BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pada masa orde baru pancasila ssebagai ideologi bangsa dan dasar negara
coba dubudayakan dengan lebih sistematis lagi dengan cara mewajibkan mengikuti
penataran pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila (p4)[1].
Dan diadakannya sebuah mata pelajaran kusus yaitu Kewarganegaraan Negara
Indonesia[2],
Pendidikan Moral Pacasila (PMP).
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu pembentukan karakter di
Indonesia. Jika menejemen pendidikan baikk, maka Hasil belajar yang dihasilkan
masyarakat yang berkarakter, begitu pun sebaliknya.
Atas dasar kasus inilah, penulis tertarik untuk membuat makalah dengan
judul ”Membangun karakter bangsa ”.
1.2 Rumusan Masalah
Penulis merumuskan permasalahan ini sebagai berikut:
- Apa Pengertian dari Karakter?
- Apa Karakter Bangsa Indonesia?
- Bagaimana Pembentukan Karakter Bangsa ?
- Apa Yang Menyebabkan Berubahnya Karakter?
- Bagaimana Peran Pendidikan Dalam Pembentukan
Karakter?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui Pengertian dari karakter.
- Untuk mengetahui karakter bangsa Indonesia.
- Untuk mengetahui peyebab berubahnya karakter.
- Untuk mengetahui bagaimana pembentukan karakter
bangsa.
- Untuk mengetahui Bagaimana peran pendidikan dalam
pembentukan karakter.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari pelaksanaan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.4.1
Manfaat
Teoritis
- Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai
masalah yang diteliti.
- Sebagai latihan dan pengalaman dalam mempraktekkan
teori yang diterima di bangku kuliah.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika laporan disusun sebagai berikut:
- Bagian pendahuluan laporan yang berisi tentang
halaman judul, kata pengantar, dan jadwal penelitian.
- Bagian isi laporan terdiri atas:
BAB I PENDAHULUAN
berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan laporan.
BAB II PEMBAHASAN
berisi pengertian karakter, karakter yang dianut bangsa indonesia, pembentukan
karakter bangsa,penyebab berubahnya karakter, dan peran pendidikan dalam pembentukan
karakter bangsa.
BAB III PENUTUP
berisi simpulan dan saran
[1]
Lihat .1078. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, G.B.H.N,U.U.D 1945,
C.V pantjuran tudjuh
[2]
Rom, Darjanto dan D. Mulyadi. 2969. Kewarganegaraan Negara Indonesia untuk
SLTA. Jogjakarta, Penerbit Jajasan Kanisius
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak
jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter
jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut
dengan berkarakter mulia.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku,
bersifat, dan berwatak.
Karakter mulia berari individu memiliki pengetahuan tentang
potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya
diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup
sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban,
pemberani, dapat dipercaya, jujur, menempati janji, adil, rendah hati, malu
berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih,
teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif,
visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis0, sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran
untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertidak sesuai
potensi dan kesadarannya tersebut. Karakter adalah realisasi perkembangan
positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya).
2.2 Karakter
Bangsa Indonesia
Apakah karakter
bangsa Indonesia itu? Dalamsumpah pemuda 1928 kita kenal mengenai cita-cita
untuk membangun Indonesia merdeka dengan mewujudkan : satu bangsa, bahasa
Indonesia. Apakah dasar dari sumpah tersebut yang menyatakan kita adalah bangsa
indonesia, satu tanah air ialah tanah air Indonesia dan satu bahsa nasional
ialah bahasa Indonesia, satu tanah air yaitu tanah air Indonesia. Penggali
dasar-dasar negara, Bung karno pada 1 juni 1945 mengemukakan mengenai pancasila
sebagai dasar pembentukan Negara Kesatuan republik Indonesiayang bhinneka,
dituangkan di dalam UUD 1945.
Identitas suatu
bangsa telah dikaji di dalam berbagai teori. Salah satu diantaranya seperti
Samuel P. Huntington di dalam bukunya ”Who Are We?” mengatakan bahwa identitas
suatu bangsa sangat penting oleh sababidentitas tersebut membangun tingkah laku
dari anggota suatu masyarakat bangsa[3].
Apakah yang menjadi tali pengikat dari anggota suatu masyarakat bangsa?
