Pengertian organisasi sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, bidang studi administrasi pendidikan boleh dikatakan masih baru. Di Negara-negara yang sudah maju, administrasi pendidikan mulai berkembang dengan pesat sejak pertengahan pertama abad ke-20, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua. Khususnya di Negara kita, Indonesia, administrasi pendidikan baru diperkenalkan melalui beberapa IKIP sejak tahun 1960-an, dan baru dimasukkan sebagai mata pelajaran mata ujian di SGA/SPG sejak tahun ajaran 1965/1966. Oleh karena itu, tidak engherankan jika para pendidiksendiri banyak yang belum dapat memahami betapa perlu dan pentingnya administrasi pendidikan itu dalam penyelenggaraan dan pengembangan dan pendidikan pada umumnya. Di samping itu, administrasi pendidikan itu sendirisebagai ilmu, terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pendidikan di Negara masing-masing.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa pengertian Administrasi Pendidikan secara sempit dan luas?
1.2.2        Apa tujuan Administrasi Pendidikan?
1.2.3        Apa manfaat mempelajari Administrasi bagi guru dan calon guru?
1.2.4        Apa itu Manajemen dan kaitannya dengan Administrasi Pendidikan?
1.2.5        Apa perbedaan Administrasi Pendidikan dengan Administrasi Sekolah?
1.2.6        Apa pengertian, pentingnya, ciri-ciri dan faktor-faktor yang mempengaruhi susunan dari Organisasi Sekolah?
1.2.7        Apa struktur Organisasi Pendidikan itu?
1.2.8        Bagaimana sistemSsentralisasi dalam suatu organisasi pendidikan?
1.2.9        Bagaiimana sistem Disentralisasi dalam suatu organisasi pendidikan?
1.2.10    Apa itu MBS?
1.3  Tujuan Makalah
1.3.1        Mengetahui dan memahami pengertian dan tujuan Administrasi Pendidikan dan Manajemen Pendidikan.
1.3.2 Mengetahui dan memahami pengertian, ciri-ciri dan struktur dari organisasi pendidikan dan organisasi sekolah.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian administrasi pendidikan
Pengertian Dasar Administrasi Pendidikan Untuk dapat memahami administrasi pendidikan secara keseluruhan, maka perlu terlebih dahulu membahas titik awal pengertian tersebut, yaitu administrasi. Pengertian dasar tentang administrasi itu akan merupakan tumpuan pemahaman administrasi pendidikan seutuhnya.
Secara sederhana administrasi itu berasal dari kata latin “ad” dan “ministro”. Ad mempunyai arti “kepada” dan ministro beraarti “melayani”. Secara bebas dapat diartikan bahwa administrasi itu merupakan pelayanan atau pengabdian terhadap subjek tertentu.
a.       Administrasi dalam arti sempit adalah aktivitas ketatausahaan, berupa penyusunan dan pencatatan keterangan yang diperoleh secara sistematis.
b.      Administrasi dalam arti luas yaitu :
1. Upaya mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan orang-orang dalam suatu pola kerjasama.
2.  Identik dengan organisasi yaitu sistem kerjasama antara dua orang atau lebih yang secara sadar dimaksudkan untuk mencapai tujuan.
3. Sub sistem dari organisasi itu sendiri, dengan unsur, tujuan, orang-orang, sumber dan waktu.
4. Upaya agar semua unsur organisasi bisa berfungsi secara efektif dan efisien, produktif dan optimal. Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Untuk memperluas pemahaman tentang pengertian administrasi pendidikan berikut ini dikemukakan beberapa batasan atau definisi, yaitu:
1. Hadari Nawawi (1989:11) : administrasi pendidikan adalah serangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal.
2.  Engkoswara : administrasi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari penataan sumberdaya yaitu manusia, kurikulum atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan penciptaan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta dalam mencapai tujuan pendidikan yang disepakati.
3. Ngalim Purwanto (1984:14) : administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan, dan pembiyaan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, materiil maupun spirituil untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
4. Robert E. Wilson (1996) : administrasi pendidikan adalah koordinasi kekuatan penting untuk pengajaran yang lebih baik bagi seluruh anak-anak di dalam organisasi sekolah untuk mencapai tujuan dan menjamin pencapaian tujuan.
5. Oteng Sutisna (1983 :17) : administrasi pendidikan sebagai suatu peristiwa mengkoordinasikan kegiatan yang saling bergantung dari orang-orang dan kelompok-kelompok dalam mencapai tujuan bersama pendidikan anak-anak.
6. Mohammad Rifai (1972:51) : administrasi adalah keseluruhan proses yang mempergunakan dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai, baik personel maupun materil dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama seefektif dan seefisien mungkin.
7. Calvin Grieder (1961) : administrasi pendidikan adalah keseluruhan proses yang menggunakan dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai baik personal maupun materil dalam usaha mencapai tujuan bersama seefektif dan seefisien mungkin (Rifai : 1972).
Dan berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan pada intinya adalah segenap proses pengalahan dan pengintegrasian segala sesuatu atau potensi dalam suatu aktivitas kelembagaan, baik personal, spiritual dan materil, yang bersangkutan dengan pencapaian tujuan pendidikan.

