CONTOH PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA KONSEP KEANEKARAGAMAN HAYATI


 PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas
 Mata Kuliah Metodologi Penelitian di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta




 Oleh :
NAFISA KHAIRUN NUFUS
108016100042



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
DAFTAR ISI


BAB I      PENDAHULUAN.............................................................................     1
A.    Latar Belakang................................................................................     1
B.Identifikasi Masalah.........................................................................     3
C.Pembatasan Masalah.........................................................................     3
D.    Perumusan Masalah........................................................................     4
E.   Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................     4

BAB II    LANDASAN TEORI........................................................................     5
A.   Kajian Teoritis..............................................................................     5
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran.......................................     5
2. Discovery Learning..................................................................     6
3. Hasil Belajar.............................................................................   11
4. Keanekaragaman Hayati..........................................................   16
B.   Hasil Penelitian yang Relevan......................................................   21
C.   Kerangka Berpikir.........................................................................   22
D.   Rumusan Hipotesis.......................................................................   24

BAB III   METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 25
A. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 25
B. Metode dan Desain Penelitian.......................................................... 25
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling........................................... 26
D. Variabel Penelitian .......................................................................... 27
E.  Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 27
F.  Instrumen Penelitian........................................................................ 28
1. Instrumen Hasil Belajar............................................................... 28
2. Instrumen Lembar Observasi Aktivitas Siswa............................. 29
G. Uji Coba Instrumen Hasil Belajar.................................................... 29
1. Uji Validitas................................................................................. 29
2. Reliabilitas................................................................................... 30
3. Tingkat Kesukaran....................................................................... 30
4. Daya Pembeda............................................................................. 31
H. Teknik Analisis Data........................................................................ 32
1. Teknik Anlisis Data hasil Belajar.................................................. 32
2. Teknik Analisis Data Lembar Observasi Aktivitas Siswa............ 38
I. Hipotesis Statistik.............................................................................. 39


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 40

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                BAB   I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kesatuan dari sub–sub sistem pendidikan. Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan ini dinamakan proses pendidikan. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan memperoleh masukan dari lingkungan (suprasistem) dan memberikan hasil/keluaran bagi supra sistem tersebut.
Hasil pendidikan merupakan indikator efektifitas dan efisiensi proses pendidikan. sistem pendidikan memperoleh umpan balik terhadap cara kerja dan proses pendidikan yang sudah berjalan dari hasil pendidikan,. Umpan balik tersebut digunakan oleh sistem pendidikan sebagai masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pendidikan.
Proses pendidikan menjadika guru sebagai pemegang peranan penting dalam pendidikan. Guru berperan penting dalam menentukan keberlangsungan proses belajar peserta didik. kebanyakan orang memaknai bahwa mengajar merupakan penyampaian pengetahuan kepada peserta didik. Dari pengertian semacam ini, timbul gambaran bahwa peranan dalam proses belajar mengajar dominan dipegang oleh guru, peserta didik hanya bersifat pasif. Oleh karena itu, konsep mengajar guru dalam pembelajaran biologi harus diubah. Saat ini paradigma “guru mengajar” berubah menjadi paradigma “guru membelajarkan peserta didik”.
Saat ini, proses pembelajaran di kelas lebih berpusat pada guru (teacher centered). Peserta didik lebih ditekankan pada kemampuan untuk mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan kurang menekankan pada pemahaman (understanding). Sehingga kadar keaktifan peserta didik menjadi sangat rendah dan proses pembelajaran biologi di kelas hanya menjadi proses mengikuti langkah – langkah atau aturan serta contoh yang diberikan pada guru. Pembelajaran biologi yang seperti ini mengakibatkan hasil pembelajaran yang diperoleh peserta didik rendah. Selain itu, pembelajaran yang hanya melatih peserta didik untuk mengikuti gurunya, tidak sesuai dengan arah pengembangan dan motivasi pendidikan di Indonesia.
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah. Karena konsep ini berisi informasi-informasi, kebanyakan guru mengajarkannya dengan cara memberikan informasi secara langsung (ceramah). Hal inilah yang menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan dalam mempelajari kenekaragaman hayati. Sehingga mengakibatkan hasil belajar peserta didik pada konsep keanekargaman hayati rendah.
Disinilah seorang guru harus bisa mengajarkan keanekaragaman hayati dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar, tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan peserta didik, melatih peserta didik dalam mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali, mendorong peserta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, menjadikan peserta didik terampil dalam memecahkan masalah, menganalisis dan  memanipulasi informasi, dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara utuh dan optimal. Sehingga akan memudahkan peserta didik untuk memahami keanekaragaman hayati.
Melalui pendekatan discovery learning ini diharapkan proses pembelajaran yang hanya berpusat pada guru lebih berpusat pada peserta didik, dari penekanan mengingat/menghafal kearah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding). Sehingga peserta didik memahami dan memiliki kemampuan bagaimana cara belajar yang sesungguhnya. Inilah kunci penting yang harus diketahui guru biologi dan diharapkan dapat dijadikan pendorong lebih kreatif dalam merencanakan pembelajaran.


Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dan karakteristik yang dimiliki dicovery learning, peneliti berasumsi bahwa discovery learning-lah solusi dari permasalahan tersebut. Berdasarkan hal ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh discovery learning terhadap Hasil Belajar Peserta didik pada Konsep Keanekaragaman hayati”.

B. Identifikasi Masalah
      Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi pada beberapa masalah, yaitu :
1.         Kurangnya keterlibatan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar.
2.         Terlalu bergantungnya peserta didik kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan peserta didik.
3.         Kurang dilatihnya para peserta didik dalam mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali.
4.         Kurangnya dorongan peserta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
5.         Kurangnya keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah dan menganalisis serta memanipulasi informasi.
6.         Kurangnya perkembangan kemampuan peserta didik secara utuh dan optimal.

C. Pembatasan Masalah
      Penelitian ini membatasi masalah pada pengaruh metode mengajar guru terhadap hasil belajar peserta didik. Metode yang diaplikasikan ialah discovery learning dengan mengacu pada teori Jerome S. Bruner. Pengukuran hasil belajar dibatasi pada ranah kognitif dengan tingkatan C1 sampai C4.



D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh hasil belajar peserta didik melalui penerapan discovery learning pada konsep keanekaragaman hayati?”.

