Kebijakan Tanaman Transgenik Tidak Tegas!

Pro
Kebijakan Tanaman Transgenik Tidak Tegas!
Kekhawatiran pemerintah dan sebagian masyarakat atas isu miring tanaman transgenik terlalu berlebihan.
Sampai sekarang, pengembangan tanaman transgenik di negeri ini masih menjadi perdebatan. Padahal sejak 1996—2007, pemerintah telah menerbitkan 10 payung hukum terkait dengan pengaturan keamanan produk bioteknologi modern ini. Aturan itu ada yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan bersama menteri-menteri terkait (baca juga: Payung Hukum, Bagai Macan Ompong). Peraturan itu ada yang bersifat umum dan khusus, meliputi keamanan lingkungan, keamanan pangan, dan keamanan pakan.
Demikian pula penelitian perakitan tanaman hasil rekayasa genetik itu sudah dilakukan sejak 1995 oleh beberapa lembaga pemerintah maupun swasta. Ragam tanaman transgenik yang diteliti dan dikaji meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan tanaman hias. Namun, keputusan ya atau tidak soal komersialisasi benih tanaman transgenik untuk ditanam secara luas hingga kini tidak jelas. “Belum ada kepastian boleh tidaknya komersialisasi benih tanaman transgenik itu karena persoalan sistem di negara kita. Akhirnya ibarat menari poco-poco, maju nggak jadi mundur juga nggak jadi,” komentar Dr. Ir. Bahagiawati, MSc., peneliti bioteknologi pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen). “Keragu-raguan mengambil sikap karena mungkin oleh sejumlah orang teknologi transgenik dianggap bukan prioritas. Padahal dari sisi petani dan dunia usaha, teknologi transgenik menjadi sesuatu yang sangat penting,” imbuh Dr. Bambang Purwantara, Direktur SEAMEO BIOTROP, yang juga Ketua Umum Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (PBPI).
Di sisi lain, disadari atau tidak, masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengonsumsi produk berbahan baku tanaman transgenik. Buktinya? Penganan kedelai transgenik seperti tempe, tahu, kecap, atau tauco bebas beredar di pasaran. Bukan lantaran rasanya yang enak, harganya murah, atau tanpa adanya tekanan dari petani lokal, namun ketidakjelasan peraturan dan petunjuk teknis dianggap sebagai legitimasi beredarnya produk tersebut.
Padahal, menurut Handiman, dari American Soybean Association (ASA), setiap tahun Indonesia mengimpor kedelai 1,2 juta ton yang  90%-nya dari raja tanaman transgenik dunia, Amerika Serikat (AS). “Luas tanaman kedelai di AS sekitar 26 juta ha. Posisi sekarang, yang ditanami kedelai transgenik sudah di atas 70%,” paparnya.
Banyak Negara
Menurut Bahagiawati, tanaman transgenik merupakan hasil pemanfaatan plasma nutfah melalui bioteknologi modern yang dapat menghasilkan varietas unggul. Misalnya, varietas tahan serangan hama, penyakit, gulma, maupun cekaman lingkungan, seperti kekeringan dan salinitas.
Sampai sekarang tanaman transgenik telah tersebar luas dan dimanfaatkan banyak negara di dunia. Sejak pertama kali dilepas pada 1996, luas tanaman transgenik di dunia baru 1,7 juta ha. Tersebar di AS, Kanada, Australia, Argentina, Afrika Selatan, dan Meksiko. Namun pada 2007 luasnya berkembang 67 kali lipat, menjadi 114,3 juta ha, yang ditanam oleh 23 negara termasuk 12 negara berkembang. Tanaman transgenik yang dikembangkan secara luas di dunia, selain kedelai, adalah kapas, jagung, dan kanola.
Di AS sendiri tanaman transgenik dirintis sejak 1983. Pada 1990 dihasilkan jagung transgenik pertama. Namun baru pada 1995 pemerintah AS melemparkannya ke pasar. Menurut laporan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA) pada 2006, penanaman transgenik di AS mencapai 54,6 juta ha. Sementara di Argentina 18,6 juta ha, Brazil 11,5 juta ha, Kanada 6,1 juta ha, India 3,8 juta ha, China 3,5 juta ha, Paraguay 2 juta ha, dan Afrika Selatan 1,4 juta ha.
Secara global, berdasar data ISAAA, hampir 54% dari tanaman transgenik di dunia merupakan kedelai transgenik. Disusul jagung transgenik 28% dan 9% kapas transgenik.
Negara yang merasakan manfaat tanaman transgenik bukan hanya negara penanam, tetapi juga negara pengimpor. Sampai 2007, tercatat 29 negara yang mengimpor produk tanaman transgenik, antara lain Jepang, Korsel, Selandia Baru, Taiwan, Belanda, Swiss, Inggris, Jerman, Perancis, dan Indonesia.
Perdagangan produk transgenik di pasar global mencapai US$44,3 miliar. Pasar terbesar di AS (60%), disusul Jepang 6,9%, Jerman 6,4%, Prancis 5,4%, dan Italia, Spanyol, serta Inggris (masing-masing di bawah 4%).
Ramah Lingkungan
Salah satu tanaman transgenik yang menonjol adalah yang tahan hama maupun penyakit lantaran mengurangi penggunaan pestisida. Contoh tanaman transgenik tahan hama adalah jagung Bt. Jagung yang satu ini mengandung gen Cry1Ab dari bakteri Bacillus thuringiensis sehingga dapat menghasilkan protein yang dapat membunuh hama (ulat) penggerek batang dan tongkol. Kenyataan di lapangan, pengembangan jagung Bt di beberapa negara dapat mengurangi jumlah dan dampak pemakaian pestisida kimia. Jadi, secara teknis-ekonomis lebih menguntungkan petani, dan lebih ramah terhadap lingkungan.
Selain jagung, dikenal juga kapas Bt, kentang Rb, dan kedelai RR. Kentang Rb misalnya, dirakit untuk tahan terhadap serangan penyakit hawar daun. Padahal penyakit yang disebabkan cendawan Phytophthora infestans tersebut di Indonesia pada musim hujan bisa menurunkan hasil sampai 80%. “Penanaman kentang transgenik mampu menghemat penggunaan fungisida hingga 60%,” ungkap Dr. Eri Sofiari, peneliti kentang transgenik di Balai Tanaman Sayuran (Balitsa), memberi contoh.
Penurunan penggunaan pestisida juga dilaporkan di India. Setelah mengembangkan kapas Bt, para petani India berhasil mengurangi penggunaan insektisida hingga 50%. Demikian pula di China yang sudah mengembangkan kapas Bt sejak 1997. Kini penggunaan insektisida di sana bisa ditekan hingga 60%.
Secara global, Graham Brookes, dari PG Economics, Inggris, melaporkan, hingga 2006 pemanfaatan tanaman transgenik di seluruh dunia terbukti mengurangi penggunaan pestisida sebanyak 286 juta kg sehingga menurunkan dampak buruknya ke lingkungan sampai 15,4%.