2.2 Tujuan Administrasi Pendidikan
Tujuan administrasi pendidikan pada umumnya adalah agar semua kegiatan mendukung tercapainya tujuan pendidikan atau dengan kata lain administrasi yang di gunakan dalam dunia pendidikan di usahakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.3 Manfaat memepelajari administrasi pendidikan
Pada dasaranya tujuan pokok administrasi pendidikan adalah keinginan untuk memanifestasikan efektifitas dan efisiensi (serta produktivitas) yang optimal dalam penyelenggaraan tugas-tugas operasional kependidikan yang bersifat tekhnis edukatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan di lingkungan pendidikan formal (sekolah).
Tugas utama guru yaitu mengelola proses belajar-mengajar dalam suatu lingkungan tertentu, yaitu sekolah. Sekolah merupakan subsistem pendidikan nasional dan di samping sekolah, sistem pendidikan nasional itu juga mempunyai komponen-komponen lainnya. Guru harus memahami apa yang terjadi dilingkungan kerjanya.
Adapun manfaat bagi seorang guru yang mempelajari administrasi pendidikan ialah:
- Dapat mengetahui dan menyadari akan tugas-tugas dan kewenangan yang  mesti dipikulnya serta mengetahui bagaimana cara-cara melaksanakan tugas-tugas dan kewenangannya masing-masing.
- Dapat menghindari kesalahan-kesalahan kerja atau overlapping kerja/tugas.
- Mengetahui bagaimana melaksanakan sesuatu kegiatan kependidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan supaya tercapai efektif dan efisien seta secara tepat.
- Mengetahui batas-batas hak dan kewajiban masing-masing (tenaga kependidikan).
2.4 Manajemen dan Administrasi Pendidikan
Dalam pembahasan ini, konsep administrasi dipandang sama dengan konsep Manajemen. Manajemen Pendidikan terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan pendidikan, secara sederhana manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang diterapkan dalam bidang pendidikan dengan spesifikasi dan ciri-ciri khas yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu pemahaman tentang manajemen pendidikan menuntut manajemen berbeda dengan administrasi. Karena manajemen hanyalah salah satu aspek atau unsur dalam administrasi. Seperti pengertiannya manajemen adalah proses untuk menyelenggarakan dan mengawasi suatu tujuan tertentu. Begitu pula pemahaman tentang manajemen secara umum. Berikut ini akan dikemukakan tentang makna manajemen.

1. Konsep Manajemen
Dari segi bahasa management berasal dari kata manage (to manage) yang berarti “to conduct or to carry on, to direct” (Webster Super New School and Office Dictionary), dalam Kamus Inggeris Indonesia kata Manage diartikan “Mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola”(John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia) , Oxford Advanced Learner’s Dictionary mengartikan Manage sebagai “to succed in doing something especially something difficult. Management the act of running and controlling business or similar organization” sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Manajemen diartikan sebagai “Prose penggunaan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran”(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Adapun dari segi Istilah telah banyak para ahli telah memberikan pengertian manajemen, dengan formulasi yang berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen guna memperoleh pemahaman yang lebih jelas.
Pendapat Pakar tentang Manajemen
No
Pengertian Administrasi/manajemen
Pendapat
1.
The most comporehensive definition views management as an integrating process by which authorized individual create, maintain, and operate an organization in the selection an accomplishment of it’s aims
(Lester Robert Bittel (Ed), 1978 : 640)
2.
Manajemen itu adalah pengendalian dan pemanfaatan daripada semua faktor dan sumberdaya, yang menurut suatu perencanaan (planning), diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu
(Prajudi Atmosudirdjo,1982 : 124)
3.
Management is the use of people and other resources to accomplish objective
( Boone& Kurtz. 1984 : 4)
4.
.. management-the function of getting things done through people
(Harold Koontz, Cyril O’Donnel:3)
5.
Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindsakan-tindakan : Perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan poengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lain
(George R. Terry, 1986:4)
6.
Manajemen dapat didefinisikan sebagai ‘kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain’. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa manajemen merupakan alat pelaksana utama administrasi
(Sondang P. Siagian. 1997 : 5)
7.
Management is the process of efficiently achieving the objectives of the organization with and through people
De Cenzo&Robbin
1999:5

Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas nampak jelas bahwa perbedaan formulasi hanya dikarenakan titik tekan yang berbeda namun prinsip dasarnya sama, yakni bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan adalah dalam rangka mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada, sementara itu definisi nomor empat yang dikemukakan oleh G.R Terry menambahkan dengan proses kegiatannya, sedangkan definisi nomor lima dari Sondang P Siagian menambah penegasan tentang posisi manajemen hubungannya dengan administrasi. Terlepas dari perbedaan tersebut, terdapat beberapa prinsip yang nampaknya menjadi benang merah tentang pengertian manajemen yakni :
1. Manajemen merupakan suatu kegiatan
2. Manajemen menggunakan atau memanfaatkan pihak-pihak lain
3. Kegiatan manajemen diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
Setelah melihat pengertian manajemen, maka nampak jelas bahwa setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti Sekolah akan sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama yang terjadi agar dapat berjalan dengan baik dalam pencapaian tujuan, untuk itu pengelolaannya mesti berjalan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dengan diawali oleh suatu rencana sampai tahapan berikutnya dengan menunjukan suatu keterpaduan dalam prosesnya, dengan mengingat hal itu, maka makna pentingnya manajemen semakin jelas bagi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan.


