MAKALAH TENTANG penjelasan mengenai jenis-jenis relasi makna

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Kita selalu menggunakan kata dalam menulis atau berbicara. Untuk menguasai suatu bahasa, setiap orang dituntut untuk menguasai kosakata untuk setiap bahasa. Meskipun demikian, penguasaan kosakata saja tidak cukup untuk dijadikan suatu syarat dalam menguasai bahasa tertentu.
 Syarat lain yang perlu dikuasai oleh seorang penulis seperti ilmu tentang kalimat (sintaksis), ilmu tentang paragraph, dan lain sebagainya. Salah satu yang diperlukan seseorang untuk menulis dan berbicara adalah diksi (pilihan kata). Dalam memilih kata ini seseorang dituntut untuk berhati-hati dengan cara sesering mungkin untuk melihat kamus. Hal ini penting karena tidak jarang sebuah kata  dapat berubah arti dalam ruang dan waktu yang berbeda sehingga menimbulkan kesalah pahaman.
Atas dasar itu, penulis menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas serta memberikan gambaran dan kejelasan dalam memahami kaidah pemilihan kata (diksi).

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah ditentukan, maka kami menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana penjelasan mengenai jenis-jenis relasi makna?
2.      Bagaimana penjelasan mengenai jenis-jenis perubahan makna?
3.      Bagaimana penjelasan mengenai jenis-jenis kaidah makna?
4.      Bagaimana penjelasan mengenai definisi, batasan, dan takrif diksi dalam kalimat?

C.    TUJUAN PENULISAN
Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut :
1.      Memahami jenis-jenis relasi makna beserta penjelasannya.
2.      Memahami jenis-jenis perubahan makna beserta penjelasannya.
3.      Memahami jenis-jenis kaidah makna beserta penjelasannya.
4.      Memahami definisi, batasan, dan takrif diksi dalam kalimat beserta penjelasannya.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Relasi Makna
            Diksi adalah pilihan kata dalam mengungkapkan apa yang ingin disampaikan. Terdapat ketidaksantunan diksi dalam makalah yaitu berhubungan dengan pemilihan kata baku dan tidak baku.[1]
            Menurut kaidah bahasa Indonesia, pembentukan awalan me-akan luluh jika menghadapi kata-kata yang berhuruf awal /s/ , /p/ , /t/ , dan /k/ , kecuali kluster seperti /kr/ , /pr/ , /tr/ , dan /sp/. Dengan demikian, diksi yang benar bukan bentuk mentargetkan dan memroduksi, melainkan bentuk menargetkan dan memproduksi.[2]
            … sinonim adalah dua kata atau lebih yang sama makna denotatifnya, namun berbeda makna konotatifnya. Makna denotatif disebut juga makna sebenarnya, makna objektif, makna apa adanya, makna polos, atau makna konseptual. Makna konotatif disebut juga makna asosiatif yaitu makna yang ditimbulkan oleh sikap social dan sikap pribadi karena adanya rasa tambahan dari makna konseptual.[3]
            Perbedaan satu kata dengan kata lain pada kalimat yang menggunakan kata yang mirip di atas terletak pada lafalnya. Vokal /e/ pada kata “seret” dan “teras” ada dilafalkan [e] taling dan ada yang dilafalkan [e] pepet. Demikian pula, konsonan /h/ ada yang diucapkan lemah seperti [tau] dan ada diucapkan normal [tahu]. Kata yang mirip seperti ini disebut homograf. Homograf adalah dua kata atau lebih yang sama tulisannya, namun berbeda lafalnya Mahmudah Fitriyah Z.[4]
            … adanya kata yang secara kebetulan sama lafalnya, namun berbeda tulisannya, misalnya: bang dengan bank, sangsi dengan sanksi, tang dengan tank, masa dengan massa. Kata yang seperti ini disebut homofon.[5]
            Istilah homonim berupa dua istilah, atau lebih, yang sama ejaan dan lafalnya, tetapi maknanya berbeda karena asalnya berlainan.[6]
            Istilah polisemi ialah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian. Misalnya, kata kepala (orang) ‘bagian teratas’ dipakai dalam kepala (jawatan), kepala (seiring). Bentuk asing yang sifatnya polisemi diterjemahkan sesuai dengan arti dalam konteksnya.[7]
            Istilah hiponim ialah bentuk yang maknanya terangkum dalam hipernim, atau superordinatnya, yang mempunyai makna ang lebih luas. Kata mawar, melati, cempaka, misalnya, masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi hipernim atau superodinatnya. Di dalam terjemahan, hipernim atau superordinat pada umumnya tidak disalin dengan salah satu hiponimnya, kecuali jika dalam bahasa Indonesia terdapat istilah superordinatnya.[8]

