MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN Tentang PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF



PENDAHULUAN

Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas pendekatan/desain penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi penelitian, disamping pemahaman hasil penelitian  yang akan lebih  proporsional apabila pembaca mengetahui pendekatan yang diterapkan.

Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang akan diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau bahkan mungkin menggabungkannya.[1]


PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
A.     PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
Metode penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986:9) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif . Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkat sesuatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahuiapa yang menjadi ciri sesuatu itu, untuk itu pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga, dan seterusnya. Berdasarkan pemikiran dangkal demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, Ci kuadrat, dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada ”perhitungan atau angka” atau ”kuantitas”. Di pihak lain ”kualitas” menunjuk pada segi ”alamiah” yang dipertentangkan dengan ”kuantum” atau ”jumlah” tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan (Moleong, 1989:2).[2]
Penelitian kualitatif adalah salah satu model penelitian humanistik yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama prilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekuensi-konsekuensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terekspresi secara eksplisit. http://www.litagama.org/metode/paradigma.htm-_ftn13.
Terdapat sejumlah aliran filsafat yang mendasari penelitian kualitatif, seperti fenomenologis, interaksionisme simbolik, dan etnometodologi. Harus diakui bahwa aliran-aliran tersebut memiliki perbedaan-perbedaan. Namun demikian, ada satu benang merah yang mempertemukan mereka, yaitu pandangan yang sama tentang hakikat manusia sebagai subyek yang mempunyai kebebasan menentukan pilihan atas dasar sistem makna yang membudaya dalam diri masing-masing pelaku. http://www.litagama.org/metode/paradigma.htm-_ftn14.
Bertolak dari proposisi di atas, secara ontologis, paradigma kualitatif berpandangan bahwa fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas konteksnya. Sebab tingkah laku (sebagai fakta) tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari setiap konteks yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang deterministik dan bebas konteks.
Dalam interaksionalisme simbolis, sebagai salah satu rujukan penelitian kualitatif, lebih dipertegas lagi tantang batasan tingkah laku manusia sebagai obyek studi. Di sini ditekankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang sasaran utamanya adalah pada individu ’dengan kepribadian diri pribadi’ dan pada interaksi antara pendapat intern dan emosi seseorang dengan tingkah laku sosialnya. http://www.litagama.org/metode/paradigma.htm-_ftn15.
Paradigma kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan. Keteraturan itu terbentuk secara natural, karena itu tugas peneliti adalah menemukan keteraturan itu, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya berdasarkan teori yang ada. Atas dasar itu, pada hakikatnya penelitian kualitatif asalah satu kegiatan sistematis untuk menemukan teori dari kancah-bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Karenanya secara epistemologis, paradigma kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak menggunakan teor yang ada sebagai bahan dasar untuk melakukan verifikasi.
Dalam penelitian kualitatif, ’proses’ penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan ’hasil’ yang diperoleh. Karena itu, peneliti sebagai instrumen pengumpul data merupakan satu prinsip utama. Hanya dengan keterlibatan peneliti, dalam proses pengumpulan data lah hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