2. Konsep Administrasi dan Manajemen Pendidikan
Setelah memperoleh gambaran tentang manajemen secara umum maka pemahaman tentang manajemen pendidikan akan lebih mudah, karena dari segi prinsip serta fungsi-fungsinya nampaknya tidak banyak berbeda, perbedaan akan terlihat dalam substansi yang dijadikan objek kajiannya yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah pendidikan.
Oteng Sutisna (1989:382) menyatakan bahwa Administrasi pendidikan hadir dalam tiga bidang perhatian dan kepentingan yaitu : (1) setting Administrasi pendidikan (geografi, demograpi, ekonomi, ideologi, kebudayaan, dan pembangunan); (2) pendidikan (bidang garapan Administrasi); dan (3) substansi administrasi pendidikan (tugas-tugasnya, prosesnya, asas-asasnya, dan prilaku administrasi), hal ini makin memperkuat bahwa manajemen/administrasi pendidikan mempunyai bidang dengan cakupan luas yang saling berkaitan, sehingga pemahaman tentangnya memerlukan wawasan yang luas serta antisipatif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat disamping pendalaman dari segi perkembangan teori dalam hal manajemen/administrasi.
Dalam kaitannya dengan makna manajemen/Administrasi Pendidikan berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen pendidikan yang dikemukakan para ahli. Dalam hubungan ini penulis mengambil pendapat yang mempersamakan antara Manajemen dan Administrasi terlepas dari kontroversi tentangnya, sehingga dalam tulisan ini kedua istilah itu dapat dipertukarkan dengan makna yang sama.

Pendapat Pakar tentang Administrasi Pendidikan
No
Pengertian Administrasi/manajemen Pendidikan
Pendapat
1.
Administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien…
Djam’an Satori, (1980: 4)
2.
Dalam pendidikan, manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya
Made Pidarta, (1988:4)
3.
Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan
Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4)
4.
educational administration is a social process that take place within the context of social system
Castetter. (1996:198)
5.
Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagi proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan…
Soebagio Atmodiwirio. (2000:23)
6.
Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama
Engkoswara (2001:2)

Dengan memperhatikan pengertian di atas nampak bahwa manajemen/administrasi pendidikan pada prinsipnya merupakan suatu bentuk penerapan manajemen atau administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang terdapat dalam dunia pendidikan, fungsi administrasi pendidikan merupakan alat untuk mengintegrasikan peranan seluruh sumberdaya guna tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu konteks sosial tertentu, ini berarti bahwa bidang-bidang yang dikelola mempunyai kekhususan yang berbeda dari manajemen dalam bidang lain.
Menurut Engkoswara (2001:2) wilayah kerja manajemen pendidikan dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut :
Perorangan