2.2  KAIDAH MAKNA
A.    Kata Abstrak dan Kata Konkret
            Kata-kata abstrak adalah kata-kata yang sulit dipahami oleh pembaca atau pendengar karena referennya berupa konsep. Konsep ialah gambaran dari objek atau proses yang berada di luar bahasa dan memahaminya harus menggunakan akal budi. Istilah peradaban-misalnya-tidak dapat ditunjukkan dengan hanya memperlihatkan sesuatu benda, gambar, atau replika, namun harus dijelaskan dengan definisi yang panjang-lebar, bahkan dengan literatur yang tidak sedikit. Kata konkret ialah kata-kata yang mudah dipahami karena referennya dapat dilihat, didengar, dirasakan, atau diraba. Kata monyet-misalnya-referennya dapat ditunjukkan dengan cara melihat gambarnya. Di samping itu, untuk menunjukkan referennya, orang bisa pergi ke hutan atau ke kebun binatang dengan cara melihat atau menunjukkan benda aslinya.
            Ditinjau dari aspek morfologis, kata benda (nomina) yang dibentuk dengan imbuhan ke-an dan pe-an sebagian besar menjadi kata abstrak, misalnya: keadilan, kekuasaan, kelainan, kebodohan, perbedaan, perselisihan, pendidikan, dan sebagainya.
B.     Kata Umum (Superordinat) dan Kata Khusus (Hiponim)
            Kata khusus (hiponim) ialah bentuk (istilah) yang maknanya terangkum oleh bentuk kata umum (superordinat) nya yang bermakna lebih luas, misalnya : kata mawar, melati, cempaka, anggrek, dahlia masing-masing hiponim terhadap kata bunga sebagai superordinatnya. Kata Islam, Kristen, Budha, Hindu, Kong Hu Chu, adalah kata khusus (hiponim) Tripitaka adalah kata khusus (hiponim) terhadap kata kitab suci (superordinat). Hubungan semantiknya adalah antara makna umum (superordinat) dan makna spesifik (hiponim) atau antara anggota taksonomi dengan nama taksonominya.
            Superordinat dan hiponim dikategorikan berdasarkan ruang lingkupnya. Maksudnya, ruang lingkup hiponim lebih sempit daripada superordinat. Makin umum ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkup suatu kata makin khusus sifatnya. Karena kata umum susah dipahami pembaca atau pendengar, penggunaanya dalam karangan harus selektif karena pemakaiannya yang berlebihan akan mengakibatkan karangan tersebut kabur bahkan tidak jelas sama sekali.
            Dalam terjemahan kata bahasa asing, istilah superordinat tidak disalin dengan salah satu hiponimnya, kecuali kalau dalam bahasa Indonesia tidak terdapat superordinatnya, misalnya: kata poultry diterjemahkan dengan kata unggas bukan ayam atau bebek. Demikian pula, alvian influenza diterjemahkan menjadi flu burung bukan flu unggas walaupun hakikatnya yang terkena penyakit tersebut adalah semua unggas. Kadang-kadang dalam terjemahan, kita harus menentukan konteks yang mana yang harus dipilih karena tidak ada superordinatnya dalam bahasa Indonesia, misalnya: rice bisa diterjemahkan menjadi gabah, padi, nasi. Demikian pula, kata is died bisa diterjemahkan mati, meninggal, mangkat, dan sebagainya tergantung konteks kalimat yang diterjemahkan.
A.    Kata Kopuler dan Kata Kajian
            Kata pojok dengan sudut pada dasarnya bersinonim, namun dalam pemakaiannnya, keduanya berbeda. Perhatikan contoh!
Istilah “warung pojok” sering dikonotasikan negatif.
Sudut A pada segitiga itu 90 derajat
            Pada contoh ini, kata pojok biasa digunakan oleh masyarakat luas (umum), namun kata sudut digunakan untuk bidang kajian geometri. Kata yang biasa digunakan oleh masyarakat umum disebut kata umum, dan kata yang digunakan untuk bidang keilmuan tertentu disebut kata kajian.
            Untuk lebih jelasnya, coba anda buat kalimatdengan kata di bawah ini, kemudian bedakan sesuai dengan penggunaannya dalam bidang masing-masing! Jika mengalami kesulitan, carilah arti kata atau istilah tersebut dalam kamus istilah!
1.      Air-H2O
2.      Alamiah-natural
3.      Batasan-definisi
4.      Berbahaya-riskan

