BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budi Pekerti berarti sikap dan perilaku yang baik.
Sifat-sifat yang baik akan mendatangkan kebaikan dan sebaliknya hal yang buruk
akan menghasilkan keburukan pula. Oleh karena itu kita perlu menjunjung tinggi
nilai budi pekerti yang luhur. Ajaran budi pekerti menuntut kita agar selalu
berbuat kebaikan, kebenaran, serta memupuk keharmonisan gubungan manusia dengan
tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan, yang sering
disebut dengan konsep tri hita karana. Salah satu bagian dari konsep tri hita
karana adalah hubungan manusia dengan manusia. Hal ini sangat perlu dilakukan
oleh umat manusia, karena manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan
adanya hubungan dengan manusia lainnya, hal ini dilakukan bertujuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu sangat perlu usaha manusia untuk
mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat manusia.Salah satu caranya yaitu
mengembangkan sikap Toleransi, Etika pergaulan.[1]
Dalam makalah
yang sangat sederhana berikut ini, pemakalah berusaha mengelaborasi secara
tematis konsep Islam tentang toleransi dan etika pergaulan. Diawali dengan
penjelasan seputar definisi, kemudian dilanjutkan dengan upaya untuk
membuktikan bahwa Islam rahmatan lil ‘alamin sekaligus memberikan jalan
keluar dalam mensikapinya, yaitu dengan prinsip toleransi (tasâmuh) dan
beretika dalam pergaulan. Pada bagian akhir akan diuraikan secara komprehensif
solusi dimaksud, sesuai dengan perspektif yang dimajukan al-Quran dan sunnah.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahahui
pengertian dari toleransi dan etika pergaulan
2.
Mengetahui
ayat Al-Qur’an dan hadits yang membahas toleransi dan etika pergaulan
3.
Dapat
menerapkan perilaku hidup toleransi dan etika pergaulan dalam kehidupan
sehari-hari.
1.3
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari toleransi dan
etika pergaulan?
2.
Apa sajakah ayat Al-Qur’an yang
membahas tentang toleransi dan etika pergaulan?dan apa kandungan ayatnya?
3.
Bagaimana cara menerapkan perilaku
hidup toleransi dan etika pergaulan dalam kehidupan sehari-hari?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Toleransi
dan Etika
Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan
yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak
dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah
toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Kata toleransi sebenarnya bukanlah
bahasa “asli” Indonesia, tetapi serapan dari bahasa Inggris “tolerance”, yang
definisinya juga tidak jauh berbeda dengan kata toleransi/toleran. Menurut
Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, toleransi adalah
quality of tolerating opinions, beliefs, customs, behaviors, etc, different
from one’s own. Adapun dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan
sebagai padanan dari kata toleransi adalah سماحة atau تسامح. Kata ini pada dasarnya berarti al-jûd
(kemuliaan). atau sa’at al-shadr (lapang dada) dan tasâhul (ramah, suka
memaafkan). Makna ini selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada/ terbuka
(welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia.[2]
Etika adalah dalam bahasa Yunani “Ethos”, berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos”
dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan
menghindari hal- hal tindakan yang buruk.
2.2
Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Membahas
Tentang Toleransi dan Etika pergaulan
Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh
Islam. Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”.
Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama
rahmatal lil’ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa
Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog
dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman
umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak
mungkin disamakan.
Dalam
memahami Al-qur’an kita wajib untuk bisa membaca al-qur’an dan bisa berbahasa
arab. Dalam sebuah pepatah mengatakan “nahwu adlah ibunya ilmu dan shorof
adalah bapaknya ilmu”. Kenapa dikatakan seperti itu?, karena banyak ilmu dalam
al-qur’an berbagai sejarah dalam al-qur’an yang harus kita ketahui seperti
sejarah nabi Muhammad SAW. Untuk mengetahui apa yang telah rasulullah perjuangkan
dalam menyebarkan agama islam. Dalam islam kita diajarkan untuk lebih beradab
dalm pergaulan dan kehidupan sesama makhluk agar memiliki rasa saling
menghormati dan toleransi dalam perbedaan dan Allah telah mengatakan dalam
surah al kafirun ayat 1-6.
