Kata Pengantar
Kami selaku penulis mengucapkan rasa puji dan
syukur kepada Allah swt. karena telah
diberikan limpahan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam selalu kami limpahkan kepada Nabi besar Muhammad saw.
Makalah ini kami ajukan dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Pengembangan Profesi Keguruan. Makalah ini diberi judul “Guru dalam
Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah ”
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurlena
Rifa'i, MA., Ph.D atas bimbingannya dalam penulisan makalah ini,
dan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penulisan makalah ini.
Kami sadar makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 7 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dewasa
ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan. Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dala
masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral
lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada
taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal
sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan
peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalu peningkatan
intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para
pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan, karena pendidikan memiliki peran
penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi
mental. Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang dapat
menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik
menjadi baik. Ki Hajar Dewantara dengan tegas menyatakan bahwa “pendidikan
merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect), dan
tubuh anak. Jadi jelaslah, pendidikan merupakan wahana utama untuk
menumbuhkembangkan karakter yang baik melalui proses pembelajaran. Di sinilah
pentingnya pendidikan karakter.[1]
Semua
orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
belajar di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta
didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul
karena manusia adalah makhluk yang lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa
membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Semua itu
menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya,
demikian peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada
saat itu ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara
optimal.
Keberadaan
sebagai figur sentral dalam pendidikan telah menempatkan guru sebagai sosok
yang paling penting dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah. Guru
adalah orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar, mempunyai
ruang untuk dikondisikan dan diarahkan, yaitu kelas temapat ia dan
murid-muridnya berinteraksi. Meski sekarang ini muncul acuan-acuan pengajaran
yang harus diikuti untuk memandu proses pembelajaran, namun wewenang dan
otoritas guru di dalam kelas masih sangat besar. Keberadaan otoritas inilah
yang menjadi penentu arah perkembangan karakter peserta didik.[2]
Menurut
Gunawan (2012), bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan
guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk
watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara
guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan
berbagai hal terkait lainnya.[3]
Tulisan ini akan
memaparkan mengenai peran guru dalam pembelajaran sebagai acuan untuk memahami
sebuah profesi kependidikan dalam mengembangkan nilai dan karakter peserta
didik di sekolah.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dan tujuan dari pendidikan karakter?
2. Bagaimana
peran guru dalam pendidikan karakter?
3. Bagaimana
integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran?
4. Bagaimana
strategi guru dalam pengembangan pendidikan karakter?
5. Bagaimana
penilaian dalam pendidikan karakter?
6. Bagaimana bentuk komitmen guru dalam
implementasi pendidikan karakter?
1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Pengembangan Profesi Keguruan yang diampu oleh Nurlena
Rifa’i MA., Ph.D. Selain itu tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu:
1.
Menguraikan pengertian dan tujuan dari pendidikan
karakter
2.
Menguraikan peran guru dalam pendidikan karakter
3.
Menguraikan integrasi pendidikan karakter dan strategi
guru dalam pembelajaran
4.
Menjelaskan bentuk komitmen guru dalam implementasi
pendidikan karakter
1.4.Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi kewajiban dalam tugas
perkuliahan serta untuk lebih mendalami pembahasan materi tentang guru
dalam pengeembangan pendidikan karakter di sekolah/madrasah.
1.5. Metodologi Penulisan
Penulisan
makalah ini menggunakan metode kepustakaan, yakni mendapatkan sumber informasi
yang berasal dari media cetak berupa buku dan dari jurnal serta sumber lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut
Sudrajat (2008), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh
warga dan lingkungan sekolah.[4]
Hal
ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai
secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan
nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di
sekolah perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta
perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan
disekolah.
2.2. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan
Karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan
di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi
lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap
mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Menurut
Ramli dalam Gunawan (2012), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga
negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum
adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter
dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda.[5]
Pendidikan
karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral
universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut
sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti,
apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli
psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan
ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun,
kasih sayang, peduli, kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang
menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta
damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
manusia terdiri dari; dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli,
jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin,
visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di
sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang
bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi,
dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Secara
operasional, tujuan pendidikan karakter di sekolah adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan
dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu
sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan. Pendidikan karakter memfasilitasi penguatan dan
pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik
ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (lulus sekolah).
2. Mengoreksi
perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang
dikembangkan oleh sekolah.
3. Membangun
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dengan memerankan tanggung
jawab karakter bersama. [6]
2.3. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter
Guru
adalah pendidik professional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik atau
siswa. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan karakter, guru menjadi ujung
tombak keberhasilan tersebut.
