BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Secara
legalitas keberadaan bimbingan dan konseling di Indonesia tercantum dalam undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 yang menyatakan
bahwa guru pembimbing sebagai salah satu kualifikasi pendidik. Namun,
dinyatakan pula pada undang-undang No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan tujuan
dari sebuah Bimbingan dan Konseling (BK) yaitu mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan tujuan khusus dari
layanan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai
tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan
karir.
Dengan pemberian
layanan bimbingan yang tepat dan kontinyu diharapkan siswa mampu memahami
kelebihan dan kekurangannya, mandiri dan mampu mengoptimalkan potensi, bakat,
dan minat yang dimiliki. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling tersusun
dalam program layanan bimbingan dan konseling. Program layanan bimbingan dan
konseling memuat berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung layanan
bimbingan dan konseling, serta mencakup empat bidang layanan bimbingan dan
konseling yaitu bidang belajar atau akademik, pribadi, sosial dan karir.
Kegiatan utama
siswa di sekolah adalah belajar. Slameto menjelaskan dalam sebuah bukunya bahwa
belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
sendiri dan interaksi dengan lingkungannya. Tingkah laku baru yang dimaksud
adalah perubahan siswa yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak
mengerti menjadi mengerti, terutama dalam hal ilmu pengetahuan.
Setiap siswa
memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda dalam hal belajar. Tidak
sedikit siswa yang mengalami permasalahan atau hambatan dalam kegiatan
belajarnya. Permasalahan-permasalahan yang bisa timbul dalam kegiatan belajar
antara lain tidak ada motivasi belajar, tidak mampu berkonsentrasi dalam
belajar, nilai hasil belajar rendah, tidak bisa mengatur waktu belajar, tidak
siap menghadapi ujian atau ulangan dan sebagainya. Prayitno dan Erman Amti
(2004: 279) menjelaskan bahwa kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak
selalu disebabkan oleh faktor kebodohan atau rendahnya inteligensi. Kegagalan
sering terjadi karena siswa tidak mendapatkan layanan bimbingan belajar yang
memadai. Sehubungan dengan permasalahan atau kesulitan belajar pada siswa maka
sekolah memiliki tanggung jawab untuk membantu siswa dalam menghadapi
permasalahan yang dihadapi. Salah satu usaha sekolah dalam mengatasi
permasalahan belajar siswa adalah melalui layanan bimbingan belajar yang
diberikan oleh guru pembimbing.
Achmad Juntika
Nurihsan dan Akur Sudianto (2005:12) menyatakan bahwa bimbingan belajar
membantu peserta didik dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar.
Layanan bimbingan belajar membantu siswa dalam mencapai keberhasilan belajar
yang optimal dan mampu memecahkan masalah-masalah belajar yang dihadapi.
Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah yang berperan untuk membantu
siswa yang mengalami kesulitan dalam berbagai hal terutama masalah kesulitan
belajar harus senantiasa mendapat perhatian yang serius agar kesulitan belajar
tersebut dapat segera teratasi. Oleh karena itu, bimbingan belajar menjadi
salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah.
Program layanan bimbingan belajar mempunyai bagian yang lebih besar di antara
program bimbingan yang lain, yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, dan
karir. Hal ini dikarenakan kegiatan utama di sekolah adalah belajar dan
banyaknya permasalahan yang bisa timbul dalam kegiatan belajar di sekolah yang
tentunya akan berdampak pada pribadi, kehidupan sosial dan pemilihan karir di
masa depan. Tujuan penyelenggaraan bimbingan belajar sekolah adalah agar siswa
mampu memecahkan masalah belajar yang dihadapi, memiliki kebiasaan belajar yang
baik sehingga memperoleh prestasi yang optimal dan mampu merencanakan masa
depan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Struktur organisasi
bimbingan dan konseling pada MA Jammiyah Islamiyah?
2. Apa Saja Program guru
Bimbingan Konseling yang dilaksanakan pada MA Jammiyah Islamiyah?
3. Bagaimana keadaan ruang untuk
guru bimbingan konseling di MA Jammiyah Islamiyah?
4. Bagaimana bentuk buku pribadi
siswa untuk mengotrol perilaku siswa disekolah?
5. Adakah catatan khusus yang
diberikan untuk siswa yang melanggar peraturan?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui fungsi bimbingan dan konseling (BK) dalam sebuah sekolah.
2.
Untuk memahami
sebuah peran menjadi seorang guru bimbingan dan konseling.
3.