Sudah Saatnya
Puluhan negara sedang berlomba mengembangkan tanaman pangan transgenik. Apalagi adanya ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim global. Peningkatan produktivitas pertanian memang telah dilakukan melalui perakitan varietas unggul hasil pemuliaan tanaman secara konvensional. Namun pemuliaan tanaman dengan memindahsilangkan berbagai variasi tanaman melalui proses penyerbukan ini menghadapi keterbatasan dalam mendapatkan gen-gen yang dikehendaki. Di lain pihak, bioteknologi dapat memanfaatkan semua gen dari organisme hidup tanpa ada batasan taksonomi. Lantas kapan Indonesia memulai? “Kalau tidak segera memanfaatkan tanaman transgenik, nanti kita ketinggalan,” saran Eri.
Teknologi transgenik ini, lanjut Eri, sangat perlu, tapi selektif. Misalnya, diprioritaskan dulu untuk padi, kedelai, dan kapas. Sebab, kalau mau mengejar kenaikan produksi hanya mengandalkan intensifikasi dan ekstensifikasi akan mengalami kendala. Satu-satunya cara dengan bioteknologi. Untuk riset sama sekali tidak ada masalah. Dana yang dialokasikan pemerintah sampai sekarang cukup besar, lebih dari Rp1 triliun untuk penelitian di BB Biogen dan balai-balai lain. “Saya pro riset dan komersialisasi benihnya, yang penting manfaat dan mudharatnya terlebih dahulu dikaji,” jelasnya. “Sudah saatnya kita balik ke revitalisasi pertanian, salah satunya dengan pemanfaatan bioteknologi. Tapi perangkat hukumnya dilengkapi,” imbuh Bahagiawati.
“Kalau dalam hal pangan kita berkeinginan tegak dengan kemampuan sendiri, seharusnya pemerintah membuka kran. Sebab persoalan pangan ke depan tidak semakin sederhana,” papar Bambang. Untuk komoditas tertentu (bahan pangan dan energi), lanjut dia, tanaman transgenik mendesak untuk dikomersialkan karena menjadi suatu kebutuhan.
Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc., pakar pangan dari IPB pun setuju untuk mengembangkan tanaman transgenik di Indonesia. “Sudah saatnya kita mengembangkan karena banyak dampak positifnya. Tapi tentu juga harus dikaji cost benefit-nya, menguntungkan atau tidak,” ucapnya.
Walau demikian, sampai kini tanaman transgenik masih kontroversial. Ada yang pro dan kontra. Sebagian kalangan khawatir produk transgenik berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. “Setiap produk transgenik yang sudah lolos dari lembaga berwenang umumnya aman,” kilah Bahagiawati. “Kelompok yang anti itu menikmati dari ketidaksetujuannya,” imbuh Eri.
Yang jelas, dalam menilai produk transgenik tentu perlu diperhatikan bahwa hasil penelitian ilmiah itu sendiri tidak dapat memberikan garansi 100% terhadap keamanan suatu produk. Betapa kecil sekalipun, ketidakpastian itu tetap ada. Hal ini seringkali dijadikan acuan untuk menegatifkan dampak suatu produk transgenik tanpa menelitinya dengan lebih rinci secara ilmiah.
Dadang WI, Peni SP

Jakarta, (tvOne).

Sebanyak delapan tanaman hasil rekaya genetika atau bioteknologi pada 2011 dinyatakan berstatus aman pangan oleh Kementrian Pertanian.

Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian M.Herman di Jakarta, Senin, (28/11) mengatakan delapan tanaman biotek tersebut terdiri atas enam varietas jagung dan dua varietas kedelai.

"Status aman pangan tersebut merupakan rekomendasi dari Komisi Keamanan Hayati dan sertifikasi aman pangan dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan," katanya dalam diskusi terbatas yang digelar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertema "Bioteknologi: Mampukah Meningkatkan Produktivitas Pangan dan Kesejahteraan Petani".