Guru
sebagai sosok yang digugu dan ditiru, mempunyai peran penting dalam aplikasi
pendidikan karakter di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai seorang
pendidik, guru menjadi sosok figur dalam pandangan anak, guru akan menjadi
patokan bagi sikap anak didik. Dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
diamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik.
Kompetensi kepribadian tersebut menggambarkan sifat pribadi diri seorang guru.
Satu yang penting dimiliki oleh seorang guru dalam rangka pengembangan karakter
anak didik adalah harus mempunyai kepriadian yang baik dan terintegrasi dan
mempunyai mental yang sehat.
Profesi
guru mempunyai 2 (dua) tugas penting, yaitu mengajar dan mendidik. Kedua tugas
tersebut selalu mengiringi langkah sang guru baik pada saat menjalankan tugas
maupun di luar tugas (mengajar). Mengajar adalah tugas membantu dan melatih
anak didik dalam memahami sesuatu dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan
mendidik adalah mendorong dan membimbing anak didik agar maju menuju kedewasaan
secara utuh. Kedewasaan yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional,
sosial, fisik, seni spiritual dan moral.
Peran
diartikan sebagai perangkat tingkah atau sikap yang diharapkan dimiliki oleh
orang yang berkedudukan di masyarakat.[7]
Sehubungan dengan peran
sebagai pembimbing seorang guru harus:
1. Mengumpulkan data
tentang siswa.
2. Mengamati tingkah laku
siswadalam situasi sehari-hari.
3. Mengenal para siswa
yang memerlukan bentuan khusus.
4.
Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu
maupun secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan
anak.
5. Bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga
lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa.
6. Membuat catatan
pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik.
7. Menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu.
8.
Bekerja sama dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan
masalah siswa.
9. Menyusun program
bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya.
10. Meneliti kemajuan
siswa, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2.4. Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Masnur
Muslich menjelaskan bahwa pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat.[8]
Kegiatan
ekstrakulikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah juga merupakan salah
satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu
akademik peserta didik. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan
prestasi peserta didik.
Paul
Suparno (Zubaedi, 2011: 243-245) mengungkapkan ada empat cara penyampaian yang
disebut dengan penyampaian pendidikan karakter disekolah, yaitu
1. Sebagai
mata pelajaran tersendiri: model pendekatan ini dianggap sebagai mata pelajaran
tersendiri yang memiliki kedudukan yang sama dan diperlakukan sama seperti
pelajaran atau bidang studi lain.
2. Terintegrasi
dalam semua bidang studi: Pendekatan ini dalam penyampaiannya secara
terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, dipilih materi pendidikan karakter
yang sesuai dengan tema atau pokok bahasan bidang studi.
3. Di
luar pengajaran: penguatan nilai dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan
dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan yang memiliki nilai-nilai karakter.
Model ini tidak terstruktur dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di
sekolah.
4. Model
gabungan: menggunakan gabungan antara model terintegrasi dan model di luar
pelajaran. Penanaman nilai pengajaran formal terintegrasi bersamaan dengan
kegiatan di luar pelajaran.[9]
Merespons
sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti
(pendidikan karakter), terutama melalui dua mata pelajaran Pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan, telah diupayakan inovasi pendidikan karakter.
Inovasi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan
karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi
yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata
pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi
dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas
untuk semua mata pelajaran.
2. Pendidikan
karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta
didik.
3. Selain
itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan
di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah (Dit. PSMP Kemdiknas,2010).
Dari ketiga bentuk inovasi di atas, yang paling
penting dan langsung bersentuhan dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari
adalah pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses pembelajaran.
Pengintegrasian pendidikan karakter melalui proses pembelajaran semua mata
pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu model yang banyak diterapkan.
Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pendidik karakter (character educator). Semua mata
pelajaran juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para
peserta didik.[10] Di
samping model ini, ada juga model lain dalam pendidikan karakter di sekolah,
seperti model subject matter dalam bentuk mata pelajaran
sendiri, yakni menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajatan tersendiri
sehingga memerlukan adanya rumusan tersendiri mengenai standar isi, standar
kompetensi dan kompetensi dasar, silabus, RPP, bahan ajar, strategi
pembelajaran, dan penilaiannya di sekolah. Model ini tidak mudah diterapkan dan
akan menambah beban peserta didik yang sudah diberi sekian banyak mata
pelajaran. Karena itulah, model integrasi pendidikan karakter dalam mata
pelajaran dinilai lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan model subject matter.