Untuk menambah
wawasan mengenai peran seorang guru dalam
mengembangkat bakat, minat dan
keinginaan seorang peserta didik atau siswa.
4.
Untuk dapat
memahami masalah-masalah belajar yang sedang dialami seorang peserta didik.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat dari tujuan penelitian ini adalah :
1.
Manfaat Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan
khususnya layanan bimbingan belajar dan dapat dijadikan dasar bagi peneliti
selanjutnya.
2.
Manfaat
Praktis
-
Bagi kepala
sekolah, sebagai bahan masukan untuk memberikan perhatian, pengawasan dan
perbaikan berkenaan dengan penyelenggaraan layanan bimbingan belajar di
sekolah.
-
Bagi guru
pembimbing, hasil penelitian ini menjadi bahan evaluasi diri bagi guru
pembimbing berkenaan dengan kualitas layanan bimbingan belajar yang telah
dilaksanakan dan sebagai balikan (feedback) untuk meningkatkan kinerja guru
pembimbing agar lebih berkualitas.
1.5
Waktu dan Metodelogi Penelitian
1.
Penelitian
mengenai fungsi dan tujuan dari adanya guru pembimbing atau adanya bimbingan
konseling (BK), penulis melakukan observasi pada ,
Tempat :
Madrasah Aliyah Jamiyyah Islamiyah
Alamat :Ceger Jurang Mangu Timur, Kec.
Pondok Aren Tangerang
Selatan- Banten
Waktu :
20 Mei 2013
2.
Metode
Penelitian
Dalam
menyelesaikan laporan ini, penulis melakukan pengumpulan data, dengan cara
melakukan observasi kepada sekolah yang akan dijadikan pengamatan, lalu penulis
melakukan pengumpulan data melalui metode wawancara kepada pihak sekolah atau
kepada guru yang bertugas sebagai guru pembimbing.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1
Konsep dan Pengertian Bimbingan Konseling
Kehadiran guru
bimbingan dan konseling (BK) di Indonesia masih relatif baru. Pada awal 1970-an, profesi ini baru
diperkenalkan di negeri ini. Dinegeri Paman Sam tempat dilahirkannya profesi
ini, guru BK dikenal dengan istilah scholl counselor (konselor sekolah). Di
Indonesia, pada awalnya dikenal dengan sebutan guru BP (bimbingan penyuluhan),
karena dalam konteks tugas istilah “konseling” lebih sesuai dari pada
“penyuluhan”, pada tahap selanjutnya sebutan guru BP berubah menjadi guru BK
(bimbingan konseling). Pada beberapa daerah ada pula guru BP yang disebut
dengan istilah guru pembimbing. Akhir-akhir ini, penggunaan sebutan “konselor”
lebih dianjurkan, dalam UU Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6 disebut istilah
“konselor” untuk profesi pendidik ini. Lebih lanjut dalam buku Rambu-Rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal yang
dikeluarkan Dirjen PMPTK Depdiknas tahun 2007, dijelaskan pendidikan minimal
konselor adalah sarjana (S1) program studi bimbingan dan konseling, diharapkan
setelah lulus pendidikan akademik dan memperoleh gelar sarjana pendidikan
jurusan bimbingan dan konseling, lulusan dapat melanjutkan pendidikan profesi
konselor (PPK). Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah atau Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya
landasan hukum atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah
menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli,
agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangannya menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moral-spiritual. Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam
proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli
memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan
tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah
kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses
perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari
masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam
alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang
dianut. Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan.
Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life
style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi,
atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan
perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah
pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga
mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya,
pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan
tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran
fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris
ke industri. Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya
tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi,
minuman keras, dan obat-obat terlarang atau narkoba yang tak terkontrol,
ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga, dan dekadensi moral orang dewasa
sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia
remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia),
seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah atau Madrasah, tawuran, meminum
minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu- sabu),
kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di
atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia
Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan
nasional UU No. 20 Tahun 2003, yaitu: beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan, memiliki kesehatan
jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai
implikasi imperatif yang mengharuskan bagi semua tingkat satuan pendidikan
untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian
tujuan pendidikan tersebut. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian
bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :
·
Miller (I. Djumhur dan
Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap
individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum
di sekolah, keluarga dan masyarakat.
·
United States Office
of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang
terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik
dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang
dihadapinya, misalnya problema kependidikan bimbingan harus mengarahkan
kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat.
·
Djumhur dan Moh.
Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan
yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk
menerima dirinya (self acceptance),
kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan
masyarakat.
·
Dalam Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa
“Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
·
Prayitno, dkk. (2003)
mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan
berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
·
M. Surya (1988:12)
berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan
yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar
tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Dari
beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan
pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah, bahwa
Bimbingan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada
individu atau peserta didik. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat
psikologis. Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian
merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan. Bimbingan konseling adalah
salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP
bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan
mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah
tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media
pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian,
tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling. Selain itu, dapat
ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu
bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan
kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya,
menerima dirinya, mengarahkan dirinya, dan merealisasikan dirinya. Konseling
adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang
ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli. Konseling merupakan upaya
bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan
kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki
tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dari pengertin tersebut, dapat
penulis sampaikan ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
1.
Adanya bantuan dari
seorang ahli,
2.
Proses pemberian
bantuan dilakukan dengan wawancara konseling,
3.
Bantuan diberikan
kepada individu yang mengalami masalah agar memperoleh konsep diri dan
kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di
masa yang akan datang.
Dalam konteks pemberian layanan
bimbingan konseling, bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi
layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran,
konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Dalam Pedoman
Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu
sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan
tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan
yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan
terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola
kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah dasar.
2.2
Peranan Guru dalam Bimbingan Konseling
Di
sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran
siswa. Kendati demikian, bukan berarti guru sama sekali lepas dengan kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran
tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah, bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun
dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya, salah satu peran yang
dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik
guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara
itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, bahwa
guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus
manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli,
memahami dan menghargai tanpa syarat. Peran atau tugas dan tanggung jawab
guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
1.
Membantu
memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
2.
Membantu guru
pembimbing atau konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
3.
Mengalih tangankan
siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing
atau konselor
4.
Menerima siswa alih
tangan dari guru pembimbing atau konselor, yaitu siswa yang menuntut guru
pembimbing memerlukan pelayanan pengajar
atau latihan khusus (seperti pengajaran atau latihan perbaikan, program
pengayaan).
5.
Membantu mengembangkan
suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang
pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6.
Memberikan kesempatan
dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
7.
Berpartisipasi dalam
kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8.
Membantu pengumpulan
informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan
konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Implementasi kegiatan BK dalam
pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses
belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan
BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran
yang dirumuskan. Adapun peran guru dalam kegiatan bimbingan konseling yaitu:
1.
Informator, guru
diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2.
Organisator, guru
sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3.
Motivator, guru harus
mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4.
Director, guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
5.
Inisiator, guru
sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6.
Transmitter, guru
bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7.
Fasilitator, guru akan
memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8.
Mediator, guru sebagai
penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9.
Evaluator, guru
mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak
.
2.3
Tujuan Bimbingan Konseling
Tujuan
pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat:
·
Merencanakan kegiatan
penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan
datang
·
Mengembangkan seluruh
potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin
·
Menyesuaikan diri
dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya
·
Mengatasi hambatan dan
kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan,
masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,
mereka harus mendapatkan kesempatan untuk:
1.
mengenal dan memahami
potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya
2.
mengenal dan memahami
potensi atau peluang yang ada di lingkungannya
3.
mengenal dan
menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut
4.
memahami dan mengatasi
kesulitan-kesulitan sendiri
5.
menggunakan kemampuannya untuk kepentingan
dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat,
6.
menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan
dari lingkungannya
7.
mengembangkan segala
potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara
khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial,
belajar (akademik), dan karir.
2.4.1
Tujuan Bimbingan dan Konseling yang Terkait dengan Aspek
Pribadi-Sosial Konseli
Adapun tujuan dari
bimbingan konseling untuk perubahan aspek pribadi dan sosial adalah :
1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan
nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah,
tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain,
dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang
bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak
menyenangkan (musibah), sertadan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan
ajaran agama yang dianut.
4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif
dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik
fisik maupun psikis.
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri
sendiri dan orang lain.
6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara
sehat
7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau
menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. Memiliki
rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau
kewajibannya.
8. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human
relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan,
persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
9. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik
(masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
10. Memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2.4. 2. Tujuan Bimbingan dan Konseling
yang Terkait dengan Aspek Akademik:
Adapun tujuan dari bimbingan konseling
untuk perubahan aspek akademik adalah :
1. Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek
belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses
belajar yang dialaminya.
2. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif,
seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian
terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang
diprogramkan.
3. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang
hayat.
4. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang
efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat
pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
5. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan
perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan
tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan
berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan
wawasan yang lebih luas.
6. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk
menghadapi ujian.
2.4.3
Tujuan Bimbingan dan Konseling yang Terkait dengan
Aspek Karir
Adapun tujuan dari bimbingan konseling
untuk perubahan masa depan adalah :
1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan
kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan
informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam
arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal
bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
4. Memahami
relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan
keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya
masa depan.
5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir,
dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang
dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan
kesejahteraan kerja.
6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu
merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai
dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
7. Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan
arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia
senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan
dengan karir keguruan tersebut.
8. Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat.
Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan
dan minat yang dimiliki.
Oleh karena itu, maka setiap orang perlu
memahami kemampuan dan minatnya.
BAB III
HASIL OBSERVASI
Didalam ruangan BK yang
berada dilantai 1 terdapat tulisan BIMBINGAN DAN KASIH SAYANG ORANG TUA
KEPADA ANAK MENENTUKAN MASA DEPAN MADRASAH ALIYAH
JAMIYYAH ISLAMIYYAH sejak 1999 sampai 2000 menggunakan bimbingan
konseling pola 17. Pola 17 merupakan penyatuan beberapa unsur, antara lain
berisi wawasan umum BK, 4 bidang bibingan , 7 Jenis layanan dan 5 kegiatan
pendukung. Layanan BK dengan pola 17 merupakan pelaksanaan kurkulum tahun 1994,
dengan bentuk sebagai berikut
Struktur Organisasi Bimbingan dan Konseling MA JAMIYYAH ISLAMIYAH
Kepala Sekolah
H. Baharuddin, S.Ag |
Ketua
Yayasan
Drs. H. Syamsul Ma’arif |
Dewan
Guru
|
Siswa/siswi
|
Wali
Kelas
|
Guru
BK
Drs. R. Suhandi |
Staf
BK
Masriki Ridwan, S.Pd |
Adapun
Program yang selama ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Jammiyah Islamiyah
adalah :
1. Program BK yang sudah dilaksanakan
a. Persiapan :
-
Penyusunan
program yaitu program yang dibuat bersama-sama dengan kepala sekolah beserta
guru-guru .
-
Penyediaan
sarana dan prasarana berupa buku data pribadi siswa.
b. Layanan BK
-
Layanan
orinatasi yaitu program
bimbingan dan konseling yang dilaksanakan pada awal setiap tahun
ajaran baru
-
Layanan informasi yaitu program pengarahan untuk untuk karier atau studi lanjutan
-
Layanan
Pembeajaran yaitu
pada siswa yang mengalami masalah kesulitan dalam pembelajaran
-
Layanan
konseling perorangan yaitu
setiap siswa yang mempunyai permasalahan dapat berkonsultasi kepada guru
pembimbing.
-
Layanan
bimbigan dan konseling kelompok
c. Kegiatan pendukung bimbingan
-
Menghimpun
data siswa
-
Konferensi
kasus mencoba
mentelesaikan permaasalahan siswa terutama
pada kasus yang lebih atau agak serius
-
Kunjungan
rumah yaitu kegiatan yang dilakukan bersama-sama guru BK dan wali kelas untuk siswa yang mempunyai masalah
yang mengganggu dirinya dalam kegiatan proses belajar.
d. Hubungan masyarakat
-
Kerjasama
dengan orang tua siswa untuk
mendapatkan informasi mengenai siswa terutama
yang berhubungan dengan siswa bermasalah
e. Pertemuan atau pelatihan
kerja bimbingan
-
Penataran
program pendidikan
atau pelatihan, Namun, sering tertinggal
informasi,sehingga terlambat atau tidak mengikuti kegiatan tersebut.
f.
Evaluasi
dan tindak lanjut atau
kegiatan yang di buat atau
disusun oleh guru bimbingan
konseling (BK) yang dilaporkan pada
kepala sekolah pada akhir tahun ajaran.
g. Pelaporan atau
kegiatan yang dibuat untuk tiap bulan – semester dan
tahunan dengan tujuan
memberikan laporan mengenai kerja bimbingan dan konseling selama setahun.