E. Tujuan dan Manfat Penelitian
            Tujuan diadakan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar peserta didik melalui penerapan discovery learning pada konsep keanekaragaman hayati. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi berupa alternatif pembelajaran dalam rangka peningkatan hasil belajar peserta didik dan mengurangi kebosanan saat pembelajaran biologi berlangsung. Penelitian ini juga akan memberi informasi berupa penambahan variasi metode pembelajaran dan dapat meningkatkan profesionalitas pengajaran.
BAB II
LANDASAN TEORI

A.   Kajian Teoritis
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sejak lahir, manusia telah mulai melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan dan mengembangkan dirinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar merupakan usaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Ilmu bersifat global dan tak terbatas.
Pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah, dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang.[1] Pembelajaran dapat terjadi sepanjang waktu, misalnya belajar sesuatu pada saat berjalan-jalan, melihat TV, berbicara dengan orang lain, atau hanya sekedar mengamati apa yang terjadi disekitar. Eveline Siregar mengemukakan ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut[2] :
1.      Pembelajaran merupakan upaya sadar dan disengaja.
2.      Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
3.      Tujuan pembelajaran harus ditetapkan terlebih dahulu.
4.      Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.

Dari uraian di atas maka diambil kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang dapat terjadi sepanjang waktu secara sadar dan disengaja dengan tujuan agar siswa belajar dan pelaksanaannya terkendali serta tujuan pembelajarannya harus ditetapkan terlebih dahulu.
2.   Discovery Learning
Discovery is an “inquiry-based, constructivist learning [philosophy] that takes place in problem-solving situations where the learner draws on his or her own past experience and existing knowledge to discover facts and relationships and new truths to be learned;” in essence, “obtaining knowledge for oneself”. Discovery adalah sebuah "pembelajaran berbasis inkuiri, dan konstruktivis yang terjadi dalam situasi pemecahan masalah di mana pelajar mengacu pada pengalaman masa lalu sendiri dan pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta, hubungan dan kebenaran baru yang akan dipelajari;" intinya, "mendapatkan pengetahuan untuk diri sendiri"[3]
Discovery memiliki arti penemuan. Dalam model pembelajaran discovery learning, kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Discovery Learning merupakan salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh yang dicetus oleh Jerome Bruner. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan (Discovery Learning) sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna[4].
Dalam kehidupan bekerja, discovery learning dapat membantu orang mencegah pembusukan keterampilan[5], karena discovery learning dapat membantu mengasah keterampilan seseorang dalam proses pembelajaran. Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip[6]. Pendekatan pembelajaran discovery berkaitan dengan informasi tentang konsep belajar dan pembelajaran yang banyak dipakai dalam merancang metode-metode mengajar konsep[7].
Metode discovery sebagai metode belajar-mengajar yang memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar siswa digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan :
a.       Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar.
b.      Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
c.       Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh siswa.
d.      Melatih para siswa mengekplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali.
e.       Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
f.       Untuk menimbulkan keinginan siswa sehingga termotivasi dalam bekerja sampai mereka menemukan sendiri.
g.      Melatih ketrampilan memecahkan masalah secara mandiri dan menganalisis serta memanipulasi informasi.
h.      Untuk memberikan kepuasan intrinsik bagi siswa.
i.        Untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan optimal.

Adapun Langkah-langkah penggunaan metode discovery sebagai berikut :
a.       Mengidentifikasi kebutuhan siswa.
b.      Pemilihan pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.
c.       Pemilihan bahan dari masalah atau tugas-tugas yang akan dipelajari.
d.      Membantu memperjelas mengenai tugas atau masalah yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa.
e.       Mempersiapkan tempat dan alat-alat untuk penemuan.
f.       Mengecek pemahaman siswa tentang masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugasnya dalam pelaksanaan penemuan.
g.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan penemuan dengan melakukan kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data.
h.      Membantu siswa dengan informasi/data yang diperlukan oleh siswa untuk kelangsungan kerja mereka, bila siswa menghendaki.
i.        Membimbing para siswa menganalisis sendiri dengan pertanyaan, pengarahan dan mengidentifikasi proses yang digunakan.
j.        Membesarkan hati dan memuji siswa yang ikut serta dalam proses yang digunakan.
k.      Membantu siswa merumuskan kaidah, prinsip, ide generalisasi atau konsep berdasarkan hasil penemuannya.
Discovery learning memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
a.       Membangkitkan keingintahuan
b.      Memotivasi siswa untuk melanjutkan penelitian sehingga siswa menemukan sendiri jawabannya
c.       Belajar memecahkan masalah secara mandiri
d.      Berlatih berfikir secara kritis

Pembelajaran discovery memiliki tiga ciri utama, yaitu:
a.       Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan
b.      Student-centered
c.       Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.


Dalam kegiatan belajar-mengajar yang menggunakan metode discovery, guru mempunyai peran sebagai berikut :
a.       Merencanakan pelajaran sedemikian rupa.
b.      Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa, dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa, akibatnya timbulah suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba memukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu. Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga tahapan dalam discovery learning yaitu[8] :
1)      Enactive
Enactive merupakan tahapan awal. Dengan tahapan ini seorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Tahapan ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respons-respons motorik[9]. Pada tahapan ini, tindakan siswa dapat bervariasi, tetapi penggunaan manipulasi sangat penting karena siswa dituntut agar harus mampu menyentuh, merasakan, dan menggerakan objek[10].

2)   Iconic
Iconic merupakan tahap visualisasi. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu[11].


3)   Symbolic
Tahapan ini menggunakan simbol, bahasa dan pernyataan logis untuk mewakili bagian abstrak dari konsep yang diajarkan. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang dengan lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari obyek-obyek: memberi struktur hirarkhis pada konsep-konsep, dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu kombinatorial[12].

d.      Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat, umpan balik tersebut sebagai perbaikan diberikan sedemikian rupa sehingga siswa akhirnya harus mampu melakukan sendiri.
e.       Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasigeneralisasi itu. Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu mata pelajaran, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru.

Selain itu, guru juga mempunyai peranan lain dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan metode discovery diantaranya:
a.       Guru harus selalu memberikan bimbingan dan pengarahan melalui pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk dapat berpikir dan menemukan cara-cara penemuan yang tepat.
b.      Guru harus mendorong siswa untuk selalu mandiri dan percaya diri.
c.       Guru sebaiknya mendorong siswa untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri daripada mengajar mereka dengan jawaban-jawaban guru.
d.      Guru dapat membantu siswa mengerti kosep-konsep yang sulit dengan menggunakan peragaan atau gambar-gambar

Adapun peranan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan metode discovery adalah sebagai berikut :
a.       Siswa berperan memecahkan masalah untuk menjadi miliknya.
b.      Siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
c.        Siswa mencari hasil penemuan.
d.      Siswa meningkatkan prestasinya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dimilikinya
e.       Meyakinkan perasaan dirinya yang ragu terhadap suatu hal.
f.       Memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi.

