Ketika
kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Safawi di Persia
baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam
perkembangannya, kerajaan safawi sering bentrok dengan Turki Usmani.
Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan
Mughal). Kerajaan Safawi menyatakan, Syi’ah sebagai mazhab negara. Karena itu,
kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara
Iran dewasa ini.
A.
Asal Usul
Kerajaan
Safawi berasal dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan .
Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang bersamaan
dengan berdirinya kerajaan Usmani. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya,
Syekh Safiyudin Ishaq (1252-1343 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan
sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama
itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Syekh Safiyudin Ishaq berasal
dari keturunan orang yang berda dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia
keturunan dari Imam Syiáh yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh
Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301M) yang dikenal dengan julukan Zahid
Al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunanmya dalam kehidupan tasawuf, Syekh
Safiyudin Ishaq diambil menantu oleh gurunya tersebut. Syekh Safiyudin Ishaq
mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus
mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran
agama.
Syekh Safiyudin Ishaq bukan
hanya seorang guru tarekat. Ia juga sebagai pedagang dan politisi. Namun, ia
kurang berambisi terhadap kekuasaan politik, karena bidang politik bukanlah
perhatian utamanya. Ia lebih tertarik menjadi pelindung kaum miskin dan orang
lemah. Selain itu, ia memiliki misi, antara lain, mengislamkan orang Mongol,
penganut agama Buddha. Ia sendiri adalah orang Sunni. Popularitasnya tidak
terbatas hanya di wilayah Ardabil. Jaringan para murid dan wakilnya terbentang
dari wilayah Oxus sampai Teluk Persia, dan dari Wilayah kaukasus sampai Mesir.
Pada mulanya gerakan tarekat
Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan ahli bid’ah. Gerakan
Safawiyah makin lama makin besar pengaruhnya dan makin banyak pengikutnya.
Suatu ajaran yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali menimbulkan
keinginan di kalangan pengikutnya untuk berkuasa. Karena itu lama-kelamaan murid-murid
tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam
kepercayaan dan menentang mazhab yang bukan Syi’ah.
Kecenderungan memasuki dunia
politik itu mendapat wujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460
M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada
kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid
dan para penguasa Kara Konyulu (domba hitam), salah satu bangsa Turki yang
berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut, Juneid kalah dan diasingkan ke
suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar
Bakr, AK-Konyulu (domba putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di
Istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.[1]
Selama dalam pengasingan,
Juneid tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian
beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting
salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahunun 1459 M. Juneid mencoba
merebut Ardabil tetapi gagal. Pada Tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia
tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri
terbunuh dalam pertempuran tersebut.[2]
Ketika itu anak Juneid, Haidar
masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan
Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan
Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang
putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini, lahirlah Ismail yang dikemudian hari
menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.
Kemenangan AK Konyulu terhadap
Kara Konyulu, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar
dipandang sebagai rival politik oleh AK Konyulu dalam meraih kekuasaan
selanjutnya. Padahal, sebagaimana telah disebutkan, safawi adalah sekutu AK
Konyulu. AK Konyulu berusaha untuk melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan
Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan
pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga
pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.
Ali, putra dan pengganti
Haidar, didesak oleh bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian
ayahnya, terutama terhadap AK Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Konyulu dapat
menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan Ibunya
di Fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh
Rustam, putra mahkota AK konyulu, dengan syarat mau membantunya memerangi
saudara sepupunya. Setelah saudara Rustam dapat dikalahkan. Ali bersaudara
kembali ke Ardabil. Akan tetapi, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi
dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dalam serangan ini (1494 M).[3]
Kepemimpinan gerakan Safawi,
selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat itu masih berusia tujuh tahun.
Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan
kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria,
dan Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret
merah).
Di bawah pimpinan Ismail, pada
tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di
Sharur, dekat Nakhcivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukan
Tabriz, ibu kota AK Konyulu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota
ini, Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi. Ia
disebut juga Ismail I.
B.
