KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Pengembangan Profesi Keguruan yang berjudul “Konsep Dasar Profesi
Keguruan”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Pengembangan Profesi Keguruan, Program studi Pendidikan Biologi yang dibimbing
oleh dosen Dra. Nurlena, MA, Ph.D.
Dalam
menyusun makalah ini, kami banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik rill maupun immateril.
Sesuai
dengan peribahasa “ Tak ada gading yang tak retak”, kami menyadari bahwa dalam
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Jakarta, 24 September 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Profesi
adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan dikatakan profesi. Profesi
mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya
memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah,
serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang
khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya
manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru
dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi
peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah
satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang.
Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya,
bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya.
Pada
dasarnya profesi guru adalah profesi yang
sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru
adalah jabatan semi profesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini
dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang
lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada
aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Guru-guru
yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus
menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru
yang lolos dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo
tahun 1852.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut:
1.
Apa
peranan dari seorang guru?
2.
Apa
saja karakteristik yang dibutuhkan oleh seorang guru?
3.
Apa
saja syarat dan prinsip-prinsip dalam pekerjaan profesi?
4.
Apa
perbedaan pekerjaan profesional dengan tukang?
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan dari tema
“Konsep Dasar Profesi Keguruan” antara lain yaitu:
1.
Untuk
lebih memahami peranan guru,
2.
Untuk
mengetahui karakteristik apa saja yang dibutuhkan oleh seorang guru,
3.
Untuk
mengetahui syarat dan prinsip-prinsip dalam pekerjaan profesi
4.
Untuk
mengetahui dan memahami perbedaan pekerjaan profesional dengan tukang.
1.4.
Manfaat
Adapun manfaat dari
penulisan makalah ini sebagai berikut:
- Agar
Mahasiswa dan Mahasiswi dapat mengetahui peranan sebagai guru
- Agar
Mahasiswa dan Mahasiswi dapat mengetahui karakteristik yang dibutuhkan
seorang guru.
- Agar
Mahasiswa dan Mahasiswi dapat mengetahui syarat dan prinsip pekerjaan
profesi.
- Agar
Mahasiswa dan Mahasiswa dapat membedakan perkerjaan profesional dengan tukang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Profesi
Secara
etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau
bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan,
menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Profesionalism
artinya sifat profesional. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan,
dan sebagainya).[1]
Sedangkan
secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan
pendidikan tinggi sebagai pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan
teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuataan praktis, bukan pekerjaan manual
Haward
M. Vollmer dan Donald L. Mills mengatakan bahwa profesi adalah sebuah
pekerjaan/jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus yang diperoleh
melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai
keterampilan dan keahlian dalam melayani atau memberikan advece pada orang lain
dengan memperoleh gaji dalam jumlah tertentu.[2]
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah: tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Profesi juga bisa dikatakan
sebagai pelayanan jabatan yang bermanfaat dan bernilai bagi masyarakat sebagai
suatu spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui ilmu
pengetahuan teoritis secara terstruktur.
Djam’an
Satori menyatakan bahwa “Profesi adalah
suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para
anggotanya”. Artinya, suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Orang yang menjalankan suatu profesi harus mempunyai keahlian khusus dan
memiliki kemampuan yang didapat dari pendidikan khusus bagi profesi tersebut.
Seluruh
pendapat diatas disarikan bahwa pekerjaan profesional adalah pekerjaan yang
dipersiapkan melalui pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi hakekat
pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi
yang diembannya.[3]
2.2
Karakteristik
Profesi
Liberman (1956), mengemukakan
bahwa karakteristik semua jenis profesi kalau dicermati secara seksama ternyata
terdapat titik-titik persamaannya. Pokok-pokok persamaannya ialah sebagai
berikut.
- A unique, definite, and essential service
Profesi itu merupakan suatu
jenis pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas), dalam arti berbeda dari jenis
pekerjaan atau pelayanan apa pun dari yang lainnya. Di samping itu, profesi
juga bersifat definitif dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang
garapannya (meskipun mungkin sampai batas dan derajat tertentu ada
kontingengsinya dengan bidang lainnya).