3.  Hasil Belajar
Hasil belajar memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui berbagai kegiatan belajar. Selanjutnya, dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Sudjana menegaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.[13]  
Hasil belajar yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang diketahui, diperoleh atau didapat setelah melalui proses belajar, baik karena ada guru yang mengajar ataupun siswa sendiri yang memanfaatkan lingkungannya untuk belajar. Secara singkat dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perolehan perubahan tingkah laku yang meliputi: pengamatan, pengenalan, pengertian, perbuatan, keterampilan, perasaan, minat dan bakat. Hasil belajar digunakan sebagai pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. Hasil belajar menurut Gagne seperti dikutip oleh J.J. Hasibuan dapat dikaitkan dengan terjadinya perubahan kepandaian dan hasil belajar yang bertahap. Perwujudannya dengan lima kemampuan, yaitu: kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, kemampuan motorik, dan sikap.[14] Lima kemampuan tersebut lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1)      Kemampuan Intelektual (Intelectual Skill), kemampuan yang dimiliki seseorang untuk membedakan, mengabstraksikan suatu objek, menghubung-hubungkan konsep dan dapat menghasilkan suatu pengertian, serta memecahkan suatu persoalan.
2)      Strategi  Kognitif (Cognitive Strategy), yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengharapkan aktifitas mentalnya sendiri dan memecahkan persoalan yang dihadapi.
3)      Informasi Verbal (Verbal Information), yaitu kemampuan seseorang untuk menuangkan dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tertulis.
4)      Kemampuan Motorik, yaitu kemampuan seseorang untuk melakukan serangkaian gerakan jasmani dari anggota badan secara terpadu dan terkoordinasi.
5)      Sikap (Attitude), yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang berupa kecenderungan untuk menerima dan menolak suatu objek berdasarkan penelitian atas objek itu.
Rumusan tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom.. Menurut Bloom ada tiga ranah yang menjadi sasaran pendidikan yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.[15] Pada penelitian ini, peneliti hanya akan meneliti hasil belajar pada ranah kognitif saja, sehingga yang akan dibahas di sini adalah hasil belajar siswa pada aspek kognitif.
Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula cara-cara mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Salah satu perkembangan yang menarik ádalah revisi “Taksonomi Bloom“ tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu: proses kognitif dan pengetahuan. Dimensi pengetahuan berisi empat kategori, yaitu Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif, Dimensi proses kognitif terdiri atas:

1) Remembering (Mengingat/C1)
Remembering is when memory is used to produce definitions, facts, or lists, or recite or retrieve material.[16] Mengingat adalah ketika memori digunakan untuk menghasilkan definisi, fakta, atau daftar, atau membaca atau mengambil bahan.  Contoh kata kerja yang digunakan yaitu mengutip, menyebutkan, menjelaskan dan menggambarkan.[17]

2) Understanding (Memahami/C2)
Constructing meaning from different types of functions be they written or graphic messages activities.[18] Memahami adalah membangun makna dari berbagai jenis fungsi baik berupa tertulis maupun pesan dari suatu grafik. Memahami merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses berfikir. Siswa dituntut untuk memahami. Itu berarti siswa mengetahui tentang sesuatu hal dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Kemampuan ini termasuk kemampuan mengubah satu bentuk menjadi bentuk lain, misalnya dari bentuk verbal menjadi bentuk rumus, dapat menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan diagram atau grafik, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu, serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri. Kata kerja untuk operasional untuk memahami diantaranya: memperkirakan, menjelaskan, mengkategorikan, dan mencirikan.[19]

3) Applying (Menerapkan/C3)
Carrying out or using a procedure through executing, or implementing. Applying related and refers to situations where learned material is used through products like models, presentations, interviews or simulations.[20] Menerapkan adalah Melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui eksekusi atau implementasi. Menerapkan terkait dan mengacu pada situasi di mana bahan belajar yang digunakan berupa produk seperti model, presentasi, wawancara atau simulasi. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menugaskan, mengurutkan, menentukan, dan menerapkan.[21]

4) Analyzing (Menganalisis/C4)
Breaking material or concepts into parts, determining how the parts relate or interrelate to one another or to an overall structure or purpose. [22] Menganalisis adalah kemampuan memecah bahan atau konsep ke dalam bagian, menentukan bagaimana bagian-bagian berhubungan atau saling berhubungan satu sama lain. Kemampuan yang termasuk dalam kegiatan ini adalah membedakan, pengorganisasian, dan menghubungkan, serta mampu membedakan antara komponen atau bagian. Ketika seseorang sedang menganalisa ia dapat menggambarkan konsep dengan menciptakan spreadsheet, survei, grafik, atau diagram, atau representasi grafis. Contoh kata kerja yang digunakan: menganalisis, mengaudit, memecahkan, dan mendeteksi. [23]

5) Evaluating (Mengevaluasi/C5)
Making judgments based on criteria and standards through checking and critiquing. [24] Mengevaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan nilai tentang sesuatu berdasarkan pendapat dan pertimbangan yang dimiliki dan kriteria yang dipakai. Kritik, rekomendasi, dan laporan beberapa produk yang dapat dibuat untuk menunjukkan proses evaluasi. Contoh kata kerja yang digunakan: membandingkan, menyimpulkan, menilai, dan mengarahkan. [25]

6) Creating (Menciptakan/C6)
Putting elements together to form a coherent or functional whole; reorganizing elements into a new pattern or structure through generating, planning, or producing. [26] Menciptakan adalah menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk suatu kesatuan yang koheren atau fungsional; elemen reorganisasi menjadi pola baru atau struktur baru melalui generating, perencanaa, atau produksi. Menciptakan mengharuskan siswa untuk menempatkan bagian-bagian bersama dengan cara yang baru atau mensintesis bagian ke dalam sesuatu yang baru dan berbeda bentuk baru atau produk. Proses ini adalah kemampuan yang paling sulit dalam taksonomi.
Kesinambungan yang mendasari dimensi proses kognitif diasumsikan sebagai kompleksitas dalam kognitif, yaitu memahami dipercaya lebih kompleks lagi daripada mengingat, menerapkan dipercaya lebih kompleks daripada memahami, menganalisis dipercaya lebih kompleks daripada menerapkan, mengevaluasi dipercaya lebih kompleks daripada menganalisis dan menciptakan dipercaya lebih kompleks lagi daripada mengevaluasi.

