BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan merupakan suatu
proses (atau suatu fenomena) perubahan. Suatu proses perubahan selalu terjadi,
baik dengan sendirinya ataupun atau karena adanya intervensi yang merujuk
kepada arah perubahan yang diinginkan. Pada umumnya terjadinya perubahan
tersebut terjadi karena dilakukannya intervensi.
Dalam pembangunan suatu
masyarakat bangsa, dengan merujuk kepada keinginan-keinginan yang disepakati
masyarakat bangsa tersebut, dilakukan intervensi ke berbagai bidang dengan tujuan
agar perubahan yang sesuai dengan keinginan yang disepakati terwujud.
Intervensi tersebut dilakukan
dengan mengubah parameter struktur dan/atau struktur dari berbagai tatanan yang
ada di dalam kehidupan masyarakat bangsa yang melakukan pembangunan tersebut.
Tindakan mengubah parameter struktur maupun strukturnya merupakan tindakan
teknologis.
Kalau perhatian kita
arahkan hanya pada tindakan-tindakan
teknologis yang tertuju pada pembentukan sistem produksi yang merupakan bagian
dari sistem industri, maka intervensi teknologinya berdampak pada sistem
industri, dan pada gilirannya kepada
sistem ekonomi, dan selanjutnya pada sistem kehidupan masyarakat yang
dipengaruhi oleh perubahan dalam sistem ekonomi tersebut. Gambar memberikan
suatu penampilan yang mencoba mengungkapkan pesan adanya saling keterkaitan
diantara sistem-sistem yang disebutkan terdahulu.
Gambar 1.1. Pengungkapan simbolik keterkaitan
berbagai sistem yang
saling berinteraksi.
Pengungkapan yang lebih
informatif tentang pola keterkaitan yang dikemukakan terdahulu diberikan di
Gambar 1.2. Perlu dikemukakan bahwa sketsa tersebut bertumpu pada cakupan
pandangan yang dipersempit. Untuk mendapatkan pandangan yang lebih luas, dan
memperdalam kefahaman serta memperkaya pengetahuan kita tentang pola-laku
(behavioral pattern) sistem yang penggambaran strukturnya diberikan secara
parsial di Gambar 1.2, elemen-elemen sistem yang tergambarkan masih perlu
diperkaya. Selain itu, perlu dikenali juga faktor-faktor eksternal yang
mempunyai pengaruh terhadap sistem tersebut.
Gambar 1.2. Sketsa yang secara partial menggambarkan
keterkaitan antara science ,
teknologi, masyarakat dan pembangunan.
Beberapa diantara faktor
eksternal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah: (a) Tekanan persaingan
dari produk-produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan sistem industri
masyarakat bangsa lain; (b) Intensitas aliran masuk dan keunggulan preskripsi
teknologi yang datang dari masyarakat bangsa lain; (c) Tingkat kemampuan dan
kapasitas institusi ilmiah masyarakat bangsa lain; (d) Tingkat kekenyalan dan
ketahanan sistem budaya, politik, sosial dan ekonomi di dalam menanggapi
perubahan-perubahan eksternal, maupun akibat dari aktivitas pembangunan yang
dilakukan sendiri; (e) Makin meningkatnya kefahaman, kesadaran, serta
keprihatinan masyarakat bangsa-bangsa di dunia akan perkembangan keadaan
lingkungan; (f) Berkaitan dengan yang dikemukakan di butir e, pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan merupakan pola pendekatan yang dianut di dalam
melaksanakan upaya-upaya pembangunan; (g) Efek lain dari masalah yang
dikemukakan di butir e adalah timbulnya
persoalan baru dalam tatanan perdagangan dan pergaulan politik antar bangsa,
yang diakibatkan oleh perbedaan persepsi mengenai alur upaya yang perlu ditempuh
di dalam pelestarian lingkungan, maupun karena exploitasi dari pemikiran yang
berkembang untuk melakukan tekanan-tekanan dalam melakukan persaingan dan
proteksi di dalam perdagangan dan politik internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian STM
Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
yang diterjemahkan dari akronim
bahasa Inggris STS
(“Science-Technology-Society”) adalah
sebuah gerakan pembaharuan dalam pendidikan IPA. Pembaharuan ini mula-mula terjadi di Inggris dan Amerika, sekarang
sudah merebak ke negara-negara
lain. Pendekatan STM
dalam pendidikan IPA
diyakini oleh pakar-pakar di
Amerika sebagai pendekatan
yang tepat, sebab pendekatan ini
berusaha untuk menjembatani
materi di dalam
kelas dengan situasi dunia
nyata di luar
kelas yang menyangkut perkembangan teknologi
dan situasi sosial
kemasyarakatan. Hal ini menggambarkan bahwa
pendekatan STM dijalankan
untuk mempersiapkan peserta didik
dalam menghadapi masa
depannya. Pendekatan ini menuntut
agar peserta didik
diikutsertakan dalam
penentuan tujuan, perencanaan,
pelaksanaan, cara mendapatkan informasi, dan evaluasi
pembelajaran. Adapun yang digunakan sebagai penata (organizer)
dalam pendekatan STM
adalah isu-isu dalam masyarakat yang ada kaitannya dengan
Sains dan Teknologi.