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran
di sekolah dilaksanakan
mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua
mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.
¨ Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan yang mula-mula
dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan
RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan
untuk mengidentifikasi nilainilai karakter yang secara substansi dapat
diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi
nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang
dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan.
Guru dituntut lebih cermat dalam
memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran. Secara
praktis, pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang
telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat
di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang
paling kanan. Pada kolom tersebut, diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak
diintegrasikan dalam pembelajaran.
Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya
terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi
dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui
kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian,
diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap karakter yang
hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, karena akan menentukan nilai-nilai karakter apa
yang akan ditargetkan dalam proses pembelajaran. Sebagaimana langkah-langkah
pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang
terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi RPP yang
telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Rumusan
tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang
telah ada direvisi hingga satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya
mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif
(karakter); dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk
karakter.
2. Pendekatan/metode
pembelajaran diubah (disesuaikan) agar pendekatan/ metode yang dipilih selain
memfasilitasi peserta didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang
ditargetkan, juga mengembangkan karakter.
3. Langkah-langkah
pembelajaran juga direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap
langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau
ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan
memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
ditargetkan dan mengembangkan karakter.
Prinsip-prinsip
pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning),
pembelajaran kooperatif (Cooperatif
Learning), dan pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/ Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk mengembangkan
karakter peserta didik.
4. Bagian
penilaian direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/ atau menambah
teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknikteknik penilaian dipilih
sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta
didik dalam kompetensi dan karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang
dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan karakter adalah observasi,
Penilaian kinerja, penilaian antarteman, dan penilaian diri sendiri. Nilai
karakter sebaiknya tidak dinyatakan secara kuantitatif, tetapi secara
kualitatif, misalnya seperti berikut.
a. BT: Belum Terlihat, apabila peserta
didik belum memperlihatkan anda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan
dalam indikator.
b. MT: Mulai Terlihat, apabila peserta
didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku/karakter yang
dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten.
c. MB: Mulai Berkembang, apabila peserta
didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan
dalam indikator dan mulai konsisten.
d. MK: Menjadi Kebiasaan atau membudaya,
apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter yang dinyatakan
dalam indikator secara konsisten (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Bahan
ajar disiapkan. Bahan ajar yang biasanya diambil dari buku ajar (buku teks)
perlu disiapkan dengan merevisi atau menambah nilai-nilai karakter ke dalam
pembahasan materi yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama ini meskipun
telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan buku ajar, yaitu kelayakan isi,
penyajian, bahasa, dan grafika, akan tetapi materinya masih belum secara
memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar
mengikuti atau melaksanakan pembelajaran dengan berpatokan pada
kegiatan-kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan karakter
secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan dengan apa yang telah
dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan karakter, bahan ajar
perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin dilaksanakan oleh guru adalah
dengan cara menambah kegiatan
pembelajaran yang sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya dengan mengadaptasi atau mengubah kegiatan belajar pada buku
ajar yang dipakai. Selain itu, adaptasi dapat dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya.
¨ Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran dari tahapan kegiatan
pendahuluan, inti, dan penutup dipilih
dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan
di depan, prinsip-prinsip Contextual
Teaching and Learning disarankan diaplikasikan
pada semua tahapan pembelajaran
karena prinsip-prinsip
pembelajaran tersebut sekaligus dapat
memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai
karakter pada peserta didik.
Selain itu, perilaku guru sepanjang proses
pembelajaran harus merupakan model
pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
Dalam
pembelajaran ini guru harus merancang langkah-langkah pembelajaran yang
memfasilitasi peserta didik aktif dalam proses mulai dari pendahuluan, inti,
hingga penutup. Guru dituntut untuk menguasai berbagai metode, model, atau
strategi pembelajaran aktif sehingga langkah- langkah pembelajaran dengan mudah
disusun dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti
ini, guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi
(penilaian) terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta
didiknya.
¨ Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi
atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan.
Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar.
Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga
pencapaian afektif dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan
pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian
kognitifnya. Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benar dan objektif,
guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian yang benar sesuai dengan standar
penilaian yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah
(Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat
dipedomani oleh guru dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas
RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam standar ini
banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian,
termauk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya
membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk
menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian
pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya
skala Likert).