4.  Keanekaragaman Hayati
a) Tingkat Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah. Keseluruhan gen, jenis dan ekosistem merupakan dasar kehidupan di bumi[27]. Keanekaragaman alami atau keanekaragaman hayati, atau biodiversitas, adalah semua kehidupan diatas bumi ini tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup[28]. Keanekaragaman hayati terbagi atas tiga tingkatan, yaitu :
1) Keanekaragaman Gen
Gen adalah materi di dalam kromosom yangmenentukan sifat atau karakter pada makhluk hidup[29]. Keanekaragaman gen atau variasi susunan gendalam spesies yang sama menimbulkan variasi tingkat jenis yang disebut varietas.
Setiap individu memiliki banyak gen, bila terjadi perkawinan atau persilangan antar individu yang karakternya berbedaakan menghasilkan keturunan yang semakin banyak variasinya. Contoh keanekaragaman tingkat gen adalah tanaman bunga Ixora paludosa yang berwarna merah dengan yang berwarna kuning.
2) Keanekaragaman Spesies/Jenis
Bumi ini dihuni oleh begitu banyak spesies makhluk hidup[30]. Spesies merupakan individu yang mempunyai persamaan morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling kawin dengan sesamanya yang menghasilkan keturunan yang fertil untuk melanjutkan generasinya.Selain dalam satu spesies antar-individu, keanekaragaman juga terjadi antarspesies. Keanekaragaman tingkat spesies lebih mudah dibedakan karena perbedaan sifatnya yang mencolok sehingga mudah untuk diamati.
3) Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem diartikan sebagai hubungan atau interaksi timbal balik antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup yang lainnya dan juga antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Pada suatu lingkungan tidak hanya dihuni oleh satu jenis makhluk hidup saja, tetapi juga akan dihuni oleh jenis makhluk hidup lain yang sesuai. Pada akhirnya, pada suatu lingkungan akan terdapat berbagai makhluk hidup berlainan jenis yang hidup berdampingan secara damai.
Cara untuk mengetahui adanya keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem adalah dengan melihat satuan atau tingkatan organisasi kehidupan yang lebih besar[31]. Di indonesia terdapat kurang lebih 47 macam ekosistem alami yang berbeda[32], diantara ekosistem alami tersebut yaitu :
1.      Ekosistem Hutan bakau/Mangrove
2.      Ekosistem Hutan Hujan Tropis
3.      Ekosistem Padang Rumput (Savana)

a)        Keanekaragaman Hayati Indonesia
1.      Keanekaragaman hayati Indonesia
Secara astronomis, Indonesia terletak pada 6o LU-11oLS dan 95oBT-141oBT[33]. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia beriklim tropis dan dilalui oleh garis khatulistiwa. Kehidupan di suatu daerah beriklim tropis lebih bervariasi dan lebih melimpah dibandingkan yang ditemukan di bioma lain di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati sangat tinggi, bahkan mungkin salah satu paling tinggi di dunia[34]. Hal ini ditunjang dengan tingginya keanekaragaman ekosistem di Indonesia.
Jenis mamalia yang terdapat di Indonesia menempati nomor satu di dunia dengan 515 jenis mamalia[35]. 125 jenis diantaranya merupakan hewan endemik Indonesia yang tidak ditemukan di daerah manapun. Peringkat kedua diduduki oleh kupu-kupu meliputi 151 jenis. Reptil menduduki peringkat tiga dunia, lebih dari 600 jenis. Sedangkan, burung menduduki peringkat keempat yang mencapai 1519 jenis dan 420 jenis bersifat endemik. Peringkat kelima diduduki oleh amfibi meliputi hampir 270 jenis[36].

2.      Persebaran Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Keanekaragaman hayati di Indonesia tersebar di berbagai tempat[37]. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak pada posisi geografis yang sangat menguntungkan. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah terbanyak di dunia. Sejumlah 17.508 pulau ada di Indonesia. Selain itu, letaknya yang sangat strategis yaitu diantara dua benua dan dua samudera, Indonesia merupakan salah satu negara yang kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Indonesia merupakan negara yang amat kaya dengan flora dan fauna yang tersebar di seluruh kepulauannya[38].
1)      Persebaran Fauna
a.       Kawasan Indonesia barat yang meliputi Pulau Sumatera, Jawa, kalimantan, dan Bali (bagian barat) memiliki karakteristik fauna yang menyerupai daerah oriental atau asiatis. Contohnya antara lain gajah, harimau, badak, orang utan, biawak, dan kerbau.
b.      Kawasan Peralihan, meliputi wilayah Sulawesi, Kepulauan Maluku, Sumbawa, Sumba, dan Lombok memiliki karakteristik fauna yang mirip dengan fauna di daerah oriental namun juga mirip dengan fauna di daerah Australia. Contohnya yaitu anoa, babirusa, komodo, kuskus kerdil, kuda, dll.
c.       Kawasan Indonesia timur meliputi wilayah Papua dan kepulauan Aru, memiliki karakteristik fauna yang mirip dengan hewan Australia, misalnya kangguru pohon, landak pemakan semut, burung betet, burung kasuari, kakaktua, merpati bermahkota, oposum, dll.
2)      Persebaran Flora
Persebaran tumbuhan (flora) ditentukan oleh faktor geologis, geografis, dan curah hujan[39]. Menurut Dr. Sampurno Kadarsan, seorang ahli Botani Indonesia, flora Indonesia termasuk kawasan Malesiana, yaitu kawasan yang terdiri atas Indonesia, Filipina, Semenanjung malaya, Solomon dan Papua Nugini[40]. Flora yang termasuk ke dalam kawasan malesiana ini cenderung flora yang yang aktif berfotosintesa. Persebaran jenis flora di Indonesia bersifat heterogen yang artinya bermacam-macam jenis di bermacam-macam daerah. Daerah terkaya adalah daerah hutan hujan primer dataran rendah Kalimantan yang terdiri atas 10.000 jenis tumbuhan berbiji yang 34%-nya merupakan jenis yang endemik.

c) Nilai-nilai Keanekaragaman Hayati Khas Indonesia
1.      Nilai Biologi
2.      Nilai Pendidikan
3.      Nilai Estetika dan Budaya
4.      Nilai Ekologi
5.      Nilai Religius

d)       Kegiatan Manusia terhadap Biodiversitas
Manusia merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi ekosistem[41]. Pertumbuhan manusia yang sangat cepat menyebabkan jumlah populasi manusia di seluruh dunia terus bertambah. Namun hal ini tidak dibarengi dengan pertumbuhan sumber daya alam yang juga meningkat. Manusia terus mencari dan memanfaatkan bahkan mengeksploitasi sumber daya alam di dunia untuk kepentingan hidupnya, baik sebagai sumber pangan, sumber papan, dan sandang, sumber obat-obatan dan kosmetika, dan sumber plasma nutfah.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan manusia ini mengakibatkan keanekaragaman hayati terancam punah. Aktivitas manusia yang dapat menurunkan keanekaragaman hayati diantaranya:
1.      Perubahan fungsi lahan
2.      Perubahan sistem hidrologi
3.      Pencemaran air, tanah, dan udara akibat berbagai macam bahan kimia
4.      Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan yang dilakukan oleh manusia
5.      Budidaya monokultur dan dampak negatif rekayasa genetik