B.     Kata serapan dan Kata Asing
            Dalam menulis kata atau teks agama (baca: islam), kita sering kebingungan untuk menentukan penulisan kata yang berasal dari bahasa Arab. Kebingungan tersebut berkisar antara keinginan untuk mempertahankan aslinya sebagai kosakata bahasa Arab dengan keinginan untuk menyesuaikannya menjadi bahasa Indonesia sebagai kata serapan, misalnya: rosul, sodoqoh, shodaqoh, sadeqah, do’a, rizki, rizqi, hadits, ghoib, ghaib, maghrib, solat, sholat, shalat, dsb.
            Beragam cara penulisan di atas tidak akan kita temukan baik dalam Kamus Bahasa Indonesia maupun Kamus Bahasa Arab karena perubahan bentuk dan bunyinya kacau (rancu) atau tidak sesuai dengan bunyi yang sebenarnya. Cara penulisan kata seperti itu belum sempurna karena penyerapannya tidak jelas. Artinya, secara baku cara penulisan itu belum dapat ditentukan apakah kata tersebut masih tetap bahasa Arab atau sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia.
            Secara konsisten, pembakuannya ada dua: pertama, jika diindonesiakan (diserap seluruhnya), kata-kata diatas menjadi rasul, sedekah, doa, rezeki, hadis, gaib, magrib, dan salat. Kedua, jika ditulis dalam bentuk aslinya (tidak disesuaikan), kata itu tetap rasul, sadaqah, du’a, rizq, hadits, ghaib, maghrib, dan salat. Salah satu model penulisan itu boleh digunakan. Hanya saja, konsekuensinya, jika yang digunakan bentuk aslinya (penyerapan tidak diadaptasi) seperti yang terakhir ini berarti penulisannya harus  menggunakan Pedoman Transliterasi Arab Latin secara konsisten, misalnya: mad (jika ada), tidak boleh dihilangkan, dan tentu saja menggunakan huruf miring (italic).
            Dalam penggunaan kata asing, penulis hendaknya berusaha untuk mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Namun, biasanya agak sukar jika kata tersebut berupa konsep atau istilah yang memerlukan penjelasan panjang. Jadi, dalam penulisan konsep dan istilah, penulis hanya bisa menyesuaikan ejaannya dan tidak dapat menggantinya dengan kata dalam bahasa Indonesia. Kata system, contribution, dan significant—misalnya—hanya bisa disesuaikan menjadi sistem, kontribusi, dan signifikan, tidak bisa diganti dengan kata cara, sumbangan, dan berpengaruh karena walaupun mirip, arti itu tidak terlalu akurat.

2.3 Perubahan Makna
Dalam diksi, penulis juga perlu mewaspadai kemungkinan makna sebuah kata berubah sesuai dengan ruang dan waktunya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana.Ada sebab-sebab dan jenis-jenis perubahan makna yang terjadi menurut beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut :
Menurut Chaer, sebab-sebab perubahan makna terjadi karena:
a.      Perkembangan dalam ilmu teknologi
b.     Perkembangan sosial dan budaya
c.      Perbedaan bidang pemakaian
d.     Adanya asosiasi
e.    Pertukaran tanggapan indra
f.      Perbedaan tanggapan indra
g.     Adanya penyingkatan
h.     Proses gramatikal
i.       Pengembangan istilah
Sedangkan jenis-jenis perubahannya, dibagi menjadi:
a.      Meluas
b.     Menyempit
c.      Perubahan total
d.     Penghalusan (Eufemia)
e.      Pengasaran
Menurut Tarigan, jenis-jenis perubahan makna dibagi menjadi:
a.      Generalisasi (Perluasan)
b.     Spesialisasi (penyempitan)
c.      Ameliorasi (peninggian)
d.     Peyorasi (penurunan)
e.      Sinestesia (pertukaran)
f.      Asosisasi (persamaan)