Tentunya sarana pengikat tersebut adalah nilai-nilaiyang telah lahiratau
disepakati di dalam kehidupan bersama suatu masyarakat. Dengan kata lain
nilai-nilai yang telah hidup di dalam kebudayaan suatu masyarakat adalah tepat
ketika Bung Karno di dalam pidatonya mengenai lahirnya pancasila pada 1 juni
1945 mengenai nilai-nilai tersebut yang telah hidup berabad-abad lamanya di
dalam masyarakat Nusantara yang Bhinneka, nilai-nilai tersebut adalah:
a.
Ketuhanan
yang maha Esa
b.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
c.
Persatuan
Indonesia
d.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
e.
Keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia
Nilai-nilai pancasila yang digali oleh Bung Karnodari masyarakat
Indonesia di kepulawan Nusantara yang bhinneka itu tentulah bukanlah merupakan
nilai-nilai sebagai wahyuyang turun dari langit tetapi nilai-nilai yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang bhinneka
itu.oleh sebab itu pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia merupakan suatu
doktrin yang terbuka bagi perkembangan apalagi di dalam dunia global dewasa ini
yang seba terbuaka[4].
Di dalam definisi operasional mengenai
identitas bangsa sebagai serentetan nilai-nilai yang menentukan dan mengarahkan
tingkah laku dari anggota masyarakat budaya yang memilikinya. Nilai-nilai
itulah yang disebut identitas suatu bangsa atau waktak bangsa.
Watak bangsa tampak di dalam tingkah
laku dari anggotanya. Oleh Karena watak bangsa tersebut merupakan perwujudan
dari nilai-nilai yang telah hidup dan berkembang di dalam suatu kebudayaan
bangsa yang memilikinya maka perlu kita lihat bagaimana perkembangan
nilai-nilai itu di dalam kehidupan kebudayaan. Ki Hadjar Dewantara mengemukakan
mengenai teori TRIKON di dalam perkembangan kebudayaan yaitu asas konvergensi,
kontinuitas, dan konsentris. Asas-asas ini menujukan bagaimana nailai-nialai
kebudayaan it uterus berkembang namun di dalam perkembangannya itu tetap
bertitik tolak dari nilai-nilai awal yang taruji di dalam kehidupan bersama[5].
Sangat terkenal ungkapan Bung Karno yang mengatakan “Onze gedachten mag naar de
top of kalbat, maar onze voeten steeds in Airmadidi.”Angan-angan kit adapt
melayang-layang ke puncak gunung tetapi kedua kaki kita tetap berada di bumi
Indonesia. Pancasila sebagai nilai-nilai yang menentukan, arah kehidupan bangsa
Indonesia merupakan nilai-nilai yang trus menerus berkembang namun demikian
tetap berpijak pada kearifan local (local wisdom) yang telah hidup berabad-abad
lamanya dalam masyarakat Nusantara. Identitas bangsa Indonesia atau karakter
bangsa Indonesia adalah karakter dengan nilai-nilai pancasila.
2.3 Pembentukan
Karakter Bangsa
Tindakan manusia pada umumnya didasarkan pada
dua keadaan yaitu keadaan sadar dan keadaan tidak sadar. Tindakan sadar berarti
bahwa manusia bertindak berdasarkan unsur kehendak atau motif, sedangkan
tindakan tidak sadar tidak mengandung unsur kehendak yang pada umumnya
disebabkan hilangnya salah satu faktor pendorong tindakan seperti hilangnya
akal (gila, koma, pingsan, tidur atau sejenisnya), atau hilangnya kendali diri
seperti gerakan refleks. Beban tanggungjawab manusia hanya berlaku pada
tindakan sadar saja, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“ Tidak berlaku hukum atas orang gila sampai dia sembuh, orang
tidur sampai dia bangun dan anak-anak sampai dia baligh”.
Jadi,
karakter atau kepribadian seseorang hanya diukur dengan apa yang dia lakukan
berdasarkan tindakan sadarnya. Dengan demikian ,yang yang harus kita perhatikan
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan sadar tersebut. Secara umum
faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
Faktor internal adalah
kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat manusia yang secara bersamaan
mempengaruhi perilaku manusia. Faktor internal tersebut diantaranya :
- Instink Biologis (Dorongan biologis) seperti makan, minum dan hubungan
biologis. Karakter seseorang sangat terlihat dari cara dia memenuhi
kebutuhan atau instinks bilogis ini. Contohnya adalah sifat berlebihan
dalam makan dan minum akan mendorong pelakunya sersifat rakus/tamak.