2.5. Strategi dan Metode Pengembangan
Pendidikan Karakter
Muchlas
Samani mengungkapkan bahwa strategi dapat dimaknai dalam kaitannya dengan
kurikulum, model tokoh, serta metodologi. Strategi dalam kaitannya dengan
kurikulum, strategi yang umum digunakan oleh sekolah-sekolah yaitu
mengintegrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar, artinya tidak membuat
kurikulum pendidikan karekter tersendiri. Kemudian, kaitannya dengan model
tokoh yaitu bahwa seluruh tenaga pendidik, seperti kepala sekolah, seluruh
guru, dan seluruh Bimbingan dan Konseling, serta tenaga administrasi di sekolah
harus mampu menjadi model teladan yang baik.
Strategi
dalam kaitannya dengan metodologi, strategi yang umum yang dilakukan dalam
mengupaya pengembangankan pendidikan karakter antara lain adalah pemanduan (cheerleading), pujian dan hadiah (praise-and-reward), definisikan dan
latihkan (define-and-drill),
penegakan disiplin (forced-formality),
dan perangai bulan ini (traith of the
month).
Strategi
pemanduan yaitu setiap bulan, sekolah menempelkan poster-poster, spanduk, dan tag lines tentang berbagai nilai
kebajikan yang selalu berganti-ganti berupa slogan atau motto tentang karakter
atau nilai. Kemudian strategi pujian dan hadiah, strategi ini berlandaskan pada
pemikiran yang positif (postive
thinking), dan menerapkan penguatan positif (positive reinforcement) dengan menunjuk bahwa siswa sebagai
orang yang terpilih dalam berbuat baik. Strategi ini tidak dapat berlangsung
lama, karena sesuai perkembangan anak yang secara tidak tulus berbuat baik
semata-mata ingin mendapatkan pujian dan hadiah.
Strategi
definisikan dan latihkan, dimana siswa diminta untuk mengingat-ingat
nilai-nilai kebaikan dan mendefinisikannya sesuai tahap perkembangan
kognitifnya dan terkait dengan keputusan moralnya. Kemudian strategi penegakkan
disiplin, pada prinsipnya sekolah ingin menegakkan disiplin dan melakukan
pembiasaan kepada siswa untuk secara rutin melakukan sesuatu yang bernilai
moral, misalnya kebiasaan salam, kantin kejujuran, semutlis, berbaris satu-satu
saat masuk kelas, dll. Strategi traith
of the month pada hakikatnya hampir sama dengan strategi pemanduan,
dengan menggunakan poster dan lainnya. Namun juga strategi perangai bulan ini
juga menggunakan kepelatihan, penyampaian guru dalam kelas, atau menggunakan
segala sesuatu yang terkait dengan pendidikan karakter. Pengembangan pendidikan
karakter di sekolah dasar pada umumnya melalui transformasi budaya sekolah (school culture) dan habituasi melalui
kegiatan ekstrakurikuler.
Sementara
itu dalam kegiatan ekstrakurikuler apa saja yang diadakan sekolah, bergantung
kekhasan jenis dan tujuan kegiatan ekstra kurikuler tersebut, selalu ada nilai
yang dikembangkan. Dalam kegiatan olahraga maka adanya nilai sportivitas,
mengikuti aturan main, kerja sama, keberanian, dan kekompakkan selalu muncul.
Seperti halnya kegiatan pramuka juga juga dapat mengembangkan nilai-nilai
karakter melalui kegiatan luar ruang (outdoor
activity), kegiatan dalam ruang (indoor
activity), serta bernyanyi dan bertepuk tangan.
Pusat
Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (Muchlas Samani, 2011: 145-146)
menyarankan empat hal upaya pengembangan pendidikan karakter dalam kaitannya
pengembangan diri, yaitu
1. Kegiatan
rutin merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus menerus
dan konsisten setiap saat, misalnya upacara bendera setiap hari senin, piket
kelas, shalat berjamaah, berdoa sebelum dan setelah pelajaran, dan sebagainya.
2. Kegiatan
spontan bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu keadaan tertentu, misalnya
mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi teman sakit atau
sedang yang tertimpa musibah, dan lain-lain.
3. Keteladanan
adalah timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku dan
sikap guru dan tenaga kependidikan di sekolah, misalnya kerapian pakaian yang
dikenakan, kedisiplinan, tertib dan teratur, saling peduli dan kasih sayang,
dan sebagainya
4. Pengkondisian,
menciptakan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya
kondisi tata ruang yang rapi, kondisi toilet yang bersih, disediakan tempat
sampah, halaman sekolah yang rindang.
Strategi
pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan
dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi
dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan
pendidikan.
Kegiatan
pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat
menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang
membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan
begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil
yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada
tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).