Untuk lebih jelasnya, maka akan diuraikan satu persatu mengenai sebab-sebab perubahan dan jenis-jenis perubahan makna, tentunya ada persamaan antara pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut.
A.    Sebab-sebab perubahan
1.     Perkembangan dalam ilmu teknologi
Perkembangan dalam ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata.Sebagai akibat perkembangan teknologi kita lihat kata berlayar yang pada awal bermakna perjalanan laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakan dengan tenaga layar.Walaupun kini kapal-kapal besar tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan mesin, bahkan tenaga nuklir, namun kata berlayar masih digunakan.
Contoh lain adalah kereta api, walaupun kini, sebagai akibat perkembangan teknologi, sudah tidak lagi lokomotif bertenaga uap, namun nama kereta api masih digunakan secara umum.
2.     Perkembangan sosial dan budaya                 
Perkembangan sosial dan budaya dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna.Misalnya kata saudara yang bermakna seperut dan satu kandungan.Walaupun kini kata saudara masih tetap digunakan dalam mengartikan makna satu kandungan misalnya,Saya mempunyai dua saudara disana. Tetapi digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misalnya :Surat saudara sudah saya terima
Saudara dilahirkan dimana?
Selain kata saudara, contoh lain juga dapat menyebabkan perubahan makna akibat sosial dan budaya seperti kata, ibu, bapak, kakak, adik, dan sarjana.
3.     Perbedaan bidang pemakaian
Perbedaan bidang pemakaian dalam perubahan makna memiliki maksud bahwa kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Misalnya dalam bidang pertanian, kita kenal kata-kata benih, menggarap, membajak, menabur, menanam, memupuk, dan hama. Dalam bidang pendidikan, kita kenal dengan kata murid, guru, ujian, menyalin, menyontek, membaca, menghapal, dan belajar.Sedangkan dalam bidang pelayaran, kita kenal dengan kata berlabuh, haluan, buritan, nahkoda, palka, pelabuhan, dan juru mudi.
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari bisa saja memiliki makna baru disamping makna aslinya.Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian seperti menggarap sawah, tanah garapan, dan petani garapan. Kini juga digunakan dalam bidang lain misalnya pada kata menggarap skripsi, menggarap naskah drama, menggarap generasi muda, dan lain sebagainya yang berarti mengerjakan. Contoh lain adalah membajak, dibajak, pembajak, bajakan, dan pembajakan yang merupakan ada dalam bidang pertanian, kini juga telah terbiasa digunakan dalam bidang lainnya yaitu pada kata membajak pesawat terbang, buku bajakan, dan kaset bajakan.
4.     Pertukaran tanggapan indra
Pertukaran tanggapan indra pada perubahan makna ini yaitu pertukaran tanggapan antara indara yang satu dengan yang lain. Misalnya pada alat indra lidah kita dapat menangkap rasa pahit, manis, asin, pedas.Pada kulit kita bisa merasakan rasa dingin, panas, dan sejuk.begitu pula yang berkenaan dengan cahaya seperti gelap, terang, remang-remang akan ditangkap oleh indera penglihatan (mata). Dalam kasus ini sering terjadi pertukaran yang seharusnya ditanggap oleh indra perasa pada lidah, ditukar menjadi indra pendengaran. Contonya kata-katanya pedas sekali.
Contoh lainnya yaitu :  Suaranya sedap didengar
                                     Warnanya enak dipandang
5.     Perbedaan tanggapan indra
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan dimasyarakat, maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang “rendah”, kurang menyenangkan. Disamping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang “tinggi” atau mengenakan.Kata-kata yang nilainya rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif.Misalnya kata bini dengan istri.Bini lebih dianggap peyoratif, sedangkan istri dianggap amelioratif. Begitu juga dengan kata bang dan bung, jamban dan kakus atau WC.


6.     Adanya penyingkatan
Dalam bahasa indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatan saja dari pada menggunakan kata utuhnya.Misalnya pada kaliamt Ayahnya meninggal tentu saja maksdunya meninggal dunia. Contoh lain yaitu pada kalimat Ibu pergi ke Bali dengan garuda. Tentu yang dimaksud dengan garuda bukan lah burung, akan tetapi maksudnya yaitu “naik pesawat terbang dari perusahaan penerbangan garuda”. Begitu juga perpus lazim untuk menyebutkan perpustakaan, lab lazim untuk menyebutkan laboratorium, Dok lazim untuk menyebutkan dokter, let maksudnya letnan, satpam maksudnya satuan pengamanan,mendikbud untuk menteri pendidikan dan kebudayaan.
   Kasus penyingakatn ini bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap.Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata, kata yang semula berbentuk utuh disingkat menjadi bentuk tidak utuh yang pendek.
7.     Pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan istilah ini lebih memanfaatkan kosa kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna kata tersebut, meluas, ataupun memberi arti baru sama sekali. Misalnya kata papan yang bermakna lempengan kayu tipis, tapi kini diangkat menjadi istilah untuk perumahan.Begitu juga kata sandang yang bermula bermakna selendang, tapi kini bermakna pakaian.
8.     Perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia
kita mengetahui bahasa Indonesia terdapat tiga kelompok, yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia misalnya kata seni.Seni dalam KBBI bermakna (i) keahlian membuat karya yang bermutu tinggi. (ii) karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa. Namun bagi masyarakat Melayu kata seni dihubungkan dengan air seni yang berarti air kencing, dalam bahasa melayu mengalami perubahan makna, sebab dalam bahasa Indonesia seni dihubungkan dengan seni musik, seni lukis, seni tari yang lebih kepada hasil karya yang bemutu tinggi.
Contoh lain adalah kata butuh, dalam masyarakat Palembang, kata butuh bermakna sebagai alat kelamin laki-laki. Namun dalam bahasa indonesia kata butuh berarti diperlukan. Begitu juga dengan kata tele, dalam masyarakat Gorontalo tele bermakna alat kelamin perempuan.Sedangkan dalam bahasa indonesia dikenal kata bertele-tele, yang bermakna berlama-lama. Dari contoh tersebut ada perubahan dari bahsa daerah ke bahasa indonesia. Makna dari bahasa daerah bermakna X, tetapi dalam bahasa indonesia bermakna Y. Dalam hal ini masyarakat indonesia tidak merasa geli ketika memakai kata itu sebab ia tidak mengetahui maksud asal.
9.     Perubahan makna akibat perubahan lingkungan
Lingkungan masyarakat dapat menyebabkan perubahan makna. Bahasa yang digunakan dalam masyarakat tertentu belum tentu maknanya sama  dengan masyarakat yang lain. Misalnya kata cetak. Perhatikan contoh berikut :
-        Buku itu dicetak di Rineka Cipta, Jakarta.
-        Cetakan batu bata itu besar-besar
-        Pemerintah menggiatkan pencetakan sawah baru bagi petani.
-        Ali mencetak lima gol dalam pertandingan itu.
Leksem cetak pada contoh diatas memperlihatkan makna yang berbeda karena lingkungan yang berbeda. Dengan kata lain, makna berubah jika terjadi lingkungan pemakaian. Contoh lain yaitu kata sumber, salin, langganan, operasi, dll.
10.  Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata
Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata kita bisa ambil contohnya yaitu pada kata surat. Kata surat ternyata dapat digabungkan dengan kata yang lain dan tentu maknanya akan berubah. Kita mengenal dengan surat jalan, surat jual beli, surat kaleng, surat keterangan, surat perintah, surat sakit, dan surat permohonan.
11.  Perubahan makna akibat perubahan bentuk
Perubahan bentuk pada suatu leksem akan terjadi perubahan makna pula. Misalnya leksem lompat.Dari leksem lompat dapat diturunkan kata menjadi berlompatan, pelompat, terlompat.Berlompat-lompat, dilompati.Bentuk kata berlompatan tidak sama dengan bentuk kata melompat. Makna berlompatan bermakna banyak orang atau sesuatu yang melompat dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan berlompat-lompat bermakna melakukan pekerjaan melompat secara berulang-ulang.