- An emphais upon intellectual technique in performing its service
Pelayanan itu amat menuntut
kemampuan kinerja intelektual, yang berlainan dengan ketrampilan atau pekerjaan
manual semata-mata. Pelayanan profesi juga terkadang mempergunakan peralatan
manual dalam praktik pelayanannya, seperti seorang dokter bedah misalnya
mempergunakan pisau operasi, namun
proses penggunaannya dibimbing oleh suatu teori dan wawasan intelektual.
- A long period of specialized training
Untuk memperoleh penguasaan
dan kemampuan intelektual (wawasan atau visi dan kemampuan atau kompetensi
serta kemahiran atau skills) serta sikap profesional tersebut di atas,
seseorang akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai keprofesian
sempurna lazimnya tidak kurang dari lima tahun lamanya, ditambah dengan
pengalaman praktik terbimbing hingga tercapainya suatu tingkat kemandirian
secara penuh dalam menjalankan profesinya.
- A broad range of autonomy for both the indvidual practitioners and
the occupational group as a whole
Kinerja pelayanan itu demikian
cermat secara teknis sehingga kelompok (asosiasi) profesi yang bersangkutan
sudah memberikan jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk melakukannya
sendiri tugas pelayanan tersebut, apa yang seyogianya dilakukan dan bagaimana
menjalankannya, siapa yang seyogianya memberikan izin dan lisensi untuk
melaksanakan kinerja itu. Indvidu-indvidu dalam kerangka kelompok asosiasinya
pada dasarnya relatif bebas dari pengawasan,dan secara langsung mereka
menangani praktiknya.
- An acceptance by the practitioners of broad personal responsibility
for judments made and actsperformed
within the scope of proffesional autonomy
Konsekuensi dari yang
dilimpahkan kepada seorang tenaga praktisi profesional itu, maka berarti pula
ia memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Apa pun yang terjadi,
seperti dokter keliru melakukan diagnosis atau memberikan perlakuan terhadap
pasiennya atau seorang guru yang keliru menangani permasalahan siswanya, maka
semua itu harus dipertanggungjawabkannya, serta tidak selayaknya menudingkan
atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain.
- An emphasis upon the service to be rendered, rather than the
economic gain to the practitioners, as the basis for the organization and
performance of the social service delegated to the occupational group
Mengingat pelayanan profesional
itu merupakan hal yang amat esensial (dipandang dari pihak masyarakat yang
memerlukannya) maka hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan
kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang untuk pemerolehan
imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Hal itu bukan berarti pelayanan
profesional tidak boleh memperoleh imbalan yang selayaknya. Bahkan seandainya
kondisi dan situasi menuntut atau memanggilnya, seorang profesional itu
hendaknya bersedia memberikan pelayanan tanpa imbalan sekalipun.
- A comprehensive self-guverning organization of practitioners
Mengingat pelayanan ini sangat
teknis sifatnya, maka masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan penanganannya
oleh mereka yang kompeten saja. Karena masyarakat awam di luar yang kompeten
yang bersangkutan, maka kelompok (asosiasi) para praktisi itu sendiri
satu-satunya institusi yang seyogianya menjalankan pearanan ekstra, dalam arti
menjadi polisi atau dirinya sendiri, ialah mengadakan pengendalian atas
anggotanya mulai saat penerimaannya dan memberikan sanksinya bilamana
diperlukan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap kode etikanya.
- A code of ethics which has been clarified and interpreted at
ambigious and doubful points by concrete cases
Otonomi yang dinikmati dan
dimiliki oleh organisasi profesi dengan para anggotanya seyogyannya disertai
dengan kesadaran dan i’tikad yang tulus baik pada organisasi maupun pada
indvidual anggotanya untuk memonitor perilakunya sendiri.
Dari keterangan tersebut di
atas maka pada intinya bahwa sesuatu dapat dipandang sebagai suatu profesi
apabila minimal telah memadai hal-hal sebagai berikut:
- Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau
pelayanan khas, definitif dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat.
- Memilki perangkat kode etik profesional yang
telah disepakati dan selalu dipatuhi serta dipedomani oleh anggota
pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan profesional yang bersangkutan.
Kode etik profesional dikembangkan, ditetapkan dan diberdayakan keefektivannya
oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
- Memiliki organisasi profesi yang menghimpun,
membina, dan mengembangkan kemampuan profesional, melindungi kepentingan
profesonal serta memajukan kesejahteraan anggotanya dengan senantiasa
mengindahkan kode etiknya dan ketentuan organisasinya.