Para Penguasa Safawi
Ismail adalah tokoh yang memprakarsai berdirinya kerajaan
Safawi di Persia. Ia berkuasa selama 23 tahun. Sepuluh tahun pertama, ia berhasil memperluas
kekuasaannya. Wilayahnya meliputi India ,
Kaspia, Gurgan, Yazd , Diyar Bakr , Persia ,
Sirwan, dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya
sudah meliputi seluruh Persia
dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fortile Crescen). Keberhasilan
dalam memperluas kekuasaannya tidak dapat dilepaskan dari peran pasukan
militernya bernama Qizilbash.
Ismail
memberlakukan faham Syi’ah sebagai mazhab resmi negara. Untuk
menerapkan keinginannya ini, ia kerap mendapat tantangan dari para ulama Sunni.
Pertantangan ideologi muncul akibat penerapan faham syi’ah ini. Syah Ismail
tidak segan-segan menerapkan faham ini dengan tindak kekerasan. Di Baghdad dan
Herat misalnya, Syah Ismail membunuh secara kejam para ulama dan sastrawan
Sunni yang menolak ideologi Syi’ah. Akibatnya, hingga beberapa dekade kemudian
para penganut Sunni di Khurasan, misalnya, harus menyembunyikan identitas Sunni
mereka atau mempraktekan tradisi Sunninya secara sembunyi-sembunyi.
Ismail adalah orang yang sangat berani dan berbakat.
Ambisi politiknya mendorong untuk menguasai daerah-daerah lain sampai Turki
Usmani. Namun, dalam peperangan ia dikalahkan oleh pasukan militer Turki yang
lebih unggul dalam kemiliteran. Peperangan dengan Turki Usmani terjadi pada
Tahun 1514 M di Chaldiran, dekat Tabriz. Karena keunggulan organisasi militer
Kerajaan Usmani, dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan, malah Turki
Usmani di bawah pimpinan Sultan Salimdapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi
terselamatkan oleh pulangnya Sultan Salim ke Turki karena terjadi perpecahan di
kalangan militer Turki di negerinya.
Kekalahan akibat perang dengan Turki Usmani ini membuat
Ismail frustasi. Ia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan
berburu. Para pengganti Tahmasp, Ismail II, dan Khudabanda tidak mampu
mengembalikan kekuatan kerajaan. Kerajaan baru pulih saat diperintah oleh Abbas
I. Secara politik ia mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu
stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah
direbut oleh penguasa lain.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka
memulihkan kerajaan Safawi ialah:
- Menghilangkan dominasi Qizilbash atas
kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri
dari budak-budak, berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan
Sircassia yang telah ada sejak raja Tahmasp I.
- Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani.
Untuk mewujudkan perjanjian ini, Abbas I terpaksa menyerahkan wilayah
Azerbaijan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan.
- Abbas berjanji tidak akan menghina tiga khalifah
pertama Islam (Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman) dalam
khotbah-khotbah Jumat.
Popularitas Abbas I ditopang oleh sikap keagamaannya. Ia
terkenal sebagai seorang Syi’ah yang saleh. Sebagai bukti atas kesalehannya
adalah bahwa dia sering berziarah ke tempat suci Qum dan Masyhad. Disamping itu
ia pun melakukan perubahan struktur birokrasi dalam lembaga politik keagamaan.
Lembaga sadarat secara berangsur-angsur digantikan oleh lembaga ulama
yang dipimpin oleh seorang Syaikhul Islam. Dalam tradisi Sunni lembaga
tersebut menunjukkan pemisahan struktur kekuasaan politik antara ulama dan
umara. Abbas I telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang
keagamaan, yang membuat ideologi Syi’ah semakin dikukuhkan.
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Kerajaan
Safawi. Secara politik, ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri
yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wiayah
yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.
Pengganti Syah Abbas I adalah
cucunya, Syah Shafi (1629-1642). Namun ia tidak memiliki kecakapan memimpin.
Perhatiannya sangat kecil terhadap persoalan politik pemerintahan. Kegemarannya
terhadap khamar telah mengantarkan kepada kematiannya. Pada masanya Bagdad jatuh
ke tangan Turki Usmani dan Qandahar jatuh ke tangan Mughal, India.
