PAPER STRATEGI PEMBELAJARAN FISIKA Tentang SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM)


BAB I
PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan suatu proses (atau suatu fenomena) perubahan. Suatu proses perubahan selalu terjadi, baik dengan sendirinya ataupun atau karena adanya intervensi yang merujuk kepada arah perubahan yang diinginkan. Pada umumnya terjadinya perubahan tersebut terjadi karena dilakukannya intervensi. 
Dalam pembangunan suatu masyarakat bangsa, dengan merujuk kepada keinginan-keinginan yang disepakati masyarakat bangsa tersebut, dilakukan intervensi ke berbagai bidang dengan tujuan agar perubahan yang sesuai dengan keinginan yang disepakati terwujud.
Intervensi tersebut dilakukan dengan mengubah parameter struktur dan/atau struktur dari berbagai tatanan yang ada di dalam kehidupan masyarakat bangsa yang melakukan pembangunan tersebut. Tindakan mengubah parameter struktur maupun strukturnya merupakan tindakan teknologis.
Kalau perhatian kita arahkan  hanya pada tindakan-tindakan teknologis yang tertuju pada pembentukan sistem produksi yang merupakan bagian dari sistem industri, maka intervensi teknologinya berdampak pada sistem industri, dan pada gilirannya  kepada sistem ekonomi, dan selanjutnya pada sistem kehidupan masyarakat yang dipengaruhi oleh perubahan dalam sistem ekonomi tersebut. Gambar memberikan suatu penampilan yang mencoba mengungkapkan pesan adanya saling keterkaitan diantara sistem-sistem yang disebutkan terdahulu.
Gambar 1.1. Pengungkapan simbolik keterkaitan berbagai sistem yang
saling berinteraksi.

Pengungkapan yang lebih informatif tentang pola keterkaitan yang dikemukakan terdahulu diberikan di Gambar 1.2. Perlu dikemukakan bahwa sketsa tersebut bertumpu pada cakupan pandangan yang dipersempit. Untuk mendapatkan pandangan yang lebih luas, dan memperdalam kefahaman serta memperkaya pengetahuan kita tentang pola-laku (behavioral pattern) sistem yang penggambaran strukturnya diberikan secara parsial di Gambar 1.2, elemen-elemen sistem yang tergambarkan masih perlu diperkaya. Selain itu, perlu dikenali juga faktor-faktor eksternal yang mempunyai pengaruh terhadap sistem tersebut.
Gambar 1.2. Sketsa yang secara partial menggambarkan keterkaitan antara  science ,
teknologi, masyarakat dan pembangunan.

Beberapa diantara faktor eksternal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah: (a) Tekanan persaingan dari produk-produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan sistem industri masyarakat bangsa lain; (b) Intensitas aliran masuk dan keunggulan preskripsi teknologi yang datang dari masyarakat bangsa lain; (c) Tingkat kemampuan dan kapasitas institusi ilmiah masyarakat bangsa lain; (d) Tingkat kekenyalan dan ketahanan sistem budaya, politik, sosial dan ekonomi di dalam menanggapi perubahan-perubahan eksternal, maupun akibat dari aktivitas pembangunan yang dilakukan sendiri; (e) Makin meningkatnya kefahaman, kesadaran, serta keprihatinan masyarakat bangsa-bangsa di dunia akan perkembangan keadaan lingkungan; (f) Berkaitan dengan yang dikemukakan di butir  e, pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan merupakan pola pendekatan yang dianut di dalam melaksanakan upaya-upaya pembangunan; (g) Efek lain dari masalah yang dikemukakan di butir  e adalah timbulnya persoalan baru dalam tatanan perdagangan dan pergaulan politik antar bangsa, yang diakibatkan oleh perbedaan persepsi mengenai alur upaya yang perlu ditempuh di dalam pelestarian lingkungan, maupun karena exploitasi dari pemikiran yang berkembang untuk melakukan tekanan-tekanan dalam melakukan persaingan dan proteksi di dalam perdagangan dan politik internasional.





BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian STM
Sains-Teknologi-Masyarakat  (STM)  yang  diterjemahkan  dari akronim  bahasa  Inggris  STS  (“Science-Technology-Society”)  adalah sebuah gerakan pembaharuan dalam pendidikan IPA. Pembaharuan ini mula-mula terjadi di Inggris dan Amerika, sekarang sudah merebak ke negara-negara  lain.  Pendekatan  STM  dalam  pendidikan  IPA  diyakini oleh  pakar-pakar  di  Amerika  sebagai  pendekatan  yang  tepat,  sebab pendekatan  ini  berusaha  untuk  menjembatani  materi  di  dalam  kelas dengan  situasi  dunia  nyata  di  luar  kelas  yang  menyangkut perkembangan  teknologi  dan  situasi  sosial  kemasyarakatan.  Hal  ini menggambarkan  bahwa  pendekatan  STM  dijalankan  untuk mempersiapkan  peserta  didik  dalam  menghadapi  masa  depannya. Pendekatan  ini  menuntut  agar  peserta  didik  diikutsertakan  dalam penentuan  tujuan,  perencanaan,  pelaksanaan,  cara  mendapatkan informasi, dan evaluasi pembelajaran. Adapun yang digunakan sebagai penata  (organizer)  dalam  pendekatan  STM  adalah  isu-isu  dalam masyarakat yang ada kaitannya dengan Sains dan Teknologi.
National  Science  Teachers  Association  (NSTA)  (1990  :1) memandang STM sebagai  the  teaching and  learning of science  in  the context  of  human  experience.  STM  dipandang  sebagai  proses pembelajaran  yang  senantiasa  sesuai  dengan  konteks  pengalaman manusia.  Dalam  pendekatan  ini  siswa  diajak  untuk  meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari. 
Definisi  lain  tentang  STM  dikemukakan  oleh  PENN  STATE (2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach which reflects the widespread realization that in order to meet the increasing demands  of  a  technical  society,  education  must  integrate  across disciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah  diselenggarakan  dengan  cara  mengintegrasikan  berbagai disiplin  (ilmu)  dalam  rangka  memahami  berbagai  hubungan  yang terjadi di  antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman  kita  terhadap  hubungan  antara  sistem  politik,  tradisi masyarakat  dan  bagaimana  pengaruh  sains  dan  teknologi  terhadap hubungan-hubungan  tersebut  menjadi  bagian  yang  penting  dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan  tersebut  senada  dengan  pendapat  NC  State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of  study  that  seeks  to  explore  a  understand  the  many  ways  that scinence  and  technology  shape  culture,  values,  and  institution,  and how  such  factors  shape  science  and  technology.  STM    dengan demikian  adalah  sebuah  pendekatan  yang  dimaksudkan  untuk mengetahui  bagaimana  sains  dan  teknologi  masuk  dan  merubah proses-proses  sosial  di  masyarakat,  dan  bagaimana  situasi  sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.

B.     Tujuan Pendekatan STM
Berdasarkan  pengertian  STM  sebagaimana  diungkapkan  di bagian  sebelumnya,  maka  dapat  diungkapkan  bahwa  yang  menjadi tujuan  pendekatan  STM  ini  secara  umum  sebagaimana  diungkapkan oleh  Rusymansyah  (2006:  3)  adalah  agar  para  peserta  didik mempunyai  bekal  pengetahuan  yang  cukup  sehingga  ia  mampu mengambil  keputusan  penting  tentang  masalah-masalah  dalam masyarakat  dan  sekaligus  dapat  mengambil  tindakan  sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.
PENN STATE (2006:1) secara lebih terinci merumuskan tujuan STM/ STS sebagai berikut :
1)       STS  provides  a  bridge  between  the  sciences  and  the  liberal arts.
2)       STS encourages communication between diverse disciplines, so students  may  better  appreciate  the  many  complex  ways  in which science, technology, and society interact. 
3)       STS critically examines issues such as genetic engineering, the environment,  emergent  diseases,  computers  and  the  Internet, applied ethics, nuclear waste, and international agriculture. 
4)       STS  provides  students  with  the  foundations  for  responsible citizenship,  and  the  skills  necessary  to  succeed  in  a  highly competitive and constantly changing future workplace
Sedangkan NC State University  (2006:1) menggariskan  tujuan program pembelajaran STM/STS sebagai berikut :
1)       Help its students learn some of the alternative ways of thinking and conducting research that characterize the interdisciplinary Science,  Technology  &  Society  field,  and  to  relate  these  to larger human concerns.
2)       Enable  its  students  to  explore  complex  STS  topics  by  seeing them from multiple perspectives and in relation of other topics, and  to  integrate STS  information and concepts  from a variety of sources 
3)       Provide  its  students with  the  skills and  resources  to  learn key STS  concepts,  literature,  practices,  and  issues  in  order  to encourage lifelong learning 

