supervisi pendidikan

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada zaman globalisasi ini, banyak orang berbicara tentang merosotnya pendidikan di Indonesia. Pihak lain juga menyatakan perlu dan pentingnya pembaharuan pendidikan dan pengajaran yang lebih baik. Salah satu faktor yang penting dan strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah guru, karena guru merupakan pelaksana terdepan dalam proses pendidikan yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Oleh karena itu berhasil dan tidaknya mutu pendidikan tergantung pada profesionalisme guru. Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui supervisi pendidikan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah. Seorang kepala sekolah mempunyai peranan kepemimpinan yang sangat berpengaruh di lingkungan sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas kepala sekolah selaku pemimpin sekolah ialah membantu para guru mengembangkan kesanggupan-kesanggupan mereka secara maksimal, menciptakan suasana hidup sekolah yang sehat yang mendorong guru-guru, pegawai-pegawai, tata usaha, murid-murid, dan orang tua murid untuk mempersatukan kehendak, pikiran, dan tindakan dalam kegiatan-kegiatan kerjasama yang efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan sekolah.
Sehubungan dengan tugas kepala sekolah diatas, jelaslah bahwa fungsi pokok pemimpin sekolah ialah membantu guru-guru dalam mengembangkan potensi-potensi mereka sebaik-baiknya. Untuk mengembangkan potensi atau daya kesanggupan dan kecakapan itu, kepala sekolah selaku supervisor perlu memperhatikan faktor-faktor penghambat yang dapat mempengaruhi terlaksananya tujuan pendidikan. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa fungsi supervisor tidak dapat dilepaskan dari tipe-tipe kepemimpinan atau pengawasan yang dianutnya.
Supervisi pendidikan juga tidak terlepas dari prinsip-prinsipnya. Dalam mengatasi masalah yang di hadapi dalam lingkungan pendidikan ialah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, agar tercipta situasi dan relasi dimana guru-guru merasa aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri.
Dalam pelaksanaan supervisi pendidikan, karakteristik guru yang dihadapi oleh seorang supervisor tentunya berbeda-beda. Semua itu dilihat dari berbagai faktor, diantaranya usia dan kematangan, pengalaman kerja, motivasi, maupun kemampuan guru. Karena itu supervisor harus mampu menerapkan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan karakteristik guru yang dihadapinya. Apabila pendekatan tersebut tidak sesuai, maka kegiatan supervise kemungkinan tidak akan berjalan dengan efektif.
Berdasarkan latar belakang diatas, tentunya sebagai seorang supervisor harus dapat mengetahui diantaranya tipe-tipe, prinsi-prinsip, dan pendekatan-pendekatan supervise pendidikan agar dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan serta mutu pendidikan ke arah yang lebih baik. 
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1    Apa saja tipe-tipe supervisi pendidikan ?
1.2.2    Apa saja prinsip-prinsip supervisi pendidikan ?
1.2.3  Apa saja pendekatan-pendekatan supervisi pendidikan ?
1.3      Tujuan Penulisan

1.3.1        Dapat mengetahui  tipe-tipe supervisi pendidikan.
1.3.2        Dapat mengetahui prinsip-prinsip supervisi pendidikan.
1.3.3        Dapat mengetahui pendekatan-pendekatan supervisi pendidikan.

1.4      Manfaat Penulisan

1.4.1        Dapat mengetahui dan mengaplikasikan tipe-tipe supervisi dalam dunia pendidikan.
1.4.2        Dapat mengetahui dan mengaplikasikan prinsip-prinsip supervisi dalam dunia pendidikan.
1.4.3        Dapat mengetahui dan mengaplikasikan pendekatan-pendekatan supervisi dalam dunia pendidikan.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tipe-tipe Supervisi Pendidikan
Fungsi pokok pemimpin sekolah sebagai supervisor terutama ialah membantu guru-guru dalam mengembangkan potensi-potensi mereka sebaik-baiknya. Untuk mengembangkan potensi atau daya kesanggupan dan kecakapan itu, kepala sekolah selaku supervisor perlu memperhatikan faktor-faktor. Fungsi supervisor tidak dapat dilepaskan dari tipe-tipe kepemimpinan atau kepengawasan.
Burton dan Brueckner mengemukakan adanya tipe-tipe supervisi yaitu :
1.      Supervisi sebagai inspeksi
Dalam bentuk inspeksi ini, supervisi semata-mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan-pekerjaan guru atau bawahan. Inspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangkan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai pendidik atau pengajar. Inspeksi dijalankan terutama dimaksud untuk meneliti atau mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan apa-apa yang sudah diinstruksikan dan ditentukan oleh atasan atau tidak, sampai dimana guru-guru atau bawahan menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan atau ditentukan atasannya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan-kegiatan mencari kesalahan.
Guru-guru atau bawahan tidak pernah diminta pendapat, diajak merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya. Inilah cii-ciri kepengawasan yang berlaku pada zaman kolonial dahulu.