B. Jenis Perubahan Makna
1.     Meluas (Generalisasi)
Makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain[9]. Kemudian, menurut Tarigan generalisasi atau perluasan adalah suatu proses perubahan makna kata dari yang lebih khusus kepada yang lebih umum, atau dari yang lebih sempit kepada yang lebih luas.[10]
Berdasarkan pengamatan, meluasnya komponen makna sebuah kata dapat pula disebabkan oleh rendahnya frekuensi penggunaan sebuah kata.Makna kata yang jarang digunakan ini kemudian dipindahkan kepada bentuk imbangannya yang frekuensi pemakaiannya lebih tinggi. Misalnya, kata mahasiswa dan kata siswa dalam pemakaian bahasa Indonesia sekarang ini tidak hanya mengacu kepada “mahasiswa atau pelajar” yang berjenis kelamin pria, tetapi juga pelajar yang berjenis kelamin wanita, sehubungan dengan semakin rendahnya frekuensi pemakaian kata mahasiswa dan siswi.
Contoh lain perluasan makna adalah kakak, ibu, adik, dan bapak.
Kakak yang sebenarnya bermakna saudara sekandung yang lebih tua, meluas maknanya menjadi siapa saja yang pantas dianggap atau disebut sebagai saudara sekandung yang lebih tua.Begitu pula dengan adik yang bermakna sebenarnya adalah saudara sekandung yang lebih muda, meluas menjadi siapa saja yang pantas dianggap atau disebut sebagai saudara sekandung yang lebih muda.
2.     Menyempit (Spesialisasi)
Menurut Chaer yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.[11] Selanjutnya, menurut Tarigan proses spesialisasi atau pengkhususan penyempitan mengacu kepada suatu perubahan yang mengakibatkan makna kata menjadi lebih khusus atau lebih sempit dalam aplikasinya.[12]
Sebagai contoh kata motor di dalam bahasa aslinya menunjukkan pada semua alat penggerak. Di dalam bahasa Indonesia, kata ini kemudian mengalami penyempitan makna, yakni sepeda motor. Selanjutnya kata kitab yang berasal dari bahasa arab semula bermakna semua jenis buku. Pada saat sekarang ini, kata kitab hanya digunakan untuk menunjuk buku-buku suci atau buku-buku keagamaan. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan, kemudian hanya berarti orang yang lulus dari perguruan tinggi, seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana hukum.
3.   Perubahan Makna Perubahan Total
Menurut Chaer, yang dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya.[13]Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali.
Sebagai contoh kata ceramah pada mula berarti cerewet atau banyak cakap, tetapi kini berarti pidato atau uraian mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak. Kemudian, kata pena pada mulanya berarti bulu. Kini maknanya sudah berubah total karena kata pena berarti alat tulis yang menggunakan tinta. Memang sejarahnya ada, yaitu dulu orang menulis dengan tinta menggunakan bulu ayam atau bulu angsa sebagai alatnya.

