KOMPOS


Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.
   Puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Salawat serta salam semoga senantiasa selalu tercurahkan kepada baginda Muhamad saw, beserta seluruh keluarga dan sahabat-Nya, serta pengikut-Nya yang senantiasa selalu istiqomah di atas sunah-sunah, serta ajaran yang beliau bawa sampai hari kiamat kelak.
Makalah yang berjudul ”Pengaruh Penggunaan Kompos Terhadap Kesuburan Tanah dan Tanaman” ini disusun untuk menyelesaikan tugas pada mata kuliah Biologi Terapan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Program Studi Pendidikan Biologi. Maka harapan kami, kiranya makalah ini sesuai dengan harapan Dosen pada mata kuliah yang dimaksud.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Penulis merasa berbahagia bila ada pembaca yang mau memberikan saran dan masukan bagi perbaikan tulisan ini. Dan akhirnya hanya kepada Allah swt jualah penulis memohon, semoga tulisan ini memberikan manfaat yang baik guna kemajuan ilmu pengetahuan baik bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
                                                                                    Jakarta,  November 2015
Penulis

 



 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan pertanian di Indonesia dengan kondisi tanah yang tidak subur biasa diatasi dengan penggunaan pupuk organik. Namun, setelah diperkenalkan pupuk kimia masyarakat Indonesia berubah haluan meninggalkan pupuk organik berganti menggunakan pupuk kimia. Dalam kurun waktu tertentu, hasilnya memang dapat dirasakan dan meningkat cukup tajam. Bahkan banyak juga orang yang berpikir bahwa semakin banyak pupuk kimia yang diberikan pada tanah maka hasil panen akan meningkat. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai kecenderungan berlebihan dalam pemberian pupuk kimia. Pemberian pupuk kimia secara berlebihan jelas kurang bijaksana karena justru akan memperburuk kondisi fisik tanah. (Triana, 2006).
Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, namun bila sisa hasil tanaman tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan benih karena imobilisasi hara, allelopati, atau sebagai tempat berkembangbiaknya patogen tanaman. Bahan-bahan ini menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembap, seperti halnya daundaun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman.
Kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Kompos adalah salah satu penutup tanah dan akar serta korektor tanah alami yang terbaik. Kompos dapat digunakan sebagai pengganti pupuk buatan dengan biaya yang sangat murah. Kompos berfungsi dalam perbaikan struktur tanah, tekstur tanah, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air. Kompos dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan air, selain itu kompos dapat berfungsi sebagai stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Hal ini dimungkinkan karena kompos mampu menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang menjaga tanah dalam kondisi sehat dan seimbang, selain itu dari proses konsumsi mikroorganisme tersebut menghasilkan nitrogen dan fosfor secara alami (Isroi, 2008).
Penggunaan kompos sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan produktivitas dan kesuburan tanah, ramah lingkungan serta mampu mengatasi kelangkaan pupuk anorganik yang mahal.

1.2       Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penggunaan pupuk kompos terhadap kesuburan tanah?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tanaman?
3. Bagaiaman keuntungan dan kelebihan penggunaan pupuk kompos?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami pengaruh penggunaan kompos terhadap kesuburan tanah
2. Untuk memahami pengaruh penggunaan kompos terhadap pertumbuhan tanaman
3. Untuk mengetahui keuntungan dan kelemahan penggunaan pupuk kompos


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pupuk Kompos

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, atau kesuburan tanah.
Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam tanah. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman.
Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai.
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik, 2006). Sedangkan menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pada dasarnya pengomposan merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mikroba tersebut diantaranya bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya.
Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting dan banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Kompos yang merupakan pupuk organik memiliki kandungan unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur hara yang terdapat pada kompos tidak akan merusak tanah seperti pupuk buatan (anorganik). Kompos juga bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi tanaman, walaupun jumlah yang digunakan cukup banyak.[1]