2.      Tipe Laissez Faire
Kepengawasan yang bertipe laissez faire sesungguhnya merupakan kepengawasan yang sama sekali tidak konstruktif. Kepengawasan laissez faire membiarkan guru-guru atau bawahan bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan. Guru-guru boleh menjalankan tugasnya menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini dan dengan cara yang mereka hendaki masing-masing. Seorang kepala sekolah yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan bantuan, pengawasan, dan koreksi terhadap pekerjaan guru-guru atau anggota yang dipimpinnya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada mereka masing-masing, tanpa petunjuk atau sarnan-saran.
Tidak mengherankan jika dalam kepengawasan laissez faire ini mudah sekali timbul kesimpangsiuran dalam kekuasaan dan tanggung jawab diantara guru-guru dan pegawai-pegawai lainnya, mudah timbul perselisihan dan kesalahpahaman diantara mereka. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan bimbingan pemimpin. Para anggota tidak memiliki pengertian yang tegas tentang batas-batas kekuasaan dan tanggung jawab mereka masing-masing. Dengan demikian, sukar diharapkan adanya kerja sama yng harmonis yang sama-sama diarahkan ke satu tujuan.
3.       Tipe Coercive Supervision
Tipe-tipe kepengawasan ini bersifat otoriter. Didalam tindakan kepengawasannya si pengawas bersifat memaksakan segala sesuatu yang dinggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri. Dalam hal ini pendapat dan inisiatif guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang penting guru harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk yang dianggap baik oleh supervisor itu sendiri. Untuk perkembangan pendidikan pada umumnya tipe coercive ini banyak kelemahannya. Tidak semua kepala sekolah atau supervisi cara-cara mengajar yang baik untuk seluruh mata pelajaran.[1]


4.       Tipe Demokrasi
Dalam kepemimpinan yang demokratis, kepengawasan atau supervisi bersifat demokratis pula. Supervisi bukan lagi suatu pekerjaan yang dipegang oleh seorang petugas, melainkan merupakan pekerjaan-pekerjaan bersama yang dikoordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang oleh supervisor, melainkan dibagi-bagikan kepada para anggota sesuai dengan tingkat, keahlian, dan kecakapannya masing-masing.
Masalah penting yang perlu mendapat perhatian bagi para pengawas dan kepala sekolah selaku supervisor ialah menemukan cara-cara bekerja secara kooperatif yang efektif. Kemajuan dalam situasi belajar murid-murid tidak dapat dicapai dengan memusatkan perhatian kepada teknik-teknik mengajar semata-mata. Untuk memajukan pengajaran, supervisor harus mau memajukan kepemimpinan yang mengembangkan program sekolah.
Kepemimpinan demokratis merupakan suatu pola yang memandang manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri dan berusaha untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk tumbuh dan berkembang serta bertindak sendiri melalui partisipasinya dalam mengendalikan diri mereka sendiri dalam membuat keputusan. Pemimpin membimbing dan memberi kesempatan kepada bawahan untuk ikut serta mengambil bagian dalam proses pembuatan keputusan.
Pandangan seorang pemimpin yang demokratis terhadap orang lain lebih optimis dan positif dan tidak otoriter. Ia mendukung interaksi diantara para anggota kelompok dengan cara memotivasi mereka untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dan kegiatan bawahannya.[2]



2.2  Prinsip – Prinsip Supervisi
1.      Prinsip ilmiah (scientific)
Prinsip ilmiah (scientific) memiliki ciri-ciri:
a.       Sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur, berencana dan berkelanjutan.
Maksudnya kegiatan supervisi memiliki perencanaan yang pasti, teratur, pelaksanaannya secara berkelanjutan dan terus menerus.Walaupun setelah diadakan supervisi, seorang pendidik sudah benar-benar menjadi pendidik profesional sekalipun, supervisi masih harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Bertujuan untuk menjaga mutu atau kualitas seorang pendidik tersebut.Karena tidak mungkin seseorang tidak menemukan kesulitan dalam setiap kegiatan atau aktifitas yang sedang dihadapi.Untuk memecahkan problematika yang muncul dalam kegiatan pembelajaran dapat diatasi dengan supervisi.Jadi berapa bulan sekali supervisi diadakan, kapan pelaksanaannya, dan bagaimana pelaksanaannya sudah ditentukan sebagai kegiatan yang terencana, sesuai prinsip tersebut.
b.       Objektif, artinya data yang didapat berdasarkan hasil observasi nyata.
Kegiatan-kegiatan perbaikan atau pengembangan berdasarkan hasil kajian kebutuhan-kebutuhan guru atau kekurangan-kekurangan guru, bukan berdasarkan tafsiran pribadi. Melainkan kegiatan nyata dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Maksudnya seorang supervisi tidak boleh menyimpulkan sebuah permasalahan tanpa meninjau atau menindak lanjuti dari fakta-fakta yang ada. Hanya mengandalkan penafsiran diri sendiri.
c.       Menggunakan alat (instrumen)
Memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar. Misalnya untuk memperoleh data diperlukan alat perekam data, seperti angket, observasi, percakapan pribadi, dan sebagainya.