Berdasarkan  dua  pandangan  tersebut,  maka  dapat disederhanakan bahwa STM  dikembangkan dengan tujuan agar :
1)       Peserta didik mampu menghubungkan  realitas sosial dengan  topik pembelajaran di dalam kelas
2)       Peserta  didik  mampu  menggunakan  berbagai  jalan/  perspektif untuk  mensikapi  berbagai  isu/  situasi  yang  berkembang  di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah
3)       Peserta  didik  mampu  menjadikan  dirinya  sebagai  warga masyarakat yang memiliki tanggungjwab sosial.

C.     Karakteristik Pembelajaran STM
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki STM, diantaranya:
·         Berangkat dari masalah-masalah dam isu sosial di sekitar lingkungan siswa.
·         Pelaksanaan mencakup kegiatan mengambil keputusan/tindakan/
·         Relevan dengan kebutuhan masyarakat dan siswa.
·         Merupakan penerapan teknologi dan sains.
·         Mengutamakan kerja sama dalam memecahkan masalah.
·         Penekanan terhadap dimensi sains yang beraneka ragam.
·         Evaluasi bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam mendapat dan menggunakan informasi.

D.     Penerapan Pendekatan STM
Pendekatan  STM,  sesuai  dengan  pengertian  dan  tujuan  yang diungkapkan  sebelumnya,  dalam  penerapannya  di  dalam  kelas sesungguhnya tidak membutuhkan konsep ataupun proses yang terlalu unik.  Sebagaimana  menurut  pandangan  National  Science  Teachers Association (1990:1), there are no concepts and/or processes uniqe to STS. Hanya saja, ada beberapa prinsip yang harus dimunculkan dalam pendekatan  STM  menurut  National  Science  Teachers  Association (1990:2) yaitu sebagai berikut:
1)       Peserta  didik  melakukan  identifikasi  terhadap  persoalan  dan dampak yang ditimbulkan dari persoalan  tersebut yang muncul di sekitar lingkungannya
2)       Menggunakan  sumberdaya  lokal  untuk  mencari  informasi  yang dapat digunakan dalam penyelesaian persoalan yang  telah berhasil diidentifikasi
3)       Memfokuskan  pembelajaran  pada  akibat  yang  ditimbulkan  oleh sains dan teknologi bagi peserta didik
4)       Pandangan  bahwa  pemahaman  terhadap  konten  sains  lebih berharga daripada sekedar mampu mengerjakan soal
5)       Adanya  penekanan  kepada  keterampilan  proses  yang  dapat digunakan peserta didik untuk menyelesaikan persoalannya sendiri
6)       Adanya  penekanan  pada  kesadaran  berkarir,  terutama  karir  yang berhubungan dengan sains dan teknologi
7)       Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengalaman  tentang  aturan  hidup  bermasyarakat  yang  dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang telah diidentifikasi

Dengan  melihat  karakteristik  IPA  dan  pendekatan  STM sebagaimana  yang  diungkapkan  di muka, maka  dapat  dilihat  bahwa keduanya  memiliki  prospek  yang  cukup  baik  dalam  rangka peningkatan  life  skills  peserta  didik.  Pendekatan  STM menghajatkan agar  peserta  didik  mampu  merespon  setiap  perkembangan  di masyarakat secara scientific,  itu berarti bahwa peserta didik diarahkan untuk memiliki  thinking skills dan sekaligus academic skills agar bisa eksis hidup di masyarakat.
Secara  sederhana  dapat  dituliskan  bahwa  persoalan  yang sekarang  banyak  muncul,  yaitu  adanya  fenomena  bahwa  lulusan lembaga-lembaga pendidikan  formal belum  cukup dibekali  life  skills, maka  pendidikan  IPA  dengan menggunakan  pendekatan  STM  dapat dijadikan sebagai alternatif pemecahan terhadap persoalan yang ada.

E.      Sains Teknologi Masyarakat sebagai Model Pembelajaran

Sains Teknologi Masyarakat sebagai model pembelajaran meliputi lima tahapan.