National
Science Teachers Association
(NSTA) (1990 :1) memandang STM sebagai the
teaching and learning of
science in the context
of human experience.
STM dipandang sebagai
proses pembelajaran yang senantiasa
sesuai dengan konteks
pengalaman manusia. Dalam pendekatan
ini siswa diajak
untuk meningkatkan kreativitas,
sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan
sehari-hari.
Definisi
lain tentang STM
dikemukakan oleh PENN
STATE (2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach which
reflects the widespread realization that in order to meet the increasing
demands of a
technical society, education
must integrate across disciplines. Dengan demikian,
pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah
diselenggarakan dengan cara
mengintegrasikan berbagai
disiplin (ilmu) dalam
rangka memahami berbagai
hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal
ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap
hubungan antara sistem
politik, tradisi masyarakat dan
bagaimana pengaruh sains
dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut
menjadi bagian yang
penting dalam pengembangan
pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan
tersebut senada dengan
pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM
merupakan an interdisciplinery field of
study that seeks
to explore a
understand the many
ways that scinence and
technology shape culture,
values, and institution,
and how such factors
shape science and
technology. STM dengan demikian adalah
sebuah pendekatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
sains dan teknologi
masuk dan merubah proses-proses sosial
di masyarakat, dan
bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan
teknologi.
B.
Tujuan Pendekatan
STM
Berdasarkan
pengertian STM sebagaimana
diungkapkan di bagian sebelumnya,
maka dapat diungkapkan
bahwa yang menjadi tujuan pendekatan
STM ini secara
umum sebagaimana diungkapkan oleh Rusymansyah
(2006: 3) adalah
agar para peserta
didik mempunyai bekal pengetahuan
yang cukup sehingga
ia mampu mengambil keputusan
penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan
sekaligus dapat mengambil
tindakan sehubungan dengan
keputusan yang diambilnya.
1)
STS provides
a bridge between
the sciences and
the liberal arts.
2)
STS encourages communication
between diverse disciplines, so students
may better appreciate
the many complex
ways in which science,
technology, and society interact.
3)
STS critically examines
issues such as genetic engineering, the environment, emergent
diseases, computers and
the Internet, applied ethics,
nuclear waste, and international agriculture.
4)
STS provides
students with the
foundations for responsible citizenship, and
the skills necessary
to succeed in
a highly competitive and constantly
changing future workplace
Sedangkan NC State
University (2006:1) menggariskan tujuan program pembelajaran STM/STS sebagai
berikut :
1)
Help its students learn
some of the alternative ways of thinking and conducting research that
characterize the interdisciplinary Science,
Technology & Society
field, and to
relate these to larger human concerns.
2)
Enable its
students to explore
complex STS topics
by seeing them from multiple
perspectives and in relation of other topics, and to
integrate STS information and
concepts from a variety of sources
3)
Provide its
students with the skills and
resources to learn key STS
concepts, literature, practices,
and issues in
order to encourage lifelong
learning
Berdasarkan dua
pandangan tersebut, maka
dapat disederhanakan bahwa STM
dikembangkan dengan tujuan agar :
1) Peserta didik mampu menghubungkan
realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas
2) Peserta didik
mampu menggunakan berbagai
jalan/ perspektif untuk mensikapi
berbagai isu/ situasi
yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah
3) Peserta didik
mampu menjadikan dirinya
sebagai warga masyarakat yang
memiliki tanggungjwab sosial.