Khusus dalam proses analisis dang pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi analitis (analytic induction) dan ekstraplorasi (extrapolation). Induksi analitis adalah salah satu pendekatan pengolahan data ke dalam konsep-konsep atau kategori-kategori (bukan frekuensi). Jadi, simbol-simbol yang digunakan tidak dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi, yang ditempuh dengan cara merubah data ke formulasi. Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang dilakukan simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu kasus ke kasus lainnya, kemudian dari proses analisis itu—dirumuskan suatu pernyataan teoritis. http://www.litagama.org/metode/paradigma.htm-_ftn16.   
Dalam perkebangannya, belakangan ini nampaknya istilah penelitian kualitatif telah menjasi istilah yang dominan dan baku meskipun mengacu pada istilah yang berbeda dengan pemberian karakteristik yang berbeda pula, namun, bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai metodologi penelitian kualitatif.
                Maksud istilah qualitative research adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi. Penelitian kualitatif dapat menunjukkan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, atau hubungan kekerabatan.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975: 5) penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-oarang dan perilaku yang dapat diamati.[3]
Metode penelitian kualitatif  disebut juga metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode ethographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya.
Paradigma penelitian kualitatif adalah paradigma interpretif dan konstruktif yang berlandaskan pada filsafat postpositisvistik. Paradigma ini memandang realititas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, komplek, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). Penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah.
Penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.[4]
Ada empat dasar filosofis yang berpengaruh dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut:
1.       Fenomenologis, yang berpendapat bahwa kebenaran sesuatu itu dapat diperoleh dengan cara menangkap fenomena atau gejala yang memancar dari objek yang diteliti. Apabila peneliti melakukan penangkapan secara professional, maksimal, dan bertanggung jawab maka akan dapat diperoleh variasi refleksi dari objek. Bagi objek manusia, gejala dapat berupa mimic, pantomimic, ucapan, tingkah laku, perbuatan, dan lain-lain. Tugas peneliti adalah memberikan interpretasi terhadap gejala tersebut.
2.       Interaksi Simbolik, yang merupakan dasar kajian social yang sangat berpengaruh dan digunakan dalam penelitian kualitatif. Beberapa ahli yang terkenal antara lain John Dewey dan Blumer H. Ahli yang kedua ini telah menyempurnakan pandangan interaksi simbolik dengan membagi tiga prinsip arti symbol yang diberikan oleh responden. Ketiga prinsip atau premis dimaksud adalah berikut ini
  1. Dasar manusia bertindak adalah untuk memenuhi kepentingannya. Dala memberikan interpretasitindakan atau fenomena, peneliti perlu sekali mengetahui proses atau sekuensi dari tindakannya.
  2. Proses suatu tindakan seseorang pada prinsipnya merupakan produk atau hasil proses social ketika orang tersebut berinteraksi dengan orang lain. Dalam memberikan interpretasi gejala, peneliti harus tepat mempertimbangkan hasil interaksi yang mempengaruhinya.
  3. Manusia bertindak dipengaruhi oleh fenomena lain yang muncul lebih dulu atau bersamaan. Oleh karena itu, peneliti perlu memperhatikan fenomena atau gejala yang berkaitan dan mempengaruhi munculnya gejala tersebut.
3.       Kebudayaan sebagai sesuatu yang merupakan hasil budi daya manusia yang mewujud dalam tingkah laku atau benda, bahasa, simbol, dan lain-lain. Kebudayaan tersebut melingkungi manusia sehingga berpengaruh terhadap perilaku dan tindakan manusia. Oleh karena itu jika peneliti ingin memperoleh data yang akurat dan rinci perlu sekali mempelajari latar belakang kebudayaan responden, dan lebih baik lagi jika sanggup meluangkan waktu hidup bersama mereka beberapa lama.