Keenam varietas jagung berstatus aman pangan tersebut yakni GA21 dan NK603 yang toleran herbisida glyphosate, jagung MIR 162, BT 11, MON 89034 dan MIR 604 yang tahan serangan hama.

Dua kedelai hasil rekayasa genetika yang berstatus aman pangan yakni GTS40-3-2 dan MON89788 yang toleran herbisida glyphosate.

Selain itu, lanjut Herman yang juga anggota Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamaman Pangan menyatakan, tanaman biotek yang sudah dinotifikasi ke publik untuk aman pangan di Indonesia yakni tebu NXI-1T yang toleran kekeringan serta jagung 3272 yang merupakan modifikasi kandungan amilase untuk peningkatan produksi ethanol.

"Rekomendasi ini sudah dimuat di Balai Kliring Keamanan Hayati untuk notifikasi publik dan disidangkan di rapat pleno KKH pada 17 November 2011," katanya.

Sementara itu tanaman biotek berstatus aman lingkungan di Indonesia pada 2011 yakni tebu toleran kekeringan (NXI-1T, NXI-4T dan NXI-6T).

Tanaman biotek yang telah dinotifikasi ke publik dan disidangkan di KKH untuk aman lingkungan yakni jagung NK603 yang toleran herbisida glyphosate. Sementara itu Kepala Badan Litbang Pertanian Haryono menyatakan, pangan harus diproduksi sendiri oleh bangsa Indonesia tanpa harus bergantung pada impor.

Terkait dengan itu, tambahnya, bioteknologi diperlukan Indonesia dalam upaya memproduksi pangannya sendiri.

Haryono menyatakan, produk bioteknologi lebih aman dbandingkan produk non rekayasa genetika karena selalu dipantau dan dievaluasi.

Satu miliar ha Perwakilan dari kompartemen bioteknologi di Croplife Fadilla Dewi Rachmawaty mengungkapkan pada 2010 pengembangan tanaman produk rekayasa genetika di seluruh dunia telah mencapai 1 miliar hektare (ha).

Negara yang menanam tanaman bioteknologi meningkat dari 25 negara menjadi 29 negara yang mana 10 negara penanam terbesar (lebih dari 1 juta ha) delapan diantaranya negara berkembang.

Petani yang membudidayakan tanaman bioteknologi di seluruh dunia mencapai 15,4 juta orang yang mana 14,4 juta di antaranya petani kecil dan miskin.

Dampak keuntungan yang diperoleh petani dengan menanam tanaman bioteknologi, menurut dia, sebanyak 10,8 miliar dolar AS pada 2009 yang mana 53 persennya petani di negara berkembang. (Ant)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mentargetkan tiga tahun mendatang Indonesia bisa memiliki  padi dan jagung hasil dari rekayasa genetika (transgenik). Target ini menunjukkan komitmen Badan Litbang untuk mendorong kemajuan riset biotek di bidang pertanian. Meskipun pro-kontra dalam hal tanaman transgenik masih terjadi, tapi penelitian dengan menggunakan teknik yang satu ini perlu dilakukan oleh Badan Litbang.
"Kebutuhan kita untuk mengintroduksi tanaman transgenik di Indonesia secara komersial masih rendah. Akan tetapi sebagai lembaga penelitian kita tidak boleh membiarkan begitu saja " ungkap Dr. Ir. Achmad Suryana, Kepala Badan Litbang Pertanian kepada wartawan Agrotek, Elfa Hermawan, beberapa waktu yang lalu di ruang kerjanya.
Sementara itu, menurut laporan International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications (ISAAA), luas areal  tanaman transgenik di dunia mencapai 102 juta hektar pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan terjadi penambahan luas lahan tanaman transgenik 12 juta ha dibanding tahun sebelumnya.  Diperkirakan nilai pasar global dari tanaman tersebut untuk tahun 2006 sebesar US$ 1,5 milyar. Jumlah tersebut hanya 16% dari nilai pasar global tanaman pangan sebesar  US$ 38,5 milyar. Namun dalam laporan tersebut Indonesia tidak masuk negara yang sudah memiliki lahan tanaman transgenik. 