2.      Prinsip Demokratis
Prinsip yang menujunjung tinggi asas musyawarah.Layanan dan bantuan yang diberikan supervisor kepada guru berdasarkan jalinan hubungan kemanusiaan yang akrab dan suasana kehangatan, sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya.Perlu diingat seorang supervisor tidak boleh memiliki sifat terlalu menjaga image.Jadi dengan prinsip demokratis ini dapat tercipta kerukunan yang erat antara kedua belah pihak, hubungan kekeluargaan yang baik, kesatuan fikiran dan tujuan.Prinsip demokratis juga dapat diartikan menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru. Meskipun di kantor guru berperan sebagai bawahan, tetapi tidak ada kesenjangan sosial antara guru dengan supervisor. Guru dapat memunculkan pendapat atas ide-ide atau gagasan terbaru yang dimilikinya. Keputusan-keputusan maupun pendapat dari supervisor juga dapat diterima dengan baik oleh guru, sehingga tujuan supervisi pendidikan dapat tercapai dengan baik.
3.      Prinsip Kooperatif
Prinsip ini mengharuskan adanya semangat kerja sama antar supervisor dengan supervise (guru).Hasil karya manusia dapat dicapai seoptimal mungkin apabila terjalin kerja sama yang baik antar manusia-manusia yang terlibat dalam suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan bersama,khususnya untuk peningkatan kualitas tenaga kependidikan yang professional mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervise “sharing of idea,sharing of experience”,memberi support,dan menstimulasi guru sehingga mereka merasa tumbuh bersama.
Maksudnya kerjasama seluruh staf dalam kegiatan pengumpulan data,analisa data,dan perbaikan serta pengembangan proses belajar mengajar hendaknya dilakukan dengan cara kerjasama seluruh staf sekolah.Dengan adanya kerja sama tersebut terciptalah situasi belajar dan mengajar yang lebih baik.
4.      Prinsip Konstruktif dan Kreatif
        Supervisi bukanlah suatu penemuan “kesalahan” juga bukan hanya usaha perbaikan kesalahan.Lebih baik supervisi diarahkan kepada tugas-tugas yang bersifat konstruktif.Supervisi yang bersifat konstruktif pada hakekatnya erat sekali hubungannya dengan pengertian pendidikan yang sesungguhnya.Permulaan yang terbaik bagi supervisor ialah ia sendiri meninjau segala masalah dari segi pendidikan.Pendidikan mempunyai arah dan tujuan .Baik supervisor maupun guru-guru wajib memandang masa depan lebih banyak dari masa yang lampau.Prosedur yang sehat ialah mengembangkan pertumbuhan lebih banyak daripada memindahkan kesalahan.Constructive supervisor lebih baik menggantikan praktek-praktek mencari kesalahan yang tak berguna bagi usaha-usaha membangun yang lebih baik.[3]
Tidak ada guru yang tidak mempunyai kesalahan.Dari kesalahan-kesalahan inilah guru dapat memperbaiki diri dan memperoleh kecakapan dan kesanggupan.Sekolah-sekolah yang terkenal dan baik bukan karena gurunya tidak mempunyai kesalahan.Dengan banyaknya kesalahan problema-problema yang dihadapi memberikan kreasi-kreasi baru dan suprvisor harus melihatnya dari segi konstruktif.Guru-guru lebih senang dan lebih giat bekerja dalam situasi perkembangan yang sehat daripada mereka menderita kelumpuhan pedagogis.Supervisor yang bijaksana,bila ia mau mencoba mengajak guru-guru untuk mengarahkan pandangan mereka kepada : “Apakah sebenarnya mengajar yang baik itu?”Ia dapat mengaktifkan guru-guru, memberi tahu dan membawa mereka bertumbuh dengan melalui kompetisi yang wajar sehingga mereka melihat tujuan yang positif nyata.
Supervisi yang didasarkan atas prinsip konstruktif dan kreatif akan mendorong kepada orang yang dibimbingnya untuk memperbaiki kelemahan atau kekurangan serta secara kreatif berusaha meningkatkan prestasi kerjanya.Setiap guru akan merasa termotifasi dalam mengembangkan potensi kreatifitas kalau supervise mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan bukan bersifat menakut-nakuti atau melalui cara yang menakutkan.
 misalkan:
1.      sehari-hari menampilkan raut muka yang tidak menyenangkan didepan guru-guru
2.      minimnya berkomunikasi dengan guru-guru
3.      terlalu mengedepankan sikap” Jaga image”
Hal itu seakan muncul garis dinding yang kokoh sebagai pembatas kedudukan antara supervisor dan guru,atasan dan bawahannya.Sang supervisor lebih merasa berkuasaatas keputusan yang diambilny,kemudian mengambil keputusan yang semena-mena tanpa memperhatikan hasil penelitian dan factor-faktor lain.Dalam hal ini guru merasa dikucilkan karena selalu disalahkan.Prinsip konstruktif dan kreatif ini bertujuan untuk membina inisiatf guru dan mendorong guru untuk aktif menciptakan suasana dimana setiap orang akan merasa aman dan bebas mengembangkan potensi-potensinya.supervisor perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip tersebut diatas,kalau ada supervisor yang memaksakan kehendak,menakut-nakuti guru,yang justru melumpuhkan kreatifitas anggota staf perlu diubah.Sikap korektif misalnya suka mencari kesalahan harus diganti dengan sikap kreatif dimana setiap orang mau dan mampu menumbuhkan serta mengembangkan kreatifitasnya untuk perbaikan pengajaran.