3.     Membaik (Ameliorasi)
Perubahan makna membaik di sebut juga dengan ameliorasi atau amelioratif. Kata ameliorasi berasal dari bahasa latin“melior” atau lebih baik, berarti membuat menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih anggun, lebih halus. Dengan kata lain amelioratif mengacu kepada peningkatan makna kata; makna baru dianggap lebih baik atau lebih tinggi nilainya dibanding makna dulu.[14]
Perubahan makna membaik ini hampir sama dengan perubahan makna penghalusan disebut juga eufemia merupakan gejala yang ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia.[15]Kata wanita semula berasal dari bahasa Sansekerta Vanita yang maknanya sama dengan ‘perempuan’. Akan tetapi, di dalam perkembangannya kata ini mengalami proses perubahan makna yang membaik, sedangkan kata perempuan mengalami perubahan makna yang memburuk. Sebagai contoh lain, yaitu kata istri lebih baik, lebih hormat daripada bini; kata melahirkan lebih baik, lebih hormat daripada beranak; kata meninggal dunialebih baik, lebih hormat daripada mati; kata hamil lebih baik daripada kata bunting; dan sebagainya.
4.     Memburuk (Peyorasi)
Perubahan makna memburuk disebut juga peyorasi atau peyoratif.Kata peyorasi berasal dari bahasa Latin ‘pejor’ yang berarti jelek, buruk.Menurut Tarigan, peyorasi adalah suatu proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada makna semula.[16] Hampir sama dengan perubahan makna pengasaran yang disebut juga disfemia. Pengasaran merupakan usaha untuk menggantikan kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar.Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Berlawanan dengan perkembangan makna kata wanita, perkembangan makna kata perempuan mengalami perubahan yang memburuk.Kata perempuan pada masa yang lalu memiliki nilai rasa netral.Kata perempuan pada zaman dahulu sering digunakan untuk menamai gerakan, perkumpulan, atau organisasi-organisasi masa.Pada masa sekarang, sehubungan dengan adanya perubahan yang memburuk itu, kata ini diganti dengan kata wanita.Saat ini, tidak ada organisasi atau kesatuan kewanitaan yang menggunakan kata perempuan, tetapi menggunakan kata wanita.Sebagai contoh, Ikatan Sarjana Wanita Indonesia, Polisi Wanita, Wanita Angkatan Udara, dan lain sebagainya. Contoh lain kata yang memburuk adalah kata pelacur dirasakan lebih kasar daripada wanita tunasusila, kata bunting dirasa lebih kasar daripada hamil, kata penjara dirasa lebih kasar daripada lembaga permasyarakatan, dan lain-lain.
Sebagai contoh lain, kata kampung yang dulunya melambangkan kepolosan dan kejujuran, kini bermakna kebodohan dan ketertinggalan. Akibatnya, orang kampung bermakna lebih rendah daripada dulu.Kata mencaplok dipakai untuk menggantikan kata mengambil dengan begitu saja, seperti dalam kalimat Dengan seenaknya Israel mencaplok wilayah Mesir; kata menjebloskan yang dipakai untuk mengganti kata memasukkan, seperti dalam kalimat Polisi menjebloskannya ke dalam sel.
Tetapi banyak juga kata yang sebenarnya kasar yang sengaja digunakan untuk memberikan tekanan tetapi tanpa terasa kekasarannya.Misalnya kata menggondol yang biasanya dipakai untuk binatang seperti Anjing menggondol tulang; tetapi digunakan seperti dalam kalimat Akhirnya regu bulu tangkis kita berhasil menggondol piala Thomas Cup.
5.     Pertukaran Makna (Sintesia)
Menurut Tarigan, sintesia adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berbeda.[17]
Sebagai contoh dalam kalimat berikut.
a)     Suaranya sedap betul didengar
b)     Namanya sudah harum
c)   Dengan muka masam, rentenir itu mengih hutang yang belum dibayar sampai dua minggu.
Dari ketiga contoh kalimat tersebut kata sedap, harum, dan masam itu merupakan tanggapan dari suatu indera.Kata sedap dan masam dari indera perasa sedangkan kata harum dari indera pencium.Tetapi, pada kalimat di atas dipakai sebagai tanggapan indera pendengaran dan penglihatan.
6.     Persamaan Makna (Asosiasi)
Menurut Tarigan, asosiasi adalah perubahan makna yang terjadi sebagai akibat persamaan sifat.[18]
Sebagai contoh dalam kalimat berikut.
a)     Jika ingin  mudah bekerja harus memakai amplop.
b)     Saya naik Garuda ke Surabaya.
Kata amplop yang terdapat dalam kalimat pertama itu berasosiasikan dengan uang sogokan, sedangkan kata garuda (yang bermakna sebangsa burung elang besar) diasosiasikan dengan pesawat udara atau kapal terbang.
2.4 Definisi,Batasan,Takrif
          Ketiga istilah pada subjudul ini dianggap sama saja.Widjono Hs.(2005:106) mengartikan definisi sebagai :
1.      Kata,frase,atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktifitas.
2.      Batasan arti
3.      Rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi.
4.      Uraian pengertian yang berfungsi membatasi objek, konsep, dan keadaan berdasarkan waktu dan tempat suatu kajian.
         Dalam menulis, seseorang tidak akan terlepas dari suatu konsep dan istilah. Konsep ialah pengertian yang disimpulkan secara umum (abstraksi) dengan mengamati atau memperhatikan persamaan yang terdapat diantara sejumlah gejala (fenomena), misalnya ”agama” adalah abstraksi dari sejumlah agama, misalnya:adanya pembawa (nabi atau rasul) dan adanya kitab suci.Konsep ”agama” sangat berbeda dengan ”kepercayaan. Istilah (term) ialah kata atau gabungan kata yang mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidan tertentu, misalnya: istilah ”morfologi” dalam ilmu tumbuhan (botani) berbeda dengan morfologi dalam bidang ilmu bahasa (linguistik).
         Syarat definisi sebagai berikut:
1.      adanya kata, istilah, atau konsep yang didefinisikan.Ini disebut definiendum,
2.      adanya kata, frase, atau kalimat yang mendefinisikan atau menguraikan pengertian. Ini disebut definiens.
            Kata sambung yang digunakan untuk menghubungkan definiendum dengan definiens biasanya tergantung  kepada definiens-nya.
1.      Jika definiens dimulai dari nomina (kata benda), penghubungnya yaitu, misalnya: Al-Quran adalah kitab suci agama islam.
2.      Jika definiens dimulai dari verba (kata kerja), penghubungnya yaitu, misalnya: Taat yaitu merasa terdorong untuk mengikuti dan mematuhi.
3.      Jika definiens berupa atau berwujud, kata penghubungnya merupakan, misalnya: Ular merupakan binatang melata, manusia merupakan makhlik sosial.
4.      Jika definiens berupa sinonim, kata penghubungnya ialah, misalnya: Muslim ialah orang islam, manusia ialah orang.