e)        Klasifikasi Makhluk Hidup
Klasifikasi makhluk hidup merupakan cara untuk menyederhanakan objek studi agar mudah dipelajari, mendeskripsikan ciri-ciri makhluk hidup untuk membedakan tiap-tiap jenis, mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan ciri-cirinya, dan untuk mengetahui hubungan kekerabatan dan sejarah evolusinya.
            Ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi makhluk hidup yaitu Taksonomi. Taksonomi berasal dari bahasa Yunani, tacso artinya mengklasifikasikan dan nomos yang artinya ilmu. Secara terminologi, taksonomi merupakan ilmu tentang identifikasi dan klasifikasi makhluk hidup berdasarkan aturan tertentu.
            Di dalam melakukan klasifikasi ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut[42]:
1.      Identifikasi
2.      Pengelompokan
3.      Pemberian nama takson

f)         Pelestarian Makhluk Hidup
Menjaga keanekaragaman hayati penting untuk menjaga kestabilan ekosistem[43]. Rusaknya ekosistem yang diakibatkan oleh ulah manusia, perlu diimbangi dengan dilakukannya konservasi atau perlindungan keanekaragaman hayati. Pelestarian makhluk hidup merupakan salah satu cara untuk menjaga keanekaragaman hayati.
Pelestarian makhluk hidup terdiri atas dua cara, yaitu:
1.      Pelestarian Insitu
Pelestarian insitu merupakan pelestarian makhluk hidup yang dilakukan di habitat aslinya. Contoh dari pelestarian insitu yaitu hutan lindung, taman nasional, dan taman suaka margasatwa.
2.      Pelestarian Eksitu
Pelestarian eksitu merupakan pelestarian makhluk hidup yang dilakukan bukan di habitat aslinya. Contoh dari pelestarian eksitu yaitu kebun binatang, kebun botani, kebun plasma nutfah, dll.

B.  Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penerapan model pembelajaran discovery learning  antara lain sebagai berikut:
1.      Hasil penelitian Raghel Yunginger menunjukkan bahwa Penerapan model pembelajaran yakni integrasi E-learning dan discovery learning pada penyajian mata kuliah termodinamika dapat meningkatkan hasil belajar, dimana pada siklus III hasil belajar mahasiswa 87 % yang menguasai materi dan sudah memenuhi indikator keberhasilan secar klasikal.
2.      Hasil penelitian yang dilakukan Rika Nanda Puspitasari menunjukkan peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas hasil belajar hanya 47,37% , setelah diterapkan discovery learning meningkat menjadi 89,47%.

C.  Kerangka Berpikir
Belajar merupakan usaha mengubah tingkah laku pada individu yang belajar dan perubahan itu menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan dalam pengertian yang positif yaitu perubahan yang memberikan dampak kearah penambahan atau peningkatan suatu perilaku. Perubahan tingkah laku yang diharapkan dari belajar disebut hasil belajar.
Pembelajaran merupakan pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan yang  bertujuan membantu siswa agar memperoleh berbagai pengetahuan, keterampilan, nilai dan norma sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. Pada proses belajar mengajar dikelas, cara seorang guru menyampaikan materi pelajaran sangat mempengaruhi proses belajar mengajar tersebut. Untuk itu, guru harus dapat menerapkan suatu strategi pembelajaran yang dapat memudahkan siswa dalam menerima materi pelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Strategi pembelajaran yang saat ini digunakan dalam pembelajaran biologi belum mampu melibatkan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar, serta tidak melatih peserta didik dalam mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah dan tidak mendorong peserta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. Hal ini mengakibatkan biologi dianggap sulit. Dengan demikian, diperlukan strategi pembelajaran yang membuat siswa dapat menyukai biologi, sehingga dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajarnya.
Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa yaitu discovery learning. Pembelajaran ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif dengan mengembangkan interaksi yang terjadi di dalam kelas melalui penggunaan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya. Guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru telah mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Keberhasilan guru dalam menerapkan discovery learning bergantung pada guru dalam mentranformasikan pesan pada siswa. Keberhasilan peneliti dalam menerapkan discovery learning dilihat dari hasil interpretasi lembar observasi aktivitas siswa yang memuat cek keterlaksanaan discovery learning. Peneliti menduga penerapan discovery learning akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang menggunakan discovery learning akan lebih tinggi daripada hasil belajar fisika siswa yang menggunakan metode atau model konvensional.  Alur berpikir peneliti secara singkat dapat dilihat dari bagan berikut:
Peserta didik tidak menemukan sendiri konsep yang dipelajari
Biologi dianggap sulit
Penerapan discovery learning
Didapat Pengaruh yang Positif Terhadap Hasil Belajar
 











D. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran discovery learning lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional. Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H0 = Tidak terdapat pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada konsep keanekaragaman hayati.
Ha = Terdapat pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada konsep keanekaragaman hayati.


