KKM EVALAUSI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Bagi siswa, nilai menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu, para siswa perlu mengetahui sistem grade dengan baik agar mereka tetap termotivasi untuk belajar secara kontinu. Sedangkan bagi para guru, grade memiliki makna yang bervariasi. Dengan melihat skor pencapaian hasil belajar, seorang guru akan dapat menebak dan mengatakan “kamu tidak belajar ya dalam ujian yang lalu?”. Sebaliknya, seorang guru akan tersenyum dan memuji siswa untuk belajar terus karena melihat skor hasil belajar yang menunjukkan keberhasilan dalam ujian.
Salah satu langkah awal bagi guru sebelum melaksanakan kegiatan awal pembelajaran adalah menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Setiap mata pelajaran memiliki nilai KKM yang berbeda. Lebih jauh, dalam satu mata pelajaran terdapat nilai KKM yang berbeda pada tiap aspek. Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidik bisa lebih leluasa dalam menentukan nilai KKM. Langkah awal penentuan KKM yaitu menentukan estimasi KKM di awal tahun pembelajaran bagi mata pelajaran yang diajarkan. Penentuan estimasi ini didasarkan pada hasil tes Penerimaan Siswa Baru (PSB) bagi siswa baru, dan mendasarkan nilai KKM pada nilai yang dicapai siswa pada kelas sebelumnya.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1  Apakah yang dimaksud dengan Ketuntasan Belajar, KKM-SKBM?
1.2.2  Apakah fungsi ditetapkannya KKM?
1.2.3  Apakah rambu-rambu yang harus diperhatikan berkaitan dengan KKM?
1.2.4  Apakah kriteria yang harus diperhatikan dalam menetapkan KKM?
1.2.5  Apa saja prinsip yang harus dipatuhi dalam penetapan KKM?
1.2.6  Apa saja langkah-langkah dalam menetapkan KKM?
1.2.7  Bagaimanakah cara menetapkan KKM sesuai dengan standar yang telah ditetapkan?
1.2.8  Bagaimanakah upaya yang harus dilakukan ketika KKM dalam suatu mata pelajaran tidak dituntaskan peserta didik?

1.3  Tujuan
1.3.1  Untuk mengetahui pengertian dari Ketuntasan Belajar, KKM-SKBM.
1.3.2  Untuk mengetahui fungsi ditetapkannya KKM.
1.3.3  Untuk mengetahui rambu-rambu yang harus diperhatikan berkaitan dengan KKM.
1.3.4  Untuk mengetahui kriteria yang harus diperhatikan dalam menetapan KKM.
1.3.5  Untuk mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan dalam penetapan KKM.
1.3.6  Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang diambil dalam menetapkan KKM.
1.3.7  Untuk mengetahui cara menetapkan KKM sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
1.3.8  Untuk mengetahui upaya yang harus dilakukan ketika KKM dalam suatu mata pelajaran tidak dituntaskan peserta didik.

1.4  Manfaat
1.4.1  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui pengertian Ketuntasan Belajar, KKM-SKBM.
1.4.2  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui fungsi ditetapkannya KKM.
1.4.3  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui rambu-rambu yang harus diperhatikan berkaitan dengan KKM.
1.4.4  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui kriteria yang harus diperhatikan dalam menetapan KKM.
1.4.5  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui prinsip-prinsip dalam penetapan KKM.
1.4.6  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui langkah-langkah yang diambil dalam menetapkan KKM.
1.4.7  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui cara menetapkan KKM sesuai dengan standar yang ditetapkan.
1.4.8  Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui upaya yang harus dilakukan ketika KKM dalam suatu mata pelajaran tidak dituntaskan peserta didik.
















BAB II

PEMBAHASAN


2.1  Pengertian Ketuntasan Belajar; KKM-SKBM
Tuntas ks. habis setelah dicurahkan; mengalir lagi; selesai secara menyeluruh; sempurna sama sekali; singkat dan tegas. Ketuntasan kb. perihal tuntas.[1] Menurut Gagne (1984), belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Oemar Hamalik (1995) berpendapat, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Sedangkan menurut Nana Syaodih (1970), belajar adalah segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman.[2] Ketuntasan belajar atau belajar tuntas (mastery learning): peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik.[3]
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.[4] Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) adalah standar nilai yang diberikan kepada siswa sebagai batasan nilai minimum siswa.[5]