2.2 Manfaat Pupuk Kompos

Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah beberapa penyakit akar, dan dapat menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia.[2]
1. Memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia, terutama urea (pupuk dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, liat, dan asam. Pupuk kompos yang remah dan gembur akan memperbaiki pH dan strukturnya.
2. Memiliki kandungan unsur mikro dan makro yang lengkap. Walaupun kandungan unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya, bahkan dapat menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang diperlukan.
3. Ramah lingkungan. Sesuai slogan “Go Organic 2010” pemakaian kompos dalam pertanian ataupun hobi bercocok tanam yang ramah lingkungan, dibandingkan dengan pemakaian pupuk kimia, akan menjaga kelestarian lingkungan.
4. Murah dan mudah didapat, bahkan dapat dibuat sendiri.
5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibandingkan dengan pupuk kimia.
6. Membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam, sehingga dapat meningkatkan unsur hara tanaman[3]

2.3  Bahan Baku Kompos

Pada prinsipnya hampir semua limbah organik dapat dikomposkan. Limbah itu dapat berupa sisa panen, limbah industri pertanian, kotoran ternak, maupun serasah atau dedaunan. Sisa panen dapat berupa jerami, sisa-sisa tanaman, daun, sisa-sisa sayuran, dan lain sebagainya. Limbah industri pertanian antara lain onggok, ampas tahu, serbuk gergaji, dan lain-lain. Rumput-rumputan juga dapat dibuat kompos. Limbah organik yang sebaiknya tidak dikomposkan antara lain kayu keras, bambu, tulang, dan tanduk. Bahan-bahan tersebut memerlukan waktu yang lama menjadi kompos, sehingga sebaiknya dikomposkan secara terpisah dari bahan-bahan yang lunak.[4]

2.4 Proses Pembuatan Pupuk Kompos

Selama proses dekomposisi bahan organik mentah (sampah) menjadi kompos akan terjadi berbagai perubahan hayati yang dilakukan oleh mikroorgaisme sebagai aktivator. Adapun perubahannya sebagai berikut :
a. Penguraian karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan H2O (air).
b. Protein menjadi ammonia, CO2 dan air.
c. Pembebasan unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap oleh tanaman.
d. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara didalam sel mikroorganisme, terutama nitrogen, fosfor, dan kalium.
Dengan perubahan tersebut maka kadar karbohidrat akan hilang atau turut dan senyawa nitrogen yang larut (amonia) akan meningkat. Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah. [5]

2.5 Stategi Mempercepat Proses Pengomposan

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Beberapa strategi tersebut yaitu sebagai berikut:
1.      Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strtegi memanipulasi kondisi pengomposan sering dilakukan pada awal-awal teknologi berkembang ataupun pada saat teknologi belum berkembang, karena pada strategi ini perlakuan yang dilakukan masih sederhana. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besa-rbesar dicacah sehingga ukurannya lebih kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
2.      Menggunakan Aktivator Pengomposan
Pada saat ini, strategi untuk mempercepat proses pengomposan sudah lebih maju lagi, yaitu memanfaatkan organisme lain yang dapat mempercepat proses pengomposan atau mempercepat proses pembusukan bahan kompos, atau dikenal dengan organisme dekomposer. Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan salah satunya adalah cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang saat ini banyak digunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, dll.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan yang digunakan adalah mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, diantaranya: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPI tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan, namun untuk bahan yang keras atau sulit dikomposkan memerlukan waktu hingga 2 bulan.
3.      Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
4.      Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan
Dari beberapa strategi di atas, namun ada beberapa pertimbangan jika seseorang ingin melakukan pengomposan dan ingin menggunakan strategi pengomposan di atas. Hal ini bertujuan karena seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
a.       Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
b.      Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
c.       Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
d.      Tingkat kesulitan pembuatan kompos[6]