4.       Antropologi, yaitu dasar filosofis yang focus pembahasannya berkaitan erat dengan kegiatan manusia, baik secara normative maupun historis. Itulah sebabnya peneliti perlu sekalipeduli terhadap prilaku manusia di masa lalu dan kelanjutannya. Untuk menghasilkan gambaran yang tepat tentang fenomea antropologis peneliti menggunakan pendekatan induktif, dalam lingkup yang tidak terlalu luas, fleksibel dan kontekstual. Dengan demikian peneliti dapat mendeskripsikan data secara tuntas berbentuk thick description, atas dasar fenomena yang ia jumpai di lapangan. Perumpamaan yang sederhana bagi data penelitian kualitatif adalah bahwa tersebut berlapis-lapis seperti “umbi bawang”. Dalam pada itu peneliti mengupas lapisan umbi satu persatu untuk ditarik sebuah interpretasi yang komprehensif dan solid.
B.     JENIS DAN KARAKTERISTIK PENELITIAN KUALITATIF
Diantara banyak model yang ada dalam penelitian kualitatif, yang dikenal di Indonesia adalah penelitian naturalistic. Penelitian kualitatif biasa dilawankan dengan penelitian kuantitatif dengan alas an bahwa dalam kegiatan ini peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya. Namun demikian, tidak berarti bahwa dalam penelitian kualitatif ini peneliti sama sekali tidak diperbolehkan menggunakan angka. Dalam hal-hal tertentu, misalnya menyebutkan jumlah anggota keluarga, banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk belanja sehari-hari ketika menggambarkan kondisi sebuah keluarga, tentu saja bisa. Yang tidak tepat adalah apabila dalam mengumpulkan data dan penafsirannya peneliti menggunakan rumus-rumus statistik.
Nama yang dibicarakan ini disebut kualitatif naturalistic”. Istilah “naturalistic” menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami. Penambilan data atau penjaringan fenomena dilakukan dari keadaan yang sewajarnya ini dikenal dengan sebutan “pengambilan data secara alami atau natural”. Dengan sifatnya ini maka dituntut keterlibatan peneliti secara langsung di lapangan, tidak seperti penelitian kuantitatif yang dapat mewakilkan orang lain untuk menyebarkan angket atau melakukan wawancara terstruktur.       
Jenis-jenis penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan, tujuan dan tingkat kealamiahan (natural setting) obyek yang diteliti. Brdasarkan tujuan, metode penelitian dapat di klasifikasikan menjadi penelitian dasar (basic research), penelitian penerapan (applied research) dan penelitian pengembangan (research and development). Selanjutnya berdasarkan tingkat kealamiahan penelitian dapat di kelompokkan menjadi penelitian eksperimen, survey, dan naturalistik.
Berdasarkan jenis-jenis penelitian tersebut, maka dapat dikemukan bahwa, yang termasuk dalam penelitian kuantitatif adalah penelitian eksperimen dan survey, sedangkan yang termasuk dalam penelitian kualitatif yaitu penelitian naturalistik.
Ciri-ciri atau karakteristik penelitian kualitatif :
  1. Mempunyai sifat induktif, yaitu pengembangan konsep yang didasarkan atas data yang ada, mengikuti desain penelitian yang fleksibel sesuai dengan konteksnya. Desain dimaksud tidak kaku sifatnya, sehingga member peluang kepada peneliti untuk menyesuaikan diri dengan konteks yang ada di lapangan.
  2. Melihat setting dan respons secara keseluruhan atau holistic. Dalam hal ini peneliti berinteraksi dengan responden dalam konteks yang alami, sehingga tidak memunculkan kondisi yang seolah-olah dikendalikan oleh peneliti.
  3. Memahami responden  dari titik tolak pandanganresponden sendiri hal-hal yang dialami oleh peneliti tentang responden menyangkutlima komponen, yaitu: (a) jati diri, (b) tindakan, (c) interaksi sosialnya, (d) aspek yang berpengaruh, dan (e) interaksi tindakan.
  4. Menekankan validitas penelitian dikeankan pada kemampuan peneliti. Dalam penelitian kualitatif peneliti dihadapkan langsung pada responden maupun lingkungannya sedemikian intensif sehingga peneliti dapat menangkap dan merefleksi dengan cermat apayang diucapkan dan dilakukan oleh responden.
  5. Menekankan pada setting alami. Penelitian kualitatif sangat menekankan pada perolehan data asli atau natural conditions. Untuk maksud inilah peneliti harus menjaga keaslian kondisi jangan sampai merusak atau mengubahnya. Itulah sebabnya, pada awal-awal perkenalan dengan responden sebaiknya tidak mengatakan langsung apa maksud dan tujuan penelitiannya tetapi baru menciptakan kondisi normal-rapport.