Seseorang yang bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya akan memiliki
karakter waro, zuhud dan qona’ah yang membawanya kepada karkater
sederhana.
- Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, penerimaan
dan aktualisasi diri. Seperti orang yang berlebihan dalam memenuhi rasa
aman akan melahirkan karakter penakut, orang yang berlebihan dalam
memenuhi kebutuhan penghargaan akan melahirkan karakter sombong/angkuh
dll. Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya, maka
dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.
- Kebutuhan pemikiran, yaitu kumpulan informasi yang membentuk cara berfikir
seseorang seperti isme, mitos, agama yang masuk ke dalam benak seseorang
akan mempengaruhi cara berfikirnya yang selanjutnya mempengaruhi
karakternya.
Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor yang ada di luar diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi
karakternya. Faktor eksternal tersebut diantaranya faktor keluarga dalam
membentuk karakter anak, kemudian faktor sosial yang berkembang di
masyarakat yang kemudian disebut budaya, serta lingkungan pendidikan yang
begitu banyak menyita waktu pertumbuhan setiap orang, baik pendidikan formal
seperti sekolah atau pendidikan informal seperti media massa, media elektronik
atau masjid.
Dalam perkembangannya, sebagian faktor itu
bersifat mutlak/tetap dan sebagian lainnya bersifat nisbi/berubah. Sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah saw:
“ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah
yang akan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi “.
Kalimat “fitrah” mewakili karakter muslim.
Kalimat “bapaknyalah” bisa bermakna orang tua dan setiap pihak yang
mempengaruhi karakternya, dan kalimat “yahudi, nasrani serta majusi” mewakili
karakter atau sifat bukan bangsa atau ras.
Dengan adanya kedua faktor itu, maka bisa
disimpulkan bahwa karakter seseorang tergantung kepada dua hal yaitu karakter
fitriyah yaitu sifat bawaan yang melekat serta karakter muktasabah
yaitu sifat yang terbentuk dari lingkungan alam, social dan pendidikan.
Rasulullah bersabda :
“Ilmu diperoleh dengan
belajar dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun” (HR Bukhori).
Metoda Pembentukan karakter
Metoda pembentukan karakter berkaitan
langsung dengan tahapan perkembangannya. Tahapan tersebut terbagi dalam tiga
tahapan yaitu tahapan karakter lahiriyah (karakter anak-anak), tahapan karakter
berkesadaran (karakter remaja) dan tahapan kontrol internal atas
karakter (karakter dewasa). Pada tahapan lahiriyah metoda yang digunakan
adalah pengarahan, pembiasaan, keteladanan, penguatan (imbalan) dan pelemahan
(hukuman) serta indoktrinasi. Sedangkan pada tahapan perilaku berkesadaran,
metoda yang digunakan adalah penanaman nilai melalui dialog yang bertujuan
meyakinkan, pembimbingan bukan instruksi dan pelibatan bukan pemaksaan. Dan
pada tahapan kontrol internal atas karakter maka metoda yang diterapkan adalah
perumusan visi dan misi hidup pribadi, serta penguatan akan tanggungjawab
langsung kepada Allah. Tahapan diatas lebih didasarkan pada sifat daripada
umur.
Proses Pembentukan karakter
Karakter terbentuk setelah mengikuti proses sebagai berikut :
- Adanya nilai yang diserap
seseorang dari berbagai sumber, mungkin agama, ideology, pendidikan,
temuan sendiri atau lainnya.
- Nilai membentuk pola fikir
seseorang yang secara keseluruhan keluar dalam bentuk rumusan visinya.
- Visi turun ke wilayah hati
membentuk suasana jiwa yang secara
keseluruhan membentuk mentalitas.
- Mentalitas mengalir memasuki
wilayah fisik dan melahirkan tindakan yang secara keseluruhan disebut
sikap.
- Sikap-sikap yang dominan dalam
diri seseorang yang secara keseluruhan mencitrai dirinya adalah apa yang
disebut sebagai kepribadian atau karakter.