2.6 Jenis-jenis Kompos

1.      Kompos Cacing
Kompos cacing tanah atau terkenal dengan casting yaitu proses pengomposan yang melibatkan organisme makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara cacing tanah dengan mikro organisme dapat mempercepat proses penguraian yang berjalan dengan baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat.
Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Namun, sebagian orang mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organic yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan casting tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya casting mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan sebagai pupuk.
2.      Kompos Bokasi
Bokashi ( Bahan Organik Kaya Akan Sumber Hayati) adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional.
EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergaji. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme.
3.      Kompos Bagase
Kompos bagase adalah kompos yang dibuat dari ampas tebu (bagase), yaitu limbah padat sisa penggilingan batang tebu. Kompos ini terutama ditujukan untuk perkebunan tebu. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagase sekitar 32% bobot tebu yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler, namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang disebabkan oleh stok bagase yang melebihi kebutuhan pembakaran oleh boiler pabrik. Limbah bagase memiliki kadar bahan organik sekitar 90%, kandungan N 0.3%, P2O5 0.02%, K2O 0.14%, Ca 0.06%, dan Mg 0.04% (Toharisman, 1991). Pemberian kompos campuran bagase, blotong, dan abu boiler pabrik pengolahan tebu dapat meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K dalam tanah, kadar bahan organik, pH tanah, serta kapasitas menahan air (Ismail, 1987). Hasil penelitian Riyanto (1995) menunjukkan bahwa pemberian kompos bagase 4-6 ton/ha dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK hingga 50%.
Bahan pembuatan kompos bagase yaitu bagase dan kotoran sapi yang dimanfaatkan sebagai bioaktivator, dengan perbandingan volume 3:1. Penambahan kotoran sapi selain sebagai bioaktivator juga untuk menurunkan rasio C/N. Bagase dan kotoran sapi ditumpuk berselingan dengan tebal bagase 30 cm dan tebal kotoran sapi 10 cm, lalu di tumpukan teratas diberikan jerami sebagai penutup. Pengomposan dilakukan dengan sistem windrow menggunakan saluran udara yang terbuat dari bambu yang dipasang secara vertikal dan horizontal. Selama proses pengomposan, dilakukan penyiraman secara rutin diikuti dengan pemeriksaan suhu dan kelembaban. Tumpukan bagase dibalik setiap minggu atau ketika kelembaban melebihi 70%. Proses pengomposan membutuhkan waktu 3 bulan hingga kompos menunjukkan warna coklat tua hingga hitam.[7]










 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Tanah

Pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi.
Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut (Stevenson, 1994):
1.      Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organikmembantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran
2.      Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat.
3. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
4. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah.
5. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah
6. Meningkatkan kapasitas sangga tanah
7. Meningkatkan suhu tanah
8. Mensuplai energi bagi organisme tanah
Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan karena mempengaruhi jumlah bahan organik. Miller et al. (1985) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah adalah sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat penyediaan hara.
Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein. Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup, maka kerusakan tanah dapat diminimalkan, bahkan dapat dihindari. [8]
Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah seperti kapang, bakteri, Actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat meningkatkan dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik.[9]
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman.
Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil(setengah cair) merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan asam.[10]
Peran pupuk organik dalam kaitannya dengan sifat fisik tanah adalah dalam rangka pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga pupuk organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pupuk organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang dapat terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso dan pori makro. Penambahan bahan organik pada tanah kasar akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori makro, dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air. Pada tanah halus lempungan, pemberian bahan organik akan meningkatkan pori meso dan menurunkan pori mikro, dengan demikian akan meningkatkan pori yang dapat terisi udara dan menurunkan pori yang terisi air, artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk tanah lempung berat (Atmojo, 2003).

Pengaruh pupuk organik terhadap kesuburan kimia tanah ialah pupuk organik atau humus itu mengandung unsur nitrogen, fosfat, dan kalium, serta unsur-unsur mikro, akan menambah kelarutan fosfat, karena humus akan menjadi asam humat atau asam-asam lain yang dapat melarutkan Fe dan Al sehingga fosfat dalam keadaan bebas. Selain itu humus berupa penyangga kation, jadi bisa mempertahankan kation, jadi bisa mempertahankan unsur-unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman (Sarief, 1985 dan Hanafiah, 2005)[11]