a.      Definisi Nominal
            Definisi nominal biasanya berupa pengertian singkat.Dalam definisi ini, kata, istilah, atau konsep dibatasi dengan kata lain yang merupakan sinonimnya (padanannya), dengan terjemahannya, atau meninjaunya dari segi etimologi.Hampir semua kata yang ada dalam kamus menggunakan definisi nominal. Definisi nominal ada tiga macam: sinonim atau padanan,terjemahan dari bahasa lain,etimologi.
1.      Definisi nominal dengan sinonim atau padanannya, misalnya: siswa ialah murid, perempuan ialah wanita.
2.      Definisi nominal dengan terjemahan dari bahasa lain, misalnya: city adalah kota, Sunday adalah (hari) minggu.
3.      Definisi nominal dengan etimologi, misalnya: kata psikologi berasal dari kata ”psychology” yang diambil dari ”psychos” dan ”logos” artinya ilmu jiwa.

b.      Definisi Formal
         Definisi ini disebut juga definisi logis atau definisi terminologis, yaitu definisi yang disusun berdasarkan logika formal.Unsurnya terdiri dari tiga, yaitu: kelas, genus, dan pembeda (deferensiasi). Strukturnya diawali dengan kelas yang akan dijadikan defienendum, diikuti penghubung (ialah, adalah) dan dilanjutkan dengan genus, diakhiri dengan pembeda. Pembeda harus lengkap dan menyeluruh sehingga menunjukan pengertian yang sangat khas dan spesifik, misalnya:
Ulama           ialah      orang yang ahli dalam bidang agama islam.
Defeniendum                                      definiens
Manusia         adalah   makhluk yang berakal budi.    
Defeniendum                             defeniens


Uraiannya adalah:
Ulama = kelas,  orang yang ahli = genus,   dalam bidang agama islam = pembeda
Manusia =kelas, makhluk = genus, yang berakal budi = pembeda.
        Dalam definisi formal, definiendum ( yang didefinisikan) dengan definiens (yang mendefinisikan) bersifat konvertabel (dapat dipertukarkan tempatnya) misalnya:
Orang yang ahli dalam bidang agama islam ialah ulama.
Makhluk yang berakal budi ialah manusia.
        Hal ini terjadi karena secara logika formal x =y dapat diubah menjadi y = x sama saja dengan 8+5 = 13 dapat diubah menjadi 13= 8+5.
c.       Definisi Operasional
            Definisi operasional adalah definisi yang menunjukkan apa yang harus dilakukan  dan bagaimana cara (kafiyat) melakukannya. Biasanya definisi ini merupakan batasan pengertian yang dijadikan pedoman untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, misalnya riset (penelitian) terhadap sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung karena abstraks. Oleh sebab itu, definisi ini disebut definisi kerja atau definisi subjektif.
            Definisi ini misalnya dipakai untuk menjelaskan nilai rata-rata kelas dan pendapatan per kapita.Nilai rata-rata kelas ialah jumlah nilai keseluruhan yang diperoleh siswa dalam satu kelas  dibagi jumlah siswa keseluruhan.Pendapatan per kapita ialah jumlah pendapatan keseluruhan populasi atau negara dibagi jumlah penduduk keseluruhan.
            Suryadi Suryabrata (1997:76-77) menyatakan ada tiga macam cara menyusun definisi operasional. Definisi operasional yang pertama menekankan aspek kegiatan yang harus dilakukan agar hal yang didefinisikan itu terjadi, misalnya:
§  Lapar adalah keadaan dalam individu yang timbul setelah ia tidak makan selama 24 jam.
            Definisi operasional yang kedua menekankan aspek cara yang didefinisikan itu beroperasi, misalnya:
§  Orang yang cerdas adalah orang yang tinggi kemampuannya dalam memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan bilangan.
            Definisi operasional yang ketiga adalah definisi berdasarkan atas bagaimana hal yang didefinisikan itu tampak (kelihatannya), misalnya:
§  Mahasiswa yang cerdas adalah mahasiswa yang mempunyai ingatan baik, perbendaharaan kata luas, kemampuan berpikir baik, dan berkemampuan berhitung baik.
d.      Definisi Luas
        Definisi luas biasanya digunakan untuk menjelaskan konsep yang rumit dan abstraks.Konsep yang dijelaskan dalam definisi  luas ini biasanya tidak dapat hanya dengan satu-dua kata sebagaimana pada definisi nominal.Penjelasannya mungkin berupa satu wacana atau paling sedikit satu paragraf. Kata ”Islam” misal tidak cukup dijelaskan dengan agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Saw. Kitab sucinya Al-Quran. Definisi Islam harus dijelaskan secara panjang-lebar meliputi asal katanya dan segala seluk-beluk tentang itu.Definisi luas biasanya digunakan pada ensiklopedi.
        Definisi ensiklopedi, definisi luas digunakan untuk menjelaskan orang atau nama diri, misalnya: Nurcholis Madjid, Zakiah Daradjat, Batavia, Yahudi, dan lain-lain.
Contoh definisi luas:
          Salah satu metode ijtihad yang banyak digunakan ulama  usul  fikih dalam menetapkan hukum islam ketika hukum suatu kasus tidak ada dalam nas (Al-Quran dan Hadis) disebut kias..

