  6. Mengutamakan proses daripada hasil. Perhatian penelitian kualitatif lebih ditekankan pada bagaimana gejala tersebut muncul. Dengan kata lain, peneliti bukan mencari jawaban atas pertanyaan “apa” teapi “mengapa”. Untuk maksud butir (5) dan (6) inilah dianjurkan kepada peneliti untuk dapat melakukan pengamatan partisipatif-ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh responden, mengikuti proses kehidupan sehari-hari.
  7. Menggunakan non-probabilitas sampling. Hal ini disebabkan karena peneliti tidak bermaksud menarik generalisasi atas hasil yang diperoleh tetapi menulusurinya secara mendalam. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teknik-teknik yang kurang disarankan dalam penelitian kuantitatif-karena kurang representative-, yaitu:
a.       Accedential sampling, yaitu mengambil sampel dengan pertimbangantertentu yang tidak dirancang pertemuannya terlebih dahulu.
b.       Purposive sampling, yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal.
c.       Cluster-quota sampling, yaitu memilih sejumlah responden dari wilayah tertentu sampai batas data yang diinginkan terpenuhi.
d.       Snowball sampling, yaitu peneliti memilih responden secara berantai.
  1. Peneliti sebagai instrument. Makna dari kalimat tersebut adalah bahwa peneliti tersebut:
a.       Memiliki daya responsive yang tinggi, yaitu mampu merespons sambil memberikan interpretasi terus-menerus pada gejala yang dihadapi.
b.       Memiliki sifat adaptabel, yaitu mampu menyesuaikan diri, mengubah taktik atau strategi mengikuti kondisi lapangan yang dihadapi.
c.       Memiliki kemampuan untuk memandang objek penelitiannya secara holistik, mengaitkan gejala dengan konteks saat itu, mengaitkan dengan masa lalu, dan dengan kondisi lain yang relevan.
d.       Sanggup terus-menerus menambah pengetahuan untuk bekal dalam melakukan interpretasi terhadap gejala.
e.       Memiliki kemampuan untuk melakukan klarifikasi agar dengan cepat menginterpretasi. Selanjutnya, peneliti juga diharapkan memiliki kemampuan menarik kesimpulan mengarah pada perolehan hasil.
f.        Memiliki kemampuan untuk mengeksplor dan merumuskan informasi sehingga menjadi bahan masukan bagi pengayaan konsep ilmu.
  1. Menganjurkan penggunaan triangulasi, yaitu menyilangkan informasiyang diperoleh dari sumber sehingga pada akhirnya hanya data yang absah saja yang digunakan untuk mencapai hasil penelitian. Ada empat macam triangulasi dalam penelitian kualitatif, yaitu: (a) triangulasi data-menambah atau memperkaya data sampai mantap sekali, (b) peneliti-mengadakan pengecekan dengan peneliti lain, (c) teori-mencocokkan dengan teori terdahulu, dan (d) triangulasi metodologi-mengumpulkan data dengan metode lain.
C.     PERBEDAAN PENELITIAN KUALITATIF DENGAN PENELITIAN KUANTITATIF
Bertolak dari perbedaan-perbedaan tersebut di atas, dapat dicatat berbagai perbedaan paradigma yang cukup signifikan antara penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Seperti dikemukakan sebelumnya, penelitian kuantitatif memiliki perbedaan paradigmatik dengan penelitian kualitatif. Secara garis besar, perbedaan dimaksud mencakup beberapa hal:
KUANTITATIF
  1. Positivistik
  2. Deduktif-hipotesis
  3. Partikularistik
  4. Obyektif
  5. Berorientasi kepada hasil
  6. Menggunakan pandangan ilmu pengetahuan alam
KUALITATIF
  1. Fenomenologik
  2. Induktif
  3. Holistik
  4. Subyektif
  5. Berorientasi kepada proses
  6. Menggunakan pandangan ilmu sosial/antropological
Lebih lanjut perbedaan paradigma kedua jenis penelitian ini dapat dielaborasi sebagai berikut:
Paradigma Kuantitatif
Paradigma Kualitatif
1.           Cenderung menggunakan metode kuantitatif, dalam pengumpulan dan analisis data, termasuk dalam penarikan sampel.
2.           Lebih menekankan pada proses berpikir positivisme-logis, yaitu suatu cara berpikir yang ingin menemukan fakta atau sebab dari sesuatu kejadian dengan mengesampingkan keadaan subyektif dari individu di dalamnya.
3.           Peneliti cenderung ingin menegakkan obyektifitas yang tinggi, sehingga dalam pendekatannya menggunakan pengaturan-pengatuaran secara ketat (obstrusive) dan berusaha mengendalikan situasi (controlled).
4.           peneliti berusaha menjaga jarak dari situasi yang diteliti, sehingga peneliti tetap berposisi sebagai orang ”luar” dari obyek penelitiannya.
5.           Bertujuan untuk menguji suatu teori/pendapat untuk mendapatkan kesimpulan umum (generalisasi) dari sampel yang ditetapkan.