[1] Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), Cet. I, hlm. 13.
[2] Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar …, hlm. 13.
[3] Susan L. Champine, Jerome S. Bruners Discovery Learning Model as the Theoretical Basis of Light Bounces Lesson, dari http://uhaweb.hartford.edu/CHAMPINE/EDT665/EDT665%20Final%20Project%20paper%, 21 Juni 2011, hal. 10.
[4] Trianti, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2010), Edisi Pertama, Cet. 3. hlm. 38
[5] Shalin Hai-Jew, Scaffolding Discovery Learning Spaces, dari http://jolt.merlot.org/vol4no4/hai-jew_1208.pdf, 21 Juni 2011, hal. 533.
[6] Roestiyah, N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), cet. 7, h. 20
[7] Raghel Yunginger, Integrasi E-Learning dan Discovery Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Termodinamika, dari http://journal.ung.ac.id/filejurnal/MSVol4No1/MSVol4No1_6.pdf, 21 Juni 2011, hal.6
[8] Susan Ferdon, Jerome S. Bruner: Discovery Learning, http://edtech2.boisestate.edu/ferdons/504/ferdon_bruner_final.pdf, 21 Juni 2011, hal. 1
[9] Rika Nanda Puspitasari, Upaya Peningkatan Prestasi belajar IPA Siswa kelas III Melalui Penerapan Metode Guided Inquiry-Discovery, hal. 58
[10] Bret Sorensen, Jerome Bruner and His Influence on Education, http://www.foliolive.com/user/b/j/bjs33/theorist.pdf, 21 Juni 2011, hal. 9
[11] Rika Nanda, … hal.58
[12] Rika Nanda, … hal.58
[13] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosdakarya, 2009), hlm. 22.
[14] J.J. Hasibuan, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), Cet. VI, hlm. 5.
[15] Nana Sudjana, Penilaian Hasil …, hlm. 22.
[16] Wilson, New Taxonomy, dari www.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newtaxonomy.htm , 11 Agustus 2010.
[17] Ana Ratna Wulan, Taksonomi Bloom-Revisi, dari www.upi.edu, 11 Agustus 2010.
[18] Wilson, New Taxonomy, dari www.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newtaxonomy.htm , 11 Agustus 2010.
[19] Ana Ratna Wulan, Taksonomi Bloom-Revisi, dari www.upi.edu, 11 Agustus 2010.
[20] Wilson, New Taxonomy, dari www.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newtaxonomy.htm , 11 Agustus 2010.
[21] Ana Ratna Wulan, Taksonomi Bloom-Revisi, dari www.upi.edu, 11 Agustus 2010.
[22] Wilson, New Taxonomy, dari www.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newtaxonomy.htm , 11 Agustus 2010.
[23] Ana Ratna Wulan, Taksonomi Bloom-Revisi, dari www.upi.edu, 11 Agustus 2010.
[24] Wilson, New Taxonomy, dari www.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newtaxonomy.htm , 11 Agustus 2010.
[25] Ana Ratna Wulan, Taksonomi Bloom-Revisi, dari www.upi.edu, 11 Agustus 2010.
[26] Wilson, New Taxonomy, dari www.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newtaxonomy.htm , 11 Agustus 2010.
[27] Moch. Anshori, Biologi kelas 10, Depdiknas. h.16
[28] Pengelolaan Keanekaragaman Hayati:Praktek Unggulan Pembangunan Berkelanjutan Untuk Industri Pertambangan, (Australia:Social Economic Environmental, 2007), hal.4
[29] Abdul Aziz, dkk, Dan Alampun Bertasbih:Merasakan Kebesaran Allah via Biologi, (Jakarta:Balai Pustaka, 2008), hal.150
[30] M. Salman Akhyar,
[31] M. Salman Akhyar, hal. 63
[32] Abdul aziz, dkk, ….hal.152
[33] Moch. Anshori, hal.20
[34] M. Salman Akhyar, hal.63
[35] M.Salman Akhyar, hal 63
[36] Moch. Anshori, hal 20
[37] Abdul Aziz, dkk, hal.161
[38] Moch. Anshori, hal 21
[39] Moch. Anshori, Biologi 1: Untuk Sekolah Menengah Atas-Madrasah Aliyah, (Jakarta:Depdiknas, 2009) , hal. 23
[40][40] Abdul Aziz, dkk, Dan Alampun Betasbih: Merasakan Kebesaran Allah via Biologi, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), cet. II, hal. 163
[41] Moch. Anshori, Biologi 1: Untuk Sekolah Menengah Atas-Madrasah Aliyah, (Jakarta:Depdiknas, 2009)  hal. 28
[42] Abdul Aziz, dkk, hal.154
[43] Abdul Aziz, dkk, hal. 168
BAB III
METODOLOGI  PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Bogor yang berlokasi di Jalan Padjajaran no.6 Baranang Siang, Bogor.

B. Metode dan Desain Penelitian                                                                                  
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kuasi-eksperimen (Quasi-Experimental). Metode ini dipilih karena tidak memungkinkannya penyeleksian subjek secara acak, karena subjek secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok utuh (naturally formed intact group), seperti kelompok siswa dalam satu kelas. Kelompok-kelompok ini juga sering kali jumlahnya sangat terbatas. Dalam keadaan seperti ini kaidah-kaidah dalam penelitian eksperimen murni tidak dapat dipenuhi secara utuh. [1] Tujuan penelitian kuasi eksperimen ialah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel yang relevan.
Penelitian kuasi-eksperimen tidak melakukan randomisasi untuk memasukkan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, melainkan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya. Kelompok pertama di kelas eksperimen menerapkan pembelajaran discovey learning. Kelompok kedua adalah kelompok kelas kontrol atau kelompok pembanding melakukan pembelajaran dengan metode konvensional. Setelah ditentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, selanjutnya kedua kelompok mengalami proses pembelajaran. Proses pembelajaran kedua kelompok tersebut mendapat porsi yang sama baik dalam hal waktu maupun SK/KD.
Sebelum proses belajar dilaksanakan kedua subjek penelitian diberi pretest dan setelah proses belajar mengajar dilaksanakan posttest kepada dua subjek penelitian tersebut. Hasil dari tes kedua kelompok ini dianalisis untuk dicari perbedaannya. Desain penelitian yang digunakan adalah, Non-Equivalent Control Group Pretest-Posttest Design, dalam rancangan ini dilibatkan dua kelas yang dibandingkan, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan untuk jangka waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Pengaruh dari perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan pengukuran akhir dari kedua kelas. Desain penelitian non-equivalent control group Pretest-Posttest design tampak dalam tabel berikut: [2]
Tabel 3.1. Non-equivalent Control Group Pretest-Posttest Design
Kelompok
Pretest
Treatment
Posttest
Eksperimen
Kontrol
O1
O1
X1
X2
O2
O2

Keterangan:    
O1   = Pretest yang diberikan sebelum kegiatan pembelajaran.
O2   = Posttest yang diberikan setelah kegiatan pembelajaran.
X1   = Pembelajaran dengan discovery learning.
X2   = Pembelajaran dengan metode konvensional.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
Penetapan populasi dimaksudkan agar suatu penelitian dapat mengukur sesuatu sesuai dengan kasusnya dan tidak akan berlebihan dengan populasi yang diacu. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian[3]. Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Bogor.
Penelitian terhadap seluruh populasi merupakan hal yang sulit dan menyita banyak waktu. Oleh karena itu, peneliti mengambil sampel dalam penelitian ini. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti[4]. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Bogor kelas X-1 dan X-2. Sampel diambil dengan menggunakan teknik “cluster sampling” atau disebut juga dengan sampel kelompok. Pada cluster sampling siswa telah terkumpul dalam sebuah kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil seluruh siswa di kelas tertentu sebagai sampel penelitian.

D.  Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut. Kita tahu bahwa dalam penelitian ini akan ada pengaruh dari suatu treatment, maka ada variabel yang mempengaruhi dan variabel akibat. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variable (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas, variabel tergantung, variabel terikat atau dependent variable (Y). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini pembelajaran discovery learning, sedangkan variabel terikat (Y) dalam penelitian ini hasil belajar.