Dalam pendidikan karakter menuju terbentuknya akhlak mulia dalam diri
setiap siswa ada tiga tahapan strategi yang harus dilalui, diantaranya:
1.
Moral
Knowing/ Learning to know, Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam
pendidikan katrakter. Tujuan diorientasikan pada penguasaan pengetahuan tentang
nilai-nilai. Siswa harus mampu: membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak
tercela serta niali-nilai universal, memahami secara logis dan rasional ( bukan
secara dogmatis dan doktriner ) pentingnya akhlak mulia dan bahaya akhlak
tercela dalam kehidupan, mengenal sosok nabi Muhammad SAW sebagai figur teladan
akhlak mulia melalui hadits-hadits dan sunahnya.
2.
Moral
Loving/ Moral Feeling, Belajar mencintai dan melayani orang lain. Belajar
mencintai dengan cinta tanpa syarat. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
rasa cinta dan rasa butuh terhadap nialai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini
yang menjadi sasaran gurur adalah dimensi emosional siswa, hati, atau jiwa.
Bukan lagi akal, rasio dan logika. Guru menyentuh emosi siswa sehingga tumbuh
kesadaran, keinginan dan kebutuhan dalam diri siswa. Untuk mencapai tahapan ini
guru bisa memasukinya dengan kisah-kisah yang menyentuh hati, modelling, atau kontemplasi. Melalui
tahap ini pun siswa diharapkan mampu menilai diri sssendiri (muhasabah),
semakin tahu kekurangan-kekurangannya.
3.
Moral
Doing/ Learning to do, Inilah puncak keberhasilan mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam, siswa mempraktikkan nilai-nilai akhlak mulia itu dam perilakunya
sehari hari. Siswa menjadi semakin sopan, ramah, hormat, penyayang, jujur,
disiplin, cinta, kasih dan sayang, adil serta murah hati dan seterusnya. Selama
perubahan akhlak belum terlihat dalam perlaku anak walaupun sedikit, selama itu
pula kita memliki setumpuk pertanyaan yang harus selalu dicari jawabannya.
Contoh atau teladan adalah guru yang paling baik dalam menanamkan nilai. Siapa
kita dan apa yang kita berikan. Tindakan selanjutnya adalah pembiasaan dan
pemotivasian.
2.6. Penilaian Karakter
Pada dasarnya, penilaian terhadap pendidikan
karakter dapat dilakukan terhadap kinerja pendidik, tenaga kependidikan, dan
peserta didik. Kinerja pendidik atau tenaga kependidikan dapat dilihat dari
berbagai hal terkait dengan dengan berbagai aturan yang melekat pada diri
pegawai, antara lain: (1) hasil kerja: kualitas kerja, kuantitas kerja,
ketepatan waktu penyelesaian kerja, kesesuaian dengan prosedur; (2) komitmen
kerja: inisiatif, kualitas kehadiran, kontribusi terhadap keberhasilan kerja,
kesediaan melaksanakan tugas dari pimpinan; (3) hubungan kerja: kerja sama,
integritas, pengendalian diri, kemampuan mengarahkan dan memberikan inspirasi
bagi orang lain.[11]
Kegiatan pendidik dan tenaga kependidikan yang
terkait dengan pendidikan karakter dapat dilihat dari portofolio atau catatan
harian. Portofolio atau catatan harian dapat disusun dengan berdasarkan pada
nilai-nilai yang dikembangkan, yakni: jujur, bertanggung jawab, cerdas,
kreatif, bersih dan sehat, peduli, serta gotong royong. Selain itu, kegiatan
mereka dalam pengembangan dan penerapan pendidikan karakter dapat juga
diobservasi. Observasi dapat dilakukan oleh atasan langsung atau pengawas
dengan bersumber pada niali-nilai tersebut untuk mengetahui apakah mereka sudah
melaksanakan hal itu atau tidak.[12]
Selain penilaian untuk pendidik dan tenaga
kependidikan, penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter juga dapat
ditujukan kepada peserta didik yang didasarkan pada beberapa indikator. Sebagai
contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan
“mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang
dilihat/diamati/ dipelajari/dirasakan” maka pendidik mengamati (melalui
berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili
perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara
lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh.[13]
Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja
memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman
sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman
sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat pendidik
berada di kelas atau di satuan pendidikan formal dan nonformal. Model catatan
anekdotal (catatan yang dibuat pendidik ketika melihat adanya perilaku yang
berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan pendidik. Selain
itu pendidik dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau
kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan
nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan
sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang
kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal
yang dapat mengundang konflik pada dirinya.[14]
Soekamto (Masnur Muslich, 2011: 79),
mengungkapkan bahwa nilai-nilai karakter yang perlu diajarkan pada anak,
meliputi kejujuran, loyalitas dan dapat diandalkan, hormat, cinta, ketidak
egoisan dan sensitifitas, baik hati dan pertemanan, keberanian, kedamaian,
mandiri dan potensial, disiplin diri, kesetiaan dan kemurnian, keadilan dan kasih
sayang. Selanjutnya, dalam kaitan pada Grand
Design pendidikan karakter Muchlas Samani (2011: 51) mengungkapkan bahwa
nilai-nilai utama yang akan dikembangkan dalam budaya satuan pendidikan formal
dan nonformal, yaitu jujur, tanggung jawab, cerdas, sehat dan bersih, peduli,
kreatif, dan gotong royong.