3.2 Pengaruh Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pupuk kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik berupa daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan sampah kota dan sebagainya yang proses pelapukannya bisa dipercepat lewat bantuan manusia (Lingga, P., 1990).
Nitrogen, Fosfor dan Kalium adalah unsur-unsur yang terambil oleh tanaman dalam jumlah yang besar daripada unsur-unsur penting lain. Untuk meningkatkan hasil tanaman telah lama dilaksanakan praktek baku untuk menambah ketiga unsur makro tersebut kedalam tanah dalam bentuk pupuk.
Peranan unsur-unsur hara pada kompos khususnya N.P.K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah besar. Unsur Nitrogen (N) diperoleh sebagai ion Nitrat (NO3) atau ion Amonium (NH3+). Nitrogen, unsur hara makro yang diperlukan dalam jumlah besar, merupakan penyusun asam amino, protein juga penyusun asam nukleat, klorofil dan banyak lagi senyawa yang penting untuk metabolisme (Loveless, A. R., 1999). Nitrogen (N) dalam jaringan tumbuhan merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam amino, karena setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein, maka Nitrogen juga merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu Nitrogen terkandung dalam klorofil, hormon sitokinin dan auksin. Gejala kekurangan unsur Nitrogen menyebabkan warna daun berubah menjadi kekuningan atau kering, jaringan daun mati dan bentuk buah tidak sempurna.
Phosfor (P) diperoleh sebagai Ortofosfat (H2PO4-), Phosfor berhubungan dengan metabolisme biokimia yang menyimpan energi dan kemudian memindahkannya kedalam sel-sel hidup. Selain sintesis ATP dari ADP dan phosfat anorganik, phosfor ini berpartisipasi dalam fosforilasi berbagai senyawa perantara fotosintesis dan respirasi. Phosfor juga terdapat dalam semua asam nukleat, dan dalam berbagai senyawa lain ( Loveless, A. R., 1999). Selain itu phosfor berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, bunga dan pemasakan buah. Gejala kekurangan unsur ini ditandai dengan memerahnya bagian bawah daun, terutama dibagian tulang daun, kemudian disusul daun melengkung dan terpelintir (Wiryanta, B. T. W., 2005).
Menurut Loveless, A. R. (1999) pada tanaman, sebagian besar bahkan sering pula seluruh unsur kalium terdapat dalam bentuk ion anorganik. Walaupun kalium ini adalah unsur yang mudah diperlihatkan sifatnya, terbukti peranannya sangat sulit ditentukan. Ada bukti mengenai fungsinya sebagai pengaktif bagi sekurang-kurangnya sebuah enzim pada glikolisis, tetapi karena unsur ini diperlukan dalam jumlah relatif besar, tampaknya pengaktif inilah sepertinya satu-satunya fungsi kalium. Kekurangan kalium mempengaruhi kecepatan fotosintesis, sintesis protein dan respirasi karena itu kalium mungkin memegang peranan pada semua jalur metabolisme. Juga mungkin kalium merupakan faktor penting dalam mengatur potensi osmosis sel. Pada sel-sel pengawal dalam daun kalium memegang peranan kunci dalam mekanisme stomata. Yang jelas ialah bahwa kalium memegang peranan sangat penting dalam tubuh tanaman. Selain dalam pertumbuhan tanaman, kalium berfungsi untuk memperkuat bagian kayu tanaman, meningkatkan kualitas buah. Kekurangan unsur kalium menyebabkan daun menguning dan semakin lama berubah menjadi coklat. Jika dibiarkan, daun-daun tersebut akan rontok (Wiryanta, B. T. W., 2005).[12]