Menurut Kepala BB Biogen, Dr. Ir. Sutrisno, sebenarnya riset biotek di Indonesia tidak tertinggal dibanding negara-negara ASEAN. Bahkan jika melihat penelitiannya, Indonesia justru lebih banyak jumlahnya dibanding Thailand dan Filipina. Namun jika dilihat dari sisi komersialisasi, memang harus diakui Indonesia tertinggal oleh Filipina yang sudah berjalan hampir empat tahun ini. 
Achmad Suryana yakin dengan menggunakan varietas hibrida dan transgenik Indonesia tidak harus melakukan impor beras, jagung dan tanaman lainnya. Sementara itu, target 3 tahun mendatang Indonesia sudah memiliki padi transgenik bukan isapan jepol semata. Buktinya saat ini BB Biogen sedang riset padi tahan hama, padi tahan penyakit dan toleran terhadap kekeringan serta efisiensi nitrogen. Selain padi masih ada penelitian untuk kedelai, pepaya, kentang, ubi jalar dan tomat.
Rekayasa genetika adalah salah satu teknik bioteknologi yang dilakukan dengan cara pemindahan gen (transgenic) dari satu mahluk hidup ke mahluk hidup lainnya. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tanaman atau hewan yang memiliki sifat-sifat tertentu sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih baik lagi. Memang teknologi ini masih terbilang mahal, tapi karena manfaat yang besar maka teknologi ini tidak bisa diabaikan begitu saja.
Pernahkah kita membayangkan mengiris bawang tanpa mengeluarkan air mata? Tentu saja hal tersebut bukan sekadar isapan jempol belaka. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, berbagai jenis tanaman mampu dimanipulasi genetiknya untuk menghasilkan sifat baru yang menguntungkan bagi manusia. Contohnya saja tearless onion, mawar biru, semangka kotak, dan masih banyak lagi. Tumbuhan yang telah direkayasa genetik ini lazim disebut tanaman transgenik. Prinsip produksinya, pada materi genetik tanaman konvensional disisipkan gen baru yang membawa sifat yang diinginkan.
Saat ini yang paling banyak dikembangkan adalah tanaman transgenik dengan sifat tahan hama. Hama seperti serangga ataupun bakteri sering merusak tanaman muda sehingga gagal untuk dipanen. Namun dengan adanya gen baru yang bersifat toksik bagi hama, tanaman tersebut dapat terhindar dari kerusakan. Selain itu tanaman transgenik bersifat lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi pemakaian insektisida berbahan kimia. Selain tahan hama, tanaman transgenik bersifat lebih tahan lama. “Contohnya adalah buah tomat. Tomat transgenik memeiliki sifat tidak cepat busuk, sehingga jangka penyimpanannya jauh lebih lama” ungkap Xavier Daniel Phd, dosen Rekayasa Genetika FTB.
Pria asal Prancis ini juga menjelaskan bahwa tanaman transgenik cenderung tidak mempunyai risiko merugikan jika dikonsumsi. “Selama ini belum pernah ada bukti jika pemanfaatan tumbuhan tersebut menimbulkan dampak yang membahayakan,” jelasnya lagi. Tentu saja ini peluang bisnis bagi Indonesia yang merupakan negara dengan ragam tanaman yang melimpah. Contohnya saja produksi obat-obatan yang sudah banyak menggunakan transgenic plants. Ke depannya Xavier berharap dengan kekayaan sumber daya yang tersedia serta kemampuan yang dimiliki oleh FTB dalam bidang bioteknologi tanaman dapat meningkatkan mutu obat-obatan yang dihasilkan. “Dan dapat menghasilkan produk dalam waktu yang lebih cepat,” tutupnya. (ano)