- Memiliki jurnal dan publikasi profesional lainnya
yang menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai
media pembinaan dan pengemban para anggotanya serta pengabdian kepada
masyarakat dan khazanah ilmu pengetahuan yang menopang profesinya.
Memperoleh
pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara sosial(dari masyarakat)
dan secara legal (dari pemerintah) yang bersangkutan atas keberadaan dan
kemanfaatan profesi termaksud).[4]
2.3
Syarat
Profesi Keguruan
Khusus
untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun
kriterianya. Misalnya National Education Association (NEA) yang menyarankan
criteria berikut.
- Jabatan yang
melibatkan kegiatan intelektual.
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi
kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya di dominasi
kegiatan intelektual . Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan
professional lainnya. Oleh karena itu mengajar seringkali disebut sebagai ibu
dari segala profesi ( Stinnett dan Huggettdalam Soetjipto dan Kosasi, 2004:
18).
- Jabatan yang
menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan
yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka
mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi
menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat
dari penyalahgunaan, amatiran, dan tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang
ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada kesepakatan dalam bidang ilmu khusus
yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and
Levine, dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004: 19 ). Terdapat berbagai pendapat
tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak di
bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas
bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya,
ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu kusus yang di jabarkan
secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains
(science), sementara kesempatan kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu
kiat (art). Namun, dalam karangan-karangan yang di tulis dalam Encyclopedia of
educational pesearch, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar
telah secara intensif mengembangkan batan tubuh ilmu khususnya. Sebaliknya
masih ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan sedang dalam krisis identitas,
batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a bodi
of knowledge samar-samar (sanusi et al, 2004: 19). Sementara itu ilmu
pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan
bidang kesehatan dapat di bimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensief dan
menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam dunia nyata
pengajaran masih banyak yang belum teruji falidasinya dan yang di setujui di
sebagian besar ahlinya (Gideons dan Woodring, dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004:
20). Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan
para ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, malahan kadang – kadang menimbulkan pembicaraan yang
negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini
adalah isi dari kurikulum pendidikan
guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah mulai
disamakan dengan menentukan topik –
topik inti yang wajib ada dalam kurikulum. Banyak guru di sekolah
menengah diperkirakan mengajar di luar bidang ilmu yang cocok dengan ijazahnya;
misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapatkan mayor dalam matematika
sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan guru, ataupun mereka tidak
disiapkan untuk mengajar matematika. Masalah ini sangat menonjol dalam bidang
matematika dan ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah agak berkurang dengan
adanya persediaan guru yang cukup
sekarang ini. Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku pendidikan dan
pelatihannya? Sampai saat ini pendidikan guru banyak yang ditentukan “dari
atas”, ada yang waktu pendidikannya cukup dua tahun saja, ada yang perlu tiga
tahun atau harus empat tahun. Untuk melangkah pada jabatan professional, guru
harus mempunyai pengaruh cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya
sendiri. Organisasi guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang
potensial untuk bekerja sama, dan bukan di dikte dengan kelompok yang berkepentingan
misalnya oleh lembaga pendidikan guru.
- Jabatan yang
memerlukan persiapan professional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan
yang memerlukan latihan umum belaka).
Lagi
– lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini yang membedakan
jabatan professional dengan
nonprofessional antara lain adalah penyelesaian pendidikan melalui kurikulum,
yaitu ada yang di atur universitas/ institut atau melalui pengalaman praktek
dan pemagangan atau campuran pemagangan
dan kuliah yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi di sediakan untuk jabatan
professional, sedangkan yang ke dua, yakni
pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah di peruntukkan bagi jabatan yang nonprofessional
(Ornstein dan Levine,2004: 21).
Tetapi
jenis ke dua ini tidak ada lagi di Indonesia. Anggota kelompok guru dan yang
berwenang didepartemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan professional yang
cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini
menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi yang terdiri dari
pendidikan umum, professional, dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pengulang, atau pendidikan
persiapan professional di LPTK. Namun sampai sekarang di Indonesia ternyata
masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, sehingga tentu
saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita
harapkan.
- Jabatan yang
memerlukan ‘ latihan dalam jabatan’ yang berkesinambungan.