Gambar 3. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

TAHAP 1, Pada pendahuluan dikemukakan isu-isu atau masalah yang ada di masyarakat yang dapat digali dari siswa, tetapi apabila guru tidak berhasil memperoleh tanggapan dari siswa dapat saja dikemukakan oleh guru sendiri. Tahap ini dapat disebut dengan inisiasi atau mengawali,memulai, dan dapat pula disebut dengan invitasi yaitu undangan agar siswa memusatkan perhatian pada pembelajaran. Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas,sehingga tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya yang ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya apersepsi merupakan proses asosiasi ide baru dengan yang sudah dimilki sebelumnya oleh seseorang. Pada pendahuluan ini guru juga dapat melakukan eksplorasi terhadap siswa melalui pemberian tugas untuk melakukan kegiatan di lapangan atau di luar kelas secara berkelompok. Kegiatan mengunjungi atau mengobservasi keadaan di luar kelas itu bertujuan untuk mengaitkan antara konsep-konsep atau teori yang dibahas di kelas dengan keadaan nyata yang ada di lapangan. Dengan mendiskusikan temuan mereka, merencanakan tindakan selanjutnya, terjadilah kolaborasi dan koordinasi dalam kelompok, dan tercipta suatu dinamika kelompok, yang bermanfaat bagi masing-masing anggota kelompok. Ide-ide seseorang yang diterima kelompok dan direncanakan untuk dilakukan, merupakan kebanggaan tersendiri sehingga orang tersebut merasa dihargai, yang pada gilirannya akan mau berpikir terus untuk kebaikan dan penghargaan kelompok lain terhadap kelompoknya.
TAHAP 2, Proses pembentukan konsep dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan ketrampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di laboratorium, diskusi kelompok, bermain peran, dan lain-lain. Pada akhir pembentukan konsep diharapkan siswa telah dapat memahami apakah analisis terhadap isu-isu atau penyelesaian terhadap masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran telah menggunakan kosep-konsep yang diikuti oleh para ilmuwan. Dengan demikian siswa yang memiliki prakonsepsi yang berbeda dengan para ilmuwan, seringkali merasa bahwa konsep yang dimiliki sebelumnya ternyata tidak daat atau kurang tepat untuk menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Siswa dapat mengalami konflik kognitif lebih dahulu apabila konsep yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau menganalisis isu dirasakan tidak benar. Semua kemampuan mental kita yaitu mengingat, memahami, dan lain-lain terorganisasi dalam suatu sistem yang kompleks yang secara keseluruhan disebut dengan kognisi. Di dalam diri seseorang dapat terjadi bahwa konsep yang telah dimiliki sebelumnya, ternyata tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah atau tugas yang dihadapinya, padahal sesuai dengan daya nalarnya seharusnya dapat diselesaikan. Terjadilah suatu konflik dalam kognisinya yang disebut dengan konflik kognitif. Pada saat pembentukan konsep dan pengembangan konsep, ada kemngkinan berangsur-angsur siswa menyadari bahwa bahwa konsep yang dimiliki sebelumnya kurang tepat. Perubahan konsepsi ini dapat terjadi setelah siswa berdialog dengan diri sendiri seusai pembelajaran di sekolah. Pada akhir tahap ini melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau merupakan konsep-konsep para ilmuwan.
TAHAP 3, Pada tahap ini siswa melakukan analisis isu atau penyelesaian masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan. Adapun konsep-konsep yang telah dipahami siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
TAHAP 4, Pada tahap ini guru harus meluruskan miskonsepsi yang terjasi selama proses pembentukan konsep, penyelesaian masalah dan atau analisis isu. Tahap ini disebut tahap pemantapan konsep. Jika tidak terjadi miskonsepsi, kegiatan pemantapan konsep ini tetap perlu dilaksanakan. Hal ini untuk menghindari miskonsepsi yang tidsk terdeteksi oleh guru. Jadi, meskipun tidak tampak nyata ada siswa yang mengalami miskonsepsi, pemantapan konsep perlu dilaksanakan pada akhir pembelajaran, karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran memiliki retensi lebih lama dibanding dengan kalau tidak dimatapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
TAHAP 5, Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih lanjut.