Kontra

Yang Harus Anda Ketahui Bahaya GMO

January 25, 2010
Genetically Modified Organism
Apa itu GMO
GMO adalah mahluk hidup yang telah ditingkatkan kemampuan genetisnya melalui rekayasa genetis. Secara mudah dapat kamu pahami bahwa dengan rekayasa genetis, ”komponen” mahluk hidup ”dibuah”, disesuaikan, sehingga menjadi lebih unggul, semisal tahan hama, tahan penyakit, dan lebih banyak menghasilkan panen, atau menambah ”gemuk” hewan ternak.
Sebagai contoh, tanaman jagung yang mudah terserang hama, melalui rekayasa genetis, dapat di ”silangkan” dengan jenis bakteri yang dapat ”melawan” hama tersebut, sehingga jadi lah tanaman jagung type baru yang tahan hama.
Salah satu ancaman yang menyeluruh terhadap kemanusiaan adalah me modifikasi sumber makanan kita, dan salah satu alasan mengapa hal itu di benarkan terjadi, adalah karena kita terlalu jauh dari sumber-sumber makanan kita.
Anak-anak sekarang bahkan tidak menyadari berasal dari mana daging dan susu yang sering mereka konsumsi, misalnya mereka tidak pernah menginjakkan kaki di sebuah peternakan atau di ladang pertanian.., tidak pernah terpikirkan bagaimana sumber-sumber makanan tersebut di produksi.
Resiko GMO
Sebagai tambahan wawasan, untuk mendapatkan informasi mendalam bahaya makanan GMO, sangat di sarankan membaca buku Jeffrey Smith, Seeds of Deception dan Genetik Roulette.
Menurut dokumentasi dr smith, setidaknya 65 risiko kesehatan serius dampak dari mengkonsumsi produk GMO, yang di jabarkan sbb:
  • Keturunan tikus diberi makan kedelai transgenik menunjukkan peningkatan lima kali lipat resiko kematian, bayi yang di lahirkan tidak cukup berat badan, ketidakmampuan bereproduksi
  • Tikus jantan yang diberi makan kedelai Transgenik, mengalami kerusakan sel-sel sperma muda
  • Dapat merubah Fungsi DNA dari Embrio Tikus yang di berikan makan Kedele Transgenik (GMO)
  • Beberapa petani di AS telah melaporkan masalah kemandulan atau kesuburan antara babi dan sapi yang diberi makan Varietas Jagung GMO
  • Penyidik di India telah mendokumentasikan masalah kesuburan, aborsi, kelahiran prematur, dan masalah kesehatan serius, termasuk kematian, di antara kerbau yang diberi makan biji kapas GMO .
  • Hewan yang mengkonsumsi makanan GMO mengalami pendarahan perut, berpotensi bertumbuhnya sel pra-kanker, kerusakan organ dan sistem kekebalan tubuh, peradangan ginjal, masalah dengan darah, sel hati, dan kematian yang  tidak dapat dijelaskan.
  • Alergi terhadap kedelai telah meningkat setelah pengenalan cara menanam dengan metode  GMO / Kedelai Transgenik
  • Gen dari tanaman GMO men transfer bakteri usus manusia, yang mungkin akan mengubah flora usus Anda menjadi “hidup seperti pabrik pestisida”
Tidak seorang pun yang mengetahui sepenuhnya apa yang terjadi pada produk akhir ketika Anda menyambung gen baru (proses Mutasi Genetik tsb) dan kemudian mengkonsumsi produk hasil mutasi tersebut selama beberapa generasi. Satu-satunya hal yang dijamin adalah bahwa hal itu akan menciptakan efek samping yang mengejutkan.
Namun, menurut penelitian Smith, apa yang kita tahu adalah bahwa antara tahun 1994 dan 2001 – saat yang bersamaan dengan  produk GMO’s membanjiri pasar – penyakit yang berhubungan dengan makanan meningkat dua kali lipat.
Produk Hasil GMO dapat menyebabkan
• alergis
• Toxic
• karsinogenik / potensi kanker
• Anti-gizi
Mungkin juga menciptakan penyakit-penyakit baru yang belum pernah kita lihat sebelumnya, selain dapat memacu peningkatan beberapa penyakit  yang sudah kita miliki, seperti kanker.
Tips Menghindari Makanan GMO
Seperti dinyatakan oleh  Smith, ada beberapa cara untuk Menghindari makanan GMO:
  • Hanya membeli bahan makanan yang Organik
  • Hanya membeli produk-produk yang mencamtumkan label Non GMO
  • Cari informasi sebanyak-banyaknya produsen yang mensuplai makanan yang sangat berpotensi GMO sebelum anda mengkonsumsi atau menggunakanya seperti
  1. Kedele
  2. Jagung
  3. Kapas
  4. Canola
By – Dr Merkola
New York, Tanaman transgenik yang dihasilkan dari rekayasa genetik terus menimbulkan polemik. Ketakutan akan dampak buruk tanaman transgenik bagi kesehatan mulai terbukti. Perusahaan bioteknologi raksasa Amerika,
Monsanto, yang memproduksi tanaman GMO (Genetically Modified Organism) dipaksa oleh publik anti GMO untuk melakukan studi membuktikan efek buruk produk tersebut bagi kesehatan dan lingkungan.
Monsanto pun mempercayakan studi tersebut pada peneliti Perancis, Dr Gilles Eric Seralini dari University of Caen. Hewan percobaan yang diberi tiga tipe jagung hasil modifikasi genetik dilaporkan mengalami gejala kerusakan organ liver dan ginjal.”Hasil studi kami tidak menunjukkan adanya racun, hanya gejala keracunan. Tapi kami yakin ini bukan racun yang akut, namun tidak ada yang bisa menjamin juga produk itu tidak memiliki efek kronis,” ujar Dr Seralini seperti dilansir Dailymail, Jumat (22/1/2010).
Eksperimen dilakukan dengan menguji tiga strain produk jagung GMO yang tahan pestisida. Ketiga jenis produk tersebut kemudian diberikan pada tikus percobaan. Setelah tiga bulan, peneliti melakukan pengujian terhadap beberapa fungsi organ dan hasilnya ditemukan beberapa keganjilan pada bagian liver dan ginjal.
“Secara statistik kami menemukan bahwa tikus yang diberi strain produk GMO mengalami gejala kerusakan pada bagian ginjal dan hati. Terdapat ketidaknormalan konsentrasi hormon pada darah dan urin tikus,” kata Dr Seralini. Semakin tinggi konsentrasi hormon tersebut diduga semakin besar pula risiko kerusakan organ liver dan ginjal. Hasil studi ini dilaporkan dalam the International Journal of Microbiology.
Meski demikian, menurut Dr Seralini studi lebih lanjut masih harus terus dilakukan dan dibuktikan pada manusia.Tanaman transgenik biasanya dimodifikasi atau disisipkan gen tertentu dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat yang diinginkan seperti meningkatkan resistensi terhadap pestisida, hama, kekeringan.
Tanaman yang dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika pun dapat diproduksi dalam waktu yang singkat, sehingga produktivitasnya menjadi lebih baik. (fah/ir)

Perlu Evaluasi Menyeluruh : Antara Pemenuhan Kebutuhan Pangan Dengan Keamanan Pangan