2.2  Fungsi Penetapan KKM
Fungsi penetapan KKM dalam dunia pendidikan yaitu:
1.      Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai KD mata pelajaran yang diikuti.
2.      Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran.
3.      Dapat digunakan sebagai bagian komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah.
4.      Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan satuan pendidikan dengan masyarakat.
5.      Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran.[6]

2.3  Rambu-Rambu Penetapan KKM
Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam penetapan KKM yaitu:
1.      KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran
2.      KKM ditetapkan oleh forum MGMP sekolah
3.      Nilai KKM dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat dengan rentang 0 – 100
4.      Nilai ketuntasan belajar maksimal adalah 100
5.      Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah nilai ketuntasan belajar maksimal
6.      Nilai KKM harus dicantumkan dalam LHBS[7]

2.4  Kriteria Penetapan KKM
Berdasarkan surat Dirjen dikdasmen No.1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM), penentuan KKM dapat pula ditentukan dengan menghitung tiga aspek utama dalam proses belajar mengajar siswa. Secara berurutan cara ini dapat menentukan KKM Indikator, KKM Kompetensi Dasar (KD), KKM Standar Kompetensi (SK), KKM Mata Pelajaran. Berikut ini kriteria penetapannya:
a.       Kompleksitas
Kompleksitas merupakan tingkatan kesulitan materi pada tiap Indikator, Standar Kompetensi (SK) maupun Kompetensi Dasar (KD). Semakin tinggi tingkat kompleksitas maka semakin kecil skor yang dipakai. Rentang nilai yang digunakan misalnya: jika kompleksitas tinggi rentang nilai yang digunakan (50-64), kompleksitas sedang (64-80), dan kompleksitas rendah (81-100).
b.      Daya Dukung
Faktor ini lebih ditujukan pada ketersedian sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah dalam menunjang Kegiatan Belajar Siswa. Sekolah yang memiliki daya dukung tinggi maka skor yang digunakan juga tinggi. Pada aspek daya dukung rentang nilai yang digunakan sangat fleksibel sesuai dengan kondisi sekolah. Salah satu contohnya: jika daya dukung tinggi maka rentang nilai yang digunakan (81-100), daya dukung sedang (65-80), untuk daya dukung rendah (50-64).
c.       Intake
Intake merupakan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Intake bisa didasarkan pada hasil/nilai penerimaan siswa baru dan nilai yang dicapai siswa pada kelas sebelumnya (menentukan estimasi). Contoh rentang nilai yang bisa digunakan: jika intake siswa tinggi maka rentang nilai yang digunakan (81-100), intake sedang (65-80), untuk intake rendah (50-64).[8]

2.5  Prinsip Penetapan KKM
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1.      Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;
2.      Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
3.      Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4.      Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
5.      Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor)peserta didik;
6.      Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugasharus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
7.      Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal.[9]

2.6  Langkah-Langkah Menentukan KKM
Menentukan KKM dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung meliputi warga sekolah/madrasah, sarana dan prasarana dalam menyelenggarakan. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria Ketuntasan Belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Aspek Kompleksitas (kesulitan dan kerumitan)
Ditentukan bila dalam pelaksanaan pencapaiaan kompetensi menurut:
a. Pemahaman SDM :
1) Memahami kompetensi yang harus dicapai siswa.
2) Memiliki pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang studi.
b. Daya kreativitas dan inovasi dalam melaksanakan pembelajaran.
c. Waktu yang diperlukan untuk pencapaian kompetensi (menggunakan   metode yang bervariasi)
d. Daya nalar dan kecermatan siswa yang tinggi.
e. Latihan khusus dengan bantuan orang lain.
f. Semakin kompleks atau sukar Kompetensi Dasar(KD) maka nilainya semakin  rendah, tetapi semakin mudah KD maka nilainya semakin tinggi.
Aspek Daya Dukung
1.      Ketersediaan tenaga SDM.
2.      Sarana dan prasarana pendidikan yang sangat dibutuhkan misalnya
·         Biaya Operasional Pendidikan(BOP).
·         Manajemen Sekolah/Madrasah.
·         Kepedulian Stakeholder Sekolah/Madrasah.
Perbandingan antara sarana dan prasarana ideal yang dibutuhkan dengan sarana dan prasarana yang ada. Semakin tinggi daya pendukung maka nilainya semakin tinggi.