Garapan
Fungsi
SDM
SB
SFD
Perencanaan


TPP
Pelaksanaan



Pengawasan



Kelembagaan

Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan
Gambar di atas menunjukan suatu kombinasi antara fungsi manajemen dengan bidang garapan yakni sumber Daya manusia (SDM), Sumber Belajar (SB), dan
Sumber Fasilitas dan Dana (SFD), sehingga tergambar apa yang sedang dikerjakan dalam konteks manajemen pendidikan dalam upaya untuk mencapai Tujuan Pendidikan secara Produktif (TPP) baik untuk perorangan maupun kelembagaan
Lembaga pendidikan seperti organisasi sekolah merupakan kerangka kelembagaan dimana administrasi pendidikan dapat berperan dalam mengelola organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dilihat dari tingkatan-tingkatan suatu organisasi dalam hal ini sekolah, administrasi pendidikan dapat dilihat dalam tiga tingkatan yaitu tingkatan institusi (Institutional level), tingkatan manajerial (managerial level), dan tingkatan teknis (technical level) (Murphy dan Louis, 1999). Tingkatan institusi berkaitan dengan hubungan antara lembaga pendidikan (sekolah) dengan lingkungan eksternal, tingkatan manajerial berkaitan dengan kepemimpinan, dan organisasi lembaga (sekolah), dan tingkatan teknis berkaitan dengan proses pembelajaran. Dengan demikian manajemen pendidikan dalam konteks kelembagaan pendidikan mempunyai cakupan yang luas, disamping itu bidang-bidang yang harus ditanganinya juga cukup banyak dan kompleks dari mulai sumberdaya fisik, keuangan, dan manusia yang terlibat dalam kegiatan proses pendidikan di sekolah
Menurut Consortium on Renewing Education (Murphy dan Louis, ed. 1999:515) Sekolah (lembaga pendidikan) mempunyai lima bentuk modal yang perlu dikelola untuk keberhasilan pendidikan yaitu :
1. Integrative capital
2. Human capital
3. Financial capital
4. Social capital
5. Political capital
modal integratif adalah modal yang berkaitan dengan pengintegrasian empat modal lainnya untuk dapat dimanfaatkan bagi pencapaian program/tujuan pendidikan, modal manusia adalah sumberdaya manusia yang kemampuan untuk menggunakan pengetahuan bagi kepentingan proses pendidikan/pembelajaran, modal keuangan adalah dana yang diperlukan untuk menjalankan dan memperbaiki proses pendidikan, modal sosial adalah ikatan kepercayaan dan kebiasaan yang menggambarkan sekolah sebagai komunitas, dan modal politik adalah dasar otoritas legal yang dimiliki untuk melakukan proses pendidikan/pembelajaran.
Dengan pemahaman sebagaimana dikemukakan di atas, nampak bahwa salah satu fungsi penting dari manajemen pendidikan adalah berkaitan dengan proses pembelajaran, hal ini mencakup dari mulai aspek persiapan sampai dengan evaluasi untuk melihat kualitas dari suatu proses tersebut, dalam hubungan ini Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang melakukan kegiatan/proses pembelajaran jelas perlu mengelola kegiatan tersebut dengan baik karena proses belajar mengajar ini merupakan kegiatan utama dari suatu sekolah (Hoy dan Miskel 2001). Dengan demikian nampak bahwa Guru sebagai tenaga pendidik merupakan faktor penting dalam manajemen pendidikan, sebab inti dari proses pendidikan di sekolah pada dasarnya adalah guru, karena keterlibatannya yang langsung pada kegiatan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidik dalam suatu lembaga pendidikan akan menentukan bagaimana kontribusinya bagi pencapaian tujuan, dan kinerja guru merupakan sesuatu yang harus mendapat perhatian dari fihak manajemen pendidikan di sekolah agar dapat terus berkembang dan meningkat kompetensinya dan dengan peningkatan tersebut kinerja merekapun akan meningkat, sehingga akan memberikan berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan sejalan dengan tuntutan perkembangan global dewasa ini.