Sumber: Berita Iptek Topik: Pangan   Tags: Perlindungan Konsumen
Bapak yang akrab disapa dengan panggilan “Pak Anton” oleh para mahasiswanya, menyitir sebuah ayat Al Quran: 
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya” (QS. Al Maidah (5) : 88). 
Berdasarkan ayat ini, ahli pangan dari Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (TPG) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor ini melanjutkan, bahwa pernyataan “halal dan thoyib” dalam Al Qur’an selalu bergandengan dan merupakan satu kesatuan : halal dari segi syari’ah dan thayib (baik) dari segi kesehatan, gizi, estetika dan lainnya.Hal ini baru disadari belakangan ini, sementara pada masa-masa lalu dipahami secara terpisah. 
Auditor di LP_POM MUI Pusat ini melanjutkan, bahwa segala sesuatu yang halal pasti thoyib (baik). Kenapa demikian? Sebab ketika Allah memerintahkan yang halal sudah dapat dipastikan bahwa hal tersebut thoyib (baik), meskipun ada pengecualian bahwa yang halal bagi masyarakat secara umum tetapi tidak thoyib bagi orang-orang tertentu, contohnya yaitu alergi dan mempunyai makanan pantangan (misalkan atas perintah dokter demi kesembuhan seorang pasien, Pen.).Akan tetapi segala sesuatu yang thoyib (baik) belum tentu halal sebab thoyib (baik) hanya dilihat dari pandangan manusia.Dalam hal ini misalnya daging babi yang banyak dikonsumsi sebagian masyarakat, yang setelah dikaji ternyata mudhorot-nya (kerugiannya) lebih besar daripada maslahat (manfaat).Berkaitan dengan hal tersebut, yang harus lebih kita yakini bahwa apa yang diperintahkan oleh Allah pasti benar, hanya manusia yang terkadang masih tidak menuruti. 
Kemudian berikutnya yang harus kita pahami adalah segala sesuatu yang tidak thoyib (baik) maka tidak halal. Tidak thoyib (baik) disini berarti dapat membahayakan kehidupan manusia (banyak mengandung hal-hal yang mudhorot) oleh karena itu menjadi tidak halal. Berangkat dari sini kita dapat menilai makanan-makanan yang beredar termasuk produk pangan transgenik. 
Produk Pangan Transgenik (GMF, Genetically Modified Food) 
Pak Anton menjelaskan lebih lanjut bahwa pembicaraan yang lebih dalam mengenai produk pangan transgenik atau GMF dimulai dari adanya keterbatasan lahan tanaman pangan, yang pada tahap berikutnya membutuhkan teknologi untuk meningkatkan produksi. Kemudian muncul permasalahan mengenai aman dan tidak amannya aplikasi bioteknologi (baca : pangan transgenik, Pen.) untuk peningkatan hasil produksi. Contoh yang paling kongkrit adalah sejauhmana pangan GMF aman bagi manusia masih terjadi debatable (pro dan kontra).Orang-orang yang berpendapat mengenai produk GMF dikatakan aman mempunyai alasan bahwa selama pengujian belum pernah ditemui indikasi ketidakamanan dan belum ada bukti nyata untuk menjustifikasi bahwa produk tersebut tidak aman.Sedangkan orang-orang yang mengatakan bahwa GMF tidak aman didasarkan pada asumsi bahwa jika terjadi perubahan secara sengaja pada genom makhluk hidup dengan menambah, mengurangi dan/atau mengubah susunan asli genom dengan menggunakan teknik DNA rekombinan, maka akan menimbulkan dampak negatif. 
Monopoli 
Dalam tinjauan ilmiah, memang masih banyak sekali pertanyaan mengenai keamanan pangan dari GMF.Akan tetapi selain aspek keamanan pangan, ada juga aspek monopoli (benih).Untuk hal tersebut, maka harus dihadapi dengan politik (kebijakan, Pen.) pemerintah.Ini juga sekaligus menunjukkan kelemahan sistem kapitalisme dimana yang kuat akan berkuasa (kekuatan modal, kekuasaan, dan lain-lain), yang berarti penjajahan oleh sekelompok orang pada akhirnya, sementara yang lemah bersiaplah untuk dijajah. 
Saran : Prioritas, Etika dan Perlindungan Konsumen 
Masalah ini sebenarnya dapat diatasi melalui evaluasi yang dilakukan secara holistik dan seimbang mengenai aspek kebutuhan pangan dan aspek keamanan pangan. Pak Anton menyarankan, berangkat saja dari hal-hal yang menjadi prioritas utama, dan itu sudah jelas masalahnya ada di depan mata.Sebagai contoh, kasus-kasus makanan yang sekarang sedang merebak, seperti penjualan ayam bangkai, daging celeng, kerupuk yang diberi pewarna tekstil, jajanan anak-anak sekolah yang diberi pewarna dan pemanis buatan.Itulah, kata beliau, yang mesti diperhatikan, ketimbang ikut berlebihan menyoroti hal-hal yang masih debatable. 
Berikutnya adalah masalah etika.Kalau mau jujur, tidak semua teknik dikuasai oleh manusia.Oleh karena itu manusia tidak boleh takabur karena merasa mampu mengontrol segalanya karena masih banyak yang belum diketahui.Diperlukan adanya sikap tawazun (seimbang, Pen.) antara prinsip kehati-hatian dengan upaya pemenuhan kebutuhan.Memang dalam hal ini masih merupakan sebuah dilema karena prinsip kehati-hatian terkadang terbentur dengan adanya kebutuhan yang cukup mendesak.Misalkan saja, aplikasi dari prinsip kehati-hatian ini diterapkan melalui pre-cautionary messages dengan cara labeling. 
Kemudian muncul permasalahan tentang bagaimana cara agar konsumen terlindungi dari produk-produk GMF yang masih belum jelas tersebut?.Auditor LPPOM MUI Pusat dan pengelola Yayasan Halalan Thayyibah Bogor ini menyatakan bahwa harus ada upaya yang dilakukan terutama oleh pihak perguruan tinggi yaitu melalui pemberian input untuk pengambilan keputusan, serta, tentu saja, peranan penting dari pemerintah sebagai pengambil keputusan/kebijakan.Karena disini yang perlu diketahui ialah tidak semua konsumen itu cerdas dan tahu.Kebanyakan mereka masih sangat awam meskipun ada kepedulian, mereka tidak tahu bahwa apa yang dimakan mengandung komponen yang tidak halal dan thayib sehingga akhirnya mereka sendirilah yang menjadi korban.Nah, dengan adanya informasi dari ilmuwan maupun penanganan yang sungguh-sungguh, efektif dan efisien dari pemerintah, masyarakat menjadi tercerahkan, terjaga dan terselamatkan.Sementara bagi konsumen sendiri, harus dikembangkan sikap waspada (bahwa tidak semua makanan halal dan thayib), selalu berupaya meningkatkan pengetahuan tentang makanan agar bisa memilih yang tepat dan menumbuhkan sikap penyeleksian bahan makanan (terkait dengan prinsip kehalalan, yang jika dilanggar akan berakibat buruk di akhirat). 
Bagi pihak produsen, agar mengembangkan etika dalam aktifitas produksinya. Mengembangkan etika kejujuran dan bertanggung jawab, bahwa apa yang mereka produksi akan dikonsumsi oleh sekian banyak konsumen dan sangat terkait dengan kehidupan keberagamaan masyarakat.
Tanaman transgenik menjanjikan potensi keuntungan bagi pelaku agribisnis, namun di sisi lain memberikan gambaran suram bagi pemerhati lingkungan karena ternyata ada bahaya ekologis yang patut menjadi perhatian semua pihak.