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ uÍ<ur ÈûïÏ ÇÏÈ
Artinya :
“Katakanlah: “Hai orang-orang
kafir,aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah.dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Surat ini adalah surat makkiyah, surat yang diturunkan
pada periode Makkah, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa, surat
ini turun pada periode Madinah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan
bahwa, surat ini adalah surat penolakan (baraa’) terhadap seluruh amal
ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang memerintahkan agar
kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada Allah, tanpa ada sedikitpun
campuran, baik dalam niat, tujuan maupun bentuk dan tata caranya. Karena setiap
bentuk percampuran disini adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas
dalam konsep aqidah dan tauhid Islam yang murni.[3]
Asbabun nuzul surah al-kafirun ayat
1-6
Setelah Hamzah dan Umar masuk islam, kaum musyrikin
mekah semakin khawatir terhadap dakwah Rasulullah. Mereka telah melakukan
banyak cara untuk menghentikan dakwah Rasulullah mulai dari harta dan
kekuasaan, hingga berencana membunuh Rasulullah. Dan ketika kaum Musyrikin
Quraisy gagal dalam perundingan, hasutan, bujukan, ancaman, intimidasi sampai
kegagagalan yang dialami Abu Jahal yang hendak membunuh Rasulullah, mereka
kemudian mengajak Rasulullah untuk mengambil jalan tengah.
Ibnu Ishaq meriwayatkan, dia berkata, “Pada satu
ketika datang orang-orang Quraisy kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam
yang saat itu sedang thawaf di sekitar Ka’bah, di antara mereka adalah
al-Aswwad bin al-Muthallib bin Asad bin Abdul Uzza, al-Walid bin Mughirah,
Umayyah bin Khalaf dan al-Ash bin Wa’il as-Sahmi, mereka semua termasuk sesepuh
dari kaumnya, mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, bagaimana kalau kita bekerja
sama dalam ibadah kita. Kami akan menyembah apa yang engkau sembah, tetapi
engkau harus menyembah apa yang kami sembah. Jika yang engkau sembah lebih
baik, kami akan menyembah Tuhanmu, tetapi jika yang kami sembah ternyata lebih
baik maka engkau harus menyembah tuhan kami. Lalu turunlah firman Allah
subhanahu wata’ala:
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu
agamamu, dan utukkulah, agamaku.” (QS Al Kafirun: 1-6)
Surat al kafirun turun sekaligus sebagai jawaban atas
ajakan kaum musyrikin Quarisy kepada nabi Muhammad SAW. Mereka itu, antara lain
al-As bin Wail as-Sahim, al-Aswad bin Abdul Muthalib, Umayah bin Khalaf, dan
Walid bin Mughirah. Mereka mengajak Nabi Muhammad SAW agar mau sedikit toleran
dan berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan. Kaum Musyrikin akan
menyembah Tuhan yang di sembah Nabi Muhammad SAW. Dan waktu yang lain, Nabi
Muhammad SAW dan pengikutnya di minta untuk menyembah apa yang mereka sembah.
Secara umum, surat ini memiliki dua kandungan utama.
Pertama, ikrar kemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah (tauhid
ibadah). Kedua, ikrar penolakan terhadap semua bentuk dan praktek peribadatan
kepada selain Allah, yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Kemudian QS Al-Kafirun ini ditutup dengan pernyataan
secara timbal balik, yaitu untukmu agamamu dan untuku agamaku. Dengan demikian,
masing-masing pemeluk agama dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan
baik sesuai dengan keyakinannya tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan
sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing serta akan dipertanggung
jawabkan masing-masing dihadapan Allah. Dengan turunnya ayat ini, Hilanglah
harapan orang-orang musyrikin Quraisy yang berusaha membujuk Nabi Muhammad SAW
agar bersikap toleran dengan jalan untuk kompromi dalam bidang Aqidah Islam.