2.5 Administrasi Pendidikan dan Administrasi Sekolah
Dalam pasal 1 b yang baru lalu telah diktakan bahwa :
Administrasi pendidikan adalah sesuatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang kegiatan yang meliputi perencanaan perorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengawasan, dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memandaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, material maupun spiritual, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
      Bertitik tolak dari definisi tersebut, dapan dikatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang tercakup di dalam administrasi pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat umum yang dilakukan oleh semua lembaga yang mengurusi masalah pendidikan.kita mengetahui bahwa lembaga yang mengurusi masalah pendidikan bukan hanya sekolah setelahtetapi juga lembaga lainnya seperti direktorat-direktorat dan kantor wilayah yang termasuk dalam stuktur organisasi Demaprtemen Pendidikan dan Kebudayaan, sampai dengan kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten atau kota madya dan kantor Departeman Pendidikan dan kebudayaan Kecamatan.
      Dengan demikian, meskipun sebenarnya sangat sukar untuk menarik garis perbedaan yang jelas antara pengetian administrasi pendidikan dan administrasi sekolah penulis berpendapat bahwa administrasi pendidikan mengandung pengertian yang lebih luas dari pada administrasi sekolah.administrasi sekolah merupakan bagian dari administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan pendidikan disuatu Negara bahkan pendidikan pada umunya. Sedangkan administrasi sekolah kegiatan-kegiatannya terbatas pada pelaksanaan pengelolaan pendidikan di sekolah sehingga kita mengenal adanya administrasi sekolah dasar, administrasi sekolah lanjutan, administrasi perguruan tinggi dan sebagainya. Semua itu termasuk di dalam dan merupakan bagian dari administrasi pendidikan.
      Meskipun demikian, karena sekolah merupakan lembaga yang dalam kegiatan-kegiatannya secara langsung menangani subjek didik atau anak didik yang pada hakikatnya merupakan subjek yang di kenai sasaran tujuan pendidikan, maka titik berat pembicaraan dalam ruang lingkup administrasi pendidikan pada umumnya di tekankan pada kegiatan-kegiatan yang menyangkut sekolah seperti kepemimpinan kepala sekolah super visi terhadap guru-guru, bimbingan terhadap siswa, dan sebagainya
2.6  Organisasi Sekolah
2.6.1 Pengertian Organisasi Sekolah
            Organisasi sekolah adalah sekelompok orang yang tergabung menjadi satu kesatuan yang secara sadar membentuk struktur sistem kerja sama melaksanakan tugas pendidikan sekolah dengan mendayagunakan sumber potensi mencapai tujuan pendidikan sekolah secara efektif dan efisien. Sederhananya , Organisasi sekolah adalah sebuah organisasi yang dibentuk di lingkungan sekolah.
2.6.2 Pentingnya Organisasi Sekolah
            Organisasi secara umum dapat diartikan memberi struktur atau susunan yakni dalam penyusunan/ penempatan orang-orang dalam suatu kelompok kerja sama, dengan maksud menempatkan hubungan antara orang-orang dalam kewajiban-kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab masing-masing di dalam struktur yang telah ditentukannya. Penentuan struktur serta hubungan tugas dan tanggung jawab itu dimaksudkan agar tersusun suatu pola kegiatan yang tertuju kepada tercapainya tujuan bersama.
            Sekolah, sebagai suatu lembaga pendidikan yang didalamnya terdapat kepala sekolah, guru-guru, pegawai tata usaha, dsb., dan murid-murid, memerlukan adanya organisasi yang baik agar jalannya sekolah itu lancar menuju kepada tujuannya.
            Faktor lain yang menyebabkan perlunya organisasi sekolah yang baik ialah karena tugas guru-guru tidak hanya mengajar saja, begitu pun juga dengan pegawai tata usaha, pesuruh dan penjaga sekolah, dll. Semuanya harus bertanggung jawab dan diikutseratakan dalam menjalankan roda sekolah itu secara keseluruhan. Dengan demikian agar jangan terjadi overlapping (tabrakan) dalam memegang atau menjalankan tugasnya masing-masing itu, diperlukanlah organisasi sekolah yang baik dan teratur.
            Organisasi sekolah yang baik menghendaki agar tugas-tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan penyelenggaraan sekolah untuk mencapai tujuannya itu dibagi secara merata dengan baik sesuai dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing. Tiap orang mengerti dan menyadari tugasnya dan tempatnya di dalam struktur organisasi itu.
            Sekolah sebagai lembaga pendidikan sesudah semestinya mempunyai organisasi yang baik agar tujuan pendidikan formal ini tercapai sepenuhnya. Kita mengetahui unsur personal di dalam lingkungan sekolah adalah, kepala sekolah, guru, karyawan, dan murid. Di samping itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ada di bawah instansi atasan baik itu kantor dinas atau kantor wilayah departemen yang bersangkutan. Di negara kita, kepala sekolah adalah jabatan tertinggi di sekolah itu, sehingga ia berperan sebagai pemimpin sekolah dan dalam struktur organisasi sekolah ia didudukkan pada tempat paling atas. Melalui struktur organisasi yang ada tersebut orang akan mengetahui apa tugas dan wewenang kepala sekolah, apa tugas guru, apa tugas karyawan sekolah (yang biasa dikenal sebagai pengawai tata usaha).
            Demikian juga terlihat apakah di suatu sekolah dibentuk satuan tugas (unit kerja) tertentu seperti bagian UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), bagian perpustakaan, bagian kepramukaan, dan lain-lain sehingga keadaan ini tentunya akan memperlancar jalannya "roda" pendidikan di sekolah tersebut.
            Dengan organisasi yang baik dapat dihindari tindakan kepala sekolah yang menunjukkan kekuasaan yang berlebihan (otoriter). Suasana kerja dapat lebih berjiwa demokratis karena timbulnya partisipasi aktif dari semua pihak yang bertanggung jawab. Partisipasi aktif yang mendidik (pedagogis) dapat digiatkan melalui kegairahan murid sendiri yang bergerak dengan wadah OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah).  Oleh karena itu di dalam memikirkan pembentukan organisasi sekolah, maka fungsi dan peranan OSIS tidak boleh dilupakan.
2.6.3        Ciri-Ciri Organisasi Sekolah yang Baik
1.)    Mempunyai tujuan yang jelas dan nyata dan para anggota menerima dan memahami tujuan tersebut.