Jabatan
guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab
hamper setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik
yang mendapat penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat
sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam
menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.
- Jabatan yang
menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
Di luar negeri barang kali syarat jabatan guru
sebagai karir permanen merupakan titik yang
paling lemah dalam menuntut bahwa menagajar adalah jabatan profesional.
Banyak guru baru yang pindah kerja kebidang lain, yang lebih banyak menjanjikan
bayaran yang lebih tinggi. Di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru
yang pindah kebidang lain walaupun bukan
berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi.
Alasannya munkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak
sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di
Indonesia.
- Jabatan yang
menentukan baku (standar) sendiri.
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang
banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota
profesi sndiri, terutama di Negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak
di atur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru
tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Sementara kebanyakan jabatan
mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan
minimum yang harus dilakukan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun
terakhir penerimaan calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru
nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh
mutu masukan atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa lembaga
pendidikan guru. Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok di anggap
sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya.
Para professional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah
kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang
berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal
yang berhubungan dengan langganan (kliennya). Sebetulnya pengawasan luar adalah musuh alam dari
profesi karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh
luar. Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat,
sementara kliennya membayar untuk itu namun tak seorang pun mengharap bahwa
orang banyak atau klien akan menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila
klien ikut mempengaruhi keputusan dari
praktek dokter atau pengacara, maka hubungan profesional-klien berakhir.
Ini
pada hakikatnya berarti mempertahankan klien dari mangsa ketidaktahuannya,
disamping juga menjaga profesi dari penilaian yang tidak rasional dari klien
atau khalayak ramai. Para profesional
harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penilaian, sebaliknya
tidak demikian dengan klien. Bagaimana dengan guru? Guru sebagaimana sudah
diutarakan di atas, sebaliknya membolehkan orang tua, kepala sekolah, pejabat
kantor wilayah atau anggota masyarakat mengatakan apa yang harus dilakukan
mereka. Otonomi professional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali control
terhadap professional sebaliknya, ini berarti bahwa control yang memerlukan
kompetensi teknis hanya dapat di lakukan oleh orang-orang yang mempunyai
kemampuan professional dalam hal itu.
- Jabatan yang lebih
mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai
nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan
sangat berperan mempengaruhi kehhidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan. Jabatan
guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya
termotivasi oleh keinginan untuk membanu orang lain, bukan disebabkan oleh
keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini
berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah
ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun tidak berarti bahwa guru harus
dibayar lebih rendah tetapi juga jangan
mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh sebab itu , tidak
perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
- Jabatan yang
mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang di kenal mempunyai
organisasi professional yang kuat untuk dapat menadahi tujuan bersama dan
melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kreteria
ini dan dalam hal lain belum di capai. Di Indonesia telah ada persatuan guru republic Indonesia (PGRI) yang
merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru taman kanak – kanak sampai guru sekolah lanjutan tingkat
atas dan ada pula ikatan sarjana pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi
seluruh sarjana pendidikan. Di samping itu, juga telah ada kelompok guru mata
pelajaran sejenis, baik pada tingkat daerah maupun tingkat nasional, namun
belum terkait secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh –
sungguh agar kelompok – kelompok
guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi dirangkul ke dalam
pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi dari suatu profesi yang
baik. Berdasakan analisis ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat di
ketegorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orong sependapat
bahwa guru hanya jabatan
semiprofessional atau profesi yang baru muncul karena belum semua cirri-ciri di
atas yang dapat di penuhi.
Robert
B. Howsan et al. (1976) menulis bahwa guru harus di lihat sebagai profesi yang
baru muncul dank arena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional, malahan mendekati
status jabatan profesi penuh. Oleh sebab itu, dapat dikatakan jabatan guru
sebagian tapi bukkan seluruhnya, adalah jabatan professional, namun sedang
bergerak kearah itu. Di Indonesia dapat merasakan jalan kearah itu mulai di
tapaki. Selain itu juga guru di beri penghargaan oleh pemerintah melalui keputusan
Menpan no.26 tahun 1989 denagn memberikan tunjangan fungsional sebagai
pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.[5]
2.4
Prinsip-Prinsip
dalam Pekerjaan Profesi
Makna
mengenai seorang guru profesional telah dituangkan dalam bentuk Undang-Undang No.14
Tahun 2005, yakni tentang Guru dan Dosen. Dalam undang-undang yang
disahkan pada 30 Desember 2005, dijelaskan mengenai apa itu guru profesional. Ukuran
apakah seorang guru dapat dikatakan profesional atau belum dapat dilihat dari
tiga perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar
belakang pendidikan untuk jenjang sekolah dimana dia menjadi guru. Kedua,
penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola
siswa, dan melakukan tugas-tugas bimbingan. Ketiga, kepemilikan sertifikat
pendidik.