Senada dengan pendapat di atas Retno Listyarti
(2012: 5-8) menjabarkan 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas. 18 nilai-nilai tersebut adalah:
1.
Religius:
sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain. Religius adalah proses mengikat kembali atau bisa dikatakan dengan
tradisi, system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkunganya.
2. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis: cara berfikir, bersikap, dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air: cara berpikir, bertindak, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan polotik bangsa.
12. Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif: tindakan yang
memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang
lain.
14. Cinta Damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan oranglain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social, dan budaya), negara.
15. Gemar Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab: sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap
dirinya maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Penilaian pencapaian pendidikan karakter didasarkan pada indikator yang
sudah ditentukan. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester
dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa
yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui
berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili
perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara
lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa
tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan
yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada
yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.
Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di
kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat
adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat
digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan
suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik
dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan
bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan
kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.[15]
Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan
sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang
pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau
pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut
ini.
BT : Belum Terlihat
(apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang
dinyatakan dalam indikator).
MT : Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda
awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
MB : Mulai Berkembang
(apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang
dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).
MK : Membudaya (apabila
peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam
indikator secara konsisten) (Balitbang Puskur, 2010: 23-24).
2.1.Wujud Komitmen
Guru dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memang seharusnya dimulai dari dalam keluarga dan
di masyarakat, sesuai dengan pendapat Hamid Darmadi (2007: 132) bahwa “keluarga
dan masyarakat tidak boleh disepelekan
dan diabaikan kaitannya dengan pendidikan nilai dan moral anak”. Namun pendidikan karakter dalam keluarga memerlukan
kesadaran yang tinggi dari orang tua dalam membentuk keluarga yang berkarakter.
Sedangkan pendidikan karakter di sekolah merupakan kewajiban tugas guru yang
harus dilakukan dan ditanamkan pada siswa secara kontinue. Definisi guru diatur
dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (pasal 1 ayat 1). Peran guru
dalam pembelajaran di pendidikan formal, antara lain guru berperan sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan,
pribadi, peneliti, pendorong kreativitas,
pembangkit pandangan (Mulyasa, 2007: 37-52). Standar kualifikasi
akademik dan kompetensi guru tertuang dalam Permendiknas No.16 tahun 2007 bahwa
setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
yang berlaku secara nasional (pasal 1 ayat 1). Kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi
profesional.
Secara rinci masing-masing kompetensi, kompetensi profesional merupakan
kemampuan terhadap bidang studi yang menjadi keahliannya, antara lain menguasai
materi yang mendukung mata pelajaran yang diampu, menguasai standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu, dan seterusnya. Kompetensi
kepribadian merupakan kemampuan dan memiliki pribadi yang utuh dan stabil sebagai
pendidik, antara lain bertindak sesuai
norma hukum, agama, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, menampilkan diri
sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan seterusnya. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan menguasai
proses pembelajaran, antara lain menguasai karakteristik peserta didik,
menguasai prinsip pembelajaran dan menyelenggarakan pembelajaran, menyelenggarakan penilaian dan
evaluasi dan seterusnya. Kompetensi sosial merupakan kemampuan beradaptasi dan
berkomukasi secara efektif dengan masyarakat, antara lain bertindak obyektif,
serta tidak diskriminasi dan seterusnya.
Peran diartikan sebagai perangkat tingkah atau sikap yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sehubungan dengan peran
sebagai pembimbing seorang
guru
harus:
1)
Mengumpulkan
data tentang siswa.
2)
Mengamati
tingkah laku siswadalam situasi sehari-hari.
3)
Mengenal para
siswa yang memerlukan bentuan khusus.
4)
Mengadakan
pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu maupun
secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak.
5)
Bekerja sama
dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah
siswa.