 Perbedaan antara supervisi yang bersifat kreatif dengan konstruktif ialah hanya terletak pada aksentuasinya yaitu kebebasan yang lebih besar.Kebebasan menghasilkan suatu ide.Pada creative supervision lebih ditekankan pada kebebasan agar guru-guru dengan kemampuan berpikirnya dapat mencapai hasil yang lebih efektif. Dalam hubungan dengan kebebasan ini,Cubberley pernah menulis bahwa tujuan utama dari semua suprvisi dalam kelas ialah memberi kebebasan guru-guru,kebebasan terhadap prosedur-prosedur yang pasti dan kaku,perintah- Creative supervision perintah yang tertekan dan memperkembangkan sejauh mungkin agar guru-guru menjaddi seorang yang kritis dan kreatif.
Maksudnya guru-guru diberi kebebasan dalam batas-batas keterikatanuntuk mengembangkan daya kreasi dan daya karya,sehingga tugas supervisi hanya memberikan rangsangan untuk menimbulkan daya kreatif guru-guru.Namun demikian selalu dipelihara keja sama yang erat dan harmonis maka kerja sama didalam melaksanakan tugas harus selalu dipupuk.
5.      Prinsip Keterbukaan
Prinsip Keterbukaan Supervisi
1.      Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenar-benarnya (realistis, mudah dilaksanakan).
2.      Supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan, atau kekuasaan pribadi[4].
Supervisi juga harus berpegang teguh pada pancasila yang merupakan prinsip asasi dan merupakan landasan utama dalam melaksanakan tugas dan kewajiban. Di samping prinsip di atas, prinsip pendidikan dapat dibedakan atas prinsip positif dan prinsip negatif. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.
6. Prinsip Positif dan Negatif
1.      Prinsip positif adalah prinsip-prinsip yang patut diikuti, diantaranya adalah:
a.       Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif
b.      Supervisi harus kreatif dan konstruktif
c.       Supervisi harus scientific dan efektif
d.      Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-guru
e.       Supervisi harus berdasarkan kenyataan
f.       Supervisi harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengadakan self evaluation.
2.      Prinsip negatif adalah prinsip-prinsip larangan yang tidak boleh dilakukan, diantaranya adalah:
a.       Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter
b.      Seorang supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-guru
c.       Seorang supervisor bukan seorang inspektur yang ditugaskan untuk memeriksa apakah peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi yang telah diberikan dilaksanakan atau tidak
d.      Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih baik dari pada guru-guru oleh karena jabatannya
e.       Seorang supervisor tidak boleh terlalu banyak memperhatikan hal-hal kecil dalam cara-cara guru mengajar.
f.       Seorang supervisor tidak boleh lekas kecewa, bila ia mengalami kegagalan.[5]
2.3  Pendekatan-pendekatan Supervisi Pendidikan
Sampai saat ini orang masih beranggapan bahwa supervisi pendidikan identik dengan pengawasan. Akibat dari persepsi seperti itu ialah terciptanya iklim organisasi dimana suprastruktur lebih diutamakan daripada pribadi manusia yang dibina. Timbulah laku-laku organisasi seperti kekakuan, rasa takut terhadap atasan langsung. Bila kepala sekolah,seorang penilik atau pengawas masuk ke kelas, suasana kelas menjadi seperti dihantui. Iklim kerja seperti itu tidak menunjang terciptanya situasi belajar mengajar yang berdayaguna.
Sekurang-kurangnya dapat dikumpulkan 4 macam cara pendekatan yang nampak dalam memberikan supervisi yaitu :
1.Pendekatan yang bersifat konvensional
2.Pendekatan yang bersifat scientific
3.Pendekatan yang bersifat klinis
4.Pendekatan yang bersifat artistic
Cara pendekatan ini berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
1.         Pendekatan yang bersifat konvensional
Suatu uraian yang berjudul The Genesis of Supervision (Thomas J.Sergiovani Editor Supervision of Teaching, 1) pernah menguraikan secara panjang lebar perkembangan konsep supervisi. Sistem pemerintahan ikut memberi warna pada supervisi sekolah.
Dimana para penguasa mempunyai otoritas yang tinggi dan ingin menunjukan kekuasaan, maka sistem pengawasan juga ketat dan kaku. Pengaruhnya juga dalam budaya pendidikan. Pengawasan dilaksanakan sebagai inspeksi. Tugasnya mencari kekuragan atau kesalahan. Ini yang disebut Snoopervision (memata-matai).
Tugas pemimpin mencari dan menemukan kesalahan. Kesalahan yang diketemukan dapat diperbaiki melalui pengalaman tentang masa lampau.
Tugas supervisor sebagai inspektur yang fungsinya memberi arah, mengecek cara guru-guru mengajar dan menilai hasil belajar sesuai informasi yang disampaikan serba instruksi. Sebagai contoh kami sajikan suatu ketentuan bagi guru yang dilaksanakan sekitar tahun 1892 yaitu waktu zaman kolonial para inspektur atau penilik sekolah dengan penuh wibawa masuk kekelas dan menunjukan tempat yang kotor, papan presensi yang belum terisi, papan tulis yang belum dihapus.
2.         Pendekatan yang bersifat scientific