2.)    Pembagian kerjanya jelas.
3.)    Pembagian tugas pekerjaan sesuai dengan kemampuan, keahlian dan atau kecakapan masing-masing anggota.
4.)    Adanya keserasian antara anggota yang bertanggung jawab. Maksudnya adalah adanya kesatuan arah sehingga dapat menimbulkan kesatuan tindakan, kesatuan pikiran, dan sebagainya.
5.)    Adanya koordinasi yang baik untuk semua bagian atau anggota.
6.)    Adanya kesatuan perintah (unity of command); para bawahan/ anggota hanya mempunyai seorang atasan langsung, dan daripadanya ia menerima perintah atau bimbingan, serta kepadanya ia harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya.
7.)    Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab seseorang di dalam organisasi sekolah. Sebab, tidak adanya keseimbangan tersebut akan memudahkan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti:
-          Jika wewenang lebih besar daripada tanggung jawab, mudah menimbulkan penyalahgunaan wewenang
-          Jika tanggung jawab lebih besar daripada wewenang, mudah menimbulkan banyak kemacetan, merasa tidak aman atau ragu-ragu dalam tindakan.
8.)    Struktur organisasi disusun secara sederhana sesuai dengan kebutuhan koordinasi, pengawasan, dan pengendalian.
9.)    Pola organisasi relatif permanen. Artinya, meskipun struktur organisasi dapat dan memang harus diubah sesuai dengan tuntutan perkembangan, fleksibilitas dalam penyesuaian itu jangan bersifat prinsip. Oleh karena itu, pola dasar struktur organisasi perlu dibuat sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin permanen.
10.)            Adanya jaminan keamanan dalam bekerja (security of tenure); bawahan atau anggota tidak merasa gelisah karena takut dipecat, ditindak sewenang-wenang, dan sebagainya.
11.)            Garis-garis kekuasaan dan tanggung jawab serta hirearki tata kerjanya jelas tergambar di dalam struktur atau bahan organisasi.
2.6.4        Faktor-Fator yang Mempengaruhi Susunan Organisasi Sekolah
a.       Tingkat Sekolah
Berdasarkan tingkatnya sekolah yang ada di Indonesia dapat dibedakan atas :
-Sekolah Dasar (SD)
-Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
-Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
-Perguruan Tinggi
      Keadaan fisik dan perkembangan jiwa anak jelas berbeda antara anak tingkat yang satu dengan tingka berikutnya. Contohnya : di sekolah dasar biasanya tidak ada seksi bimbingan penyuluhan (Guidance and Conseling) sebab masalah ini merupakan tugas rangkapan dari kepala sekolah, dan hingga saat ini yang memegang adalah pemerintah dan Departemen P dan K tidak atau belum mengangkat seorang pembimbing khusus bagi sekolah dasar.
      Lain halnya dengan sekolah lanjutan, biasanya tersedia satu orang tenaga konselor atau pembimbing dengan tugas pokoknya sebagai pembimbing. Karena itu biasanya di sekolah lanjutan dalan struktur organisasinya kita dapati seksi GC (Guidance and Conseling/ seksi bimbingan penyuluhan).
      Masih banyak bidang-bidang lain yang ditangani secara khusus pada sekolah lanjutan tetapi tidak demikian pada sekolah dasar, misalnya masalah Organisasi Intara Sekolah (OSIS), penggarapan majalah dinding, pengelolaan perpustakaan sekolah, dan bagian pengajaran yang menangani kelancaran dan pengembangan kurikulum/program pendidikan dan pengajaran.
            Pada perguruan tinggi yang kita jumpai banyak bidang tugas yang ditangani secara khusus lebih banyak daripada tugas-tugas dari sekolah lanjutan. Ciri khas perguruan tinggi di Indonesia yang mengemban tugas Tri Dharma perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat memungkinkan perguruan tinggi berkembang secara otonom, sehingga semakin bervariasi susunan organisasinya.
b.      Jenis Sekolah
      Berdasarkan jenis sekolah, kita membedakan ada sekolah umum dan sekolah kejuruan. Sekolah umum adalah sekolah-sekolah yang program pendidikannya bersifat umum dan bertujuan utam untuk melajutkan studi ketingkat yang lebih tinggi lagi. Sedangkan yang dimaksud sekolah kejuruan adalah sekolah-sekolah yang pendidikannya mengarah kepada pemberian bekal kecakapan atau keterampilan khusus setelah selesai studinya, anak didik dapat langsung memasuki dunia kerja dalam masyrakat.
      Dengan melihat perbedaan program pendidikan (kurikulum dan tujuan) yang hendak dicapai maka struktur organisasi sekolah yang berlainan jenis tersebut pasti berlainan pula. Perbedaan organisasi ini mungkin dapat digambarkan antara lain sebagai berikut :
·         Pada sekolah kejuruan terdapat petugas (koordinator) praktikum, sedangkan pada sekolah umum tidak.
·         Pada sekolah kejuruan terdapat petugas bagian ketenaga kerjaan penempatan alumni, sedangkan pada sekolah umum tidak.
c.       Besar Kecilnya Sekolah
      Sekolah yang besar tentulah memiliki jumlah mirid, jumlah kelas, jumlah tenaga guru, dan karyawan serta fasilitas yang memadai. Sekolah yang kecil adalah sekolah yang cukup memenuhi syarat minimal dari ketentuan yang berlaku.
      Tipe sekolah secara implisit menunjukkan besar kecilnya sekolah yang bersangkutan. Dengan begitu akan mempengaruhi penyusunan struktur organisasi sekolah karena makin besar jumlah murid tentu saja semakin beraneka ragam kegiatan yang dapat dilakukan baik yang bersifat kurikuler maupun kegiatan-kegiatan penunjang pendidikan.
d.      Letak dan Lingkungan Sekolah
      Letak sebuah sekolah dasar yang ada di daerah pedesaan aan mempengaruhi kegiatan sekolah tersebut, berbeda dengan sekolah dasar yang ada di kota, demikian pula sekolah lanjutan pertama yang kini mulai didirikan hampir di setiap daerah kecamatan, kegiatan dan programnya tentulah berbeda dengan sekolah-sekolah lanjutan di kota apalagi di kota besar. Ada kecenderungan yang nyata, bahwa sekolah-sekolah di pedesaan lebih berintegrasi dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini berakibat pula ada hubungan yang lebih akrab diantara orang tua murid dengan sekolah.
      Dari segi keadaan lingkungan atau masyarakat sekitar sekolah mungkin ada dalam lingkungan masyarakat petani, masyrakat nelayan, masyarakat buruh, masyarakat pegawai negeri, dan lain-lain. Perhatikan kelompok masyarakat yang berbeda ini terhadap dunia pendidikan bagi anak-anak mereka di sekolah pasti menunjukkan berbagai variasi perbedaan. Oleh karenanya dalam penyusunan struktur organisasi sekolah, hal-hal tersebut perlu diperhatikan.