6.           Berorientasi pada hasil, yang berarti juga kegiatan pengumpulan data lebih dipercayakan pada instrumen (termasuk pengumpul data lapangan)


7.           Kriteria data/informasi lebih ditekankan pada segi realibilitas dan biasanya cenderung mengambil data konkrit (hard fact).
8.           Walaupun data diambil dari wakil populasi (sampel), namun selalu ditekankan pada pembuatan generalisasi.


9.           Fokus yang diteliti sangat spesifik (particularistik) berupa variabel-variabel tertentu saja. Jadi, tidak bersifat holistik.
1.       Cenderung menggunakan metode kualitatif, baik dalam pengumpulan maupun proses analisisnya.

2.       Lebih mementingkan penghayatan dan pengertian dalam menangkap gejala (fenomenologis).



3.       Pendekatan wajar, dengan menggunakan pengamatan yang bebas (tanpa pengamatan yang ketat).



4.       Lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada pa sumber data, dengan berusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang ”orang dalam”.
5.       Bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakan metode berpikir induktif. Jadi, bukan untuk menguji teori atau hipotesis.
6.       Berorientasi pada proses, dengan mengandalkan diri peneliti sebagai instrumen utama. Hal ini dinilai cukup penting karena dalam proses itu sendiri dapat sekaligus terjadi kegiatan analisis, dan pengambilan keputusan.
7.       Kriteria data/informasi lebih menekankan pada segi validitasnya, yang tidak saja mencakup fakta konkrit saja melainkan juga informasi simbolik atau abstrak.
8.       Ruang lingkup penelitian lebih dibatasi pada kasus-kasus singular, sehingga tekanannya bukan pada segi generalisasinya melainkan pada segi otentitasnya.
9.       Fokus penelitian bersifat holistik, meliputi aspek yang cukup luas (tidak dibatasi pada variabel tertentu).

Oleh karena itu, dalam wacana metodologi penelitian, umumnya diakui terdapat dua paradigma utama dalam metodologi penelitian yakni paradigma positivist (penelitian  kuantitatif) dan paradigma naturalistik (penelitian kualitatif). Ada ahli yang memposisikannya secara diametral, namun ada juga yang mencoba menggabungkannya baik dalam makna integratifmaupun bersifat komplementer, namun apapun kontroversi yang terjadi kedua jenis penelitian tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/teoritis maupun dalam tataran praktis pelaksanaan penelitian, dan justru dengan perbedaan tersebut akan nampak kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga seorang peneliti akan dapat lebih mudah memilih metode yang akan diterapkan apakah metode kuantitatif atau metode kualitatif dengan memperhatikan obyek penelitian/masalah yang akan diteliti serta mengacu pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Meskipun dalam tataran praktis, perbedaan antara keduanya seperti nampak sederhana dan hanya bersifat teknis, namun secara esensial, keduanya mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivisme, sementara itu penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis).


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek, Jakarta:PT. Rineka Cipta. 1997
Aripin, Jaenal. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta:Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press, 2006
http://www.isekolah.org
Soejono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1997
Sugioyono, Metode Penelitilan Kuatitatif  Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008





[1] http://www.isekolah.org
[2] Soejono, SH, M.H. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. PT. Rineka Cipta: Jakarta. 1997. hal. 26.
[3] Prof. Dr. H. Syamsir Salam, Ms dan Jaenal Aripin, M. Ag, (Jakarta:Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press), hlm.30
[4] Prof.Sugioyono, (Bandung: Alfabeta,2008), hlm.8

No comments:

Post a Comment