Pengaruh manajemen yang scientific telah tertular pada para supervisor dan administrator pendidikan.Prinsip-prinsip ilmiah diterapkan pada bidang supervisi pendidikan.
Franklin Bobbitt melihat supervisi yang bersifat ilmiah meliputi dua tugas pokok:
1.Membimbing guru dalam menyeleksi cara-cara mengajar yang lebih baik dan
2.Mempersiapkan dan memperbaharui guru-guru.
Jadi tugas utama menyelidiki keadaaan guru dan atas dasar penelitian itu diadakan perbaikan.
Ciri supervisi yang bersifat scientific antara lain:
a.Menggunakan instrument pengumpulan data
b.Ada data yang objektif
c.Dilaksanakan secara berencana dan kontinyu
d.Sistematis dan menggunakan prosedur dan teknik tertentu
Menurut John D.Mc.Neil:
1. Supervisi yang scientific dilihat sebagai bagian dari gerakan scientific manajemen
2. Supervisi yang scientific didasarkan atas penelitian penerapan metode problem-solving.
3. Supervisi yang scientific dipandang sebagai perwujudan dari ide demokrasi
Jadi bila kita laksanakan supervisi maka kegiatan supervisi itu harus diikuti dengan penelitian. Dalam hal ini penelitian yang disebut action research. Berdasarkan hasil penelitian itu kita dapat menyusun beberapa konsep kearah perbaikan mutu pelajaran sebagai berikut:
1. Cara-cara menggunakan alat penilai kemampuan guru
2. Peningkatan pelaksanaan menagajar di kelas
3. Program perbaikan dan peningkatan profesi guru
4. Cara-cara mengajar guru
5. Penguasaan guru dalm setiap bidang studi.
Atas dasar prinsip-prinsip ilmiah yang diterapkan dalam pelaksanaan supervisi, maka timbulah berbagai konsep tentang supervisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain:
a.Jane Franseth mengemukakan bahwa supervisi sekarang ini pada umumnya kelihatan sebagai kepemimpinan yang mendorong dan melibatkan semua staff sekolah dalam bentuk belajar bersama mewujudkan program-program sekolah yang lebih efektif (Jane Franseth,1961).
b.Kimball Wiles melihat supervisi merupakan kegiatan memimpin  untuk memperbaiki pengajaran, aktivitas yang berhubungan dengan pembangunan moral, memperbaiki hubungan-hubungan kemanusiaan, inservice education, dan pengembangan kurikulum (Kimball Wiles, 1960).
c.Rood L. Neagly dan N. Dean Evans yang menekankan cara demokrasi dalam supervisi yang scientific menegaskan bahwa supervisi modern dipandang sebagai layanan bagi guru-guru teristimewa dalam perbaikan pengajaran, perbaikan cara belajar dan perbaikan kurikulum.
Kata supervisi memiliki konotasi yang bermacam-macam. Ada beberapa ungkapan yang perlu dikembangkan:
a.Educational supervision dan general supervision, meliputi penekanan pada tanggungjawab mengenai aspek kegiatan sekolah, termasuk di dalamnya administrasi, kurikulum, dan proses kegiatan belajar mengajar.
b.Supervision of construction (Supervisi pengajaran) lebih membantu pada tanggungjawab dalam usaha memperbaiki pengajaran.
c.Clinical, consultative atau developmental supervision lebih menekankan pada usaha perbaikan yang secara klinis dari proses belajar mengajar.
d. Administrative supervision.
Beberapa ahli yang mengemukakan mengenai supervisi pengajaran antara lain:
Menurut Harris, supervisi pengajaran adalah apa yang dilakukan oleh petugas sekolah terhadap stafnya untuk memelihara (maintain) atau mengubah pelaksanaan kegiatan di sekolah yang langsung berpengaruh terhadap proses mengajar guru dalam usaha meningkatkan hal belajar siswa (Harris, 1975)
Sedangkan menurut Robert J. Alfonso, supervisi pengajaran diartikan sebagai kegiatan merancangkan dan mengorganisir yang langsung memimpin efek terhadap prilaku guru dengan cara memberikan kesempatan untuk siswa dapat belajar dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Dengan merevisi pendapat dari Kimball Wiles, John T. Lovell melihat upaya supervisi pengajaran didasarkan pada suatu usaha yang formal untuk melengkapi sistem, yang bermaksud untuk mencapai tujuan, yaitu mengadakan interaksi perilaku dalam pengajaran, dengan cara memelihara, menambah, dan memperbaiki rencana dan usaha yang memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar.
Ketiga definisi tersebut lebih menekankan kepada:
1.      Perilaku supervisi
2.      Membantu guru-guru
3.      Untuk mencapai tujuan akhir, yaitu membentuk siswa menjadi manusia yang diharapkan.
Jadi supervisi dilihat sebagai layanan terhadap guru, baik secara individual maupun kelompok. Dalam uraian ini kata service dan bantuan (help) akan dipakai sebagaimana Glickman mengemukakan supervisi yang bersifat ilmiah itu didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi belajar tertentu, yaitu:
1.      Psikologi behaviorisme
2.      Psikologi kognitif
3.      Psikologi humanism
Berdasarkan psikologi yang dianut maka dikemukakan cara pendekatan seperti: 1. pendekatan langsung (directive), 2. pendekatan kolaborative (collaborative), 3. pendekatan tidak langsung (non directive).
Walaupun pendekatan yang digunakan berbeda dan rangkaian tingkahlaku yang nampak juga berbeda tapi langkah-langkah yang sistematis, yaitu:
1.      Percakapan awal
2.      Observasi
3.      Analisa dan interpretasi.
4.      Percakapan inti
5.      Analisa
6.      Diskusi[6]