2.7      Struktur Organisasi Pendidikan
Menurut E.Kast dan James E. Rosenzweig (1974) struktur diartikan sebagai pola hubungan atau bagian suatu organisasi. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, organisasi dapat diartikan sebagai pemberian stuktur/susunan, terutama dalam penempatan personel, yang dihubungkan dengan garis kekuasaan dan tanggung jawabnya di dalam keseluruhan organisasi. Pada struktur organisasi tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja, yang harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi. Struktur organisasi pendidikan yang pokok ada dua macam: sentralisasi dan desentralisasi.
2.7.1 Struktur Sentralisasi
Di negara-negara yang organisasi pendidikannya dijalankan secara sentral, yakni yang kekuasaan dan tanggung jawabnya dipusatkan pada suatu badan di pusat pemerintahan, maka pemerintah daerah kurang sekali atau sama sekali tidak mengambil bagian dalam administrasi apa pun. Jika ada bagian-bagian yang dikerjakan oleh pemerintah daerah atau wilayah-wilayah selanjutnya, semuanya hanyalah merupakan pekerjaan-pekerjaan perantara, sebagai penyambung atau penyalur ketetapan-ketetapan dan instruksi-instruksi dari pusat untuk dilaksanakn di sekolah-sekolah.
Dalam sistem sentralisasi ini, ciri-ciri pokok yang sangat menonjol ialah keharusan adanya uniformitas (keseragaman) yang sempurna bagi seluruh daerah di lingkungan Negara itu. Keseragaman itu meliputi hamper semua kegiatan pendidikan, terutama di sekolah-sekolah yang setingkat dan sejenis.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sistem sentralisasi yang ekstrem seperti itu banyak mengandung keburukan-keburukan. Adapun keburukan/keberatan yang prinsipal ( Purwanto:1987)  ialah:
a.       Bahwa administrasi yang demikian cenderung kepada sifat-sifat otoriter dan birokratis. Menyebabkan para pelaksana pendidikan, baik para pengawas Maupin kepla sekolah serta guru-guru, menjadi orang-orang yang pasif dan bekerja secra rutin dan tradisional belaka.
b.      Organisasi dan administrasi berjalan sangat kaku dan seret, disebabkan oleh garis-garis komunikasi antara sekolah dan pusat sangat panjang dan berbelit-belit, sehingga kelancaran penyelesaian persoalan-persoalan kurang dapat terjamin.
c.       Karena terlalu banyak kekuasaan dan pengawasan sentral, timbul penghalang-penghalang bagi inisiatif setempat, dan mengakibatkan uniformitas yang mekanis dalam administrasi pendidikan, yang biasanya hanya mampu untuk sekadar membawa hasil-hasil pendidikan yang sedang atau sedikit saja.
2.7.2 Struktur desentralisasi
Di Negara-negara yang organisasi pendidikannya menganut struktur desentralisasi, pendidikan bukan urusan pemerintah pusat, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan rakyat setempat. Penyelenggaraan dan pengawasan sekolah-sekolah pun berada sepenuhnya dalam tangan pemerintah daerah. Campur tangan pemerintah pusat terbatas pada kewajiban-kewajiban tentang pemberian tanah subsidi, penyelidikan-penyelidikan pendidikan, nasihat-nasihat dan konsultasi, serta program pendidikan bagi orang-orang luar negeri.
Dengan struktur organisasi pendidikan yang dijalankan secara desentralisasi seperti ini, kepala sekolah tidak semata-mata merupakan seorang guru kepala, tetapi seorang pemimpin professional dengan tanggung jawab yang luas dan langsung terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh sekolahnya. Ia bertanggungjawab langsung terhadap pemerintah dan masyarakat setempat. Semua kegiatan sekolah yang dijalankannya mendapat pengawasan dan social-control yang langsung dari pemerintah dan masyarakat stempat.
Tentu saja, system desentralisai yang ekstrem seperti ini ada kebaikan dan keburukannya. Beberapa kebaikan yang mungkin terjadi (Purwanto: 1987) ialah:
a.       Pendidikan dan pengajaran dapat disesuaikan dengan dan memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
b.      Kemungkinan adanya persaingan yang sehat di antara daerah atau wilayah sehingga masing-masing berlomba-lomba untuk menyelenggarakan sekolah dan pendidikan yang baik.
c.       Kepala sekolah, guru-guru, dan petugas-petugas pendidikan yang lain akan bekerja dengan baik dan bersungguh-sunggu karena merasa dibiayai dan dijamin hidupnya oleh pemerintah dan masyarakat setempat.