Aspek Intake siswa (Tingkat kemampuan rata-rata siswa)
yaitu; Keberagaman latar belakang, potensi dan kemampuan siwa secara individual
Kemampuan rata-rata yang dimiliki siswa untuk mencapai kompetensi :
1.      Hasil seleksi PSB.
2.      SKHU.
3.      Rapor kelas 1[10]

2.7  Ketuntasan Belajar; Perhitungan KKM-SKBM
Cara menetapkan KKM Standar Kompetensi(SK): Kriteria Ketuntasan Minimal Standar Kompetensi adalah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan masing-masing SK. Berdasarkan perhitungan rata-rata KKM Kompetensi Dasar pada kelas dan semester yang bersangkutan.
Contoh : Standar Kompetensi Mata Pelajaran ‘A’ Kelas 2 Semester 1, ada 3 SK masing-masing SK ada 5 KD, SK ke 2 ada 4 KD dan SK ketiga ada 4 KD. Maka KKM Standar Kompetensi (SK) pertama :
·         Kompetensi Dasar 1 = 77 
·         Kompetensi Dasar 2 = 80
·         Kompetensi Dasar 3 = 75 
·         Kompetensi Dasar 4 = 76 
·         Kompetensi Dasar 5 = 80
·         Maka KKM Standar Kompetensi pertama pada mata pelajaran A untuk kelas 2 semester 1; 77%+80%+75%+76%+80% = 77,6% atau 78% ------------------- 5
KKM SK kedua
  • Kompetensi Dasar 1 = 77
  • Kompetensi Dasar 2 = 80
  • Kompetensi Dasar 3 = 75 
  • Kompetensi Dasar 4 = 76 
  • Maka KKM Standar Kompetensi kedua pada mata pelajaran A untuk kelas 2 semester 1; 77%+80%+75%+76% = 77,00% atau 77% ---------------- 4
KKM SK ketiga
  • Kompetensi Dasar 1 = 77 
  • Kompetensi Dasar 2 = 80
  • Kompetensi Dasar 3 = 80 
  • Maka KKM Standar Kompetensi ketiga pada mata pelajaran A untuk kelas 2 semester 1; 77%+80%+80% = 79,00% atau 79% ----------- 3
Cara menetapkan KKM Mata Pelajaran 
KKM Mata Pelajaran ditetapkan setelah KKM masing-masing Standar Kompetensi pada mata pelajaran dan Semester yang bersangkutan diketahui atau telah ditetapkan.
Contoh KKM Mata Pelajaran ‘PAI’ pada kelas 2 semester 1 sebagai berikut;
  • KKM SK pertama ditetapkan 78
  • KKM SK kedua ditetapkan 77
  • KKM SK ketiga ditetapkan 79 78+77+79
  • Maka KKM Mata Pelajaran ‘PAI’ pada kelas 2 semester 1 = -------------- x 100% = 78%
Menetapkan KKM per Mata Pelajaran
Lihat alur di bawah;
  • KKM Indikator 
  • KKM KD
  • KKM SK 
  • KKM MP
Cara menetapkan KKM pada Indikator :
Dengan melakukan analisis terhadap kompleksitas, daya dukung dan intake siswa, kemudian dibikin skor/point pada setiap criteria yang ditetapkan
Contoh ; Kompleksitas rendah (skor 3), Daya dukung Tinggi (Skor 3) dan Intake sedang (skor 2), maka ; (3+3+8) KKM indicator menjadi : ------------ x 100% = 88,88% dibulatkan 89%.
9 Angka pembagi 9 merupakan penjumlahan nilai maksimal dari ketiga(3) unsur yaitu; kompleksitas, daya dukung dan intake siswa. Penentuan KKM indicator selain berguna untuk menentukan keluasan dan kedalaman materi yang harus dikaji peserta didik, juga untuk kepentingan penilaian berbasis SAS (Sistem Administrasi sekolah) yang sekarang ini mulai dikembangkan di Sekolah/Madrasah yang telah menerapkan teknologi informasi agar mudah diakses.

Cara Menetapkan KKM Kompetisi Dasar (KD) Untuk Menetapkan KKM Kompetisi Dasar (KD) dilakukan dengan menghitung rata-rata KKM seluruh indikator dibagi jumlah indikator dari KD yang bersangkutan. Contoh;

Kompetisi Dasar :
  • Indikator 1 = 80%
  • Indikator 2 = 75%
  • Indikator 3 = 75%
  • Indikator 4 = 77%
  • Maka KKM KD(Kompetisi Dasar) tersebut adalah; 80% + 75% + 75% + 77% --------------------- = 76,7% atau 77%. 4[11]

2.8  Program Perbaikan
Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai upaya. Salah satunya adalah sehubungan dengan kelangsungan proses belajar mengajar itu sendiri.[12]