Sementara
prinsip profesionalitas guru dan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7 ayat 1
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai
berikut;
- Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
idealisme;
- Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
- Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakng
sesuai dengan bidang tugas; Mengenai kualifikasi akademik ini dijelaskan
oleh UU RI No. 14 Tahun 2005 Pasal 9 yang berbunyi: “kualifikasi akademik
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma
empat”.
- Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas; Kompetensi yang diperlukan guru memang sangat beragam dan
disesuikan dengan bidang tugasnya, tetapi pada umumnya kompetensi tersebut
dijelaskan dalam UU RI No. 14 Tahun 2005 Pasal 10 yang berbunyi:
“kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan
kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
- Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan;
- Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja; Hal ini diatur dalam UU RI No. 14 Tahun 2005 Pasal
15 yang berbunyi: “Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi
gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain
berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan
maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
- Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; Hal
ini akan selaras jika dikaitkan dengan 4 pilar pendidikan, yaitu learning
to know (belajar tidak hanya berorientasi pada produk, tetapi juga
prosesnya), learning to do (belajar dengan berbuat), learning to be
(membentuk kepribadian yang lebih baik), dan learning to live together
(belajar hidup bersama dan sepanjang hayat).
- Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan.
- Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan
guru.
Menurut Made Pidarta, keprofesionalan guru itu bisa dikembangkan melalui:
- Pertama, individu guru itu sendiri yang dapat
dibantu oleh supervisor baik supervisor dari dalam atau kepala sekolah
atau dari luar seperti didatangkan langsung dari dinas pendidikan yang
bersangkutan.
- Kedua, organisasi profesi yang mempunyai peran
penting untuk mengkoordinasi kesempatan yang ada, meningkatkan profesi,
menilai tingkat profesionalisme pendidik, mengawasi pelaksanaan pendidikan
dan perilaku pendidik sebagai seorang profesional serta menjatuhkan sanksi
kepada mereka yang melanggar kode etik profesi pendidikan. Beberapa contoh
dari organisasi profesi yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
sebagai lembaga terbesar, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), dan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). [6]
Selanjutnya,
guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi yang
dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik ketika di
dalam maupun di luar kelas. Untuk memahami beratnya profesi guru karena harus
memiliki keahlian ganda berupa keahlian dalam bidang pendidikan dan keahlian
dalam bidang studi yang diajarkan, berbeda dari profesi
lainnya yang hanya menuntut satu keahlian di bidangnya, akan diketengahkan
secara perinci sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yang
profesional. Kompetensi ini menurut Richard D. Kellough (1998) yaitu:
a. Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan
b. Merupakan anggota aktif organisasi
profesi guru, membaca jurnal profesional, melakukan dialog dengan sesama guru,
mengembangkan kemahiran metodologi, membina siswa dan materi pelajaran.
Biasanya anggota organisasi profesi guru melakukan pertemuan tahunan di
Indonesia sering disebut Forum Guru Nasional.
c. Memahami proses belajar dala
arti siswa memahami tujuan belajar, harapan-harapan dan prosedur yang terjadi
dikelas.
d. Perantara pendidikan yang tidak perlu
tahu segala-galanya, tetapi paling tidak tahu bagaimana dan di mana dapat
memperoleh pengetahuan.
e. Terbuka untuk berubah, berani mengambil resiko dan siap
bertanggung jawab.
f.
Mengorganisasi kelas dan
merencanakan pelajaran secara cermat
g. Merupakan komunikator yang efektif
h. Secara konstan meningkatkan kemampuan,
misalnya dalam strategi mengajar
i.
Terampil dan adil dalam menilai
proses dan hasil belajar siswa.
j.