C.
Karakteristik
Pembelajaran STM
Ada beberapa karakteristik yang
dimiliki STM, diantaranya:
·
Berangkat dari masalah-masalah dam isu sosial di sekitar lingkungan
siswa.
·
Pelaksanaan mencakup kegiatan mengambil keputusan/tindakan/
·
Relevan dengan kebutuhan masyarakat dan siswa.
·
Merupakan penerapan teknologi dan sains.
·
Mengutamakan kerja sama dalam memecahkan masalah.
·
Penekanan terhadap dimensi sains yang beraneka ragam.
·
Evaluasi bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam mendapat dan
menggunakan informasi.
D.
Penerapan
Pendekatan STM
Pendekatan
STM, sesuai dengan
pengertian dan tujuan
yang diungkapkan sebelumnya, dalam
penerapannya di dalam
kelas sesungguhnya tidak membutuhkan konsep ataupun proses yang terlalu
unik. Sebagaimana menurut
pandangan National Science
Teachers Association (1990:1), there are no concepts and/or processes
uniqe to STS. Hanya saja, ada beberapa prinsip yang harus dimunculkan dalam pendekatan STM
menurut National Science
Teachers Association (1990:2)
yaitu sebagai berikut:
1) Peserta didik
melakukan identifikasi terhadap
persoalan dan dampak yang
ditimbulkan dari persoalan tersebut yang
muncul di sekitar lingkungannya
2) Menggunakan sumberdaya
lokal untuk mencari
informasi yang dapat digunakan
dalam penyelesaian persoalan yang telah
berhasil diidentifikasi
3) Memfokuskan pembelajaran
pada akibat yang
ditimbulkan oleh sains dan
teknologi bagi peserta didik
4) Pandangan bahwa
pemahaman terhadap konten
sains lebih berharga daripada
sekedar mampu mengerjakan soal
5) Adanya penekanan
kepada keterampilan proses
yang dapat digunakan peserta
didik untuk menyelesaikan persoalannya sendiri
6) Adanya penekanan
pada kesadaran berkarir,
terutama karir yang berhubungan dengan sains dan teknologi
7) Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk memperoleh pengalaman
tentang aturan hidup
bermasyarakat yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan
yang telah diidentifikasi
Dengan melihat
karakteristik IPA dan
pendekatan STM sebagaimana yang
diungkapkan di muka, maka dapat
dilihat bahwa keduanya memiliki
prospek yang cukup
baik dalam rangka peningkatan life
skills peserta didik.
Pendekatan STM menghajatkan
agar peserta didik
mampu merespon setiap
perkembangan di masyarakat secara
scientific, itu berarti bahwa peserta
didik diarahkan untuk memiliki thinking
skills dan sekaligus academic skills agar bisa eksis hidup di masyarakat.
Secara sederhana
dapat dituliskan bahwa
persoalan yang sekarang banyak
muncul, yaitu adanya
fenomena bahwa lulusan lembaga-lembaga pendidikan formal belum
cukup dibekali life skills, maka
pendidikan IPA dengan menggunakan pendekatan
STM dapat dijadikan sebagai
alternatif pemecahan terhadap persoalan yang ada.
E.
Sains Teknologi
Masyarakat sebagai Model Pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat sebagai model pembelajaran
meliputi lima tahapan.
Gambar 3. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
TAHAP 1, Pada
pendahuluan dikemukakan isu-isu atau masalah yang ada di masyarakat yang dapat digali
dari siswa, tetapi apabila guru tidak berhasil memperoleh tanggapan dari siswa
dapat saja dikemukakan oleh guru sendiri. Tahap ini dapat disebut dengan inisiasi
atau mengawali,memulai, dan dapat pula disebut dengan invitasi
yaitu undangan agar siswa memusatkan perhatian pada pembelajaran. Apersepsi
dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah
diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas,sehingga tampak adanya
kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui
siswa sebelumnya yang ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan
sehari-hari. Pada dasarnya apersepsi merupakan proses asosiasi ide baru dengan
yang sudah dimilki sebelumnya oleh seseorang. Pada pendahuluan ini guru juga
dapat melakukan eksplorasi terhadap siswa melalui pemberian tugas untuk
melakukan kegiatan di lapangan atau di luar kelas secara berkelompok. Kegiatan
mengunjungi atau mengobservasi keadaan di luar kelas itu bertujuan untuk
mengaitkan antara konsep-konsep atau teori yang dibahas di kelas dengan keadaan
nyata yang ada di lapangan. Dengan mendiskusikan temuan mereka, merencanakan
tindakan selanjutnya, terjadilah kolaborasi dan koordinasi dalam kelompok, dan
tercipta suatu dinamika kelompok, yang bermanfaat bagi masing-masing anggota
kelompok. Ide-ide seseorang yang diterima kelompok dan direncanakan untuk
dilakukan, merupakan kebanggaan tersendiri sehingga orang tersebut merasa
dihargai, yang pada gilirannya akan mau berpikir terus untuk kebaikan dan
penghargaan kelompok lain terhadap kelompoknya.