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
·         Pendekatan  STM merupakan  suatu  pendekatan  dalam  pembelajaran  IPA yang  bertujuan  agar  lulusannya memiliki  kemampuan  untuk menghadapi berbagai persoalan yang muncul di masyarakat, hal ini karena pendekatan STM selalu beruapaya untuk menghubungkan antara materi IPA di dalam kelas dengan perkembangan teknologi dan dinamika masyarakat.
·         Model STM bertujuan untuk:
¨  Menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan sains dan pendalaman sains.
¨  Mengikutsertakan siswa dalam penentuan tujuan, prosedur, perencanaan, usaha mendapatkan informasi, melakukan evaluasi.
¨  Menjadikan siswa sebagai warga negara yang melek sains (science literate) yang mampu mengambil keputusan-keputusan tentang masalah-masalah di masyarakat dengan menekankan penggunaan sains dan teknologi secara harmonis dan efektif.
·         Karakteristik Pembelajaran STM:
¨  Berangkat dari masalah-masalah dam isu sosial di sekitar lingkungan siswa.
¨  Pelaksanaan mencakup kegiatan mengambil keputusan/tindakan/
¨  Relevan dengan kebutuhan masyarakat dan siswa.
¨  Merupakan penerapan teknologi dan sains.
¨  Mengutamakan kerja sama dalam memecahkan masalah.
¨  Penekanan terhadap dimensi sains yang beraneka ragam.
¨  Evaluasi bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam mendapat dan menggunakan informasi.
·         Fase Pembelajaran STM:
¨  Invitasi
Ø  Guru mengajak siswa untuk mengungkapkan hal yang ingin diketahui dari fenomena alam yang terkait dengan isu sosial.
Ø  Siswa dibangkitkan untuk mengajukan pertanyaan, mencatat kejadian sehari-hari yang tidak sejalan dengan sains.
Ø  Guru memformulasikan siswa dengan tujuan pembelajaran.
¨  Eksplorasi
Ø  Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas untuk memecahkan masalah.
Ø  Siswa diajak berpendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data, hingga merumuskan kesimpulan.
¨  Eksplanasi
Ø  Peran guru dominan.
Ø  Guru mengelaborasi hasil kegiatan siswa, mengomunikasikan informasi, ide,  konsep, dan penjelasan baru untuk mengintegrasikan pemecahan berdasarkan pengetahuan yang berlaku.
¨  Aplikasi
Ø  Siswa diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan ke dalam masalah baru yang relevan.
Ø  Siswa mampu mentransfer pengetahuan dan keterampilan sains ke dalam aspek-aspek yang terdapat pada disiplin ilmu dan realitas.



DAFTAR PUSTAKA

Anwar.  (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup  (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Appropriate Scvience for All. http:/www.nsta.org/positionstatment&psid=34
Daoed Joesoef, “Krisis metafisis dalam ilmu pengetahuan”, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991, halaman 89-138.
Depdiknas.  (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High-Based Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta: Depdiknas. 
Firdaus M Yunus.  (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo  freire-Y.B Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka.
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/40/editorial40.htm
http://www.chass.ncsu.edu/ids/sts/
Iskandar Alisjahbana, “Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Dunia dan Indonesia”, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991, halaman 23-68.
National Science Teachers Association (1990). STS : A New Effort  for Providing
NC  State  University  (2006).Scince,  Technology  &  Society  (STS)  Program.
Penn State (2006). Abaut STS.http://www.engr.psu.edu/sts/abaut.htm
Rusmansyah.(2000).  Prospek  Penerapan  Pendekatan  Sains-Teknologi-Masyarakat  (STM)  dalam  pembelajaran  Kimia  di  Kalimantan  Selatan.
Saswinadi Sasmojo,  Iptek dan Budaya Masyarakat dalam Menunjang Industrialisasi di Indonesia, Dalam “Analisis Permasalahan Dalam Pembangunan; Pembangunan Industri dan Pengembangan Sumberdaya Manusia”, Buku ke-2, Dewan Sosial Politik Daerah “C”, Jawa Barat, 1995.
Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Interaksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta.
Supriyadi.  (1999).  Buku  Pegangan  Perkuliahan  Teknologi  Pengajaran  Fisika. Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA UNY
Sutan Takdir Alisjahbana, “Tugas ilmu, agama dan seni dalam krisis poros sejarah dewasa ini”, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991, halaman 3-22.

Trowbidge dan Byebee.  (1986). Becoming a Secondary  school  science Teacher. London: Merill Publishing Company. 

No comments:

Post a Comment