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Jenis-jenis relasi makna adalah sinonim dan antonim, konotasi dan denotasi, homograf dan homofon, serta polisemi dan hiponim. Sinonim adalah persamaan kata sedangkan antonim adalah lawan kata. Denotasi adalah kata yang bermakna sebenarnya. Homograf adalah dua kata atau lebih yang sama tulisannya lamun lafalnya berbeda, homofon adalah dua kata atau lebih yang berbeda tulisan namun sama pelafalannya. Polisemi adalah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian.
Sebab-sebab terjadinya perubahan makna diantaranya dikarenakan perkembangan teknologi, perkembangan social budaya, perbedaan bidang pemakaian, pertukaran tanggapan indra, perbedaan tanggapan indra, adanya penyingkatan, pengembangan istilah, dan perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia. Jenis-jenis perubahan makna, yakni generalisasi yaitu perubahan makna menjadi lebih baik disbanding  makna dulu; spesialisasi yaitu penyempitan sebuah makna menjadi lebih khusus atau lebih sempit; peyorasi, yaitu perubahan makna menjadi lebih buruk atau rendah dari makna semula hamper sama dengan disfemia; sintesia, yaitu perubahan akibat pertukaran tanggapan indra; dan asosiasi, yaitu perubahan makna akibat persamaan sifat.

3.2  Saran



















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenal dan J. Amran Tasai. 2008. Cermat Baerbahasa Indonesia.  Jakarta: AKAPRESS.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Gani, Ramlan. A. D dan Mahmudah Fitria. Z. A. 2011. Disiplin Berbahasa Indonesia. Jakarta: FITK Press.
Kuntarto, Niknik M.  2011. Cermat dalam Berbahasa, Teliti dalam Berpikir. Jakarta:Mitra  Wacana Media.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengantar Semantik. Bandung: Angkasa.




[1] Niknik M. Kuntarto, 2011, Cermat dalam Berbahasa, Teliti dalam Berpikir, Jakarta:Mitra  Wacana Media, hlm.38.
[2] Ibid, hlm.39
[3] Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z. A., 2011, Disiplin Berbahasa Indonesia, Jakarta: FITK PRESS,hlm.104
[4] Ibid, hlm.107.
[5] Ibid, hlm.108.
[6] Niknik M. Kuntarto, Op.Cit,hlm.167.
[7] Ibid.
[8] Ibid, hlm.168.
[9]Abdul Chaer, 2009, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.140.
[10]Henry Guntur Tarigan, 2009,Pengajaran Semantik, Bandung: Angkasa, hlm. 79.
[11]Abdul Chaer, Op.Cit, hlm.142.
[12]Henry Guntur Tarigan, Op.Cit, hlm. 81.
[13] Abdul Chaer, Op.Cit, hlm. 142.
[14]Henry Guntur Tarigan, Op.Cit, hlm. 83.
[15] Abdul Chaer, Op.Cit, hlm. 143.
[16]Henry Guntur Tarigan, Op.Cit, hlm. 93.
[17]Ibid, hlm. 88.
[18]Ibid, hlm. 90. 

1 comment:

  1. terimakasih kak, materinya sangat bermanfaat.
    saya juga punya ulasan mengenai Makalah diksi atau pemilihan katadi blog saya tugaskuliah15.blogspot.com siapa tahu dapat bermanfaat. terimakasih

    ReplyDelete