TAHAP 2, Proses
pembentukan konsep dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya
pendekatan ketrampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup,
metode demonstrasi, eksperimen di laboratorium, diskusi kelompok, bermain
peran, dan lain-lain. Pada akhir pembentukan konsep diharapkan siswa telah
dapat memahami apakah analisis terhadap isu-isu atau penyelesaian terhadap
masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran telah menggunakan kosep-konsep
yang diikuti oleh para ilmuwan. Dengan demikian siswa yang memiliki prakonsepsi
yang berbeda dengan para ilmuwan, seringkali merasa bahwa konsep yang dimiliki
sebelumnya ternyata tidak daat atau kurang tepat untuk menyelesaikan masalah
yang ia hadapi. Siswa dapat mengalami konflik kognitif lebih dahulu apabila
konsep yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau menganalisis isu
dirasakan tidak benar. Semua kemampuan mental kita yaitu mengingat, memahami,
dan lain-lain terorganisasi dalam suatu sistem yang kompleks yang secara
keseluruhan disebut dengan kognisi. Di dalam diri seseorang dapat terjadi bahwa
konsep yang telah dimiliki sebelumnya, ternyata tidak dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah atau tugas yang dihadapinya, padahal sesuai dengan daya
nalarnya seharusnya dapat diselesaikan. Terjadilah suatu konflik dalam
kognisinya yang disebut dengan konflik kognitif. Pada saat pembentukan konsep
dan pengembangan konsep, ada kemngkinan berangsur-angsur siswa menyadari bahwa
bahwa konsep yang dimiliki sebelumnya kurang tepat. Perubahan konsepsi ini
dapat terjadi setelah siswa berdialog dengan diri sendiri seusai pembelajaran
di sekolah. Pada akhir tahap ini melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa
menemukan konsep-konsep yang benar atau merupakan konsep-konsep para ilmuwan.
TAHAP 3, Pada tahap ini siswa melakukan analisis isu atau penyelesaian
masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan. Adapun konsep-konsep yang
telah dipahami siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
TAHAP 4, Pada tahap ini guru harus meluruskan miskonsepsi yang terjasi
selama proses pembentukan konsep, penyelesaian masalah dan atau analisis isu.
Tahap ini disebut tahap pemantapan konsep. Jika tidak terjadi miskonsepsi,
kegiatan pemantapan konsep ini tetap perlu dilaksanakan. Hal ini untuk
menghindari miskonsepsi yang tidsk terdeteksi oleh guru. Jadi, meskipun tidak
tampak nyata ada siswa yang mengalami miskonsepsi, pemantapan konsep perlu
dilaksanakan pada akhir pembelajaran, karena konsep-konsep kunci yang ditekankan
pada akhir pembelajaran memiliki retensi lebih lama dibanding dengan kalau
tidak dimatapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
TAHAP 5, Pada tahap ini dilakukan
evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap
pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving
dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi
lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Pendekatan STM merupakan
suatu pendekatan dalam
pembelajaran IPA yang bertujuan
agar lulusannya memiliki kemampuan
untuk menghadapi berbagai persoalan yang muncul di masyarakat, hal ini
karena pendekatan STM selalu beruapaya untuk menghubungkan antara materi IPA di
dalam kelas dengan perkembangan teknologi dan dinamika masyarakat.
·
Model STM bertujuan untuk:
¨
Menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan
sains dan pendalaman sains.