Isi kandungan surah al-kafirun ayat 1-6
1. Tuhan yang
disembah (ma'bud) oleh Nabi Muhammad SAW dan umat Islam berbeda dengan
Tuhan yang disembah orang-orang kafir. Begitu pula dengan cara
peribadahan.
2. Orang
islam/muslim dilarang menyembah sesembahan orang kafir.
3. Orang islam
boleh bertoleransi dengan pemeluk agama lain dalam hal keduniawian, tapi tidak
boleh bertoleransi dalam hal aqidah, syariat dan dalam hal ubudiyah.
4. Larangan
bagi orang islam mencampuradukkan agamanya dengan agama lain
Dalam menyikapi perbedaan keimanan dan peribadahan itu, umat Islam dan kaum kafir hendaknya bebas beragama dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, dan tidak boleh saling mengganggu. Islam melarang memaksa orang lain untuk menganut sesuatu agama.
Q:S Yunus:40-41
Nåk÷]ÏBur `¨B ß`ÏB÷sã ¾ÏmÎ/ Nåk÷]ÏBur `¨B w ÚÆÏB÷sã ¾ÏmÎ/ 4 y7/uur ÞOn=÷ær& tûïÏÅ¡øÿßJø9$$Î/ ÇÍÉÈ bÎ)ur x8qç/¤x. @à)sù Ík< Í?yJtã öNä3s9ur öNä3è=yJtã ( OçFRr& tbqä«ÿÌt/ !$£JÏB ã@yJôãr& O$tRr&ur ÖäüÌt/ $£JÏiB tbqè=yJ÷ès? ÇÍÊÈ
Artinya :
“di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada
Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya.
Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.jika mereka
mendustakan kamu, Maka Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu.
kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri
terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Asbabun nuzul surah yunus ayat 40-41
Tidak semua wahyu Allah terdapat asbabun nuzul.
Salah satunya yaitu Surat Yunus ayat 40-41. Dalam tafsir tidak dijelaskan
penyebab (asbabun nuzul) ayat tersebut.
Isi kandungan surah yunus ayat 40-41
1.
Ada golongan umat manusia yang
beriman terhadap Al-Qur'an dan ada yang tidak beriman kepada Al-Qur'an.
2.
Allah SWT mengetahui sikap dan
perilaku orang-orang yang beriman yang bertakwa kepada Allah SWT dan
orang-orang yang tidak beriman yang berbuat durhaka kepada Allah SWT.
3.
Orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT (umat Islam) harus yakin bahwa Rasul Allah SWT yang terakhir adalah
Nabi Muhammad SWT dan Al-Qur'an adalah kitab suci yang harus dijadikan pedoman
hidup umat manusia sampai akhir zaman.
Umat Islam harus menyadari bahwa setiap amal perbuatan
manusia baik ataupun buruk diketahui oleh Allah SWT. Dan masing-masing orang
akan memikul dosanya sendiri-sendiri.
Tafsir
al-qur’an surah yunus 40-41
(40) Sebelumnya
telah disebutkan bahwa orang-orang Musyrik dan Kafir menyebut al-Quran sebagai
kumpulan pernyataan Nabi Muhammad Saw dan menolak hubungan beliau dengan Allah
Swt. Pernyataan itu dilakukan semata-mata berdasarkan prasangka tanpa
dasar. Kedua ayat ini menyatakan bahwa apa yang disampaikan itu hanya ulangan
pernyataan orang-orang terdahulu. Karena itulah para nabi terdahulu juga
menghadapi berbagai tuduhan seperti itu. Padahal kebohongan mereka itu tidak
ada dasar dan mereka hanya menzalimi dirinya sendiri. Selain itu, mereka telah
menghina kitab samawi dan para nabi. Ada yang menerima kebenaran dan ada yang
tidak. Hal ini merupakan Sunnatullah bahwa manusia diciptakan bebas memilih
untuk beriman atau kafir.