Adapun keburukannya ialah:
a.       Karena otonomi yang sangat luas, kemungkinan program pendidikan di seluruh Negara atau daerah akan berbeda-beda. Hal ini dapat menimbulkan kemungkinan perpecahan bangsa.
b.      Hasil pendidikan dan pengajaran tiap-tiap daerah atau wilayah sangat berbeda-beda, baik mutu, sifat, maupun jenisnya, sehingga menyulitkan bagi pribadi murid dalam mempraktekan pengetahuan/kecakapannya di kemudian hari di dalam masyarakat yang lebih luas.
c.       Kepala sekolah, guru-guru, dan petugas-petugas pendidikan lainnya cenderung untuk menjadi karyawan-karyawan yang materialistis, sedangkan tugas dan kewajiban guru pada umumnya lain daripada karyawan-karyawan yang bukan guru.
d.      Penyelenggara dan pembiayaan pendidikan yang diserahkan kepada daerah atau wilayah itu mungkin akan sangat memberatkan beban masyarakat setempat.

Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut di atas, desentralisasi pendidikan dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :
1. Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu bangsa.
2. Masa transisi benar-benar digunakan untuk menyiapkan berbagai hal yang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3. Adanya kometmen dari pemerintah daerah terhadap pendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.
4. Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5. Pemahaman pemerintah daerah maupun DPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6. Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7. Adanya kesiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
2.7.3        MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
A.    Pengertian
Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model manajemen sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partsipatif yang melibatkan langsung semua warga sekolah dan masyarakat (stake holder) yang dilayani[1], dengan tetap selaras dengan kebijakan nasional tentang pendidikan.

Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang makin besar sebagai amanat UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004, merupakan tantangan sekaligus peluang bagi para manajer pendidikan di daerah otonom untuk secara kreatif mengembangkan sekolah. Dengan MBS, maka kepala sekolah dapat mengatur dan mengurus sekolah sesuai dengan kepentingan masyarakat yang dilayaninya, menurut prakarsa sendiri.
Alasan Perlunya MBS dilaksanakan
MBS perlu dilaksanakan karena beberapa alasan :[2]
·         Sekolah lebih mengetahui tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolahnya, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
·         Sekolah lebih mengetahui tentang kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
·         Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah yang paling tahu tentang apa yang terbaik bagi sekolahnya.
·         Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
·         Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan sekolah menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat.
·         Sekolah dapat bertanggungjawab terhadap peningkatan mutu pendidikan masing-masing sekolah yang disampaikan kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat, sehingga sekolah akan berusaha keras untuk mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
·         Sekolah dapat bersaing secara sehat dengan sekolah-sekolah lainnya untuk
meningkatkan mutu melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua, masyarakat, pemda setempat.
·         Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah secra cepat.

Dampak dan Manfaat MBS
MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Dampak positif penerapan MBS diantaranya :[3]
·         Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemndirian dan inisiatif sekolah dalm mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia;
·         Meningkatkan kepedulian dan kesadaran warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan/sekolah melalui pengambilan keputusan bersama;
·         Meningkatkan tanggung jawab pendidikan kepada orang tua, masyarakat, pemerintah/ sekolah terutama dalam meningkatkan mutu;
·         Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk membangun mutu yang lebih baik.




Karakteristik Sekolah yang Melaksanakan MBS
Sekolah yang melaksanakan MBS adalah sekolah yang dapat melaksanakan semua programnya secara efektif, sehingga sekolah memiliki kualitas yang baik. Jadi sekolah bermutu seharusnya adalah sekolah efektif. Sekolah juga sebagai sebuah sistem, maka pendekatan sistem seperti input, proses, dan output akan digunakan untuk menetapkan sekolah efektif tersebut.
Tinjauan input pendidikan[4]
1.      Siswa, sebagai masukan utama.
2.      Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.
3.      Sumberdaya yang terseda dan siap.
4.      Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi.
5.      Memilki harapan prestasi yang tinggi.
6.      Fokus pada pelanggan (siswa/masyarakat).
7.      Input manajemen: tugas jelas, rencana rinci dan sistematis, program kerja, aturan jelas, pengendalian mutu yang jelas.
Tinjauan proses pendidikan
1)      Proses belajar-mengajar yang efektif;
2)      Kepemimpinan sekolah yang kuat;
3)      Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis;
4)      Sekolah memiliki kewenangan/kemandirian;
5)      Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat;
6)      Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;
7)      Sekolah responsif dan antisipatif terhadap perubahan kebutuhan.
Tinjauan output pendidikan
1)      Prestasi siswa yang tinggi
2)      Prestasi sekolah (akademik dan nonakademik)












BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
     Administrasi pendidikan pada intinya adalah segenap proses pengolahan dan pengintegrasian segala sesuatu atau potensi dalam suatu aktivitas kelembagaan, baik personal, spiritual dan materil, yang bersangkutan dengan pencapaian tujuan pendidikan. Administrasi pendidikan menyangkut tentang manajemen pendidikan, organisasi sekolah, dan struktur organisasi pendidikan. Semuanya berkaitan satu sama lain dan apabila berjalan dengan baik maka tujuan pendidikan yang diharapkan pun akan tercapai.








DAFTAR PUSTAKA
Fattah, Nanang. 2011. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Ngalim. 2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sujanto, Bedjo. 2007. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Sagung Seto.


[1] Diadaptasi dari buku MPMBS untuk SLTP, jilid 1.
[2] Sujanto, Bedjo, 2007, Manajemen Berbasis Sekolah Model Pengelolaan Sekolah di Era Otonomi Daerah, Jakarta: Sagung Seto, hlm.31.
[3] Ibid.
[4] Ibid.

No comments:

Post a Comment