3.3  Keuntungan dan Kelemahan Penggunaan Kompos

Keuntungan menggunakan kompos yaitu :
1.      Memperbaiki struktur tanah, tanah-tanah yang berat menjadi lebih ringan, dan tanah-tanah yang ringan akan menjadi lebih baik strukturnya.
2.      Memperbaiki tata air dan udara tanah.
3.      Memperbaiki temperatur tanah, karena terkandungnya cukup udara dan air di dalam tanah.
4.      Memperbaiki sifat kimiawi tanah karena adanya daya absorpsi dan daya tukar kation yang besar.
5.      Memperbaiki kehidupan mikroorganisme (jasad-jasad renik) di dalam tanah.
6.      Meningkatkan pengaruh pemupukan dengan pupuk-pupuk buatan (Sutedjo, 2008).[13]
Selain bernilai positif, penggunaan kompos juga mempunyai pengaruh yang negatif atau merugikan. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan dekomposisi pada kondisi anaerobik. Hal tersebut akan menghasilkan senyawa fitotoksik dari asam-asam organik, amoniak, nitrit-nitrogen, besi, dan mangan. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompos yang telah memenuhi standar yang telah ditentukan.
1.      Kandungan Polutan di Tanah
Salah satu kriteria mutu kompos yang baik adalah nisbah C/N. Nisbah C/N yang tinggi (>30:1) pada kompos yang belum matang menyebabkan dekomposisi yang lambat dan menghambat pertumbuhan tanaman karena kekurangan nitrogen. Sedangkan nisbah C/N yang rendah (<15:1) menyebabkan nitrat-N yang dapat mengurangi mutu tanaman pertanian atau perkolasi ke dalam suplai air. Rasio C/N kompos yang matang menurut MSW sekitar 20. Mutu kompos tidak hanya ditentukan oleh kematangan kompos tersebut dan kandungan haranya tetapi juga ditentukan oleh kandungan polutan terutama logam berat dan bahan kimia organik seperti pestisida. Penggunaan kompos yang tercemar oleh bahan-bahan polutan dalam waktu yang lama akan menyebabkan terakumulasinya bahan pencemar tersebut dalam tanah. Akumulasi bahan polutan tersebut akan menyebabkan toksik bagi tanaman, atau juga diambil dan diserap oleh tanaman lalu dikonsumsi oleh hewan atau manusia sehingga bersifat toksik juga pada hewan atau manusia yang mengkosumsinya. Logam berat yang merupakan polutan bagi tanaman, hewan dan kesehatan manusia antara lain arsenik (As), boron (B), kadminium (Cd), kuprum (Cu), merkuri (Hg), molibdenum (Mo), nikel (Ni), plumbum (Pb), selenium (Se), dan seng (Zn). Namun demikian banyak negara telah membuat standar untuk kandungan logam berat ini kecuali untuk boron, molibdenum, dan selenium.
2.      Kebanyakan sisa-sisa organik dari manusia dan hewan mengandung berbagai macam mikroorganisme patogenik
Beberapa bahan yang dapat dikomposkan dapat merupakan masalah bagi kesehatan manusia. Kebanyakan sisa-sisa organik dari manusia dan hewan mengandung berbagai macam mikroorganisme patogenik. Namun demikian jika dalam proses pengomposan mengikuti proses produksi yang aman untuk pengomposan, hal tersebut dapat dicegah. Penggunaan suhu 55oC selama 2-3 hari pada waktu pengomposan dapat mematikan mikroorganisme yang patogen tersebut. Dalam pembuatan vermikompos, masalah yang sering timbul adalah bau busuk disebabkan terlalu banyak hijauan di dalam kotak, terutama terlalu banyak nitrogen yang bercampur dengan hidrogen dan membentuk amoniak. Untuk menetralkan bau ini, dapat ditambahkan sejumlah bahan karbon lalu dicampur. Karbon akan menyerap nitrogen dan membentuk campuran yang tidak berbau. Kertas dan daun kering merupakan sumber karbon yang bagus. Penambahan karbon terlalu banyak menyebabkan proses dekomposisi lambat.[14]


















 

BAB IV

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu:
1.      Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai.
2.      Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah beberapa penyakit akar
3.      Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah seperti kapang, bakteri, Actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat meningkatkan dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik
4.      Peran pupuk organik dalam kaitannya dengan sifat fisik tanah adalah dalam rangka pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga pupuk organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pupuk organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah terhadap peningkatan porositas tanah.
5.      Nitrogen, Fosfor dan Kalium adalah unsur-unsur yang terambil oleh tanaman dalam jumlah yang besar daripada unsur-unsur penting lain. Unsur Nitrogen (N) diperoleh sebagai ion Nitrat (NO3) atau ion Amonium (NH3+). Phosfor (P) diperoleh sebagai Ortofosfat (H2PO4-)