ONTOLOGI KEGIATAN REMEDI
Menurut Good (1973) di defenisikan sebagai berikut: remedial merupakan pengelompokan siswa, khusus yang dipilih yang memerlukan pengajaran lebih pada mata pelajaran tertentu daripada siswa dalam kelas biasa. Tindakan kelas remedi yang berupa pengajaran kembali dengan materi pembelajaran yang mungkin diulang atau pemberian suplemen pada soal dan latihan secara umum adalah termasuk dalam cakupan metode mengajar guru. Kegiatan evaluasi yang harus sesuai dengan hasil diagnostik adalah masih dalam cakupan evaluasi pembelajaran.
Remedi adalah termasuk kegiatan pengajaran yang tepat di terapkan hanya pada kesulitan dasar para siswa telah di ketahui. Kegiatan remedi merupakan tindakan korektif yang diberikan kepada siswa setelah evaluasi diagnostik  dilakukan.
Diagnostik pendidikan pada umumnya difokuskan pada tiga pertanyaan pokok, yaitu siapkan siswa yang memiliki kesulitan belajar dalam kelas. Dari cakupan materi yang telah diberikan, pada unit materi pembelajaran manakah yang dirasakan kuat dan materi pembelajaran manakah yang di rasakan lemah? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan kegagalan pencapaian belajar?
Untuk menjawab pertanyaan pertama, ada beberapa cara untuk mengetahui siswa yang memiliki kesulitan belajar. Satu cara yang masih dirasakan efektif adalah menggunakan pendekatan survei untuk menjaring informasi tentang siswa yang mengalami kesulitan dan memerlukan remedi. Tes survey ini termasuk tes dalam progam remedi yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.ketika siswa mengalami kesulitan belajar dapat diidentifikasi, mereka kemudian di kelompokan dalam kelompok-kelompok kecil. Langkah berikutnya yang juga penting ialah siswa diwajibkan mengikuti progam remedi dengan pemberian materi belajar tertentu.
Untuk meyakinkan bahwa skor pencapaian lebih bermakna, guru dapat mencari informasi tambahan yang berasal dari buku raport siswa. Ada beberapa kemungkinan, ketika nilai satu siswa  dibangdingkan dengan nilai siswa lainnya. Mereka dapat dikelompokan dalam tiga kelompok:
a. Kelompok siswa yang under achiever.
b. Kelompok siswa yang di kategorikan mencapai nilai cukup.
c. Kelompok siswa diatas rata-rata.
Setelah para siswa yang termasuk under achiever dikelompokkan. Pertanyaan kedua dapat di tindak lanjuti, yaitu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan belajar mereka. Tujuan evaluasi diagnostik dan remedi adalah membantu para siswa agar dengan  kemampuannya dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar. Untuk mencapai tujuan itu, guru harus perlu  mempunyai kompetensi penting,yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan para siswa. Kemudian membantu mereka memperbaiki kelemahan dengan tetap membangun melalui kekuatannya
Salah satu prinsip dalam pengajaran remidi yang perlu di ketahui oleh para guru adalah bahwa siswa perlu memiliki pengalaman berhasil dalam proses pembelajaran.kemudian siswa di motivasi untuk bisa berhasil dalam unit lainya, dengan menggunakan metode yang lebih tepat, misalnya problem solving, atau dengan model belajar dari materi disekitar siswa.
Untuk menentukan kelemahan dan kelebihan siswa, seorang guru perlu memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan ketrampilan diagnostik. Menurut Lippit dan Lippit, (1978), ada beberapa langkah pengembangan yang perlu diperhatikan;
·         Guru perlu memehami prinsip-prinsip belajar dan penerapannya.