Jadi, proses pembentukan karakter itu
menunjukkan keterkaitan yang erat antara fikiran, perasaan dan tindakan. Dari
wilayah akal terbentuk cara berfikir dan dari wilayah fisik terbentuk cara
berperilaku. Cara berfikir menjadi visi, cara merasa menjadi mental dan cara
berperilaku menjadi karakter. Apabila hal ini terjadi pengulangan yang
terus-menerus menjadi kebiasaan, maka sesuai dengan pendapat Imam al-Ghozali
yang mengatakan : Akhlak atau karakter adalah suatu perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang tanpa melalui proses pemikiran.
Langkah mengubah karakter
Dengan mengetahui tahapan, metoda dan proses
pembentukan karakter, maka bisa diketahui bahwa akar dari perilaku atau
karakter itu adalah cara berfikir dan cara merasa seseorang. Sehingga untuk
mengubah karakter seseorang, kita bisa melakukan tiga langkah berikut :
- Langkah pertama adalah melakukan
perbaikan dan pengembangan cara berfikir yang kemudian disebut terapi
kognitif, dimana fikiran menjadi akar dari karakter seseorang.
- Langkah kedua adalah melakukan
perbaikan dan pengembangan cara merasa yang disebut dengan terapi mental,
karena mental adalah batang karakter yang menjadi sumber tenaga jiwa
seseorang.
- Langkah ketiga adalah melakukan
perbaikan dan pengembangan pada cara bertindak yang disebut dengan terapi
fisik, yang mendorong fisik menjadi pelaksana dari arahan akal dan jiwa.
Sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang
memiliki jati diri (karakter). Dan hanya bangsa yang memiliki jati diri yang
mampu mengangkat harga dirinya. Mari
kita bangun jati diri bangsa ini, agar kita mampu mengangkat harga diri bangsa.
2.4 Apa Yang
Menyebabkan Berubahnya Karakter
·
Genetik (hereditas)
Tidak ada seorang pun yang dapat menambah atau mengurangi potensi
hereditas tersebut. Pengaruh gen terhadap kepribadian sebenarnya tidak secara
langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah:
a.
Kualitas sistem syaraf.
b.
Keseimbangan biokimia
tubuh.
c.
Struktur tubuh.
Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa fungsi hereditas dalam
kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah:
a. sebagai
sumber bahan mentah (raw materials) kepriabadian seperti fisik, intelegensi dan
tempramen.
b.
Membatasi perkembangan
kepribadian.
·
Lingkungan
faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya,
keluarga, kebudayaan dan sekolah. Keluarga dipandang sebagai penentu utama
pembentukan kepribadian karena:
a.
keluarga adalah kelompok
sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak.
b.
anak banyak menghabiskan
waktunya dilingkungan keluarga.
c. para
anggota keluarga merupakan “signifikant people” bagi pembentukan kepribadian
anak.
·
Kebudayaan
Kluckohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur)
kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari ataupun tidak.
Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang
telah dibuat orang lain untuk kita.
Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, suku) memiliki tradisi,
adat/ kebudayaan yang khas. Kebudayaan suatu masyarakat memberikan suatu
pengaruh terhadap setiap warganya, baik yang menyangkut cara berpikir (cara
memandang sesuatu), cara bersikap, atau cara berperilaku.
·
Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak Faktor-faktor
yang dipandang berpengaruh itu diantaranya:
a.
iklim emosiaonal kelas.
b.
sikap dan perilaku guru.
c.
disiplin (tata-tertib).
d.
prestasi
belajar
2.5 Peran Pendidikan Dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Apabila
karakter bangsa merupakan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di dalam suatu
kebudayaan, dan pendidikan merupakan proses di dalam kebudayaan atau
berdasarkan pada kebudayaan, maka pembentukan dan pengembangan watak bangsa
akan dikembangkan dan diarahkan memalui proses pendidikan. Hal ini kita liat
misalnya dalam rumusan Bab XIII dlam UUD 1945 mengenai pendidikan dan
kebudayaan. Seperti kita ketahui komisikecil yang merumuskan Bab XIII tersebut
diketahui oleh Ki Hadjar Dewantara yang melihat hubungan interaktif antara
kebudayaan dan pendidikan.