E.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara-cara yang dipergunakan untuk memperoleh data empiris yang dipergunakan untuk penelitian. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu ditentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan, dan instrumen yang digunakan. Secara lengkap dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data
Sumber Data
Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Instrumen
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Lembar observasi aktivitas siswa yang diisi oleh observer
Observer mengisi lembar observasi aktivitas siswa
Butir pernyataan
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Hasil belajar siswa sebelum diterapak model pembelajaran discovery learning dan metode konvensional
Melaksanakan tes awal (pretest)
Butir pilihan ganda
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran discovery learning dan metode konvensional
Melaksanakan tes akhir (posttest)
Butir pilihan ganda

F.  Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data penelitian. Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes berupa soal pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban untuk memperoleh data hasil belajar siswa, sedangkan instrumen pendukung dalam penelitian ini adalah instrumen nontes berupa lembar observasi aktivitas siswa untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran discovery learning berlangsung.
1.      Instrumen Hasil Belajar
Hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Jenis tes yang digunakan adalah tes prestasi (achievement test). Tes prestasi (achivement test) adalah tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.
Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif, berbentuk pilihan ganda yang terdiri atas 5 pilihan sebanyak 40 soal. Setiap soal mempunyai skor 1 (satu). Ranah kognitif yang diukur adalah aspek hafalan/recall (C1), aspek pemahaman/comprehension (C2), aspek penerapan/application (C3), dan aspek analisis (C4) yang disesuaikan dengan indikator pada kurikulum tingkat satuan pendidikan. Tes diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran.
2.      Instrumen Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Instrumen lembar observasi aktivitas siswa ini memuat daftar cek keterlaksanaan model pembelajaran yang dilaksanakan. Lembar observasi ini dikoordinasikan kepada observer agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap isi dari lembar observasi tersebut.

G. Uji Coba Instrumen Hasil Belajar
Instrumen tes hasil belajar yang digunakan untuk penelitian terlebih dulu harus dilakukan uji kelayakan yaitu: validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Berikut ini merupakan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengetahui bahwa tes yang akan dipakai memenuhi keempat kriteria tersebut.
1.           Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan kesahihan atau ketepatan suatu instrumen tes (soal), apakah instrumen tersebut tepat untuk mengukur hal yang hendak diukur. Rumus yang digunakan untuk mengetahui validitas dikotomi ialah dengan menghitung koefisien korelasi biserial antara skor butir soal dengan skor total tes[5]:
Dengan: rbis(i) = Koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor I dengan skor total
      = Mean skor dari subjek yang menjawab benar/ya
      = Mean skor total
St       = Standar deviasi total
      = proporsi subjek yang menjawab benar/ya terhadap jumlah
             total subjek
      = 1-p

Nilai indeks korelasi point biserial kemudian dibandingkan dengan rtabel, dengan kriteria: Jika rpbi > rtabel maka soal tersebut valid, sedangkan jika  rpbi < rtabel maka soal tersebut tidak valid.

2.             Reliabilitas
Perhitungan reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa instrumen tersebut dapat dipercaya, yaitu konsisten atau tetap apabila diujikan berkali-kali. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus -Richardson 20 (K-R 20)[6]:

Keterangan :
rii     = koefisien reliabilitas tes
k      = jumlah butir
piqi = varians skor butir
pi     = proporsi jawaban benar untuk butir soal nomor i
qi     = proporsi jawaban salah nomor i
St2    = varians skor total

Nilai reliabilitas kemudian dibandingkan dengan rtabel, dengan kriteria: Jika rxy > rtabel maka soal tersebut reliabel, sedangkan jika  rxy < rtabel maka soal tersebut tidak reliabel.

3.    Tingkat Kesukaran
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal termasuk dalam kategori sukar, sedang, atau mudah. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal tersebut, dapat ditentukan dengan rumus:[7]
keterangan:
P      = Proporsi (indeks kesukaran)
B      = Jumlah siswa yang menjawab benar
JS     = Jumlah peserta tes
Indeks kesukaran diklasifikasikan berdasarkan ketentuan dalam tabel berikut:[8]
Tabel 3.3  Klasifikasi Indeks Kesukaran
Batasan
Kategori
0,00 - 0,25
Sukar
0,26 - 0,75
Sedang
0,76 - 1,00
Mudah


4.      Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu soal dalam membedakan siswa yang pandai (berkemampuan tinggi), dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Daya pembeda tiap butir-butir soal ditentukan dengan rumus:[9]  
Keterangan:
D    = DiscriminatoryPower (angka indek diskriminasi item)
PA  = Proporsi testee kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul.
PB  = Proporsi testee kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul.
BA = Banyaknya testee kelompok atas yang menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan
BB = Banyaknya testee kelompok bawah yang menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan
JA   = Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok atas
JB   = Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok bawah

Selanjutnya, skor daya pembeda atau besarnya angka diskriminasi item diklasifikasikan dan diinterpretasikan berdasarkan tabel berikut:[10]
Tabel 3.4 Klasifikasi dan Interpretasi Daya Pembeda
Besarnya Angka Indeks Diskriminasi item
Klasifikasi
Interpretasi
Kurang dari 0,20
Poor
Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik.
0,20-0,40
Satisfactory
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang).
0,40-0,70
Good
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik.
0,70-1,00
Excellent
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali.
Bertanda negatif
-
Butir item yang bersangkutan daya pembedanya negatif (jelek sekali).


H.  Teknik Analisis Data
Terdapat dua teknik analisis data yaitu data yang yang diperoleh dari instrumen tes berupa tes hasil belajar dianalisis menggunakan analisis statistik yaitu uji-t, sedangkan data yang diperoleh dari instrumen nontes berupa lembar observasi aktivitas siswa dianalisis menggunakan analisis statistik  deskriptif.
1.        Teknik Analisis Data Hasil Belajar
a.        Uji Prasyarat Analisis Data Hasil Belajar
Sebelum melakukan uji hipotesis menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen.
1)      Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah metode chi-kuadrat (hitung). Rumus yang digunakan adalah: [11]
Keterangan:
     = Chi-kuadrat hitung
      = Frekuensi kelas interval
      = Frekuensi yang diharapkan

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:
1)      Mencari skor terkecil dan terbesar
2)      Mencari nilai Rentangan (R)
3)      Mencari banyaknya kelas (BK)
(Rumus Sturgess)
4)      Mencari nilai panjang kelas (i)
5)      Membuat tabulasi dengan tabel penolong
No.
Kelas Interval
f
Nilai Tengah (xi)







Jumlah
-
-
6)      Mencari rata-rata
7)      Mencari simpangan baku (standar deviasi)
8)      Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan cara:
a)      Menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri batas interval pertama dikurangi 0,5 dan angka skor kanan kelas interval ditambah 0,5.
b)      Mencari nilai Z-score untuk batas kelas interval dengan rumus:
c)      mencari luas 0-Z dari tabel kurva normal 0-Z dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas
d)     mencari luas kelas interval dengan cara mengurangkan angka-angka 0-Z yaitu angka baris pertama dikurangi baris kedua, angka baris kedua dikurangi baris ketiga dan seterusnya.
e)      Mencari frekuensi yang diharapkan (fe) dengan cara mengalikan luas tiap interval dengan jumlah responden.
9)      Mencari Chi-Kuadrat hitung
10)  Membandingkan hitung dengan tabel, dengan kriteria: Jika hitungtabel maka data terdistribusi tidak normal, sedangkan jika  hitungtabel maka data terdistibusi normal.