·         Guru memerlukan penguasaan pengetahuan tentang pemahaman gejala perilaku yang mengidikasikan adanya kesulitan.
·         Guru harus dapat menerapkan tehnik-tehnik diagnistik dan tindakan remidi yang sesuai dengan keadaan di kelas.
Familiar dengan psikologi belajar, dan penguasaan terhadap materi pembelajaran merupakan syarat awal untuk berhasil dalam melakukan diagnostik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah pertanyaan yang menyangkut faktor penyebab apakah yang sering menjadikan kegagalan dalam belajar?  Pertanyaan ini perlu di perhatikan oleh para guru atau evaluator. Beberapa faktor penyebabnya, yaitu faktor internal pribadi siswa, lingkungan pribadi, dan mungkin gabungan dari keduanya juga faktor eksternal yang berkaitan erat dengan siswa.
1. Faktor Penyebab Internal
a. Kesehatan
Kondisi fisik siswa secara umum dapat mempengaruhi kemampuan mencapai sesuatu tujuan. Pencapaian hasil belajar, pada dasarnya merupakan usaha yang hanya dapat dicapai melalui kerja keras, tekun, dan dilakukan dengan komitmen tinggi. Kurang energi yang di sebabkan kondisi fisik yang kurang sehat, dapat menutup kemungkinan siswa memiliki kemampuan siswa yang di sebutkan di atas. Selain itu, siswa yang kurang sehat juga tidak bias mencapai potensi yang sebenarnya.
Kesehatan yang buruk dapat berpengaruh pada tingginya ketidak hadiran siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Ketidak hadiran dalam mengikuti pembelajaran, dapat menyebabkan rendahnya pencapaian pembelajaran.
Problem pada indra penglihatan dapat menjadi penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam pendidikan siswa yang memiliki penyakit rabun dekat pada umumnya tidak dapat melihat papan tulis dan alat bantu belajar lainya yang digunakan oleh guru.padahal alat bantu belajar tersebut penting untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Akibat dari hal ini adalah terjadinya kesalah pahaman siswa dalam menerima materi dan akhirnya penguasaan materi pembelajaran menjadi terhambat.
Problem pada indra pendengaran menyebabkan kesulitan pada siswa dalam berkomunukasi dengan sesame siswa maupun dengan guru. Diantaranya serung kali berbicara tanpa ekspresiyang benar, kesulitan mengeja, kesulitan berbicara, dan kesulitan berbicara dalam mengomunikasikan ide dengan cara yang benar.
b. Problem penyesuaian diri
Faktor lain yang juga termasuk faktor internal siswa yaitu problem penyesuaian diri. Walaupun permasalahan ini erat kaitannya dengan faktor eksternal misalnya siswa lain, atau masyarakat sekitar, namun sumber utama adalah berasal dari dalam diri siswa. Sebagai contoh, siswa yang memiliki gangguan emosi, pada awalnya menghambur-hamburkan energi mereka sebelum akhirnya dapat menggunakannya untuk kegiatan belajar. Bhieler (1971) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki permasalahan belajar biasanya ditandai dengan beberapa indikator. a)  kesiapan belajar yang buruk. b) kesulitan menghadapi tes. c) kemampuan bahasa yang buruk. d) lebih senang mengikuti belajar fisik dan praktis daripada belajar skolastik atau mental learning. e) penguasaan materi belajar yang lambat. f) kurang perhatian dalam mengikuti kegiatan sekolah.
Perilaku siswa yang mengalami gangguan emosional, di tandai dengan hal-hal berikut:
·         Siswa menolak untuk belajar.
·         Siswa menjadi nakal, agresif.
·         Siswa berpretensi negatif terhadap kegiatan belajar.
·         Siswa memindahkan kekerasan dalam rumah ke sekolah.
·         Menolah perintah untuk belajar.