(41)Ayat ini
menjelaskan bagaimana cara bergaul dengan orang-orang Kafir dan para penentang
dengan mengatakan, "Tugas kalian di hadapan mereka adalah memberi
pengarahan, bimbingan dan petunjuk. Sekali-kali kalian tidak boleh memaksa,
mengharuskan atau memperdaya mereka sehingga tunduk dan menyerah. Namun apabila
mereka tetap bersih kukuh dalam menghadapi dakwah Islam, lalu tetap
membohongkan kalian, maka sudah tidak ada lagi tugas kalian terhadap mereka.
Karena iman kepada Allah harus berdasarkan keyakinan dan ikhtiyar, namun
orang-orang ini tidak menginginkan untuk memahami hak dan kebenaran, atau
apabila memahaminya mereka tetap enggan beriman."
Hal ini
dimaksudkan agar dapat menarik perhatian para penentang agar beriman dan
menerima kebenaran. Mereka menyangka dengan melepas sebagian prinsip dapat
menarik manusia yang lainnya. Padahal kita tidak berhak untuk menghapus
usuluddin guna memperbanyak jumlah pengikut. Karena itu dalam ayat ini Nabi Saw
diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada orang-orang kafir, "Meski
pernyataan dan seruanku tidak kalian terima, ketahuilah bahwa aku berlepas
tangan dari perbuatan kalian. Karena lebih dari ini aku tidak bertanggung jawab
di hadapan kalian."
Q:S al-Kahfi
ayat 29
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%Ï#uß 4 bÎ)ur (#qèVÉótGó¡o (#qèO$tóã &ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 [ø©Î/ Ü>#u¤³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
Artinya :
“dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah
sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.
dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.
Ayat ini menegaskan bahwa manusia semua termasuk kaum
Musyrikin yang angkuh itu bahwa “ Kebenaran (al-Qura’an) yang turun dan aku
sampaikan ini datangnya dari Tuhan yang memelihara alam semesta; maka barang
siapa yang mau beriman tentang apa yang kusampaikan ini maka hendaklah ia
beriman. Hal demikian sebab keuntungan dan manfaat dari ke imanan mereka akan
kembali kepada dirinya sendiri. Dan barang siapa ingin kafir, ingkar dan
menolak ayat-ayat Allah,maka biarlah ia kafir – walau sekaya apapun dan
tingginya kedudukan seseorang baik dalam jabatan formal maupun sosialnya.Allah
SWT tidak akan merasa kerugian dan berkurangnya kekuasanNya dengan kekefiran
mereka. Malah sebaliknya, Mereka akan merasa merugi dan celaka dengan
keingkaran dan menolak ayat-ayat Allah tersebut. Malahan Allah telah menyedikan
neraka yang kobaran apinya mengepung segala arah, Sehingga mereka tidak dapat
menghindar.
Kata سرادق terambil dari kata Persia, Ahli tafsir mengartikan kata ini dengan Kemah dan ahli tafsir lain menterjemahkan dengan Penghalang.Yakni neraka menggambarkan bangunan yang mempunyai penghalang berupa kobaran api, sehingga manusia yang disiksa tidak akan bias keluar dari neraka, dan pihak lain pun tidak bias masuk untuk member pertolongan. Dengan demikian yang disiksa benar-benar diliputi oleh api itu.[4]
Kata سرادق terambil dari kata Persia, Ahli tafsir mengartikan kata ini dengan Kemah dan ahli tafsir lain menterjemahkan dengan Penghalang.Yakni neraka menggambarkan bangunan yang mempunyai penghalang berupa kobaran api, sehingga manusia yang disiksa tidak akan bias keluar dari neraka, dan pihak lain pun tidak bias masuk untuk member pertolongan. Dengan demikian yang disiksa benar-benar diliputi oleh api itu.[4]
Kandungan Surat Al Kahfi Ayat 29
1. Kebenaran
(Akhlak, yakni sesuatu yang mantap dan tidak mengalami perubahan) milik Allah
adalah harga mati karena sumbernya hanya Allah swt.
2. Dengan
ketegasan tersebut, siapa pun dipersilakan untuk menerima (beriman) atau
menolak dengan kebenaran tersebut.
3. Allah swt. tidak akan merasa rugi
dengan kekafiran itu. Karena justru kerugian dan kecelakaan akan menimpa orang
kafir, dan orang yang menganiaya diri mereka sendiri.