Yang dimaksud dengan tanaman transgenik adalah tanaman hasil rekayasa genetika dengan upaya pemanfaatan bioteknologi. Dengan demikian, tanaman transgenik mengandung gen (pembawa sifat tanaman) yang berasal dari luar tanaman yang secara sengaja dan terencana dipindahkan dengan teknologi canggih tersebut. Gen yang dipindah- kan bisa berasal dari binatang, tanaman atau tumbuhan, bakteri, virus dan lain-lain.

Hingga saat ini gen yang dianggap dapat memperbaiki sifat tanaman yang diinginkan sudah berhasil dipindahkan (genetic modified and transferred) dan menghasilkan tanaman baru yang lebih baik.

Pemanfaatan tanaman transgenik merupakan sebuah peluang karena dapat meningkatkan produksi tanaman pangan.

Dengan demikian pemanfaatan tanaman transgenik berupa faktor pengungkit (leverage) pada peningkatan produksi tanaman yang cenderung melandai atau leveling off. Namun di sisi lain ada pro kontra terhadap pemakaian tanaman transgenik ini. Pro kontra terjadi pada aspek keamanan dan mutu pangan transgenik dan pada aspek kelestarian lingkungan mengingat adanya bahaya ekologis dan ancaman keamanan pangan yang membahayakan kesehatan manusia atau binatang yang mengonsumsi makanan yang berasal dari tanaman transgenik.

Perkembangan

Kecepatan memproduksi tanaman transgenik di dunia sangat signifikan. Perkembangan dapat digambarkan oleh negara Amerika Serikat yang pada tahun 2000 baru menghasilkan 24 jenis, dan tahun 2003 sudah lebih dari 30 jenis tanaman transgenik yang dipasarkan. Di seluruh dunia pada tahun 2002 ada empat tanaman transgenik utama yang berkembang pesat, yaitu kedelai mencakup 36% dari 72 juta ha pertanaman; tanaman kapas meliputi 36% dari 34 juta ha, tanaman kanola meliputi 11% dari 25 juta ha dan jagung meliputi 7% dari 140 juta ha.

Berdasarkan total areal tanam transgenik di dunia, tanaman kedelai menduduki tempat pertama dengan mencapai areal 25,8 juta hektare, diikuti dengan jagung Bt yang tahan ulat penggeret, kemudian kanola yang tahan herbisida, dan jagung yang tahan herbisida, kapas yang tahan herbisida dan kemudian kapas Bt yang tahan hama penggerek serta tahan herbisida.

Mulai tahun 1996 tanaman transgenik mewarnai perdagangan pangan internasional. Pangsa pasar tanaman transgenik yang praktis nol pada tahun 1996, karena baru direkayasa, dua tahun kemudian telah berhasil menguasai pasar 30% untuk tanaman utama (jagung, kedelai dan kapas) di Amerika Serikat. Nilai perdagangan benih transgenik meningkat 3.000% di seluruh dunia dalam lima tahun terakhir. Sebanyak dua belas negara di dunia telah mengadopsi tanaman transgenik untuk ditanam dalam skala komersil yaitu Amerika Serikat, Argentina, Kanada, Cina, Australia, Afrika Selatan, Meksiko, Spanyol, Prancis, Portugal, Rumania dan Ukraina. Sementara itu Brasil dan India telah melakukan perdagangan tanaman transgenik mulai tahun 2002 yang diikuti oleh Malaysia dan Filipina. Di Indonesia tanaman transgenik sudah mulai diperkenalkan kepada petani, yaitu tanaman kapas transgenik, walaupun masih dalam skala pengkajian.

Jika kecenderungan peningkatan luas budidaya tanaman transgenik tidak berubah, diperkirakan sekitar lima tahun ke depan 60% perdagangan pangan utama di dunia adalah hasil dari tanaman transgenik. Bioteknologi sudah berhasil pula diterapkan untuk tanaman utama di dunia, yaitu padi dan gandum. Saat ini telah memasuki tahapan pengembangan dan dua tahun ke depan kemungkinan akan memasuki tahap komersialisasi.

Tanaman transgenik menjanjikan potensi keuntungan bagi pelaku agribisnis, namun di sisi lain memberikan gambaran suram bagi pemerhati lingkungan karena ternyata ada bahaya ekologis yang patut menjadi perhatian semua pihak.