2. Faktor penyebab eksternal

Faktor eksternal siswa diantaranya lingkungan disekitar siswa, seperti pergaulan siswa diluar sekolah, kondisiorng tua siswa, dan juga kegiatan siswa diluar sekolah.
a.       Lingkungan
Faktor lingkungan pada umumnya muncul diluar situasi siswa. Faktor ini juga merupakan kesulitan dasar yang tidak mudah untuk diidentifikasi. Misalnya kondisi orang tua yang tidak hamonis.
b.      Cara guru mengajar yang tidak baik
Guru kelas dapat di kategorikan faktor eksternal karena guru yang tidak baik dalam mengajar dapat menimbulkan kesulitan belajar pada siswa.
c.       Orang tua siswa
Sumber eksternal lain adalah orang tua yang tidak atau mampu menyediakan buku atau fasilitas belajar yang memadai baig anak-anaknya atau mereka yang tidak mau mengawasi anak-anaknya agar belajar di rumah.
d.      Masyarakat sekitar
Masyarakat di sekitar siswa dapat menjadi sumber masalah, ketika keberadaan masyarakat tidak kondusif terhadap kebutuhan siswa secara individual maupun kelompok.[13]

2.9 REMEDI SECARA INDIVIDU
Tidak ada teknik diagnostik dan remedial yang berhasil, jika dilakukan tanpa sepengatahuan siswa yang bersangkutan, dalam hubungan antara teknik diagnostik dan remedial dengan kebutuhan mereka.Beberapa siswa yang mengalami kegagalan belajar, pada kasus tertentu mempunyai perasaan tidak pandai.Mereka merasa rendah diri atau inferior bahwa mereka tidak dapat berhasil.Bahkan  ada yang merasa bahwa mereka berbeda dengan siswa lainnya.Beberapa siswa menarik diri dari pergaulan antarsiswa, bahkan ada yang benci dan menolak untuk diajak belajar kembali, namun pada sisi lain ada siswa yang merasionalisasi dalam pemikirannya bahwa keberhasilan dalam belajar tidak penting.Perasaan dan sikap yang demikian tidak akan membantu dalam usaha mencapai masa depannya yang cerah.Apabila hal demikian, muncul maka untuk mengatasinya dengan bimbingan konseling, agar mereka tidak jatuh pada rasa frustasi yang berkelanjutan.Tujuan bimbingan konseling dalam kaitannya dengan kesulitan belajar adalah meningkatkan dan menguatkan motivasi mereka untuk bangkit guna mengatasi permasalahan.Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana seorang guru mengorganisasi pengajaran remedial secara kompherensif?
      Jika kesulitan siswa, baik yang bersumber internal maupun eksternal telah diidentifikasi, selanjutnya program remedi perlu diformulasikan.Jika siswa telah dimotivasi dalam kegiatan belajarnya maka kegiatan remedi ini sebaiknya dilakukan secara individual.Penilaian remedi pun difokuskan pada kebutuhan spesifik individual siswa.
      Yang perlu diperhatikan oleh seorang guru adalah bahwa tidak semua remedi harus dilakukan secara individual, tetapi bisa juga remedi dilakukan secara berkelompok dengan membuat kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 6 siswayang memiliki problem yang sama.Di samping itu, ada juga kesempatan untuk remedi secara keseluruhan.Ini terjadi, ketika kelemahan dan kesulitan siswa ternyata menyeluruh dalam satu unit satuan pembelajaran.Beberapa contoh yang memungkinkan problem remedi menyeluruh, misalnya mata pelajaran matematika.
      Daloam hal ini yang penting adalah guru pun harus peduli dan menyiapkan setiap satuan pembelajaran dengan latihan soal dan buku kerja yang relevan dengan substansi pengajaran.Selain itu, pada situasi ini guru juga harus tetap mampu mengenal kelebihan dan kelemahan siswa sehingga kesempatan untuk menetapkan teknik remedi individual/kelompok dapat dilakukan dengan baik.[14]

2.10 ORGANISASI KEGIATAN REMEDIAL
Program remedi yang baik pada prinsipnya perlu didasarkan pada diagnostik awal dan disertai dengan tindak lanjut yang kontinyu.Pertama, perlu diadakan pencerahan kepada siswa bahwa tujuan khusus program remedi diantaranya adalah mengatasi kesulitan belajar.Ketika kesulitan belajar semakin menumpuk, maka dampak yang muncul adalah remedib pengajaran pun semakin kompleks.
      Kedua, guru perlu menilai keberhasialn program remedi yang telah dilakukan.Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dimungkinkan pada saat yang diperlukan, mengubah metode dan menggunakan materi yang bervariasi agar siswa dapat mengatasi kesulitan belajarnya.Dalam kenyataanya, tidak semua merespons dengan tingkat keberhasilan sama dalam perlakuan remedi yang sama.Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi yang kontinyu guna menenntukan perkembangan dan prosedur yang hendak dilaksanakan di masa mendatang.
      Ketiga, evaluasi remedi memiliki arti penting bagi orang-orang terdekat siswa.Oleh karena itu, perlu diberikan informasi kepada siswa dan orang tua mengenai perkembangan belajarnya.Dengan mengakui pencapaian hasil belajar dan tetap mendorong untuk terus belajar, motivasi belajar siswa diharapkan dapat meningkat, ketika siswa mengetahui hasil belajar yang telah diikuti.Pada kegiatan remedi ini, para guru juga perlu memperhatikan satu prinsip penting, yairu bahwa semakin kurang kematangan siswa, semakin penting hasil remedi diterangkan dengan cara memberikan gambaran nyata, baik dengan grafik atau diagram lainnya yang relevan.
      Untuk guru sekolah dasar, biasanya masih bisa diberi tanggung jawab tambhan, berupa melaksanakan program diagnostik dan remedi, sedangkan untuk sekolah lanjutan, guru bimbingan konseling yang ada dapat diberdayakan secara intensif.Pada kondisi tertentu, seorang guru bisa meminta ahli psikologi guna membantu para guru kelas.Para psikolog, disamping membantu dalam tindakan remedial kuratif, juga dapat membantu dalam tindak pencegahan atau remedial preventif.Tenaga ahli lain yang mungkin juga dapat diberdayakan dalam program remedi adalah para agen sosial terutama dalam kaitannya dengan kesulitan adaptasi dengan siswa lain di kelas.[15]