DAFTAR PUSTAKA


Ani Suryani. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/anisuryaniipbbab2.pdf. Diakses pada tanggal 23 November 2015 Pukul 19.45
Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25149/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 23 November 2015 Pukul 19.30
Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28516/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 23 November 2015 Pukul 21.00
Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25149/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 24 November 2015 Pukul 17.00
Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25665/3/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 24 November 2015 Pukul 18.45
Diah Setyorini, Rasti Saraswati, dan Ea Kosman Anwar. Kompos. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/02kompos.pdf Diakses pada tanggal 21 November 2015 pukul 08.41 WIB.
Eko. Kompos. http://mapakalam.org/index.php/lingkungan-hidup/. Diakses pada tanggal 25 November 2015 Pukul 21.35
Isro, 2008, Kompos, https://isroi.files.wordpress.com/2008/02/kompos.pdf, (diakses pada tanggal 20 November 2015 pukul 19.00 WIB)
M Tarigan. 2010. Pendahuluan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19718/5/Chapter%20I.pdf Diakses pada tanggal 21 November 2015 pukul 11.20 WIB.
Maulana Zulkarnain, Budi Prasetya dan Soemarno. Pengaruh Kompos, Pupuk Kandang, dan Custom-Bio terhadap Sifat Tanah , Pertumbuhan dan Hasil Tebu (Saccharum officinarum L.) pada Entisol di Kebun Ngrangkah-Pawon, Kediri). http://igtj.ub.ac.id/index.php/igtj/article/download/103/100. Indonesian Green Technology Journal. Diakses pada tanggal 24 November 2015 Pukul 20.35
Neni Marlina. Kompos. http://www.pur-plso-unsri.org/dokumen/51_neni-marlina_unpal_revisi1.pdf. Diakses pada tanggal 25 November 2015 Pukul 21.00
Triana Kartika Santi. 2006. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). http://untag-banyuwangi.ac.id/attachments/article/278/PENGARUH%20PEMBERIAN%20PUPUK%20KOMPOS%20.pdf Diakses pada tanggal 24 November 2015 pukul 08.56 WIB.
Warsana, 2009, Kompos, Cacing Tanah http://www.litbang.pertanian.go.id/artikel/one/231/pdf/Kompos%20Cacing%20Tanah%20(CASTING).pdf, (diakses pada tanggal 20 November 2015 pukul 19.30 WIB)





[1] Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25149/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 23 November 2015 Pukul 19.30
[2] Ani Suryani. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/anisuryaniipbbab2.pdf. Diakses pada tanggal 23 November 2015 Pukul 19.45
[3] Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28516/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 23 November 2015 Pukul 21.00
[4] Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25149/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 24 November 2015 Pukul 17.00

[5] Anonim. Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25665/3/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 24 November 2015 Pukul 18.45
[6] Isro, 2008, Kompos, https://isroi.files.wordpress.com/2008/02/kompos.pdf, (diakses pada tanggal 20 November 2015 pukul 19.00 WIB)


[7] Warsana, 2009, Kompos, Cacing Tanah http://www.litbang.pertanian.go.id/artikel/one/231/pdf/Kompos%20Cacing%20Tanah%20(CASTING).pdf, (diakses pada tanggal 20 November 2015 pukul 19.30 WIB)

[9]  Maulana Zulkarnain, Budi Prasetya dan Soemarno. Pengaruh Kompos, Pupuk Kandang, dan Custom-Bio terhadap Sifat Tanah , Pertumbuhan dan Hasil Tebu (Saccharum officinarum L.) pada Entisol di Kebun Ngrangkah-Pawon, Kediri). http://igtj.ub.ac.id/index.php/igtj/article/download/103/100. Indonesian Green Technology Journal. Diakses pada tanggal 24 November 2015 Pukul 20.35
[10] Eko. Kompos. http://mapakalam.org/index.php/lingkungan-hidup/. Diakses pada tanggal 25 November 2015 Pukul 21.35
[11] Neni Marlina. Kompos. http://www.pur-plso-unsri.org/dokumen/51_neni-marlina_unpal_revisi1.pdf. Diakses pada tanggal 25 November 2015 Pukul 21.00


[12]Triana Kartika Santi. 2006. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). http://untag-banyuwangi.ac.id/attachments/article/278/PENGARUH%20PEMBERIAN%20PUPUK%20KOMPOS%20.pdf Diakses pada tanggal 24 November 2015 pukul 08.56 WIB.
[13]M Tarigan. 2010. Pendahuluan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19718/5/Chapter%20I.pdf Diakses pada tanggal 21 November 2015 pukul 11.20 WIB.
[14]Diah Setyorini, Rasti Saraswati, dan Ea Kosman Anwar. Kompos. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/02kompos.pdf Diakses pada tanggal 21 November 2015 pukul 08.41 WIB.

No comments:

Post a Comment