4. Akibat dari
sikap aniaya terhadap diri sendiri adalah menjalani siksa api neraka yang
bergejolak. Mereka tidak akan bisa menghindar karena neraka tersebut mengepung
dari segala penjuru.
5. Neraka
tersebut memiliki penghalang berupa gejolak api sehingga yang disiksa tidak
dapat keluar dan di luar pun tidak dapat menolong.
6. Tidak ada paksaan dalam menerima
kebenaran. Akan tetapi kita diharuskan untuk berdakwah dan memberikan
pengertian.
3.
Hadis yang Membahas Tentang Toleransi dan Etika pergaulan
Hadis
Pertama
مفردة
|
معنى
|
مفردة
|
معنى
|
رَدُ
التَحِيَةِ
|
Menjawab
salam
|
وَاِجَابَةُ
الدَعْوَةِ
|
Dan
memenuhi undangan
|
وَشُهُودُ
الجَنَازَةِ
|
Dan
melayat jenazah
|
وَعِيَادَةِ
المَرِيضِ
|
Dan
menengok orang sakit
|
وَتَشْمِيَتُ
الغَاظِسِ
|
Dan
mendoakan orang yang bersin
|
حَمِدَ
|
Membaca hamdalah
|
Dalam hadis di atas Rasullah Saw memberi pelajaran
kepada orang-orang islam tentang kewajiban dan haknya dalam pergaulan
sehari-hari. Hak dan kewajiban itu antara lain:
1. Kewajiban
membalas salam
Apabila ada orang islam yang memberi
salam atau mengucapkan salam, yaitu “assalamu’alaikum” maka orang islam lainnya
berkewajiban membalas atau menjawab salam itu. Memberi salam adalah sunah.
2. Kewajiban
memenuhi Undangan
Orang islam apabila diundang oleh orang islam lainnya,
wajib memenuhi atau menghadirinya, terutama adalah undangan pernikahan atau
walimatul ursy.
3. Kewajiban
Melayat orang islam yang meninggal
Apabila ada orang islam yang meninggal dunia, maka
orang islam lainnya berkewajiban melayatnya. Hukumnya adalah wajib kifayah.
4. Kewajiban
mendoakan orang islam yang bengkis
Apabila ada oarng islam bengkis lalu ia mengucapkan “alhamdulilah”
maka orang islam yang mendengarkannya berkewajiban mendoakannya dengan mengucapkan
doa” Yarhakumullah”.
Perintah yang di pesankan dalam hadis tersebut tampak sangat
manusiawi dan sesuai dengan hukum sosial. Sebagaimana diakui dalam sosialogi
bahwa pada kehidupan masyarakat apapun dan dimana pun beradanya sangat
memerlukan adanya perilaku yang seimbang diantara anggotanya. Oleh karena itu
apa yang di anjurkan hadis tersebut merupakan tata aturan/hukum sosial
kemasyarakatan yang sangat indah dan manusiawi. Lebih dari itu etika sosial
tadi hukumnya bukan hanya mengandung nilai-nilai budaya luhur, tetapi juga
mengandung nilai peribadatan, karena dalam praktiknya banyak mengandung doa
guna membesarkan hati, menggembirakan, menentramkan, menghibur orang yang
bersangkutan.
Hadis Kedua
معنى
|
مفردة
|
معنى
|
مفردة
|
Saling mencintai
|
تَوَادِهِمْ
|
Perumpamaan
|
مَثَلُ
|
Tubuh
|
اْلجَسَدِ
|
Saling berlaku lemah lembut
|
وَتَعَاطُفِهِمْ
|
Anggota
|
عُضْوٌ
|
Mengadu
|
اسْتَكَى
|
Semua
|
سَائِرِ
|
Mereka
|
هِمْ
|
Gelisah
|
السَهَر
|
Sakit panas
|
وَاْلحُمَى
|
Saling menyayangi
|
تَرَاحِمِهِمْ
|
Merasakan
|
تَدَاعَى
|
Hadis ini menerangkan tentang etika atau tata
pergaulan sosial kemasyarakatan sesama muslim. Dalam hadis ini Rasullalah
memberi pelajaran bagaimana hubungan sosial orang-orang islam dengan orang
islam lainnya. Cinta kasih sayang dan kemesraan hubungan orang-orang muslim
dengan muslim lainnya itu digambarkan oleh Rasulallah SAW ibarat satu tubuh.