2.11 MEMBERIKAN PENGAJARAN REMEDI
Guru merupakan ujung tombak dalam mengubah sikap siswa dari menarik diri atau antipati belajar menjadi bergairah dalam mencapai tujuan belajar.Para siswa yang mengalami permasalahan belajar harus diberi pemahaman dalam program-program yang direncanakan dalam bentuk kegiatan remedi.Mereka yang mempunyai problem diidentifikasi dan dipilih untuk kemudian diberi penjelasan secara intensif.Langkah berikutnya, materi belajar yang menjadikan problem diungkap kembali dengan diberikan soal dan latihan yang mendukung terealisasinya pencapaian hasil belajar.Para siswa jga perlu diberikan pekerjaan rumah, karena memang kadang ada siswa yang ternyata bisa mengerjakan dengan baik apabila diberi waktu tambahan.Di samping itu, para guru tetap secara intensif memotivasi para siswa untuk terus belajar.
      Tingkat awal remedi adalah membangun kembali keyakinan dalam diri siswa.Remedi yang baik pada umumnya mempunyai semua atribut mengajar yang baik, ditambah dengan contoh soal yang bisa digunakan untuk lebih memahami dan menguasai materi pembelajaran.Siswa diharapkan terus mengembangkan keyakinan, ketika ia memiliki pengalaman dan merasakan usaha mereka berhasil.Oleh karena itu, juga perlu bagi seorang guru mengetahui dimana kekuatan dan kelemahan siswa.Kekuatan yang ada digunakan untuk mengatasi kelemahan dan usaha tersebut diarahkan untuk mencapai tingkat pencapaian hasil belajar.
      Hal itu semua akan membantu siswa manakala perkembangan positif dan nyata diberitahukan dan keberhasilan yang dapat dicapai dihargai.Alat bantu berupa grafik, bagan, dan gambar dapat digunakan untuk memotivasi para siswa dalam menguatkan motivasi mereka.Alat-alat bantu tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kematangan siswa.Dengan alat-alat bantu remedi, siswa dapat melihat peningkatan kerjanya.Ketika siswa berkompetisi dengan dirinya sendiri, guru dapat membantu dan mendorong semangatnya sehingga ia dapat dengan lebih baik mencatat pengalaman masa lalu dengan pencapaian hasil belajar sekarang.
      Untuk tetap termotivasi dan interes untuk belajar, maka program remedi harus selalu ditekankan, tindakan monoton dan tanpa usaha perlu dihindari.Oleh karena itu, pendekatan mengajar yang variatif perlu diperhatikan oleh guru yang memberikan program remedi.Pendekatan yang variatif, relevan, dan menyenangkan pada prinsipnya sangat sesuai denagn prinsip pembelajaran kontekstual, bisa mencegah ketegangan mental siswa dan merangsang untuk melakukan pengembangan diri dalam belajar.Materi pembelajaran yang memiliki nilai motivasi tinggi perlu selalu dicari untuk dikembangkan guna mengatasi permasalahan belajar.Jika siswa dapat membantu perencanaan program guru, misalnya melalui pilihan materi pembelajaran, prosedur yang lebih mudah dipahami, siswa akan merasa beruntung.Jika keterlibatan siswa dalam program remedi dapat direalisasi, implikasi perencanaan bersama tersebut akan dapat membangkitkan interes dasar mereka dan membangkitkan kepercayaan diri mereka untuk berhasil.
      Minat siswa mungkin akan menyusut dan berkurang jika ia didorong terlalu keras dalam program remedi.Oleh karena itu, guru juga perlu,suatu ketika memberikan izin untuk mengambil tes yang telah direncanakan, dan membantu mereka dalam menganalisis hasilnya.Seorang guru juga perlu memberikan dorongan berupa pujian ketika siswa berhasil memperbaiki peringkat nilai setelah mereka mengikuti program remedi.Untuk menghindari turunnya minat siswa, kegiatan remedi seyogyanya tidak dijadwal secara fleksibel untuk mencegah terjadinya konflik dengan kegiatan siswalain dalam kelas yang diikutinya.[16]