Telah
diuraikan bahwa nilai-nilai pancasila merupakan nilai-nilai yang terbuka dalam
arti terus berkembang sesuai dengan perubahan kehidupan sosial-budaya bangsa
Indonesia. Sejalan dengan itu pula dalam perubahan tersebut tetap dipertahankan
adanya nilai-nilai otentik yang telah hidup dan berkembang di dalam masyarakat
indonesia yang bhinneka yang kita kenal sebagai kearifan lokal yang berbentuk
sesuai puncak-puncak kebudayaan dari suku di Indonesia yang bhinneka.
Puncak-puncak kebudayaan itu lah yang dirumuskan oleh penggali pancasila Bung
Karno sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Di
dalam menghadapi perubahan global yang serba cepat bagaimanakah strategi yang
perlu dikembangkan di dalam sistem penddikan nasional menghadapi perubahan
tersebut tanpa mengikis watak bangsa indonesia? Seperti yang telah diuraikan,
masa depan bukan untuk dipecahkan tetapi bagaimana kita menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan untuk membangun bangsa Indonesia
yang cerdas seperti yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945. Menurut
pendapat penulis terdapat empat paradigma yang perlu dikembangkan yaitu :
1.
Pengembangan nasionalisme
Indonesia.
2.
Pengembangan moral pancasila di dala kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
3.
Penguasaan keterampilan/
kompetisi yang diburuhkan abad 21.
4. Proses
belajar yang kreatif
a.
Pengemangan
Nasionalisme
Dewasa
ini kita gejala kesadaran nasional sebagai bangsa agak menurun. Hal ini
sidebabkan karena di dalam dunia yang terbuka era globalisasi dewasa ini bangsa
kita mendapatkan pengaruh yang sangat kuat dari luar. Pengaruh tersebut tidak
seluruhnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Pengaruh hidup komersialisme,
liberalisme, kompetisi, merupakan nilai-nilai yang tidak terdapat di dalam
pancasila, UUD 1945. Nilai-nilai global tersebut datang berderu-deru
menghempaskannilai-nilai luhur pancasila. Hal ini sangat berbahaya dapat
merongrong nasionalisme khusunya bagi generasi muda. Generasi muda dewasa ini
yang dikenal sebagai “generasi milenialis” cenderung memiliki nilai-nilai nasa
bodo, narsis, hedonis, egois dan banyak nilai-nilai negative lainnya[6]. Hal ini terjadi apaliagi bagi generasi
muda yang baru terangkan menjadi kelas menengah, mereka cenderung meninggalkan
nilai-nilai luhur yang diwarisi oleh generasi tua. Bahaya ini bahkan telah
diperingatkan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1930-an yang mengatakan
“apabila generasi muda itu tidak diarahkan di dalam proses perkembangan maka
generasi dapat jadi musuh bagi masyarakat masa depan.”
b.
Perkembangan
Moral Pancasila
Globalilsasi
membawa nilai-nilai global yang tidak seluruhnya sesuia dengan nilai-nilai
pancasila. Orientasi kepada kerjasama (gotong royong) telah menipis di dalam
era kapitalisme yang didominasi oelh liberalism yang tertuju kepada kesenangan
dan keturunan individu. Nilai-nilai gotong royong, tolong-menolong, ekonomi
yang ditujukan untuk kesejahteraan bersama telah diganti dengan ekonomi liberal
yang menguntungkan kelompok yang berduit. Dewasa ini tampak kecenderungan kea
rah liberalism ekonomi yang hanya menguntungkan kelompok atas yang berduit. Indeks ini menunjukan apabila pada tahun 1970-an indeks
ini sekitar 3,5 pada tahun 2012 pada tahun 2012 meningkat menjadi 4,1. Hal ini
menujukan terdapat kesenjangan yang semakin melebar antara kelompok atas yang
bermoral dan kelompok bawah atau rakyat bias yang melarat. [7]
menghidupkan kembali nilai-nilai pancasila yang terarah kepada kepentingan
rakyat banyak perlu mengembangkan nilai-nilai moral pancasila yang ditunjukan
kepada kepentingan rakyat banyak. System pendidikan nasional janganlah
mereplikasi sistem pendidikan kolonial yang mengadakan system perkastaan di
dalam pendidikan yang seharusnya merupakan hal seluruh rakyat.
c.
Keterampilan/ kompetensi
Abad ke-21
Kehidupan abad ke -21 yang ditandai oleh “knowledge-based
society” berarti manusia abad ke-21 haruslah menguasai ilmu pengetahuan.