Memiliki
humor yang sehat dan dapat dipercaya siswa [7]
2.5
Perbedaan
Pekerjaan Profesional dengan Tukang
Pekerjaan
yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh
mereka khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. [8]
Pekerjaan
profesional bisa dijadikan kegiatan yang sangat bergantung pada keahlian
tertentu. Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau
layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan
menerima gaji sebagai upah atas jasanya.[9]
Seseorang dikatakan berprofesional, apabila ia mempunyai kecakapan khusus untuk
menangani suatu bidang keahlian dan tidak boleh pekerjaan itu dilakukan oleh
orang yang belum diberi kewenangan.[10]
Terkait
dengan profesi keguruan, maka pengertian guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal, atau
dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih
dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. [11]
Guru
profesional melakukan aktivitas pengembangan diri yang cerdas dan kontinyu, dia
menyadari bahwa tanpa tumbuh secara profesional akan ditelan oleh sejarah
peradaban pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Kegiatan
pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru itu ada yang
dilembagakan, adapula yang bersifat invdividual. Kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesioanl guru yang melembaga biasa dilakukan oleh pemerintah
atau organisasi kemasyarakatan. Bentuk kegiatannya bisa berupa pemrograman
studi lanjut, penataran, seminar, lokakarya, kelompok kerja guru, bimbingan
profesional, studi banding, dan magang. Kegiatan yang bersifat individual
merupakan penjelmaan dari daya inovasi dan kreativitas guru untuk terus tumbuh
dan berkembang. Seorang guru tidak akan berkembang kemampuan profesionalnya
sampai dia berkemauan untuk melakukan pengembangan diri secara kontinyu. [12]Berikut
ciri-ciri pekerjaan profesional :
Ciri-ciri pekerjaan profesional :
- Orang
yang Profesional biasanya menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang
dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi.
- Profesionalisasi
biasanya didapatkan melalui proses atau perjalanan waktu yang sangat lama
dan membuat seseorang menjadi profesional. Dengan demikian seorang
profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui
sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu
pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam
melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk
membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk
mencari nafkah dan atau kekayaan materiil-duniawi walaupun akan mendapat
gaji yang tinggi sebagai upah kerja dan jasanya.
- Adanya
pengetahuan khusus yang biasanya keahlian dan keterampilan yang dimiliki
berkat pendidikan, pelatihan.
- Memiliki
status yang tinggi dimasyarakat dan menerima gaji yang besar
- Mempunyai
kewenangan.
- Terkait
ketentuan- ketentuan norma, hukum, dalam masyarakat, lembaga dan negara.
Pengertian
tukang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang mempunyai
kepandaian dalam suatu pekerjaan tangan, orang yang pekerjaannya membuat
(menjual, memperbaiki, dsb), sesuatu yang tentu, orang yang pekerjaannya
melakukan sesuatu secara tetap.
Tukang
bisa diartikan suatu kegiatan yang tidak bergantung pada suatu keahlian
tertentu. Jadi setiap orang dimungkinkan memiliki pekerjaan namun tidak
semuanya tertumpu pada satu profesi. Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas
utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan
digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang.
Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan
profesi padahal tidak. [13]Bidang pekerjaan
yang dapat dilakukan oleh siapapun dan tidak memerlukan keahlian khusus tidak
dapat disebut sebagai profesi tetapi sebagai pekerja biasa atau tukang.[14]
Ciri-ciri pekerjaan tukang:
- Dalam
melakukan pekerjaan tidak mengandalkan keahlian dan pengetahuan khusus,
- Pekerjaan
yang dilakukan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
- Memiliki
status yang rendah di masyarakat dan hanya bisa menghasilkan sedikit uang[15]
Jadi
perbedaan pekerjaan profesional dengan tukang dapat dilihat dari profesi
diketahui sebagai pekerjaan tetapi tidak sembarang pekerjaan disebut sebagai
profesi, karena setiap profesi menuntut persyaratan khusus, antara lain lulusan
pendidikan tinggi dalam bidang keilmuan tertentu sesuai dengan spesialisasinya.
Lagi pula profesi itu dalam operasionalnya yang dominan adalah komponen
intelektual. Sedang pekerjaan/ tukang yang dominan adalah keterampilan fisik,
seperti sopir, tukang becak, tukang batu, tukang cukur dan pengrajin.