BAB III

PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Berdasarkan makalah mengenai Ketuntasan Belajar; KKM-SKBM yang kami tulis, diketahui kesimpulan sebagai berikut
1.      Ketuntasan belajar atau belajar tuntas (mastery learning): peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik.
2.      Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) adalah standar nilai yang diberikan kepada siswa sebagai batasan nilai minimum siswa.
3.      Dalam menentukan KKM harus memenuhi prinsip yang didasari kompleksitas (kesulitan dan kerumitan), daya dukung (ketersediaan tenaga SDM dan sarana dan prasarana pendidikan), dan intake (tingkat kemampuan rata-rata peserta didik).
4.      Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria Ketuntasan Belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
5.      Remedi tidak lain adalah kegiatan pengajaran yang tepat diterapkan, hanya ketika kesulitan dari para peserta didik telah diketahui. Kegiatan remedi merupakan tindakan kreatif yang diberikan kepada peserta didik setelah evaluasi diagnostik dilakukan.
6.      Remedi merupakan kegiatan yang bertujuan membantu peserta didik secara terencana agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.


3.2  Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berharga mengenai pengetahuan tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal. Kami penulis menyarankan kepada semua pembaca untuk mempelajari cara menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dengan mempelajari cara menetapkan KKM diharapkan akan memudahkan mahasiswa dan mahasiswi sebagai calon guru dalam membantu proses pengajaran di masa mendatang.















DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudarajat. 2008. Pengertian, Fungsi, dan Mekanisme Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengertian-fungsi-
dan-mekanisme-penetapan-kriteria-ketuntasan-minimal-kkm/. Diakses pada 23
Oktober 2014 pukul 13.59.
Anonim. Landasan Teori. 2009. http://www.thesis.binus.ac.id., Diakses tanggal 28 Oktober
2014 pukul 17.41 WIB.
Arikunto, Suharismi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi
Aksara
_______________. 2009. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Dewi, Laksmi dan Masitoh. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Mulyani, Endang. 2009. Evaluasi Penetapan KKM. http://www.staff.Uuny.ac.id., Diakses
tanggal 28 Oktober 2014 pukul 07.57 WIB.
Priatna, Nanang. 2006.  Rancangan Penilaian Hasil Belajar. http://www.file.upi.edu.
Diakses tanggal 28 Oktober 2014 pukul 07.53 WIB.
Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
S Suyatno. 2012. Kajian Teori. www.eprints.uny.ac.id. Diakses tanggal 03 September 2014 pukul 08.57 WIB.
Sidiq, Zulkifli. 2006.Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal. http://www.file.upi.edu. Diakses tanggal 28 Oktober 2014 pukul 07.59 WIB.
Sukardi. 2009. Evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gitamedia Press





[1]Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gitamedia Press), hlm. 779.
[2]Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm. 3.
[3]Nanang Priatna, Rancangan Penilaian Hasil Belajar, 2006, http://www.file.upi.edu., Diakses tanggal 28 Oktober 2014 pukul 07.53 WIB.
[4]Endang Mulyani, Evaluasi Penetapan KKM, 2009, http://www.staff.Uuny.ac.id., Diakses tanggal 28 Oktober 2014 pukul 07.57 WIB.
[5]Anonim, Landasan Teori, 2009, http://www.thesis.binus.ac.id., Diakses tanggal 28 Oktober 2014 pukul 17.41 WIB.
[6]Endang Mulyani, loc. cit.
[7]Zulkifli Sidiq, Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal, 2006, http://www.file.upi.edu., Diakses tanggal 28 Oktober 2014 pukul 07.59 WIB.
[8]S Suyatno, Kajian Teori, 2012, www.eprints.uny.ac.id., Diakses tanggal 03 September 2014 pukul 08.57 WIB.
[9] Zulkifli Sidiq, Loc. Cit.
[10] Akhmad Sudarajat, Pengertian, Fungsi, dan Mekanisme Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal, 2008, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengertian-fungsi-dan-mekanisme-penetapan-kriteria-ketuntasan-minimal-kkm/. Diakses pada 23 Oktober 2014 pukul 13.59.
[11] Zulkifli Sidiq, Loc. Cit.
[12] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 108.
[13] Sukardi, Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 228.
[14] Sukardi, Op. Cit.  hlm. 234.
[15] Sukardi, Op. Cit. hlm. 235.
[16] Sukardi, Op. Cit. hlm. 236.

No comments:

Post a Comment