Penguasaan ilmu pengetahuan pada abad ke-21 sangat berbeda dibandingkan masa
sebelumnya. Kemajuan tekhnologi informasi telah membuka dunia maya untuk setiap
orang. Oleh sebabitu manusia abad ke-21 haruslah menguasai berbagai
keterampilan atau kompetensi yang di tuntut di dalam kehidupan yang berdasarkan
kemajuan tekhnologi yang khusunya tekhnologi informasi. Kompetensi-kompetensi
yang dibutuhkan dalam kehidupan modernabad ke-21 telah dijadikan sasaran utama
melalui kurikulum modern. Indonesia telah memulai melaksanakannyabaik melalui
kurikulum 2006 maupun dalam kurikulum 2013. Penguasaan keterampilan/kompetensi
yang dibutuhkan dalam abad ke-21 tidak terlepas dari pemanfaatan
kompetensi-kompetensi tersebut. Hal ini berarti kompetensi-kompetensi tersebut
dikembangkan di dalam wadah moralitas bangsa Indonesia. Kita lihat di dalam
kehidupan bangsa Indonesia akhir-akhir ini sedang dihinggapi penyakit korupsi
berjamaah yang kebanyakan dilakukan oleh manusia-manusia Indonesia yang
berpendidikan. Terjadi suatu hal yang kontroversial di dalam pendidikan
nasional di mana manusia menguasai berbagai keterampilan tetapi selain itu pula
meningkatkan kemerosotan moral yang dilaksanakan oleh para koruptor yang hanya
mementingkan diri sendiri.
d.
Proses Belajar Kreatif
Kualitas pendidikan Indonesia dewasa ini dekenal sebagai
kualitas pendidikan yang rendah. Dalam berbagai evaluasi pendidikan di dunia
menempatkan kualitas kualitas pendidikan Indonesia pada tingkat yang rendah.
Anak-anak Indonesia di dalam evaluasi tersebut tidak dapat berpikir tingkat
tinggi disebabkan Karena proses belajarnya merupakan proses menghafal
semata-mata [8].
Pelaksanaan ujian nasional telah mematikan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif dari anak Indonesia. Barangkali kita perlu belajardari pengalaman
nehara Firlandia mengenai bagaimana mereka menghapuskan ujian nasional, belajar
bukan menghafal tetapi diberikan kesempatan pada pengembangan personal dari
tiap peserta didik untuk memasuki dunia yang terbuka[9].
Seharusnyalah proses pendidikan yang demikian yang telah dikemukakan oleh Ki
Hadjar Dewantara dan merupakan logo dari pendidikan nasional yaitu TUT WURI
HANDAYANI dilaksanakan di dalam system pendidikan nasional.
Perkembangan tekhnologi komunikasi dewasa
ini yang telah membawa peserta didik ke dunia maya tanpa batas merupakan proses
belajar yang berbeda dengan proses menghafal. Di dalam kaitan ini dikenal
metodologi pembelajaran 3C+SMjing Lu cs [10]
mengemukakan tiga prinsip pembelajaran di dalam masyarakat 2.0 yaitu kognitif,
computer, kolaborasi (Cognitive, computer, collaboration = 3C). artinya di
dalam proses pembelajaran yang mengembangkan kreativitas peserta didik melalui
pengembangan kemampuan kognitif dengan menggunakan komputer[11] unhtuk memasuki dunia maya tanpa batas serta
dapat berkolaborasi dengan sesame. Pengembangan kognitif serta computer di
dalam proses pelajaranoleh Karen peserta didiki bukan lagi sebagai obyek yang
menerima sesuatu dari guru tetapi bersama-sama dengan guru, peserta didiki
adalah “ pembangun ilmu pengetahuan.” Guru bukan lagi sebagai manusia yang
serba tahu tetapi bersama-sama besrta peserta didik membangin dunia ilmu
pengetahuan. Apakah dengan proses pembelajaran 3C telah mencukupi dalam dunia
modern dewasa ini ?ternyata penguasaan keterampilan /kompetensi perlu diarahkan
olehnilai-nilai luhur dalam kehidupan bersama. Proses pembelajaran 3C perlu
dilengkapidengan nilai-nilai spiritual dan moral sehingga demikian pengetahuan
yang diperoleh dan dikembangkan tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan
spiritual dan moral bagi kemaslahatan kehidupan bersama. Perlu diingat tidak
semuanya hasil kreativitas manusia terarah kepada nilai-nilai yang baik[12].