Tukang berbeda dengan pekerjaan
profesional karena pekerjaan mereka dapat digantikan oleh mesin. Sebagai
contoh, pelatihan dalam pekerjaan tukang kayu tidak formal tetapi lebih melalui
praktek, lewat pengalaman untuk pekerjaan mereka. Tidak diperlukan organisasi
atau kalangan. Jadi pekerjaan tukang kayu tidak memenuhi persyaratan dasar
untuk disebut sebagai suatu profesi atau pekerjaan profesional. [16]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Profesi
berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi sebagai
pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan
pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuataan praktis,
bukan pekerjaan manual.
2. Selain
itu karakteristik profesi juga
bersifat definitif dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang
garapannya.
3. Syarat
profesi keguruan salah satunya profesi keguruan merupakan jabatan yang lebih
mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
4. Sementara
prinsip profesionalitas guru dan dosen sesuai dengan UU No.14 tahun 2005 pasal
7 ayat 1.
5. Perbedaan
pekerjaan profesional dengan tukang dapat dilihat dari profesi menuntut
persyaratan khusus dan sedangkan tukang lebih dominan keterampilan fisik.
3.2 Saran
Dalam
pembuatan makalah ini, kami penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berharga
mengenai pengetahuan tentang profesi keguruan. Kami penulis menyarankan kepada
semua untuk mempelajari konsep dasar profesi keguruan. Untuk menjadi guru yang
profesional itu harus mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya,
dan tentu saja sudah diatur dalam PP Nomor 19 tahun 2005. Profesional guru
harus mempunyai syarat, karakteristik dan keahlian yang khusus. Seorang guru
disarankan untuk mempunyai kesiapan mental dan keterampilan mengajar. Dengan
mempelajari konsep dasar profesi keguruan diharapkan akan memberikan semangat
kepada mahasiswa dan mahasiswi sebagai calon guru untuk menjadi guru yang lebih
baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggi.
Guru profesi ataukah pekerjaan. www.bismacet.com/2015/04/guru-profesi-ataukah-pekerjaan.html.
Diakses pada tanggal 20 September 2015 pukul 15.30 WIB
Cahya.
Buku ajar teknologi dan profesi. http://e_cahya.staff.gunadarma.ac.id.
Diakses pada tanggal 25 September 2015 pukul 16.20 WIB
Danim,
Sudarwan. Pengembangan Profesi Guru: Dari
Pra Jabatan, Induksi, ke Profesional Madani, .Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2003.
Kunandar.
Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Mudlofir, Ali. Pendidik Profesional (Konsep, Strategi, dan
Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2012.
Ni’am, Sholeh Asrorun. Membangun profesionalitas guru (analisis
kronologis atas lahirnya UU guru dan dosen). Jakarta: Elsas, 2006.
Pidarta,
Made. Landasan Kependidikan.
Rineka Cipta: Jakarta. 2007.
Rozak, Abd. Pengembangan Profesi
Guru. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2012
Yuni
musya.2011. karakteristik dan syarat profesi .http://yunimusya.com/2011/01/12/karakteristik-dan-syarat-profesi.
Diakses pada tanggal 27 September 2015 Jam 11.00 WIB.
[1]
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional (Konsep, Strategi, dan
Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 1-2
[2]
Asrorun ni’am sholeh, Membangun profesionalitas guru (analisis
kronologis atas lahirnya UU guru dan dosen), (Jakarta: Elsas, 2006). Hlm 11
[5]
Yuni musya.2011. karakteristik dan syarat profesi .http://yunimusya.com/2011/01/12/karakteristik-dan-syarat-profesi.
Diakses pada tanggal 27 September 2015 Jam 11.00 WIB.
[7] Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Pra Jabatan, Induksi, ke Profesional
Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 108-110
[8]
Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 45-46.
[9]
Anggi. Guru profesi ataukah
pekerjaan. www.bismacet.com/2015/04/guru-profesi-ataukah-pekerjaan.html.
Diakses pada tanggal 20 September 2015 pukul 15.30 WIB
[10] Cahya. Buku ajar teknologi dan
profesi. http://e_cahya.staff.gunadarma.ac.id.
Diakses pada tanggal 25 September 2015 pukul 16.20 WIB
[13]Anggi, loc.cit
[14]Cahya, loc. cit
[16]
Charles B. Fledderman, Etika Enjiring, (Jakarta: Erlangga,
2006), hlm. 22.
No comments:
Post a Comment