6)
Membuat
catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik.
7)
Menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu.
8)
Bekerja sama
dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah
siswa.
9)
Menyusun
program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya.
10) Meneliti kemajuan siswa, baik di sekolah maupun di
luar sekolah (Wiyani, 2012).
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendidik,
mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi serta memberi
fasiltas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Menurut
Asmani (2011: 82) Peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah
antara lain:
a. Keteladanan
Tugas guru sebagai teladan adalah memberikan teladan yang baik, baik
itu masalah moral, etika atau akhlak dimanapun ia berada.
b. Inspirator
Seorang guru akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu membangkitkan
semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang dimiliki guna
meraih prestasi spetakuler bagi dirinya dan masyarakat. Kesuksesan guru akan
menginspirasi siswa. Dibutuhkan sosok-sosok guru inspirator untuk mengobarkan
semangat berprestasi di sekolah.
c. Motivator
Setelah menjadi inspirator, peran guru selanjutnya adalah motivator.
Salah satu usaha yang harus dilakukan oleh seorang guru agar apa yang dalam
tugasnya benar-benar dapat mencapai motivator bagi siswa ialah dengan mengajar
dengan cara menyenangkan, menimbulkan suasana yang menyenangkan, memberikan
hadiah atau hukuman, dan sebagainya.
d. Dinamisator
Untuk menjadi guru dinamisator harus mempunyai kemampuan yang sinergis
antara intelektual, emosional, dan spiritual sehingga mampu menahan setiap
serangan yang menghalangi. Kemampuan-kemampuan tersebut menjadikan guru sebagai
seorang dinamisator yang efektif dan produktif dalam melahirkan karya, baik
pemikiran maupun sosial.
e. Evaluator
Sebagai evaluator, guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran
yang selama ini dipakai dalam pendidikan karakter. Selain itu, ia juga harus
mampu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan dan agenda yang
direncanakan.[16]
Perwujudan komitmen guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah antara lain:
Ø
Melaksanakan
sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh
komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan kependidikan serta komite sekolah).
Ø
Membuat
komitmen dengan semua stakeholders (seluruh warga sekolah, orang tua siswa,
komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
karakter.
Ø
Melakukan
analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal).
Ø
Menyusun
rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan
karakter.
Ø
Membuat
perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter.
Ø
Melakukan
pengondisian seperti Penyediaan sarana, Keteladanan, Penghargaan dan
pemberdayaan
Ø
Melakukan
penilaian keberhasilan dan supervisi (Wiyani, 2012).
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian – uraian yang telah dibahas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Menurut
Sudrajat (2008), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.
2. Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat diintegrasikan
dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
3. Dalam
undang-undang Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa seorang guru harus
memiliki kompetensi kepribadian yang baik. Kompetensi kepribadian tersebut
menggambarkan sifat pribadi diri seorang guru. Satu yang penting dimiliki oleh
seorang guru dalam rangka pengembangan karakter anak didik adalah harus
mempunyai kepriadian yang baik dan terintegrasi dan mempunyai mental yang
sehat.
4. Strategi
pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan
dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi
dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan
pendidikan.
5. Kegiatan
pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat
menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang
membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
6. Penilaian terhadap pendidikan karakter dapat
dilakukan terhadap kinerja pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. 18
nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang
dibuat oleh Diknas, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
7. Peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter
di sekolah antara lain: keteladananm inspirator, motivator, dinamisator, dan
evaluator.
8. Perwujudan komitmen guru dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah antara lain: melaksanakan sosialisasi pendidikan
karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah,
melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah, menyusun rencana aksi
sekolah berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter, membuat perencanaan
dan program pelaksanaan pendidikan karakter, melakukan pengondisian seperti:
penyediaan sarana, keteladanan, penghargaan dan pemberdayaan, dan melakukan penilaian
keberhasilan dan supervisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Buku
Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva
Press.
Balitbang Puskur. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa: Pedoman Sekolah. Jakarta: Kemdiknas Balitbang Puskur.
Darmadi, H. 2007. Dasar Konsep
Pendidikan Moral, Landasan
Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta
Gunawan,
Heri. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep
dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Masnur Muslich,2011. Pendidikan
Karakter menjawab tantangna krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara
Mu’in,
Fathul. 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi
Aksara.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan
Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2012. Konsep
dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Wiyani, Novan Ardi. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter; Konsep dan
Implementasinya di Sekolah. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani.