Dapat saja kreativitas tersebut diarahkan kepada kepentingan sendiri bahkan
kepada pemusnahan manusia dan kebudayaan seperti di dalam perang nuklir, namun
yang jelas adalah suatu bangsa hanya dapat berkembang dan maju dalam abad ke-21
apabila dia mempunya cukup entrepreneur[13].
Para entrepreneur bukan hanya dalam bidang bisnis tetapi juga di dalam berbagai
aspek kehidupan oleh sebab dunia abad ke-21 berkembang dengan sangat cepat.
Kita perlu mempersiapkan generasi muda yang akan dating untuk sigap di dalam
kehidupan baru abad 21 namun tetap diperlengkapi dengan nilai-nilai luhur
pancasila. Hanya dengan demikian kita dapat bersaing (compete) dan berkolaborasi
dengan Negara-negara maju lainnya yang stara. Di dalam perkembangan ekonomi
Indonesiadewasa ini diproyeksikan pada tahun 2030 ekonomi Indonesia akan
menempati nomor 7 di seluruh dunia dan akan terusmenerus maju jika bangsa
Indonesia terbentuk dan diarahkan melalui keempat paradigm pendidikan tersebut
di atas.
[4] Restorasi Pancasila,
Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila, UI, Depok, 31 Mei 2006,
hlm.432-434”maklumat keindonesiaan.”
[5] Tamansiswa.badan
perjuangan kebudayaan & pembangunan Mayarakat (2012).hlm. 19 Ki Hadjar
Dewantara, Kebudayaan (1994), hlm. 368-372
[11] Masalam Program on-line
pendidikan tinggi mulai menarik perhatian Negara-negara maju dengan semakin
meningkatnya biaya pendidikan tinggi. Lihat :WilliamG. Bowen, Higher Education
in the Digital Age (2013), part 1 . cos and productivity in higher Education,
hlm 1-41
[12] Lihat: H.A.R. Tilaar
perkembangan kreativitas dan Entrepreneurship dalam pendidikan Nasional (2012),
hlm.217
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
- Karakter berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya
sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
2. Pengertian
karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan
berwatak.
3. Identitas bangsa Indonesia atau karakter bangsa Indonesia adalah karakter
dengan nilai-nilai pancasila.
- Tindakan manusia pada umumnya
didasarkan pada dua keadaan yaitu keadaan sadar dan keadaan tidak sadar.
- Apabila karakter bangsa merupakan nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di dalam suatu kebudayaan, dan pendidikan merupakan proses di
dalam kebudayaan atau berdasarkan pada kebudayaan, maka pembentukan dan
pengembangan watak bangsa akan dikembangkan dan diarahkan memalui proses
pendidikan.
3.2 Saran
1.
Pemerintah
harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena dari dari dunia
pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga Negara bisa
hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan.
2.
Selain
mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak atau muridnya
supaya menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak didiknya.
3.
Guru
harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam
menjalani masa-masa belajarnya, karena jika tidak semua pembelajaran yang di
jalani anak didik akan sia-sia. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca.
Lalanlangi, Djon Pakan.2012kembali 1 ke jati
Diri Bangsa. Penerbit KOMPAS, Jakarta
Martisar, Fitriai &Maria
Hartiningsih.”Indeks Negara Gagal 2012. Indikasi Membaik atau Jalan di Tempat?
KOMPAS, Jumat, 3 Agustus 2012
Nasution, Irfan & Ronny Agustinus
(penyunting).2006. Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik
Identitas dan Modernitas Siomposium Peringatan Hari Lahir Pancasila, FISIP UI.
Nucci, larry P. & Darcia Narvaez, 2008.
Hanbook of Moral and Character Education.Rourledge, New York.
Piirtoo, jane. 2011. Creativity for 21
century skills. Sense, Rotterdam.
Planet B magazine, june 2012. Rio+20 special
Edition.
Sahlberg, pasi,2011 finnish lessons, what the
word learn from Education change in finland? Columbia university press, new
York
Saiffudin, acmad fedyani & mulyawan karim
(penyunting). 2008 Refleksi Karakter bangsa. Penerbit : forum kajian
antropologi Indonesia, Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga, ILUNI.
No comments:
Post a Comment