3. Pendekatan Supervisi Klinis
Beberapa pembatasan tentang supervisi klinis
Supervise klinis adalah supervise yang difokuskan pada peningkatan pengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan,pengamatan serta analisis yang intessif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata,serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.(R.Willen dalam Archeson dan Gall,1980 : 1/Terjemahan S.L.L.Sulo,1985). K.A. Archeson dan M.D.Gall (1980:25)terjemahan S.L.L. Sulo,1985:5, mengemukakan supervise klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa supervise klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan untuk membantu perkembangan professional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara objektif,teliti sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru. Ungkapan supervise klinis (clinical supervision) sebenarnya digunakan oleh morries cogan, Robber Galghammer dan teman-temannya di Harvard school of education. Tekanan dalam pendekatan yang diterapkan bersifat khusus melalui tatap muka dengan guru pengajar. Inti bantuan terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru (Acheson dan Gall, 1980:8).
Faktor pengembangan supervisi klinis bagi guru
a.       Dalam kenyataannya yang dikerjakan supervisi adalah mengadakan evaluasi bagi guru-guru semata. Diakhir satu semester guru-guru mengisi skala penilaian yang diisi peserta didik mengenai cara mengajar guru. Hasil penilaian diberikan kepada guru-guru, tapi tidak dianalisis mengapa sampai guru-guru dalam mengajar hanya mencapai tingkat penampilan yang seperti itu. Cara ini menyebabkan ketidakpuasan guru secara tersembunyi.
b.      Pusat pelaksanaan supervise adalah supervisor,bukan berpusat pada apa yang dibutuhkan guru, baik kebutuhan professional sehingga guru-guru tidak merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi pertumbuhan profesinya.
c.        Dengan menggunakan merit rating (alat penilaian kemampuan guru), maka aspek-aspek yang diukur terlalu umum. Sukar sekali untuk mendeskripsikan tingkah laku guru yang paling mendasar seperti yang mereka rasakan,Karena diagnosisnya tidak mendalam,tapi sangat bersifat umum dan abstrak.
d.      Umpan balik dari hasil yang diperoleh dari hasil pendekatan,sifatnya memberi arahan, petunjuk, instruksi, tidak menyentuh masalah manusia yang terdalam yang dirasakan guru-guru, sehingga hanya bersifat dipermukaan.
e.       Tidak diciptakan hubungan identifikasi dan analisis diri,sehingga guru-guru melihat konsep dirinya. Seperti yang dikemukakan P. winggens bahwa dalam diri seseorang ada 3 konsep diri, yaitu:
1.      Saya dengan self concept saya sendiri
2.      Saya dengan self idea saya sendiri
3.      Saya dengan self reality saya sendiri. Supervise selamanya dapat membentuk konsep diri guru sehingga menemukan dirinya sendiri dan menjadi dirinya sendiri.
f.       Melalui diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru menemukan dirinya. Ia sadar akan kemampuan dirinya dengan menerima dirinya dan timbul motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk memperbaiki dirinya sendiri. Praktek-praktek supervise yang tidak manusiawi  itu menyebabkan kegagalan dalam pemberian supervise kepada guru-guru. Itulah sebabnya perlu supervisi klinis.
Ciri-ciri supervise Klinis
a.       Dalam supervise klinis, bantuan yang diberikan bukan bersifat intruksi atau memerintah. Tetapi tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru-guru memiliki rasa aman. Dangan adanya rasa aman diharapkan adanya kesediaan untuk menerima perbaikan.
b.      Apa yang disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan dari guru sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu.
c.       Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi. Harus dianalisis sehingga terlihat kemampuan apa, keterampilan apa yang spesifik yang harus diperbaiki
d.      Suasana dalam pemberian supervise adalah suasana yang penuh kehangatan, kedekatan, dan keterbukaan.
e.       Supervise yang diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar tetapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi terhadap gairah mengajar
f.       Instrument yang digunakan dalam observasi disusun atas` dasar kesepakatan supervisor dan guru
g.      Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan sifatnya objektif
h.      Dalam percakapan balikan seharusnya datang dari pihak guru terlebih dahulu, bukan dari supervisor.
Ciri-ciri tersebut harusnya diperhatikan oleh seorang supervisor. Oleh karena itu, setiap supervisor harus menguasai prinsip-prinsip supervise berikut ini.
Prinsip-prinsip supervisi klinis
a.       Supervise klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para guru terlebih dahulu. perilaku supervisor harus sedemikian taktis sehingga guru-guru terdorong untuk berusaha meminta bantuan dari supervisor
b.      Ciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan
c.       Ciptakan suasana bebas dimana setiapa orang bebas mengemukakan apa yang dialaminya. Supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan guru
d.      Objek kajian adalah kebutuhan profesional guru yang riil  yang mereka sungguh alami
e.       Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki
Langkah-langkah dalam pelaksanaan supervisi klinis
Langkah-langkah dalam supervisi klinis melalui tiga tahap pelaksanaan sebagai berikut
1.      Pertemuan awal
2.      Observasi
3.      Pertemuan akhir
Perlu dijelaskan apa yang seharusnya dikerjakan oleh supervisor dan apa yang seharusnya dikerjakan oleh guru
1.      Tahap awal supervisi klinis
Dalam percakapan awal seorang guru mengeluh, bahwa pada saat dia mengajar ada 3 orang siswa  yang selalu mengganggu ketertiban kelas.melalui percakapan awal ini guru mengharapkan agar supervisor sendiri melihat situasi pada saat dia mengajar.
2.      Observasi
Pada tahap observasi supervisor menggunakan alat observasi check list sebagai berikut:

No
Jam
Penuh Perhatian
Perhatian Terganggu
Pasif
PerhatianTerganggu
Aktif
Angkat
Tangan
Menjawab
Melamun
Pernah Jatuh
  Ribut
Terganggu
Teman
1
08.00
2
08.10
3
08.15
4
08.30
5
08.45
6
09.00

Tingkat perhatian pada contoh table diatas dapat dideskripsikan sebagai berikut :
a.       Pada 10 menit pertama perhatian terpusat.
b.      Pada 15 menit berikut perhatian mulai terganggu tapi pasif.
c.       30 menit kemudian mulai rebut dan berbicara bersama-sama seorang diri.
d.      45 menit kemudian  mencoba mengganggu teman lain.
Tafsir terhadap data. Karena anak pasif, tidak member tugas, bosan, dan merasa tidak puas[7].
3.      Percakapan sesudah analisis
Terjadinya percakapan antara supervisor dan guru. Dalam percakapan itu misalnya,terungkap bahwa para siswa tidak menaruh perhatian, karena guru tidak melarang tapi tidak berusaha memecahkan masalah. Waktu berikut diadakan analisis data seperti pada alat pencatat data. Oleh karena guru yang tidak berusaha memecahkan masalah. Lalu diadakan diskusi bagaiman cara memperbaiki perilaku guru waktu mengajar. Selama percakapan berlangsung supervisor dapan menggunakan ppendekatan direktif, non-direktif, atau koleboratif dengan perilaku seperti yang diharapkan.
4.      Model supervisi artistik
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), tapi mengajar juga suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas mengajar supervise juga sebagai kegiatan mendidik dapat dikatakan bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan suatu keterampilan dan juga suatu kiat.
Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working for the others),bekerja dengan orang lain (eorking with the others), bekerja melalui orang lain (working through the others). Dalam hubungan bekerja dengan orang lain maka suatu rantai hubungan kemanusiaan adalah unsur utama. Hubungan manusia dapat tercipta bila ada kerelaan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya. Hubungan itu dapat tercipta bila ada unsur kepercayaan. Saling percaya, saling mengerti, saling menghormati, saling menerima seseorang sebagaimana adanya. Hubungan tampak melaui pengungkapan bahasa, yaitu supervisi lebih banyak menggunakan bahasa penerimaan ketimbang bahasa penolakan (Thomas Gordon,1985). Supervisor yang mengembangkan model artistic akan menampak dirinya dalam relasi dangan guru-guru yang dibimbing sedemikian baiknya sehingga para guru merasa diterima. Adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk berusaha untuk maju. Sikap seperti mau mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan problema-problema yang dikemukakan,menerima orang lain  sebagaimana adanya. Sehingga orang dapat menjadi dirinya sendiri. Itulah supervisi artistik. Dalam bukunya supervision of teaching, sergiovanni Th.J, menyamakan beberapa ciri yang khas tentang model supervisi yang artistik, antara lain:
1.      Supervisi yang artistik memerlukan perhatian agar lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.
2.      Supervisi artistik memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup/keahlian khusus, untuk memahami apa yang dibutuhkann seseorang yang sesuai dengan harapannya.
3.      Supervisi yang artistik sangat mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
4.      Pendekatan artistik terhadap supervisi menuntut untuk memberi perhatian lebih banyak terhadap proses kehidupan kelas dan proses itu diobservasi sepanjang waktu tertentu, sehingga diperoleh peristiwa peristiwa yang signifikan yang dapat ditempatkan dalam konteks waktu tertentu.
5.      Pendekatan artistik terhadap supervisi memerlukan  laporan yang menunjukan bahwa dialog antara supervisor dan yang supervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan yang dilakukan oleh kedua belah pihak
6.      Pendekatan artistik terhadap supervisi memerlukan suatu kemampuan berbahasa dalam cara mengungkapkan apa yang dimiliki terhadap orang lain yang dapat membuat orang lain dapat menangkap dengan jelas ciri ekspresi yang diungkapkan itu.
7.      Pendekatan artistik terhadap supervisi memerlukan kemampuan untuk menafsir makna dari peristiwa yang diungkapkan, sehingga orang lain memperoleh pengalaman dan membuat mereka mengapreciate yang dipelajarinya.
8.      Pendekatan artistik terhadap supervisi menunjukan fakta bahwa supervisi yang bersifat individual, dangan kekhasannya, sensitifitas dan pengalaman merupakan instrumen yang utama yang digunakan dimana situasi itu diterima dan bermakna bagi orang yang disupervisi.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kesimpulan yang kami dapat dari makalah ini adalah :
3.1.1        Terdapat empat tipe – tipe supervisi pendidikan yaitu supervisi sebagai inspeksi, laissez Faire, coercive supervision dan demokratis.
3.1.2        Dalam memberikan supervisi pendidikan , harus dilandasi dengan perinsip-perinsip supervise yaitu prinsip ilmiah (scientific), demokratis, kooperatif, kostruktif dan kreatif, keterbukaan, positif dan negatif untuk menciptakan situasi dan relasi dimana guru-guru merasa aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri dan tujuan pendidikan dapat terlaksana dengan baik.
3.1.3        Supervisi dengan tipe artistic dan klinis dirasa lebih efisien dan efektif untuk diterapkan dalam pendidikan modern yang tidak mekesampinkan hak setiap unsur pendidikan.