2. Administrasi kelengkapan BK yang
dimiliki
a. buku tamu
b. buku konsultasi
siswa
c. buku catatan kejadian
d. buku wawancara orang tua,
e. program tahunan .
f.
evaluasi
kegiatan
g. analisis hasil
3. Kasus yang ditangani selama tahun
ajaran 2003 – 2004, sebanya 16 siswa dengan masalah yang dihadapi :
a. Kehadiran siswa atau
absensi meliputi alpa, sering sakit
b. Disiplin
c. Dipalak
d. Berkelahi
e. Emosional
f.
Hubungan
orang tua
g. Satus ekonomi
h. Kesulitan belajar
4. Memiliki ruangan BK di lantai 1, dengan alat
perlengkapam ruangan dan fasilitas teknis yang cukup -> dalam arti ada
tetapi tampak masih kurang memadai. Tatapi bila melihat latar belakang sekolah,
apa yang ada saat ini sudah dianggap cukup.
5. Penyediaan anggaran -> belum pernah
teranggarkan, hanya untuk beberapa kegiatan saja, misalnya : untuk sarana dan
prasarana mengajukan dalam bentuk barang, sedangkan untuk operasional misalnya
: home visit baru mendapatkan transportasi.
6. Pengorganisasian -> Guru BK bekerjasama
dengan wali kelas disetiap kelas dalam menghadapi masalah tertentu
7. Inti hasil wawancara dengan :
a. Kepala sekolah -> sangat menujang
bahkan ikut berperan serta dalam kegiatan BK sebagai pembimbing.
b. Guru dan wali kelas -> koordinasi
dengan guru BK berjalan denganbaik terutama dalam kegiatan membantu siswa yang
bermasalah dan mengadakan kunjungan rumah. Guru dan wali kelas merasa terbantu
untuk membantu mengembangkan siswa.
c. Siswa -> berhasil mewawancarai siswa
kelas X yang pada umumnya mereka mengenal kegiatan BK ada siswa yang mengaku datang sendiri ke BK
karena tidak bisa belajar dengan baik di rumah. Disamping itu masih juga ada
siswa yang mengatakan takut dipanggil BK.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada
intinya layanan BK MA Jamiyyah Islamiyyah berjalan efektif sesuai dengan juklak
yang sudah ditetapkan Dinas Pendidikan.
Kesan yang mendalam selama observasi terutama bertemu dengan siswa,
mereka selalu memberi salam, bersikap sopan dan ramah. Perhatian dan bimbingan
dari pengawas cukup baik, karena sudah beberapa kali dikunjungi. Kendala yang
dihadapi :
1. Guru BK kurang
2. Alat pengumpul data masih kurag lengkap
3.
Ruang BK masih kurang tertata baik
4.
Anggaran biaya belum menujang
5. Keterbatasan waktu terutama untuk pelaksanaan bimbingan karier atau bimbingan
kelompok, karena tidak adanya kesediaan waktu
pengajaran dalam KBM.
6. Keterlambatan informasi
untuk mengikuti kegiatan , Misalnya: penataran.
4.2 Saran
Disadari
bahwa bimbingan konseling di sekolah merupakan proses yang menunjang
pelaksanakan pendidikan di sekolah. Dimana dalam keadaan tertentu bimbingan
dipergunakan sebagai metode untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah
(membantu mengatasi masalah belajar, mengembangkan aspek pribadi siswa) tetapi
di saat lain sebagai tumpuan siswa untuk membantu mengatasi maslahah
pribadinya.
Kenyataan
menujukan bahwa pelaksanaan bimbingan komseling di sekolah masih sangat
befariasi, karena tidak senmua sekolah memiliki pertugas bimbingan demikian
pula tingkat profesionalistas petugas. Disekolahsekolah tertentu ada yang
ditangani oleh S1 (strata
1) BP ada yang oleh guru pembimbing (disamping sebagai guru
merangkap sebagai pembimbing).
Keadaan
ini memang dari apa yang seharusnya, namun demikian pelklsanaan bimbingan
konseling harus dilaksanakan di sekolah, untuk itu dituntut guru yang kompeten
yaitu guru yang profesional yang memiliki dan menguasai kompetensi dasar guru,
yang diantaranya mampu memberikan layanan bimbingan konseling.
Disamping
itu harus tetap di perjuangkan adanya perhatian yang realistis dari pihak
pemerintah – sekolah – masyarakat untuk dapat melaksanakan program bimbingan
konseling . bagi para konselor atau guru pembibing harus benar-benar berusaha
untu kmenjadi tenaga yang profesional. Memang semua ini merupakan suatu
perjuangan yang tidak mudah, tetapi lebih baik berbuat daripada tidak berbuat
apa-apa.
No comments:
Post a Comment