Beberapa risiko ekologis tanaman transgenik antara lain: Pertama, saat penyebaran benih transgenik akan terjadi transfer gen horizontal melalui penyerbukan (polinasi) yang tidak dapat terkontrol, misalnya benih dimakan burung, serbuksari terbawa angin atau tanpa sengaja benih terbawa alat transportasi yang lintas negara. Hal ini akan menimbulkan kontaminasi genetik yang tidak dapat terkendali.

Kedua, penggunaan tanaman dapat menimbulkan risiko guncangan ekologis akibat ketidakseimbangan antara musuh alami (predator) dengan hama tanaman. Hal ini sangat besar kemungkinannya untuk terjadi karena penggunaan tanaman transgenik sangat mempengaruhi tritrophic system yaitu tanaman transgenik sebagai tanaman yang resisten hama (contoh jagung Bt, kapas Bt), insekta pengganggu (hama tanaman) sebagai second trophic level, dan parasit atau predator sebagai third trophic level. Sistem alamiah ini akan pasti terganggu akibat pemakaian tanaman transgenik secara besar-besaran. Interaksi dari ketiga subsistem itu akan beragam, dapat menguntungkan, merugikan, atau netral.

Penelitian mengenai hal ini diperlukan agar perdebatan mengenai dampak tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa pengaruh Bt-transgenik menyebabkan penurunan populasi hama dan juga penurunan populasi musuh hama (predator). Namun demikian diberitakan bahwa penanaman kapas Bt dalam skala penelitian terbukti menurunkan sedikit populasi insekta yang berguna karena musuh alami tersebut masih memperoleh makanan dari tanaman yang tidak ditanami kapas Bt-transgenik. Pengaruhnya akan nyata apabila sudah dikembangkan dalam skala komersial.

Negara yang melakukan penanaman komersial dari tanaman transgenik biasanya melakukan analisa keamanan pangan termasuk konsekuensi langsung (kajian nutrisi, efek alergi dan keracunan) atau tidak langsung (efek baru yang tidak dinginkan dari transfer gen itu serta pengaruhnya terhadap metabolisme tanaman). Sekarang telah dikembangkan suatu solusi yang baik dengan cara pendekatan substantial equivalence yaitu membandingkan pangan transgenik dengan tanaman pangan konvensionalnya.

Apabila keduanya sama-sama memiliki status nutrisi yang sama (walaupun tidak identik sama) serta sama-sama tidak memiliki pengaruh negatif terhadap kesehatan maka pangan transgenik tersebut aman dikonsumsi. Ini yang perlu dilakukan secara lebih intensif, bukan hanya melakukan uji laboratorium terhadap produk olahan yang ada di pasar untuk diteliti apakah produk olahan itu mengandung tanaman transgenik atau tidak.

Kekhawatiran terhadap risiko tanaman transgenik ini perlu mendapat perhatian serius, karena sebagai produk teknologi baru, risiko jangka panjangnya belum diketahui. Para ilmuwan tidak dapat mengatakan secara pasti bahwa suatu produk 100% aman karena sekecil apa pun risiko akan tetap ada.

Analisis risiko lingkungan untuk memantapkan adopsi terhadap tanaman transgenik perlu dilakukan. Sebagai contoh, analisa ini dilakukan untuk mengkaji dampak penanaman kapas transgenik (kapas transgenik Bollgard produksi Monsanto) yang diuji-coba pengembangannya di Sulawesi Selatan. Hasil kajian perguruan tinggi di Indonesia (antara lain Universitas Gadjah Mada dan Universitas Hasanuddin) menghasilkan analisa risiko lingkungan sebagai berikut: Pertama, analisis mikrobiologi, fisiologi dan genetika molekular untuk mengetahui pengaruh kapas Bollgard terhadap mikroorganisme dan sejumlah biota tanah menunjukkan bahwa pengaruh kapas Bollgard tidak berbeda dengan kapas biasa (non Bt).

Kedua, analisis ketahanan terhadap antibiotik dan genetika molekular menunjukkan bahwa frekuensi transfer gen dari daun kapas Bollgard pada bakteri tanah Aconetobacter calcoaceticus ADP1 tidak dapat dideteksi dalam percobaan tersebut. Ketiga, penelitian terhadap jumlah kelimpahan jenis dan populasi arthropoda bukan sasaran pada kapas Bollgard relatif sama dengan kapas nontransgenik.

Keempat, resistensi hama Helicoverpa armigera terhadap kapas Bollgard belum terlihat secara nyata pada tahun 2001 dan ini sebagai dasar acuan pendeteksian dini resistensi seterusnya.

Pemerintah telah mengambil sikap pro dengan penuh kehati-hatian dalam pengembangan tanaman transgenik di Indonesia. Tanaman transgenik yang akan dilepas di Indonesia hendaknya telah secara teruji melalui penelitian dan pengembangan yang baik, terencana, dan berkelanjutan.

Kehati-hatian perlu diterapkan dengan sangat baik karena di balik peluang ada risiko. Pengambilan keputusan untuk mengembangkan tanaman transgenik di berbagai daerah perlu dilakukan melalui proses penelitian dan pengembangan yang terpadu antara pemerintah, perguruan tinggi, pelaku bisnis, LSM, swasta, dan masyarakat.

Langkah-langkah untuk mendukung posisi tersebut adalah mengembangkan aspek legal (peraturan perundangan yang berlaku), mengembangkan kelembagaan pangan dan stake-holders pendukungnya, mengembangkan fasilitas peralatan, penelitian dan pengembangan, dan melakukan upaya pencerahan masyarakat (public awareness).



No comments:

Post a Comment