Syah Safi digantikan oleh
putranya bernama Sultan Muhammad Mirza yang lebih terkenal dengan sebutan Syah
Abbas II. Ia mewarisi kecakapan yang dimiliki oleh Syah Abbas I. Ia memajukan bidang
pemikiran keagamaan seperti fikih dan hadits. Penngkajian filsafat pun tumbuh
dikalangan ulama tradisional Syi’ah.
Beberapa nama seperti Mulla Muhammad Tuqi Majlisi dan Mulla Muhammad
Baqir Sabzivani berasal dari kalangan ulama fuqoha yang dapat dihubungkan
dengan ger akan isfahan.
Pengganti Abbas II, Syah
Sularman, tidak meiliki perhatian terhadap persoalan pemerintahan. Kegemarannya
terhadap khamar dan wanita menyebabkan melemahnya keadaan negara sehingga
mendorong kaum ulama untuk bangkit. Gerakan politik ulama ini dipelopori oleh
Muhammad Baqir Majlisi yang menjadi Syekhul Islam Isfahan pada 1687 M.
RAJA RAJA SAFAWI
Nama
Syah
|
Thn
Masehi
|
Thn
Hijriyah
|
Isma’il
I
Thahmasp
I
Isma’il
II
Muhammad
Khudabanda
’Abbas
I
Shafi
I
’Abbas
II
Sulayman
I (Shafi II)
Husayn
I
Tahmasp
II
’Abbas
III
Sulayman
II
Isma’il
III
Husay
Muhammad
|
1501
1524
1576
1578
1588
1629
1642
1666
1694
1722
1732
1749
1750
1753
1786
|
907
930
984
985
996
1038
1052
1077
1105
1135
1145
1163
1163
1166
1200
|
C.
Kemajuan
- Bidang Politik
Di
bidang politik, keberhasilan menyatukan wilayah-wilayah Persia yang luas di bawah satu
atap, merupakan kesuksesannya di bidang politik. Betapa tidak, karena
sebelumnya wilayah Persia
terpecah dalam berbagai dinasti kecil yang bertebaran dimana-mana, sehingga para
sejarawan berpendapat bahwa keberhasilan Safawiyah itu merupakan kebangkitan
nasionalisme Persia .
- Bidang Ekonomi
Kemajuan
ekonomi dicapai terutama setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun
diubah menjadi bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara
Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis
sepenuhnya menjadi milik Kerajaan. Sektor pertanian juga memiliki kemajuan
terutama di daerah bulan sanit subur.
Letak geografis Persia yang
strategis dan sebagian wilayahnya yang subur sehingga disebut daerah bulan
sabit subur, membuat mata dunia internasional pada saat itu memusatkan
perhatiannya ke Persia, Portugal, Inggris, Belanda, dan Perancis berlomba-lomba
menarik simpati istana Safawiyah. Bahkan Inggris telah mengirim duta khusus dan
ahli pembuat senjata modern guna membantu memperkuat militer Safawiyah.
- Bidang Tasawuf dan Ilmu
Pengetahuan
Kemajuan
di bidang Tasawuf ditandai dengan berkembangnya filsafat ketuhanan (al-hikmah
al-Ilahiyah) yang kemudian terkenal dengan sebutan filsafat ”pencerahan”. Adapun
tokoh terbesarnya adalah Mulla Sadra.
Selain ekonomi, ilmu
pengetahuan juga mengalami kemajuan. Ilmuwan terkenal di masa Safawi adalah
Bahauddin al-’Amili, Sadaruddin asy-Syrazi seorang filofof; M. Baqir ibn M.
Damad, filosof, ahli sejarah, teolog, dan saintis. Bahauddin al-’Amili bukan
hanya seorang ahli teologi dan sufi, tetapi ia juga ahli matematika dan
arsitek, ahli kimia yang terkenal. Ia menhidupkan kembali studi matematika dan
menulskan naskah tentang matematika dan astronomi untuk menyimpulkan karya
ahli-ahli terdahulu. Ia ahli agama terakhir dalam Islam yang juga ahli
matematika ternama. Dalam bidang ilmu pengetahuan, Kerajaan Safawi dapat
dikatakan lebih maju dibanding Mughal dan Usmani.
- Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Para penguasa Safawi berhasil
membuat Isfahan menjadi kota yang sangat indah. Di kota tersebut berdiri
bangunan-bangunan besar lagi indah. Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan
besar lagi indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa
di atas Zende Rud, dan Istana Chihil Suhun. Kota Isfahan ditata dengan
taman-taman yang indah yang disertai pemandian umum.
Di bidang seni, kemajuan nampak
begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat
pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaikh Lutf Allah yang
dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan
tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan
benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja
Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur dari Tabriz. Pelukis
itu bernama Bizhad.
Demikianlah, puncak kemajuan
yang dicapai oleh kerajaan Safawi. Setelah itu, kerajaan ini mulai mengalami
gerak menurun. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu
dari tiga Kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama
dalam bidang politik dan militer. Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam
di masa Klasik, kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban
Islam melalui kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan,
peninggalan seni, dan gedung-gedung bersejarah.
D.
Kelemahan dan Kehancuran
Naiknya Syah Syafi’I ke puncak pimpinan kerajaan Shafawi
menggantikan kakeknya Syah Abbas I tidak
mampu melanjutkan kejayaan Safawiyah yang dihasilkn pada zaman kejayaan
neneknya. Bahkan sikapnya yang kasar dan pemerintahannya yang otoriter telah
membawa Safawiyah ke jurang kehancurannya.
Pada masa Bagdad jatuh ke tangan Turki Usmani, Qandahar
direbut, Delhi dan Georgis memberontak untuk melepaskan diri. Sekalipun,
putranya, Syah Abbas II, yang menggantikannya berusaha mengembalikan kejayaan
Safawiyah dengan memerintah secara adil dan membenahi militer, namun dampak
negatif yang dihasilkan pemerintahan ayahnya tidak dapat diatasinya.
Syah Abbas II meninggal dunia pada tahun 1667dan
digantikan oleh Syah Sulaeman (1667-1694). Akan tetapi Syah Sulaeman seperti
ayahnya, tidak mampu membawa kerajaannya kepada kejayaan. Penggantinya Syah
Husain adalah seorang yang lemah dan tidak mampu berbuat banyak. Pada
masanyalah kerajaan Safawiyah dapat ditaklukan oleh Mir Mahmud, pemberontak dari Afganistan.
Setelah Syah Husain menyerah di tangan pemberontak
Afghan, Kerajaan safawiyah praktis lumpuh. Usaha untuk mengembalikan keluarga
Safawiyah ke pucuk pimpinan Persia setelah Nadir Quli berhasil mengalahkan
pasukan Mir Mahmud dan memaksa mereka keluar dari Persia , dengan mengangkat
Tahmsap II sebagai Syah menggantikan ayahnya; kemudian Syah Abbas III
menggantikan Tahmsap II tanpa prestasi apa-apa bagi keluarga Safawiyah. Bahkan
Nadir Qului yang merasa kuat dan mendapat dukungan militer mengangkat dirinya
sebagai Syah baru, menggantikan Syah Abbas III yang mati pada usia muda. Dengan
naiknya Nadir Quli sebagai Syah pada tanggal 21 Maret 1736, berakhirlah
kerajaan Safawiyah di Persia.
Diantara sebab-sebab
kemunduran dan kehancuran kerajaan safawi ialah konflik berkepanjangan
dengan Kerajaan Usmani. Bagi kerajaan Usmani, berdirinya kerajaan Safawi yang
beraliran Syiáh merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya.
Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti
sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namun, tak lama
kemudian, Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan
tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar Islam itu.
Penyebab lainnya adalah dekadansi moral yang melanda
sebagian para pemimpin kerajaan Safawi. Ini turut mempercepat proses kehancuran
kerajaan tersebut. Sularman, disamping pecandu berat narkotik, juga menyenangi
kehidupan malam beserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun
menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husein.
Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam
(budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang
tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut
tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani
seperti yang dialami Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash
yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan
anggota Qizilbash sebelumnya.
Tidak kalah penting dari sebab-sebab di atas adalah
seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga istana.
DAFTAR PUSTAKA
Nasr. Sains dan Peradaban Islam. Bandung. 1986.
Saefudin,
Didin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2007
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
No comments:
Post a Comment