Zubaidi,2011. Desain Pendidikan
Karakter; Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Group
Ajat
Sudrajat. 2010. Mengapa Pendidikan Karakter?. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Mengapa%20Pendidikan%20Karakter.pdf. Diakses pada
tanggal 21 November 2015, pukul 21.00 WIB.
Akhmad
Sudradjat. Pengertia Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model
Pembelajaran.http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195404021980112001IHAT_HATIMAH/Pengertian_Pendekatan,_strategi,_metode,_teknik,_taktik_dan.pdf . 2008. Diakses pada tanggal 27 November 2015
pukul 02.15 WIB
Jasman.
Peran Guru dalam Pendidikan Karakter. http://www.m-edukasi.web.id/2013/07/pendidikan-karakter.html
.2102. Diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 02.12 WIB
Kementrian
Pendidikan Nasional. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran
2010. Jakarta: Kemendiknas. http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/LPMPTBUKUDIKTI/2_KERANGKA_ACUAN_PENDIDIKAN_KARAKTER_KEMDIKNAS.pdf.
Diakses pada tanggal 21 November 2015, pukul 22.27 WIB.
Lukman
Hakim Alfajar. Upaya Pengembangan Pendidikan Karakter di SD Negeri Sosrowijayan
Yogyakarta. 2014. http://eprints.uny.ac.id/13480/1/SKRIPSI_LUKMAN%20HAKIM%20ALFAJAR_PGSD_09108241083.pdf. Diakses pada
tanggal 21 November 2015, pukul 21.44 WIB.
Novan
Ardhiwiyani. Manajemen Pendidikan Karakter,
http://202.69.99.229/download/REALPAD/eStudy/PDF/Paedagogis/Buku/Manajemen%20Pendidikan%20Karakter.pdf
. 2012. Diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 02.34 WIB
Novan
Ardy Wiyani. Manajemen Pendidikan Karakter. 2012. http://202.69.99.229/download/REALPAD/eStudy/PDF/Paedagogis/Buku/Manajemen%20Pendidikan%20Karakter.pdf. Diakses pada
tanggal 21 November 2015, pukul 22.14 WIB.
Novitri.
Efektivitas Pengelolaan Peendidikan Karakter. 2013. http://repository.unib.ac.id/8432/1/I,II,III,2-13-nov.FI.pdf.
Diakses pada tanggal 21 November 2015, pukul 23.04 WIB.
Rifki
Afandi. 2012. Integrasi Pendidikan Karakter. http://journal.umsida.ac.id/files/RifkiV1.1.pdf
. Diakses pada tanggal 26 November 2015.
[1]
Rifki
Afandi, 2012, Integrasi Pendidikan Karakter, http://journal.umsida.ac.id/files/RifkiV1.1.pdf ,
diakses pada tanggal 26 November 2015
[2]
Fathul
Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011), hlm.12
[4] Akhmad Sudradjat,
Pengertia Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195404021980112001-IHAT_HATIMAH/Pengertian_Pendekatan,_strategi,_metode,_teknik,_taktik_dan.pdf , 2008, diakses pada
tanggal 27 November 2015 pukul 02.15 WIB
[5]
Heri
Gunawan, Pendidikan Karakter; Konsep dan
Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm.21
[6]Novan
Ardhiwiyani, Manajemen Pendidikan Karakter,
http://202.69.99.229/download/REALPAD/eStudy/PDF/Paedagogis/Buku/Manajemen%20Pendidikan%20Karakter.pdf
, 2012, diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 02.34 WIB
[7] Jasman,
Peran Guru dalam Pendidikan Karakter, http://www.m-edukasi.web.id/2013/07/pendidikan-karakter.html
,2102, diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 02.12
WIB
[8]
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter menjawab tantangna
krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Hlm. 70
[9]
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter; Konsepsi dan
Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011),
hlm. 74-76.
[10]
Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen
Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
[11] Kementrian Pendidikan Nasional, Kerangka
Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010, (Jakarta: Kemendiknas, 2010),
hlm. 34.
[12] Ibid.,
[13] Ibid.,
[14] Loc.
cit., hlm. 34-35.
[15] Ajat Sudrajat, Mengapa Pendidikan
Karakter?, 2010, (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Mengapa%20Pendidikan%20Karakter.pdf), Diakses
pada tanggal 21 November 2015, pukul 21.00 WIB.
[16] Novitri, Efektivitas Pengelolaan
Peendidikan Karakter, 2013, (http://repository.unib.ac.id/8432/1/I,II,III,2-13-nov.FI.pdf), Diakses pada tanggal 21 November 2015,
pukul 23.04 WIB.
No comments:
Post a Comment