Dalam hadis ini juga menjelaskan tentang pentingnya solideritas dalam kehidupan
Aantara umat islam.
Kita tahu dan sadar bahwa manusia tidak bisa hidup
kecuali dalam kebersamaan. Kebersamaan baru dapat diwujudkan manakala
solideritas tercermin dalam kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu anjuran
hadist tersebut kepada umat islam untuk mewujudkan solideritas dalam kehidupan
antra mereka merupakan ajakan yang positif dan itulah etika pergaulan sesama
umat islam.
2.3 Perilaku
bertoleransi dan beretika dalam pergaulan dalam Kehidupan Sehari-Hari.
1. QS:al
kafirun1-6
a. Hendaknya
setiap mukmin memiliki kepribadian yang teguh dan kuat
b. Masing-
masing pemeluk agama dapat melaksanakan apa yang di anggapnya benar dan baik
sesuai dengan keyakinannya
c. Setiap
pemeluk agama akan di mintakan pertanggungan jawabnya di hadapan Allah SWT.
2. Q:S
Yunus:40-41
a. Setiap orang
mukmin harus taat pada Allah dan rasul-Nya
b. Hendaknya
orang mukmin tahu bahwa Allah adalah pemelihara dan pembimbing kita semua.
c. Orang yang
tidak beriman menolak mempercayai nabi Muhammad sebagai rasul Allah dan apa
yang dibawanya. Mereka berhak berpisah secara baik-baik dan masing-masing akan
dinilai oleh Allah SWT serta di beri balasan dan ganjaran yang sesuai.
3. Q:S Al-Kahfi
ayat 29
a. Nilai
kebenaran (haqullah) adalah sesuatu yang pasti dan menjadi harga mati, sebab
sumbernya dari Allah SWT yang tidak boleh diubah atau di abaikan.
b. Keuntungan
dan kemanfaatan dari keimanan kita kepada Allah akan kembali kepada diri kita
sendiri.
c. Mereka yang
mengingkari dan menolak ayat-ayat Allah akan merugi dan celaka.
4. Q:S
al-Hujurat 10-13
a. Sesama orang
mukmin harus mempunyai jiwa persaudaraan yang kokoh, meskipun berbeda bahas,
suku bangsa, adat kebiasaan, tingkat ekonomi-sosial tetapi mereka satu ikatan
persaudaraan.
b. Sesama orang
mukmin tidak boleh mengolok-olok, mengejek, menghina satu sama lainnya.
c. Sesama orang
mukmin tidak boleh memanggil orang mukmin lain dengan panggilan atau sebutan
yang buruk.
d. Orang mukmin
dilarang berburuk sangka.
e. Orang mukmin
harus mengikuti perintah untuk sadar dan mengakui bahwa disisi Allah SWT semua
manusia sama kedudukannya, yang membedakan derajat mereka adalah ketaqwaannya.
5. Hadis
Pertama
a. Etika
pergaulan masyarakat sesama orng islam dilandasi dengan ajaran islam. Tercakup
di dalam nilai budaya perlunya berperilaku yang seimbang demi mewujudkan
masyarakat yang indah dan menyenangkan.
b. Sesama orang
islam berkewajiban memenuhi hak dan kewajiban mereka masing-masing.
c. Dalam
kehidupan sehari-hari orang islam perlu doa untuk mendoakan sesama demi
kesejahteraan mereka sendiri.
6. Hadis kedua
a. Kehidupan
sosial orang-orang mukmin ibarat satu tubuh.
b. Orang-orang
mukmin harus mempunyai solidaritas, ta’awun dan kepedulian sosial terhadap
orang-orang mukmin.
No comments:
Post a Comment