3,2 Saran
Dalam dunia pendidikan, tentu adanya supervisor yang dapat membantu proses pendidikan agar dapat berjalan dengan baik dan tujuan pendidikan dapat tercapai, oleh sebab itu, hendaknya seorang supervisor harus mempunyai landasan-landasan penting dalam kegiatan supervisi pendidikan, diantaranya dengan mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan tipe-tipe, prinsip-prinsip, dan pendekatan-pendekatan supervise pendidikan.
Daftar Pustaka
Daryanto, H.M. 2010. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Gunawan, Ary H.2002. Administrasi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Herabudin. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : CV                 Pustaka
Purwanto, M.Ngalim.2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung :   PT Remaja Rosdakarya
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sahertian, Piet A dan Frans Mataheru.1981. Prinsip dan Tehnik Supervisi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional
Sahertian, Piet A dan Ida Aleda Sahertian. 1990. Supervisi Pendidikan dalam Rangka Program Inservice Education. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sagala, H. Syaiful.2012. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : CV   Alfabeta










[1] M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal:79.


2 Drs. Herabudin, M.pd, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,(Bandung: Pustaka Setia,2009), hal:221.

[3] Piet, A Sahertian dan Frans Mataheru. Prinsip dan Tehnik Supervisi Pendidikan (1982 : Usaha Nasional) Hal 35-37

[4] Op. Cit., Hal: 117

[5] Ary H. Gunawan,Administrasi Sekolah,(Rineka Cipta,Jakarta:2002),hlm.196-197
[6] Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian. Supervisi Pendidikan dalam Rangka Program Inservice Education. Rineka Cipta :1990 hal.54
[7] Daryanto.Administrasi Pendidikan,(2002:Jakarta),hal.196

No comments:

Post a Comment