2)      Uji Homogenitas
Setelah data diuji kenormalannya, kemudian data diuji kehomogenitasnya. Teknik yang digunakan untuk uji Homogenitas ialah uji Bartlett. Uji homogenitas variansi cara ini adalah untuk melihat apakah variansi-variansi k buah kelompok peubah bebas yang banyaknya data per kelompok diambil secara acak dari data populasi masing-masing yang berdistribusi normal, berbeda atau tidak. [12]
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:
1)      Masukkan angka statistik untuk pengujian homogenitas pada tabel penolong
Kelompok
dk(n-1)





∑=
∑(n-1)=
-
-
= varians (kuadrat standar deviasi)
2)      Menghitung varians gabungan dari sejumlah kelompok yang ada
3)      Menghitung Log S2
4)      Menghitung nilai B, yaitu
B = (Log S2)  ∑(ni-1)
5)      Menghitung nilai hitung
Dengan:
Sehingga:
6)      Membandingkan hitung dengan tabel, untuk  dan derajat kebebasan (dk)=n-1, dengan kriteria sebagai berikut:
Jika hitungtabel maka distribusi data tidak homogen, dan
Jika  hitungtabel maka distribusi data homogen.



b.   Uji Analisis Data Hasil Belajar
Data yang telah diketahui normalitas dan kehomogenannya, kemudian diuji dengan dua pengujian, yaitu pengujian hipotesis dan pengujian Normal-Gain.
1)      Pengujian Hipotesis
Metode statistika untuk menentukan uji hipotesis yang akan digunakan harus disesuaikan dengan asumsi-asumsi statistika seperti asumsi distribusi dan kehomogenan varians. Berikut ini kondisi asumsi distribusi dan kehomogenan varians dari data hasil penelitian serta uji hipotesis yang seharusnya digunakan untuk:
a)      Data terdistribusi normal dan homogen
Uji Statistik untuk data yang terdistribusi normal dan homogen digunakan uji statistik parametrik berupa uji t sesuai persamaan berikut: [13]
Dengan:
Dimana:
 = rata-rata skor kelompok eksperimen
 = rata-rata skor kelompok kontrol
Sg = varians gabungan (kelompok eksperimen dan kontrol)
S12 = varians kelompok eksperimen
S22 = varians kelompok kontrol
n1 = jumlah anggota sampel kelompok eksperimen
n2 = jumlah anggota sampel kelompok kontrol

Langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:
1)      Mengajukan hipotesis, yaitu:
 (a)            Uji kesamaan dua rata-rata hasil pretest
H0 : X1=X2
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Ha : X1X2
Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
 (b)            Uji kesamaan dua rata-rata hasil posttest
H0 : X1=X2
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor posttest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Ha : X1X2
Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor posttest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
2)      Menghitung nilai thitung dengan uji-t
3)      Menentukan derajat kebebasan (dk), dengan rumus:
dk = (n1-1) + (n2-1)
4)      Menentukan nilai t-tabel dengan
5)      Menguji hipotesis
Jika –t tabel < thitung < ttabel maka Ho diterima pada tingkat kepercayaan 0,95. Jika thitung  -ttabel atau ttabel  thitung maka Ha diterima pada tingkat kepercayaan 0,95.

b)      Data terdistribusi normal dan tidak homogen
Untuk data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan Uji t’ sebagai berikut: [14]
Dengan:
   : rata-rata skor kelompok eksperimen
   : rata-rata skor kelompok kontrol
s12   : standar deviasi kelompok eksperimen
s22   : standar deviasi kelompok kontrol
n1    : jumlah anggota sampel kelompok eksperimen
n2    : jumlah anggota sampel kelompok kontrol

Kriteria pengujian adalah, terima hipotesis H0 jika:
Dengan:
 
Untuk harga t lainnya, H0 ditolak.

2)      Uji Normal Gain
Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain menunjukkan peningkatan pemahaman dan penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias penelitian, karena pada nilai pretest kedua kelompok penelitian sudah berbeda, digunakan uji normal gain.Rumus normal gain menurut Meltzer, yaitu:

Tabel 3.5 Interpretasi Kriteria Tingkat Gain
Interval koefisien
Kriteria
g > 0,7
G-tinggi
0,3 < g <0,7
G-sedang
g < 0,3
G-rendah

2.      Teknik Analisis Data Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Data yang diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa terhadap keterlaksanaan model diolah secara kualitatif dengan memberi skor satu jika indikator pada fase pembelajaran muncul dan nol jika tidak muncul. Kemudian untuk mengetahui kriteria keterlaksanaan model pada masing-masing tahap model pembelajaran sebagai berikut:
Tabel 3.6 Kategori Keterlaksanaan Model
% Kategori Keterlaksanaan Model
Interpretasi
0,0-24,9
Sangat Kurang
25,0-37,5
Kurang
37,6-62,5
Sedang
62,6-87,5
Baik
87,6-100
Sangat Baik

I. Hipotesis Statistik
H0 : µA = µB
Ha : µA > µB
Keterangan:
H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Bogor.
Ha : terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Bogor.
µA : rata-rata skor hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran discovery learning.
µB : rata-rata skor hasil belajar siswa yang diajarkan tanpa menggunakan model pembelajaran discovery learning.


[1] Tim Puslitjaknov. Metode Penelitian Pengembangan. (Jakarta: Depdiknas. 2008), hlm. 3.
[2] Tim Puslitjaknov. Metode Penelitian …, hlm. 4-5.
[3] Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 108.
[4] Suharsimi Arikunto. Prosedur …, hlm. 109.

[5] Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 109.
[6] Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran …, h. 113.
[7] Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran …, h. 103.
[8] Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran …, h. 103-104.
[9] Anas Sudjiono. Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), Cet. IV, hlm. 389-390.
[10] Anas Sudjiono. Pengantar Evaluasi …, hlm. 389.

[11] Ruseffendi. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. (Bandung: IKIP Bandung Press, 1998), h. 291-294.
[12] Ruseffendi. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. (Bandung: IKIP Bandung Press, 1998), h. 297-298.
[13] Subana et.al., Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet. I,  hlm. 171.
[14] Subana et.al., Statistik …, hlm. 174. 

No comments:

Post a Comment