaran perlu ditingkatkan terus-menerus, baik dalam penguasaan dasar teoritisnya maupun kadar aplikatifnya (keterampilannya). Dalam hal ini pun para guru memerlukan bantuan (jasa) nara sumber (konsultan).  



[1] A. Samana. Profesionalisme Keguruan. Kanisius: Yogyakarta. 1994. hal. 38
[2] Amir Daien Indrakusuma. Pengantar Ilmu Pendidikan. Usaha Nasional: Malang, 1973. hal, 182-183
[3] Soemarno. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 1995. hal. 20
[4] Prof. Pupuh Fathurrohman. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konnsep Umum & Konsep Islami. PT Refika Aditama: Bandung. 2007. hal. 47-48
[5] Log cit. hal. 70
BAB V
HASIL PENILAIAN KINERJA GURU

Penilaian kinerja guru ini berdasarkan teori-teori yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya. Ada dua guru fisika yang dinilai dalam kasus ini, keduanya pernah mengajar siswi ini, dan memberikan hasil belajar yang berbeda pada siswi tersebut. Penilaian kinerja guru ini didapatkan melalui wawancara dengan siswi dan orang tuanya, dan pengisian angket yang diisi oleh siswi yang bersangkutan.

5.1  Penilaian Terhadap Nilai yang dihayatinya
Berdasarkan hasil wawancara, siswi menilai sebagai berikut
Diagram Penilaian nilai yang dihayati
Dari diagram penilaian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dari segi nilai yang dihayati, Guru A. Romli sedikit lebih unggul dibandingkan dengan guru Deden M.

5.2  Visi keilmuannya
Dari hasil wawancara, siswi menilai bahwa guru A. Romli lebih menguasai materi dan lebih bervariasi cara belajarnya dibandingkan guru Deden Mulyadi.
Sebenarnya hal ini sudah bisa diprediksi sebelumnya oleh peneliti, karena dari background pendidikan dan pengalaman, aspek penguasaan materi dan ilmu mendidik A. Romli akan sedikit lebih unggul dibandingkan dengan guru Deden.

5.3  Kecakapan Keguruannya (didaktis-metodis)
Untuk kecakapan keguruan, penilaian dilakukan dengan cara siswi mengisi angket. Sebelum mengisi angket siswi tersebut diberikan penjelasan mengenai asas-asas pengajaran yang menjadi tolak ukur kecakapan keguruan terlebih dahulu. Dari pengisian angket tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dari segi kecakapan keguruan guru A. Romli mendapat predikat baik dan guru Deden M mendapat predikat cukup.
Dari hasil penilaian ketiga aspek ini, asumsi peneliti ternyata terbukti, bahwa yang menjadi faktor naik turunnya hasil belajar ini disebabkan oleh gurunya. Pada saat siswi ini dididik oleh guru A. Romli siswi ini memperoleh hasil belajar fisika yang baik (nilai rapor>70), namun saat dididik oleh guru Deden M, siswi ini memperoleh hasil belajar fisika yang cukup (nilai rapor<70).
BAB III
PENUTUP

6.1  Simpulan
  1. siswa harus mendapatkan tempat dan suasana yang menyenangkan dan menantang agar kinerja dalam belajarnya meningkat.
  2. Lingkunagn fisik dalam ruang kelas dapat menjadikan belajar aktif.
  3. Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh si penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan bermaksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan .
  4. Pertimbangan utama dalam memilih media adalah kesesuaian media tersebut dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa.

6.2  Saran
Ada beberapa saran yang penulis berikan untuk para pembaca:
  1. Meningkatkan kinerja guru melalui pelatihan-pelatihan.
  2. Memperhatikan relevansi pendidikan guru dengan bidang studi yang diajarnya.
  3. Memberikan reward bagi guru yang memiliki kinerja yang baik dan memberikan punnishment bagi guru yang memiliki kinerja yang kurag baik.

No comments:

Post a Comment