¨
Mengikutsertakan siswa dalam penentuan tujuan,
prosedur, perencanaan, usaha mendapatkan informasi, melakukan evaluasi.
¨
Menjadikan siswa sebagai warga negara yang melek
sains (science literate) yang mampu mengambil keputusan-keputusan
tentang masalah-masalah di masyarakat dengan menekankan penggunaan sains dan
teknologi secara harmonis dan efektif.
·
Karakteristik Pembelajaran STM:
¨ Berangkat dari masalah-masalah
dam isu sosial di sekitar lingkungan siswa.
¨ Pelaksanaan mencakup kegiatan
mengambil keputusan/tindakan/
¨ Relevan dengan kebutuhan
masyarakat dan siswa.
¨ Merupakan penerapan teknologi
dan sains.
¨ Mengutamakan kerja sama dalam
memecahkan masalah.
¨ Penekanan terhadap dimensi
sains yang beraneka ragam.
¨
Evaluasi bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam mendapat dan
menggunakan informasi.
·
Fase Pembelajaran STM:
¨
Invitasi
Ø
Guru mengajak siswa untuk mengungkapkan hal yang
ingin diketahui dari fenomena alam yang terkait dengan isu sosial.
Ø
Siswa dibangkitkan untuk mengajukan pertanyaan,
mencatat kejadian sehari-hari yang tidak sejalan dengan sains.
Ø Guru memformulasikan siswa dengan tujuan pembelajaran.
¨
Eksplorasi
Ø Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas untuk
memecahkan masalah.
Ø Siswa diajak berpendapat, mencari informasi,
bereksperimen, mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data, hingga
merumuskan kesimpulan.
¨
Eksplanasi
Ø
Peran guru dominan.
Ø
Guru mengelaborasi hasil kegiatan siswa,
mengomunikasikan informasi, ide, konsep,
dan penjelasan baru untuk mengintegrasikan pemecahan berdasarkan pengetahuan
yang berlaku.
¨
Aplikasi
Ø Siswa diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan ke dalam masalah baru yang relevan.
Ø Siswa mampu mentransfer pengetahuan dan keterampilan
sains ke dalam aspek-aspek yang terdapat pada disiplin ilmu dan realitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar.
(2004). Pendidikan Kecakapan Hidup
(Life Skill Education). Bandung :
Penerbit Alfabeta.
Appropriate Scvience for All.
http:/www.nsta.org/positionstatment&psid=34
Daoed Joesoef, “Krisis metafisis dalam ilmu
pengetahuan”, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam
Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al.
(editors), Penerbit ITB Bandung, 1991, halaman 89-138.
Depdiknas.
(2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High-Based
Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta :
Depdiknas.
Firdaus M Yunus.
(2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B Mangunwijaya. Yogyakarta :
Logung Pustaka.
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/40/editorial40.htm
http://www.chass.ncsu.edu/ids/sts/
Iskandar Alisjahbana, “Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi di Dunia dan Indonesia”, Menerawang Masa Depan Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa
Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung, 1991,
halaman 23-68.
National Science Teachers Association (1990). STS :
A New Effort for Providing
NC State University
(2006).Scince, Technology &
Society (STS) Program.
Rusmansyah.(2000). Prospek
Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
dalam pembelajaran Kimia
di Kalimantan Selatan.
Saswinadi Sasmojo, Iptek dan Budaya Masyarakat dalam
Menunjang Industrialisasi di Indonesia, Dalam “Analisis Permasalahan Dalam
Pembangunan; Pembangunan Industri dan Pengembangan Sumberdaya Manusia”,
Buku ke-2, Dewan Sosial Politik Daerah “C”, Jawa Barat, 1995.
Suhandoyo (1993). Upaya
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Interaksi Positif dengan
Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta.
Supriyadi. (1999).
Buku Pegangan Perkuliahan
Teknologi Pengajaran Fisika. Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA
UNY
Sutan Takdir Alisjahbana, “Tugas
ilmu, agama dan seni dalam krisis poros sejarah dewasa ini”, Menerawang Masa
Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat
Bangsa Indonesia, Saswinadi Sasmojo et.al. (editors), Penerbit ITB Bandung,
1991, halaman 3-22.
Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming a Secondary school
science Teacher. London :
Merill Publishing Company.
No comments:
Post a Comment